Zack mengendong tubuh Ve yang lemas kesofa diruang tengah, laki-laki takut lantaran Ve tiba-tiba saja pingsan tepat didepan matanya.
“Sial!! apa yang dilakukan si Daniel pada gadis ini” Zack mengumpat sendirian sambil mondar-mandir didepan tubuh gadis yang barusan digendongannya kedalam rumah.
“Zack? apa yang kau lakukan?” Tepat waktu! dalam hati Zack kegirangan melihat sepupunya keluar dengan raut wajah bingungnya.
“Gadis ini pingsan setelah aku menyapanya”
Daniel menghela napas, “Sudah kuduga gadis ini memang aneh”
“Aneh bagaimana? apa dia punya penyakit menular? bagaimana ini, aku sudah menyentuhnya!”
Daniel menatap sepupunya dengan jengah, “Daripada berteriak-teriak lebih baik panggilkan dokter dan minta dia kemari”
“Dokter keluargamu?” Zack bertanya lagi sambil siap-siap menekan tombol di layar ponselnya.
“Terserah, kalau dia tidak sibuk”
Daniel duduk disofa tunggal dan memperhatikan gadis yang masih terkulai lemas itu dalam-dalam, gadis itu tidaklah jelek, malah lebih cantik dari tunangannya sendiri, hanya saja ada hal yang lebih dari itu yang menarik hati seoarang Daniel Lee, gadis itu tak pernah mau memandang matanya ketika berbicara dengannya dan selalu berakhir seperti saat ini jika mereka bertatap muka, walau hanya sebentar.
“Dokter Sebastian yang akan datang, heh!! bagaimana kalau dia mati?!”
Zack kelabakan sendiri dan Daniel masih tenang duduk disana, masih terus memperhatikan, sampai akhirnya Zack mengoncangkan tubuhnya saat gadis itu
“Bodoh!! kenapa kau tenang sekali!! bagaimana kalau dia tak lagi bernapas?!”
Daniel akhirnya berdiri dan memegang pergelangan tangan gadis itu, masih ada denyut nadi disana, berarti gadis itu masih hidup.
“Dia masih hidup, lagipula apa yang kau lakukan sampai dia pingsan begini?”
Zack mengigit kukunya, dia tak melakukan apapun, hanya menyapa dan gadis itu langsung membuka matanya lebar-lebar saat melihatnya, seolah kaget dan takut pada saat bersamaan.
“Aku tak melakukan apapun, dia hanya menatapku selama beberapa saat, lalu pingsan.”
Daniel tentu tak begitu saja percaya dengan perkataan sepupunya yang gila, bagaimana bisa seseorang langsung kehilangan tenaganya hanya dengan tatapan mata, hanya orang bodoh yang akan mempercayainya, pikir Daniel.
Tak lama kemudian dokter Sebastian, dokter langganan keluarga Carson datang dan memeriksa Ve, dokter itu bolak-balik menanyakan pada Daniel apa penyebab gadis itu sampai kehilangan kesadaran, tapi Daniel tak bisa menjawab apapun dan Zack hanya meringis menanggapinya.
“Dia kehilangan banyak cairan, semacam dehidrasi, juga syok, apa salah satu dari kalian punya hubungan khusus dengannya?”
Zack menggeleng, lalu menatap balik Daniel, laki-laki itu tampak kikuk dan berusaha menyangkal dengan keras pertanyaan dari dokter yang juga masih terhitung sahabatnya.
“Kau tahu aku akan menikah kan? tentu aku tak punya hubungan apapun dengannya, dia hanya tetangga yang akan menjual tanahnya padaku, tidak lebih.”
Dokter Sebastian mengangguk, seolah sudah paham.
“Apa?” Tanya Daniel lagi saat dilihatnya Sebastian masih menatapnya dengan tatapan penuh kecurigaan.
“Kau pasti menakutinya dengan wajah aroganmu, benar kan?”
Zack tak kuat menahan tawanya dan Daniel merasa dipermalukan.
“Untuk apa aku menakuti gadis bodoh ini?! jangan bicara macam-macam!”
Sebastian takjub dengan reaksi berlebihan dari sahabatnya, dia melihat Daniel dengan setengah tertawa, dan itu membuat wajah Daniel menjadi merah karena malu.
“Ahh..sobat, lalu akan kau apakan nona ini? maksudku agar dia cepat sadar?” Zack menyela, membuat Daniel dan Sebastian menoleh kearahnya bersamaan.
“Aku akan memasang infus, boleh pinjam salah satu kamarmu?”
Daniel hanya mengangguk, “Kalau sudah selesai, urusi dia aku mau kembali keruang kerjaku.”
Sebastian menggendong Ve kekamar tamu tanpa memperdulikan Daniel yang akan beranjak keruangannya, diikuti Zack yang membawakan tas milik Sebastian, lalu masuk lebih dalam keruangan lain dirumah megah itu.
***
Ve mengerjapkan matanya yang masih sedikit kabur, pergelangan tangannya terasa sedikit perih, Ve terkejut mendapati jarum infus menancap disana, belum lagi kepalanya yang tak berhenti berdenyut, Ve juga merasa lemas disekujur tubuhnya, membuatnya tak berdaya walau hanya sekedar bangun dari ranjang empuk yang ditidurinya saat ini.
“Sudah sadar?" Suara seorang laki-laki membuat Ve berjingkat, apakah sekarang dia sedang diculik atau sejenisnya? mengingat ruangan itu sangat dingin dan gelap, mirip ruangan pembantaian difilm-film.
Pria itu menyalakan lampu , membuat Ve memejamkan matanya , setelah beberapa saat barulah Ve bisa melihat dangan jelas , laki-laki yang ditebaknya adalah seorang dokter , dari jas putih yang dipakainya.
“Apakah anda dokter?” Tanya Ve takut-takut.
Laki-laki itu tersenyum lalu mengangguk, “Anda pingsan dan saya yang merawat anda”
Ve mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan, masih bernuansa megah, apakah ini masih dikediaman keluarga Carson ?
Laki-laki yang sekarang sudah berada tepat disamping ranjang Ve mengulurkan tangannya, sembari tersenyum ramah, dengan canggung Ve menyambut uluran tangan itu, dan entah kenapa Ve merasakan sensasi hangat yang tiba-tiba menelusup kedalam hatinya.
“Saya dokter keluarga Carson, Sebastian White dan juga teman kuliah Daniel beberapa waktu lalu”
Ve sedikit membuka bibirnya, “Lavender, panggil saja saya Ve”
Dokter Sebastian mendekatkan telinganya karena tak mendengar ucapan Ve yang sangat pelan, “Maaf, bisa anda ulangi lagi?”
“Ve” Ucap Ve lagi, kali ini dengan suara agak keras.
Sebastian tersenyum, nama yang unik pikirnya, Sebastian lantas mengakhiri sesi perkenalan itu dan memeriksa kembali kondisi pasiennya.
“Apa anda stres akhir-akhir ini?” Sebastian memeriksa botol infus Ve, sambil sesekali memutar alat untuk mengatur kecepatan cairan infusnya.
“Sedikit” Ya, jujur saja Ve sangat kepikiran sesuatu akhir-akhir ini, tentang pemilik rumah yang mau tak mau harus dipikirkannya.
“Apa ada hubungannya dengan pemilik rumah ini?”
Ve spontan mendongakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk, memperhatikan pria berkacamata yang masih sibuk dengan botol infus yang tergantung disana.
“Bukan” Tampik Ve.
“Saya hanya menyarankan agar jangan terlalu memaksakan diri, tubuh anda sangat lemah , saya khawatir anda akan ambruk lagi jika terus-terusan seperti ini.
Ada rasa terenyuh dihati kecil Ve, tentu dia tak mau memikirkan masa depan atau hubungan orang lain, tapi nyatanya Ve tak bisa memungkiri apa yang ada diindera keenamnya, entahlah yang Ve ingin tahu hanyalah cara untuk mengendalikan atau mungkin menghilangkan hal yang lebih mirip kutukan itu padanya.
“Sahabat saya yang membawa anda masuk, dia mengatakan jika anda pingsan setelah menatapnya beberapa lama, apa itu benar?”
Pertanyaan Dokter itu membuat Ve teringat pada laki-laki berambut pirang yang tadi ditemuinya, Ve buru-buru ingin bangun dan mencari laki-laki itu, tapi dokter Sebastian melarangnya.
“Anda mau kemana? istirahatlah terlebih dahulu”
“Laki-laki itu? dimana dia sekarang?"
“Maksud anda?”
“Teman anda yang berambut pirang?”
Sebastian tertegun, jadi Zack dan gadis ini belum saling mengenal, lalu apa yang dilakukan Zack sampai-sampai gadis didepannya ini pingsan ?
“Anda ingin menemuinya?”
Ve mengangguk, “Saya ingin mengatakan sesuatu”
“Baiklah, akan saya panggilkan dan saya mohon jangan beranjak dari ranjang”
Ve menahan napasnya sebentar, entah berapa lama dia pingsan dan berada dalam kamar ini. Ve melihat dokter Sebastian menutup pintu, lalu angan-angan Ve kembali melayang, dia takut jika harus bertemu lagi dengan pria rambut pirang dan Daniel Lee, karena merekalah Ve sampai kehilangan banyak tenaga, tapi Ve kemudian membulatkan tekadnya, si rambut pirang harus tahu semuanya sebelum terlambat dan Daniel Lee, Ve akan jujur pada laki-laki itu suatu saat nanti.
***
Zack duduk diruang tamu masih dengan memikikan perkataan Ve terus membuatnya pusing, berualang kali Zack berusaha kembali menelaah perkataan gadis bermata biru itu, tapi hasinya tetap sama.
3 jam yang lalu ...
“Apa yang anda ingin katakan, nona?” Zack berusaha bersikap ramah biarpun sang lawan bicara enggan menatap matanya, Ve gadis pendiam itu terus menunduk, membuat Zack menjadi salah tingkah.
“Anda, punya tunangan ?”
Zack, memiringkan kepalanya, mencoba melihat ekpresi gadis itu, tapi semakin Zack ingin tahu, semakin gadis itu menyembuyikan wajah polosnya di balik rambut panjangnya yang tergerai.
“Apa anda mengenal pasangan saya?”
Ve tak langsung menjawab, tapi malah memberikan secarik kertas pada Zack.
“Apa ini? surat cinta?” Zack mencoba menerka isi dari tulisan disecarik kertas yang diberikan Ve padanya.
Ve menggeleng, “Hanya itu yang bisa usahakan, saya harap masih belum terlambat”
Zack mengerutkan dahinya dan mencoba membuka lipatan kertas itu, tapi Ve buru-buru melarang, “Bukalah setelah saya meninggalkan rumah ini"
Zack semakin bingung, tapi dia memutuskan untuk menuruti gadis itu, lalu memasukkan secarik kertas itu kesaku celananya.
“Apapun yang terjadi, jangan menyerah pada kenyataan. saya harap anda bisa hidup lebih lama lagi”
Ve menelan ludahnya sendiri, Zack menebak jika gadis itu berusaha mengumpulkan segenap keberaniannya untuk menyampaikan sesuatu pada Zack, tapi Zack masih tidak mengerti dengan apa yang coba di katakan Ve padanya.
Sepeninggalnya Ve dari rumah kediaman Carson, Zack buru-buru mengeluarkan secarik kertas yang diberikan Ve padanya, sial!! seumur hidup Zack tak pernah sepenasaran ini pada sesuatu. Zack mengamati sejenak sobekan kertas yang tak beraturan itu, lalu pelan-pelan membuka lipatannya, mata Zack terbuka sempurna saat melihat tulisan tangan yang sederhana disana, siapa saja bisa membacanya dengan jelas, tulisan itu ditulis dengan huruf kapital, beserta nomor-nomor yang diketahui Zack sebagai nomor telepon.
“Rumah sakit khusus kanker?” Gumam Zack kebingungan
***
Lama Zack berpikir sendirian diruang tamu yang super luas itu, untuk apa seorang gadis yang tak dikenalnya sama sekali memberikan alamat rumah sakit khusus bagi penderita kanker padanya? apakah gadis itu cenayang? tidak, itu tiak mungkin! batin Zack berusaha menyangkal semuanya, pria sesehat dia bagaimana mungkin bisa menderita kanker, apa gadis barusan sudah gila? pikir Zack lagi.
“Apa yang kau pikirkan?”
Zack terkejut mendengar suara sepupunya yang datang tiba-tiba dari dalam, Zack lantas buru-buru memasukkan kertas tadi kembali kesakunya, lalu berlagak dan berlaku seperi biasanya pada Daniel.
“Tak ada, kenapa tak melihat kondisi tamumu sebelum dia pulang tadi?”
Daniel duduk dengan menyilangkan kakinya tepat didepan Zack, laki-laki itu tampak tak peduli dengan pertanyaan Zack.
“Apa aku harus melihatnya? sedangkan dia enggan menatapku ketika kami sedang berbicara?”
“Dia juga begitu padamu?” Tanya Zack spontan.
“Apa maksudmu?”
Zack mengelus dagunya, tanda jika dia sedang mencoba berpikir, “Dia juga begitu padaku, dia terus menundukkan wajahnya, padahal dia lumayan cantik”
Daniel mau tak mau juga ikutan berpikir hal yang sama, “Kenapa kira-kira sampai dia begitu?”
“Mungkin dia takut jatuh hati pada kita berdua?”
Tentu bukan itu alasannya, Daniel tak sebodoh itu untuk menyimpulkannya demikian, ada alasana lain yang Daniel sendiri tak tahu itu apa, tapi dia merasa tak nyaman dan sekaligus merasa tak dihargai jika terus diperlakukan begitu.
“Ngomong-ngomong, apa yang kau bicarakan dengannya tadi?”
“Bukan urusanmu” Daniel agak terhenyak, baru kali ini sepupunya tak mau bercerita apapun padanya.
“Apa kalian ada hubungan lain yang tak diketahui orang"
Zack tak menanggapi dan malah asyik dengan pemikirannya sendiri, membuat Daniel seolah diacuhkan, lalu dengan kasar Daniel melempar bantal sofa pada sepupunya, berdiri lalu meninggalkan Zack sendiri, masih dengan pemikiran-pemikiran konyol tentang Ve dan secarik kertas itu.
***
Ve merapikan kamarnya yang berantakan bekas dipakai bibinya semalam, sudah beberapa malam ini bibi May bermimpi buruk tentang Ve dan memaksa untuk tidur sekamar dengan keponakannya, Ve sendiri merasa tak keberatan biarpun ranjangnya yang sempit jadi makin sempit semenjak bibinya ikut tidur dikamarnya.
“Sayang, kemarilah” Bibi May menarik lengan Ve menuju ruang makan, disana sudah tersedia berbagai jenis makanan.
“Bibi memasak ini semua?”
“Tentu, makanlah yang banyak, akhir-akhir ini kau tampak makin kurus”
Bibi May memundurkan satu kursi untuk diduduki oleh keponakannya, lalu mulai memenuhi piring Ve dengan makanan yang sudah tertata rapi diatas meja.
“Bibi sengaja belanja semua ini untukmu, makanlah”
Ve menyendok beberapa suap makanan kedalam mulutnya, tak ada rasa apapun disana, rasanya hambar, tentu bukan karena masakan bibi May yang tak enak, tapi sejak Ve mendapat indra keenamnya saat itu juga Ve kehilangan rasa diindera pengecapnya.
“Bagaimana, enak?”
Ve hanya mengangguk pelan, dia tak boleh menunjukkan jika dia kehilangan selera makannya didepan bibinya, Ve berusaha makan sebanyak yang dia mampu dan bibi May tersenyum melihat betapa lahapnya keponakannya makan pagi ini.
“Bagaimana urusanmu dengan Daniel Lee? sudah beres?”
Ve meminum air digelas sampai habis, lalu mengangguk pelan dan mulai makan lagi.
“Apa dia baik padamu?” Tanya bibi May lagi.
“Maksud bibi?"
Bibi May meneguk air didepannya, lalu kembali bertanya, “Apa tak sebaiknya kau katakan saja yang sejujurnya padanya?”
“Dan membiarkan dia berpikir jika aku gila?"
Bibi May menyesal sudah mengatakannya, wanita itu lantas meraih tangan Ve, lalu mengenggamnya lembut.
“Maafkan bibi, bibi hanya tak mau melihatmu terus-terusan bersedih”
“Tak apa bi, aku cukup tahu posisiku sekarang”
“Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?”
Ve mengaduk-aduk makanan dipiringnya, “Mungkin aku akan mulai kuliah diluar kota setelah menerima pembayaran atas tanah itu”
Bibi May menghela napasnya, “Ya, lakukanlah apapun yang kau mau, bibi akan terus mendukungmu, apapun keputusanmu"
Ve keluar rumah menuju ketempat kerjannya, tepat saat Ve membuka gerbang depan rumahnya Ve melihat seorang laki-laki berdiri bersandar disebuah mobil sport keluaran terbaru, awalnya Ve cuek karena merasa tak mengenal laki-laki didepannya, tapi langkah kaki Ve terhenti, ketika tangan laki-laki itu terjulur menghalangi jalan.
“Nona?” Sapa laki-laki itu pada Ve.
Ve hanya diam sambil terus mengamati, laki-laki itu terus tersenyum seolah telah mengenal Ve lama, jujur Ve bukanlah orang yang pandai mengingat wajah orang lain, maka dari itu gadis itu berusaha keras mengingat siapa orang didepannya ini.
“Kenapa diam? anda tidak mengenali saya?”
Ve masih tercenung, “Anda..siapa?"
Laki-laki didepannya tertawa, membuat Ve agak kaget.
"Saya laki-laki yang anda berikan kertas ini? apa benar anda tak ingat saya?”
Ve dengan kikuk meminum teh yang baru saja diantarkan oleh seorang pelayan disebuah kafe dekat rumahnya, ini masih terlalu pagi untuk mengobrol menurut Ve, dia harus segera berangkat bekarja dan laki-laki didepannya ini tiba-tiba datang dan menyeretnya kesebuah tempat asing, yang membayangkan Ve bisa berada disana saja Ve tak pernah.“Aku penasaran pada kertas yang anda berikan?”Aksen laki-laki ini benar-benar payah, dia mencampur kata formal dan informal kepada orang yang baru saja dikenalnya, pikir Ve.“Maaf?”“Ini, Bisakah anda menjelaskan apa maksud semua dari semua ini”Ve mengamati sejenak kertas yang sudah tampak lusuh dan seperti bekas diremas, sepanjang jalan dan sepanjang pertemun Ve sama sekali tak menatap mata Zack yang masih sangat penasaran dengan maksud dari tulisan dikertas itu.“Anda sudah membacanya?” Zack mengangguk, tapi sepertinya percuma karena Ve pasti tak melihatnya.
Daniel berjalan pelan menyusuri taman rumahnya yang luas, melihat bunga-bunga yang ditanam tukang kebunya yang sedang mekar, laki-laki itu tersenyum sendiri, membayangkan jika nanti dia sudah menikah dan punya anak. anak itu akan berlari-lari di taman ini dengan riang dan Daniel akan menunggu dikursi dekat teras belakang sambil menikmati kopi sore bersama istrinya. Istri ya? otak Daniel kembali berpikir, dia sudah bertunangan, tapi hatinya merasa masih ada yang kurang, seperti pertunangan itu tak seharusnya terjadi. ahh, berpikir apa dia? Rika adalah wanita pilihannya, mereka sudah berpacaran lebih dari 2 tahun lamanya. dulu Daniel sangat bahagia ketika wanita Jepang itu menerima lamarannya, Daniel bahkan berteriak-teriak didepan banyak orang, memakaikan cincin dijari manis wanita itu, lalu keduanya berciuman didepan umum. Rika Kawamura, wanita berdarah Jepang asli, istruktur seorang instruktur yoga. keduanya bertemu dirumah Lea, sepupu jauh Daniel, awalnya Daniel tak
Apa yang akan kamu lakukan jika kamu bisa melihat masa depanmu sendiri ataupun orang lain?Apa yang akan kamu lakukan jika lingkaran takdir itu membuatmu mengetahui apa yang seharusnya tak kamu ketahui?Apa yang akan kamu lakukan, saat seseorang yang akan jadi masa depanmu malah menolak tentang apa yang kamu lihat dan meragukanmu?Ya, cinta memang tak bisa di paksakan, tapi jika tuhan sudah berkehendak, lantas apa yang bisa kita lakukan?Namaku Lavender, dan ya aku bisa melihat masa depan, dan hari itu aku melihatnya, hanya sekali dan aku langsung jatuh cinta padanya, saat itu juga. &nb