Apa yang akan kamu lakukan jika kamu bisa melihat masa depanmu sendiri ataupun orang lain?
Apa yang akan kamu lakukan jika lingkaran takdir itu membuatmu mengetahui apa yang seharusnya tak kamu ketahui?
Apa yang akan kamu lakukan, saat seseorang yang akan jadi masa depanmu malah menolak tentang apa yang kamu lihat dan meragukanmu?
Ya, cinta memang tak bisa di paksakan, tapi jika tuhan sudah berkehendak, lantas apa yang bisa kita lakukan?
Namaku Lavender, dan ya aku bisa melihat masa depan, dan hari itu aku melihatnya, hanya sekali dan aku langsung jatuh cinta padanya, saat itu juga.
***
Hai, namaku Lavender. dulu saat ibuku mengandung, dia sangat suka dengan Lavender, ya aku tahu jika itu adalah cerita yang klasik, tapi mau bagaimana lagi, memang begitu kenyataannya.
Sekarang aku sedang berada di bandara di Los angeles, aku menjemput Bibiku dari liburan panjangnya di Asia. ya perempuan itu memang butuh liburan, hampir sepanjang tahun hari-harinya di habiskan untuk bekerja, bekerja dan bekerja.
Ve adalah panggilanku, nama panggilan yang singkat, sesingkat nama panjangku. Ibuku tak pernah memberi tahuku siapa ayahku, yang pasti dia berjuang sendirian, dan menghabiskan sisa hidupnya seorang diri.
“Bibi, bibi dimana? aku sudah ada di tempat penjemputan” Hari ini aku menunggu bibi yang sudah hampir setahun tinggal di Asia, entah di negara mana dia tinggal, yang ku tahu hanyalah di sana sangat asri berbeda dengan di sini.
“Bibi baru turun dari pesawat, melambailah, agar bibi bisa melihatmu”
Aku melihat angka pada jam tanganku, sudah hampir 10 menit dan wanita setengah baya yang juga satu-satunya keluargaku itu tak kunjung keluar, entah apa yang bibi lakukan, apa dia tak menemukan jalan keluar, atau sedang ke toilet?
Akhirnya aku melambaikan tanganku saat pertama melihatnya yang juga langsung mengembangkan senyum, wanita itu tidaklah berubah, suka menutupi semua beban di pikirannya dengan senyuman.
Bibi May melambaikan tangannya padaku, tapi tubuhnya terhalang oleh seseorang yang berada di depannya, susah payah aku mencarinya, sampai aku sedikit masuk kedalam garis itu, garis yang akan merubah hidupku, selamanya.
“Maaf” Kataku sambil menunduk, aku tak tahu apa dan bagaimana wajahnya, yang kutahu ada sesuatu yang terlintas di pikiranku, di sana ada aku dan seorang laki-laki yang tengah bertukar cincin pernikahan , itu terjadi begitu cepat tapi tampak sangat jelas dan nyata .
“Maaf sekali lagi!!” Teriakku spontan, aku tahu aku sudah mengucapkan maaf, aku sengaja mengulanginya lagi, agar dia berhenti ditempatnya.
Laki-laki itu menoleh dan memperlihatkan wajahnya secara keseluruhan, dia tak tersenyum, hanya memandang sekilas, tapi itu saja sudah cukup membuatku terkena penyakit jantung.
“Mom, Dad!!”
Suaranya begitu khas terdengar di telinga dan bayangan itu datang lagi, kali ini aku juga mendengar dia mengucapkan ‘I Do’ di depan banyak orang.
“Ve!! kenapa melamun?”
Aku masih saja terpaku pada sosok itu, sosok yang bahkan tak pernah muncul di mimpiku sebelumnya, tapi kenapa? kenapa harus orang yang tak ku kenal?
“Ve!! kau tidur kah!!”
“Tidak Bi. aku hanya sedang mengamati” Kataku, mataku masih mengamati laki-laki itu, yang kini sudah masuk kedalam mobilnya.
“Mengamati siapa?” Tanya bibi May, bibi berusaha memutar tubuhku yang masih kaku ditempat.
Entahlah aku juga tak tahu, kedua orang tuanya juga tampak tak asing untukku, entahlah yang pasti penglihatanku tak pernah meleset.
***
Ve terus saja melihat kearah jendela saat mengantar bibinya pulang kerumah, dia sedang memikirkan laki-laki yang tiba-tiba saja muncul dalam pikirannya, bukan hanya sekali Ve begini, kemampuan ini muncul tanpa bisa di kendalikannya, bukan karena dia yang mau, atau orang lain memaksanya. seperti hari ini, dia melihat gambaran masa depannya bersama dengan orang yang sangat tak di kenalnya, bahkan Ve sendiri tak tahu siapa pria tampan yang membuat jantungnya hampir meledak.
“Bibi sebenarnya pulang karena sesuatu hal” Bibi May tiba-tiba membuka suaranya, wanita setengah baya ini adalah keluarga Ve satu-satunya, setelah ibunya meninggal bibi May lah yang merawat Ve sampai sekarang.
“Masalah itu lagi?”
“Hmm. Padahal bibi sudah bilang tak mau menjualnya, tapi kenapa mereka sangat bersi keras”
“Aku dengar putra tuan Carson akan menikah dalam waktu dekat, tentu dia ingin memperluas lagi rumahnya”
“Tapi kenapa harus tinggal dengan anaknya, mereka bisa membelikan anak mereka apartemen atau rumah”
“Bi, pengacara tuan Carson sudah datang menemuiku beberapa kali, aku tak mau ada masalah, itu hanya pekarangan, kita hidup bertetangga, biarlah mereka membelinya”
“Tapi bagaimana denganmu? itu adalah warisan ibumu?”
“Ibu tidak akan hidup kembali untuk mempermasalahkannya”
Tuan Carson Lee seorang yang sangat kaya, meminta Ve untuk menjual tanah kosong di samping rumah mereka untuk di jadikan paviliun, sebenarnya Ve tidak masalah jika tanah itu di jual, tanah itu kosong bertahun-tahun dan Ve tak berminat untuk membangun sesuatu di sana.
Di kediaman Carson …
“Bukankah ayah sudah meminta kepada pemilik untuk menjual tanah itu?”
Daniel Lee Carson, putra sulung dari keluarga kaya, entah kenapa sangat mengiginkan tanah di sebelah rumahnya, alasannya dia ingin membangun paviliun kecil di sana dan menjadikannya rumah peristirahatan bagi anjing-anjing peliharaannya dan calon istrinya.
“Ayah sudah meminta pada pengacara untuk mengurusnya, tapi kita tak bisa memaksakan kehendak si pemilik “
Daniel menghela napasnya, jaman sekarang banyak sekali orang miskin yang sok menjunjung harga dirinya, begitu pikirnya.
“Biar ibu yang bicara, ibu dengar kerabatnya baru pulang dari berlibur, siapa tahu mereka bersedia”
“Lagipula kenapa kau sangat ingin memiliki lahan sempit seperti itu, kalau hanya untuk kandang anjing kau bisa membangunkan di pekarangan belakang rumah”
“Entahlah sejak pertama kali aku melihat tanah gersang itu, entah kenapa aku sungguh ingin memilikinya.
***
Ve berjalan canggung dengan sang bibi di koridor rumah besar yang terletak hanya beberapa ratus meter dari rumah mereka, Ve sendiri tak pernah melihat atau bertemu dengan pasangan suami istri itu, bukan karena Ve yang menutup diri atau kah pasangan suami istri kaya raya itu yang memang sombong, tapi memang seperti ada dinding yang tersembunyi yang membuat kedua keluarga ini tak pernah bersua satu sama lain.
Satu lagi alasan Ve sedikit menjaga jarak adalah, karena perbedaan strata sosial mereka yang berbeda sangat jauh, Ve sendiri dari kecil hanya tinggal dengan bibi nya, menghabiskan waktu untuk bekerja, dan segi pendidikan pun Ve hanyalah lulusan sekolah menengah ke atas, berbanding terbaling dengan keluarga Carson Lee yang rata-rata lulusan universitas terkemuka dunia.
“Jadi, kamu sendiri yang akan bicara, sayang?” Tanya bibi May masih dengan perasaan cemas.
Ve hanya mengangguk pelan, menyiapkan diri untuk bicara di depan banyak orang.
"Rumah ini begitu luas dan megah. kenapa mereka masih menginginkan tanah yang bisa di bilang hanya sebesar kamar mandi mereka saja?” Gumam Ve masih takjub dengan pemandangan di depannya .
“Setidaknya kita bisa meminta harga yang pantas. mungkin kau bisa melanjutkan pendidikanmu, ingat soal beasiswa di universitas itu?”
Ve hanya menghela napasnya, bukan hanya semua keinginannya yang di kuburnya dalam-dalam, tapi juga impiannya selama ini, entahlah semua yang ada di dunia ini membuat Ve jengah, bosan dan seakan tak berhasrat melakukan apapun.
“Ohh, sayang keluarga Newt ada di sini" Teriak nyonya Carson dari dalam sebuah ruangan yang tak Ve ketahui itu ruangan apa .
“Benarkah? panggil Daniel kemari” Perintah tuan Lee Carson kemudian.
Tuan Carson menuruni beberapa anak tangga menuju ruang tamu yang luasnya dua kali rumah Ve, keluarga kaya raya itu memang tak pernah pelit pada warga sekitar, sayangnya Ve sama sekali tak pernah mau tahu dan tak pernah berusaha untuk lebih dekat dengan keluarga itu.
“Silahkan duduk" Sambut Tuan Lee, laki-laki itu lantas mempersilahkan Ve dan bibinya duduk disofa.
Ve dan bibi May duduk di sofa yang terasa sangat empuk, sofa yang di bayangkan Ve seharga puluhan ribu dolar, gajinya bekerja paruh waktu selama 5 tahun pun mungkin tak akan cukup untuk membeli satu set sofa mewah itu.
“Putra saya yang sangat ingin memiliki tanah itu, saya juga heran kenapa dia begitu tergila-gila dengan sepetak tanah milik anda.”
Sepetak bagi keluarga Carson adalah hidup bagi Ve, ibunya mewariskan tanah itu padanya bukan tanpa alasan, dia ingin Ve membangun rumah kecil di sana saat menikah nanti, rumah mungil impian ibunya, yang tak bisa di wujudkan Ve sampai kapanpun.
“Adik saya ingin keponakan saya membangun rumah di atas tanah itu setelah dia menikah kelak” Sahut bibi May
“Oh, benarkah? mungkin kami harus mengalah jika itu memang sangat penting, mengingat itu juga adalah warisan, pastilah tanah itu sangat berharga bagi anda.”
“Sayangnya aku tak mau kesepakatan ini batal ayah”
Semua orang menoleh pada suara laki-laki yang berjalan dengan angkuhnya menuju ruang tamu, Ve ingat betul siapa laki-laki itu, dia adalah laki-laki yang di temuinya di bandara, iya laki-laki yang muncul di masa depannya, yang bertukar cincin dengannya.
“Anda?!!” Seru Ve yang sedari diam, Ve berdiri sabil menunjuk ke arah Daniel, laki-laki itu tampak kebingungan .
“Aku?” Ucap Daniel sambil menunjuk dirinya sendiri.
Bibi May yang sadar jika keponakannya bersikap aneh ikut berdiri dan menarik Ve kembali ketempat duduknya, sedang Ve tak bisa berkedip melihat sosok laki-laki menjulang di depannya.
“Apa kau mengenal nona ini, anakku?” Tanya tuan Carson pada anaknya.
Daniel menggeleng, “Tidak”
“Anda mengenal putra saya, nona?” Kali ini tuan Carson beralih bertanya pada Ve dan Ve masih pada posisinya tadi, tak berkedip melihat Daniel yang mulai merasa tak nyaman.
“Mungkin dia melihat tuan di majalah atau televisi” Bibi May berusaha menyadarkan keponakannya dengan cara mencubit lengan ve pelan.
“Astagaa!! dia mimisan!!” Teriak Daniel
Semua mata mengarah pada Ve, yang masih terpaku, napasnya memburu dan hidungnya mengeluarkan darah segar, iya Ve tak bisa berkedip karena bayangan-bayangan masa depan seperti berkelebat dengan cepat di depan matanya, sangat jelas dan beraturan, membuat ve tak habis pikir dengan kenyataan yang di alaminya sekarang.
“Bibi, aku mau pulang”
“Tapi kita belum mengatakan apapun, sayang?" Ucap bibi May, wanita itu bahkan tak mengetahui jika Ve mati-matian berusaha menutup matanya.
Ve tak mengindahkan bibi nya dan berjalan lemas keluar, darah dari hidungnya menetes, mengotori karpet putih di bawah meja, Daniel mengetahui itu mengerutkan dahinya karpet itu hadiah dari calon istrinya dan sekarang ada setitik noda darah di sana.
“Ck, karpet ini padahal karpet ini pemberian Rika” Gumam Daniel sendirian.
Ve menghentikan langkahnya sejenak, apakah benar laki-laki angkuh itu adalah takdirnya kelak?
***
Ve merasa seluruh tubuhnya sakit saat ini, bertemu lagi dengan laki-laki itu mau tak mau membawa Ve semakin banyak pada kilasan-kilasan masa depannya, Ve tahu jika hal itu pastilah terjadi, tapi gadis itu seakan tak mau memikirkan apa-apa sekarang, semuanya menumpuk jadi satu dikepalanya, bagaimana bisa Daniel Lee Carson bisa menjadi suaminya? sedangkan sekarang laki-laki itu sudah mau menikah dengan wanita lain dan lagipula Daniel adalah sosok yang sangat arogan, kebalikannya dari Ve.
“Sayang, apa kamu sakit?” Bibi May membawa segelas air putih untuk keponakannya yang terlihat lesu selepas dari rumah mewah itu tadi pagi.
“Bibi, apa bibi percaya pada takdir?" Tanya Ve tiba-tiba
“Tentu. takdir adalah jalan hidup kita yang sudah ditetapkan oleh tuhan sejak kita masih dalam kandungan kan?”
Ve mengangguk pelan, “Aku juga percaya bi, tapi entah kenapa aku meragukan takdirku sendiri"
Bibi May tercengang mendengar perkataan keponakannya, “Apa kamu melihat sesuatu?” Tanya bibi May panik.
Ve tersenyum lembut, “Aku melihatnya, berdiri disana, memakaikanku cincin pernikahan” Kata Ve lirih.
“Siapa orangnya?”
Ve sedikit ragu untuk mengatakannya, “Daniel ..Lee Carson”
Bibi May menutup mulutnya sendiri, “Astagaa!! benarkah?”
Ve mengangguk lagi, “Hmm, entah itu benar atau salah”
“Sayangkuuu!! tentu itu benar, kamu sampai lesu begini” Ucap Nibi May khawatir.
Dalam hati gadis muda itu terenyuh, takdir seperti mempermainkannya, Ve tahu semua dari awal, tapi disisi lain dia tak bisa melakukan apapun. entah apa dan bagaimana, Ve sendiri tak bisa mengerti, semua terjadi diluar kendalinya dan tentunya Ve ingin sekali mengingkari itu semua, semua yang sudah digariskan tuhan padanya, semua yang akan datang padanya suatu saat nanti. air mata Ve jatuh begitu saja, membayangkan perjuangannya kelak, memang tak ada cinta sekarang, tapi nanti? siapa yang akan tahu?
“Ohh, sayangku jangan menangis?”
“Aku harus bagaimana bi? aku lemah dan tak bisa melakukan apapun dan aku tak mau menjadi perusak hubungan orang lain"
Ve terisak, tak pernah terbesit dipikirannya menjadi duri dihubungan orang lain, bibi May hanya bisa mengelus pundak rapuh keponakannya, hatinya ikut sakit, sudah terlalu banyak penderitaan yang dilalui gadis itu, apakah tuhan tak bisa berbaik hati sedikit dengan mempertemukan keponakannya dengan laki-laki baik hati?
***
“Jadi anda yakin akan menjual tanah ini segera?”
Ve mengangguk mantap, dengan tatapan lurus kedepan tanpa sedikitpun melihat laki-laki didepannya.
“Saya akan segera membuat salinan dokumennya dan tanah itu nantinya akan saya berikan pada calon istri saya”
Ve tak bergerak sedikitpun, mendengar kata ‘calon istri’ terasa sangat biasa untuknya sekarang, “Anda tak mau mengatakan apapun?" Tanya laki-laki itu untuk meyakinkan.
“Lebih cepat prosesnya lebih baik” Jawab Ve singkat.
Laki-lai itu berjalan kearah Ve, mempertegas tatapannya, ya laki-laki itu tak suka dengan sikap Ve yang seolah tak mau bertatap muka dengannya, dalam hati dia bertanya, apa ada sesuatu yang tak disukai gadis didepannya padanya?
“Katakan pada saya kenapa anda terus saja menatap lurus kedepan?”
Ve sama sekali tak menyangka jika laki-laki itu sudah berada dihadapannya sekarang, ya Ve menatap intens mata tajam berwarna coklat itu, mata laki-laki asia yang tajam dan lembut secara bersamaan dan lagi-lagi bayangan itu datang, sama sekali tak bisa disangkal apalagi dicegah oleh Ve. kali ini bukan hanya wajah mereka, tapi wajah-wajah orang yang belum dikenali Ve hadir disana, memberi tepuk tangan, berpakaian serba putih dan semua orang itu tampak bahagia.
Daniel menjetikkan jarinya tepat diwajah Ve, membuat gadis itu terperanjat dan mundur kebelakang beberapa langkah, sebelum mata mereka kembali bertemu dan anehnya gadis itu terlihat sangat kaget, matanya terbelalak sempurna, seperti telah melihat sesuatu yang tak semestinya.
“Nona? apa anda baik-baik saja?”
Dengan susah payah Ve kembali mengatur alur napasnya yang sempat berantakan, lalu mengambil map berisi dokumen kepemilikan tanah dan berbalik bersiap meninggalkan tempat kerja Daniel.
“Saya akan kemari lagi, tolong segera siapkan uangnya” Ve berjalan cepat, membuat dress yang dipakainya sedikit tersingkap, sedangkan Daniel hanya bisa mengerutkan alisnya melihat sikap tamunya yang kikuk dan aneh.
Daniel menyambar gagang telepon diruang kerjanya, menghubungi bawahannya dan mencoba mencari tahu sesuatu tentang tamunya barusan.
“Sekertaris Hong? bisa anda cari tahu asal-usul gadis yang tinggal di sebelah rumah saya? ya, namanya Lavender, Lavender Newt”
Ve berlari kecil menuruni beberapa anak tangga sambil memeluk map hitam didadanya, rasanya sangat tak nyaman berada satu ruangan dengan laki-lai itu, membuat tenaga Ve terkuras habis, setiap kali mereka saling pandang, maka kilasan-kilasan masa depan itu akan kembali muncul dimata Ve, sangat jelas, tidak kabur seperti biasa .
Brukk !!!
Ve menabrak seseorang yang mengaduh sama sepertinya, seorang laki-laki berambut pirang dengan tubuh tinggi menjulang mengulurkan tangannya pada Ve yang masih terduduk dilantai yang dingin.
“Are you okay?” Tanya laki-laki itu
Ve mencoba untuk berdiri sendiri tanpa dibantu, membuat uluran tangan laki-laki itu menjadi sia-sia saja
“Saya baik-baik saja, maaf” Kata Ve, lalu buru-buru berjalan keluar ruangan luas tersebut.
“Siapa sebenarnya dia?” Gumam laki-laki tampan itu sendirian.
Ve terus berjalan tanpa peduli pada pergelangan kakinya yang nyeri akibat terjatuh tadi, Ve mengingat lagi ekpresi tuan Daniel Lee saat berbicara padanya, tak ada tatapan sedingin dan semenusuk itu sebelumnya yang pernah dilihat Ve, laki-laki itu bukan hanya mempesona tapi juga membunuh perasaan Ve saat itu juga.
Ve memegang dadanya sendiri, jantungnya seperti sedang menari didalam sana, bagaimana bisa ada ciptaan tuhan yang sesempurna itu, tak pernah Ve berpikir jika mungkin masa depannya kelak adalah laki-laki itu, Ve kembali menoleh kebelakang, melihat begitu megahnya kediaman keluarga Carson membuatnya kembali rendah diri, memang dia siapa sampai bermimpi mendapatkan anak tertua dari keluarga kaya raya itu?
“Holla, ma men?" Daniel membalikkan tubuhnya saat mendengar sepupunya datang dari luar, laki-laki berambut pirang itu menari-nari seolah sedang ada sesuatu hal bagus yang terjadi padanya.
“Kenapa?” Tanya Daniel, pikir Daniel laki-laki itu mulai sinting lagi, apalagi senyum konyolnya tak pernah lepas sejak dia masuk keruang kerja Daniel.
“Siapa perempuan muda yang barusan berlari dari dalam ruanganmu? kau punya simpanan?”
Daniel lagi-lagi tak habis pikir dengan perkataan sepupunya, untuk apa dia punya simpanan jika sebentar lagi akan menikah?
“Bukan, dia pemilik sepetak tanah yang akan kubeli”
“Wohoo..benarkah?”
Daniel memilih tak menghiraukan gurauan sepupunya dan beralih kembali kemeja kerjanya, membuat beberapa ulasan tentang pekerjaannya yang sempat tertunda dan memeriksa beberapa berkas penting yang baru dikirimkan sekertarisnya lewat email.
“Jadi, kapan pesta lajang akan dilakukan? aku akan menyewa penari striptis tercantik yang ada dikota ini”
“Lakukan saja yang kau suka” Daniel bicara dengan ekpresi datar dan tanpa memandang lawan bicaranya, sedang laki-laki didepannya juga seperti tak peduli dengan itu.
“Gadis itu, seperti wanita pertama yang kau kencani dulu saat sekolah”
Daniel menatap sepupunya yang sedang sibuk mengutak-atik barang-barangnya, “Dia lagi? bukankah kau sudah menang saat itu?”
Laki-laki itu terkekeh, mengolok-olok sepupunya adalah salah satu hiburan baginya, memang keduanya sempat memperebutkan gadis yang sama dulu semasa mereka masih berada dibangku sekolah.
“Sungguh, mata biru gadis itu mengingatkanku padanya, kira-kira sudah sebesar apa putranya?"
Daniel menyahut, “Pikirkan calon sepupumu daripada sibuk memikirkan perempuan lain dan juga Annie, dia tak akan suka juga kau memandang gadis lain”
“Ma men, apa kau yakin akan menikah secepat ini?”
“Apa maksudmu?”
“Perempuan itu, siapa namanya? karakternya sepertinya tak cocok denganmu, dia terlalu keras kepala, kau butuh wanita yang lembut untuk menekan egomu yang besar”
Daniel mengebrak meja kerjanya, membuat sepupunya berjingkat karena kaget.
“Kau pikir kau mengenalnya?” Tanya Daniel setengah berteriak
“Tentu tidak” Jawab Zack takut-takut
“Sudahlah,keluarlah dan carilah hiburan lain”
Zack mengerut, lebih baik dia pergi daripada harus berurusan dengan sepupunya, “Oke"
Laki-laki itu keluar dari ruang kerja Daniel, lalu menyusuri jalan dimana tadi dia masuk, rumah itu lebih mirip labirin saking besarnya, mata biru laki-laki itu tertuju pada sosok gadis yang tadi bertabrakan dengannya, dengan hati-hati dia turun menyusuri tangga dan menyusul gadis yang tercenung sendirian ditaman belakang rumah.
“Hai? tidak menemukan jalan keluar?”
Ve terkejut dan membalikkan tubuhnya seketika, matanya kembali terbuka ketika tanpa sengaja Ve melihat sesuatu yang lagi-lagi membuat tenaganya terkuras dengan cepat.
“Apa kau tak baik-baik saja?”
Ve memegang hidungnya dan mendapati ada darah yang lagi-lagi keluar dari sana, ‘tuhan jangan biarkan apa yang kulihat barusan jadi kenyataan’ batin Ve.
“Apa kau melihat sesuatu, nona?" Tanya Zack ketika didapati gadis didepannya seperti takut akan sesuatu.
Ve kembali membuka matanya, melihat sekali lagi laki-laki yang tampak khawatir didepannya, sungguh Ve ingin lari sekarang juga, tubuhnya tak kuat jika harus terus-terusan seperti ini.
Zack mengendong tubuh Ve yang lemas kesofa diruang tengah, laki-laki takut lantaran Ve tiba-tiba saja pingsan tepat didepan matanya.“Sial!! apa yang dilakukan si Daniel pada gadis ini” Zack mengumpat sendirian sambil mondar-mandir didepan tubuh gadis yang barusan digendongannya kedalam rumah.“Zack? apa yang kau lakukan?” Tepat waktu! dalam hati Zack kegirangan melihat sepupunya keluar dengan raut wajah bingungnya.“Gadis ini pingsan setelah aku menyapanya”Daniel menghela napas, “Sudah kuduga gadis ini memang aneh”“Aneh bagaimana? apa dia punya penyakit menular? bagaimana ini, aku sudah menyentuhnya!”Daniel menatap sepupunya dengan jengah, “Daripada berteriak-teriak lebih baik panggilkan dokter dan minta dia kemari”“Dokter keluargamu?” Zack bertanya lagi sambil siap-siap menekan tombol di layar ponselnya.“Terserah, kalau dia tidak si
Ve dengan kikuk meminum teh yang baru saja diantarkan oleh seorang pelayan disebuah kafe dekat rumahnya, ini masih terlalu pagi untuk mengobrol menurut Ve, dia harus segera berangkat bekarja dan laki-laki didepannya ini tiba-tiba datang dan menyeretnya kesebuah tempat asing, yang membayangkan Ve bisa berada disana saja Ve tak pernah.“Aku penasaran pada kertas yang anda berikan?”Aksen laki-laki ini benar-benar payah, dia mencampur kata formal dan informal kepada orang yang baru saja dikenalnya, pikir Ve.“Maaf?”“Ini, Bisakah anda menjelaskan apa maksud semua dari semua ini”Ve mengamati sejenak kertas yang sudah tampak lusuh dan seperti bekas diremas, sepanjang jalan dan sepanjang pertemun Ve sama sekali tak menatap mata Zack yang masih sangat penasaran dengan maksud dari tulisan dikertas itu.“Anda sudah membacanya?” Zack mengangguk, tapi sepertinya percuma karena Ve pasti tak melihatnya.
Daniel berjalan pelan menyusuri taman rumahnya yang luas, melihat bunga-bunga yang ditanam tukang kebunya yang sedang mekar, laki-laki itu tersenyum sendiri, membayangkan jika nanti dia sudah menikah dan punya anak. anak itu akan berlari-lari di taman ini dengan riang dan Daniel akan menunggu dikursi dekat teras belakang sambil menikmati kopi sore bersama istrinya. Istri ya? otak Daniel kembali berpikir, dia sudah bertunangan, tapi hatinya merasa masih ada yang kurang, seperti pertunangan itu tak seharusnya terjadi. ahh, berpikir apa dia? Rika adalah wanita pilihannya, mereka sudah berpacaran lebih dari 2 tahun lamanya. dulu Daniel sangat bahagia ketika wanita Jepang itu menerima lamarannya, Daniel bahkan berteriak-teriak didepan banyak orang, memakaikan cincin dijari manis wanita itu, lalu keduanya berciuman didepan umum. Rika Kawamura, wanita berdarah Jepang asli, istruktur seorang instruktur yoga. keduanya bertemu dirumah Lea, sepupu jauh Daniel, awalnya Daniel tak