Aku kira kita memiliki waktu yang lama. Tapi ternyata sangat singkat, sampai aku belum sempat mengucapkan selamat tinggal.
Ralin memutar-mutar ponsel yang ada di dalam genggamannya. Dia sangat gelisah menunggu Arga karena sejak sejam yang lalu dia belum juga memberi kabar keberadaannya. Mereka telah berjanji untuk bertemu pagi ini bersama dengan kelompok kewirausahaan dulu. Ralin melangkah keluar dari kelasnya, dan berjalan menuju Gazebo bersama Monica, dan Maria. Satu teman lainnya bernama April ijin untuk tidak bisa mengikuti diskusi karena belajar menari. Baru saja sampai di depan lorong G9 Arga muncul dan menunjukan gigi putihnya. Ralin hanya menghela napas karena ternyata dia menunggu seseorang yang sejak tadi sudah ada disini namun di gedung yang berbeda.
"Ral, tunggu dulu. Kamu tau cara ngisi penilaian di sistem o****e?" tanya Arga.
"Penilaian sistem o****e? Seperti apa? Sistem non akademik?" tanya Ralin.
"Ya, dosen penasihatku tidak bisa, apa kamu bisa membantu?"
Ralin menggeleng, dia tidak mengetahui bagaimana cara untuk melakukan validasi sistem jika dilakukan oleh pihak dosen. Namun suatu ide terbesit di kepala Ralin.
"Coba kita tanya ke dosenku saja bagaimana? Mungkin bu Nadia dosen keuangan memahami bagaimana caranya."
Arga mengangguk dan berjalan di sisi Ralin, dia mengetuk pintu ruang dosen. Bu Nadia terlihat jelas disana, Ralin mengucapkan salam dan masuk ke dalam.
"Bu, permisi maaf menganggu, begini bu teman saya dosen penasihatnya tidak bisa melakukan approved pada sistem non akademik. Caranya bagaimana ya Bu?"
"Oh gini, sini mas."
Bu Nadia lalu menunjukkan cara dan memberikan arahan, setelah selesai bu Nadia tersenyum sendiri.
"Ini pacar kamu ya Lin?" tanya bu Nadia. Ralin tersenyum kecil dan bingung menjawab apa, karena memang sejak Arga mengubunginya lagi setelah hampir dua tahun tidak pernah berkomunikasi rasa itu bersemi kembali.
"Eh? Aamiin bu," jawab Ralin gugup.
Bu Nadia hanya tertawa dan bertanya lagi, "Kamu suka apa enggak lo sama dia?". Dengan senyum menggoda, Ralin bingung harus menjawab apa, sedangkan Arga di sampingnya dari tadi hanya diam. Ralin lalu mengalihkan pembicaraan dan pamit untuk keluar dari ruang dosen.
"Ikut aku sebentar Lin," ucap Arga.
Ralin mengajak Monica untuk kembali diskusi membicarakan tentang rencana bazar.
"Kamu ada catatan?" tanya Arga.
Ralin mengeluarkan memo kecil dan memberikan kepad Arga bersama dengan bolpoinya. Jantung Ralin sejak tadi berdegup kencang, apalagi saat ini Arga di hadapannya. Apalagi kali ini Arga tampak begitu tampan dan gagah dengan baju sweater merah serta rambutnya yang tersisir rapi. Jambang dan jenggot yang menghiasi wajah tampannya. Pipinya agak chubby, namun garis rahang masih terlihat jelas. Aroma parfumnya membuat Ralin menjadi terbawa pada suasana, rasanya hanya ada mereka berdua di gazebo.
Arga masih sibuk menuliskan sesuatu di kertas catatan kecil milik Ralin, dan Ralin masih sibuk mengamati wajah Arga, mengingatnya agar tetap mengingatnya saat mata terpejam. Semilir angin dingin menembus kulit Ralin, namun langit begitu cerah.
"Ini."
Arga mengembalikan catatan itu, dan Ralin membacanya, tulisan Arga yang memberikan berbagai rasa untuk pembuatan puddingnya. Ralin mengangguk setuju dan bertanya, "Lalu makanan apalagi ya yang akan kita buat?" tanya Ralin menerka-nerka.
"Apa saja, yang menurutmu enak. Dan bisa laris."
Ralin mengangguk, seketika lidahnya kelu dan gugup karena melihat senyuman Arga, mulai hari ini bisa dia pastikan, bahwa rasa cinta kembali hadir dalam hidupnya. Ralin lalu berpamitan dengan teman lainnya untuk pulang karena hari sudah mulai gelap. Dia menuju parkiran dan tersenyum sendiri melihat motor milik Arga, dia sangat hapal dan ingat. Motor dan plat nomornya. Sudah pasti milik Arga. Ralin tersenyum sendiri, sampai Monica ikut tersenyum melihat tingkah lucu Ralin. Sahabat yang seolah bisa membaca pikirannya, Monica sangat tahu isi hati Ralin.
"Cie, seneng ya abis ketemu." Monica menatap Ralin dengan menggoda, dia naik ke motor Ralin.
"Ih apasih, enggak."
Mulut bisa berbohong, tapi mata tidak, apalagi semu merah rona di pipi yang membuat semakin jelas jika Ralin hanya berbohong. Hatinya seperti ada konser live music yang membuat berdegup kencang. Perasaan dan darahnya berdesir mengalir deras. Ralin gugup.
"Ralin, aku suka sama Arga itu udah lama, lagipula aku sekarang kan udah jadian sama Marzuq. Jadi jangan lagi memendam perasaan kamu untuk mengalah ya. Cintai dia selagi masih ada waktu."
Ralin tersenyum dan mengangguk, sudah tidak ada lagi rahasia diantara mereka, hari ini bersama senja jingga Ralin mengatakan kepada dirinya untuk kembali membuka hati kepada seorang laki-laki yang mampu membuatnya jatuh hati, Arga Wijayanto.
Meninggalkan aku secara perlahan bagimu tidak menyakitkan, kamu salah. Semakin lama kamu pergi, semakin berat bagiku untuk berpaling.Sejak semalam Monica dan Ralin telah menyiapkan semua bahan untuk persiapan membuat makanan hari ini, mereka telah menentukan akan membuat cilok dan tahu fantasy dengan minuman soda gembira. Dengan mata berbinar dan semangat penuh kobaran api, Ralin mengambil tepung dan semua bahan, dia menyiapkannya dibantu dengan Monica."Mon, kemana ya anak-anak kenapa belum datang ya?" tanya Ralin.Monica hanya menghela napas kesal, dia sudah tau kedua anak itu pasti akan datang terlambat. Ralin tersenyum, jantungnya sudah dag dig dug tak karuan karena menunggu kedatangan Arga.Bunyi motor khas Yamaha X Ride membuat Ralin tersenyum senang, sudah pasti itu motor Arga yang datang. Ralin menuju kamar, mengenakan hijab dan baju lengan panjangnya lalu melangkah membuka pintu. Tak lupa dia menggunakan make up tipis, sejak kemarin Ral
Kamu hadir, tapi tidak menetap. Sama saja berbohong.Arga tampak begitu tampan dengan kemeja kotak-kotak kuning dan celana jeans. Rambutnya tersisir rapi dan aroma parfumnya tercium maskulin. Ralin masih terpaku dengan ketampanan Arga, bahkan tak berkedip."Jadi gimana? Kamu mau naik motor sama aku apa naik mobil?" tanya Arga.Hari ini bazar akan dimulai, semua peralatan masak dan makanan yang akan dijual sudah siap masuk ke dalam mobil. Hati kecil Ralin berteriak menginginkan naik motor berboncengan dengan Arga, tapi disisi lain, dia juga ingin menemani Monica naik mobil."Naik mobil aja, temenin Monica," jawab ibu Ralin.Ralin dengan Monica dan Arga saling pandang, sesuatu yang tidak bisa diartikan. Ralin akhirnya berpamitan dan masuk ke dalam mobil, menemani Monica dan memangku peralatan masak untuk bazar."Kamu pengen naik motor ya sama Arga?" tanya Monica sambil tersenyum menggoda Ralin. Sudah pasti jawaban Ralin hanya anggukan
Kemarin dan sekarang, bedanya ada dan tiada dirimu.Bazar masih sepi, belum banyak pengunjung tapi waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Arga turun dari kursi setelah memasang lampu dan hiasan. Dia lalu menuju masjid kampus yang letaknya di dekat fakultas IPA."Aku ke masjid dulu ya, mau siap-siap salat Jumat."Maria mengangguk dan menyetujui permintaan Arga. Dia lalu kembali menata cilok untuk berjualan. Merasa sudah banyak murid berdatangan, Maria memilih menujual dagangan kita. Ralin masih fokus menata tahu fantasy dan menaruhnya pada mangkuk mika.
Cinta hadir tanpa diminta.Semakin malam bazar semakin ramai, panggung telah dipersiapkan untuk band. Pengunjung semakin ramai, namun sayangnya produk jualan mereka masih banyak. Ralin mengemasi tahu fantasy yang belum digoreng, masih ada sisa sekitar lima puluh buah, tidak mungkin jika membiarkan makanan terbuka, takut basi."Arga, anterin aku pulang dong. Ini tahu fantasynya dipulangin aja deh, biar masuk ke kulkas."Arga mengangguk, menyanggupi permintaan Ralin dan mengantarkannya pulang membawa satu kotak berisi tahu fantasy."Oke."Keduanya pulang, beberapa mahasiswa menggoda Ralin karena sekarang dekat dengan Arga, sekila Ralin melirik Arga, lelaki di sampingnya juga mengulas senyum. Entah senyum apa yang Arga maksud, namun hal itu membuat Ralin semakin berharap, dia memiliki perasaan yang sama.Seperti biasa, Arga bersikap manly, membuka footstep membiarkan Ralin naik. Manis, perilakunya sangat baik, membuat R
Jodoh, bukan hanya seseorang yang memberi janji, mendekat tanpa sekat. Tapi mendekat lalu akad.Pegal, sekujur tubuh Ralin sakit semua. Lelah, tubuhnya mengalami nyeri otot karena kelelahan. Jam menunjukkan pukul empat lebih, sudah waktunya dia salat subuh. Memaksakan diri untuk bangun, Ralin bangkit berdiri mengambil wudhu, tak luma dia sematkan doa menyebut nama Arga di sela sujudnya."Loh kok tidur lagi?" tanya ibu Ralin.Ralin hanya mengangguk lemah, dia kembali naik ke atas kasur dan meringkuk, badannya panas, tubuhnya kesakitan. Benar-benar payah, batin Ralin. Hanya bekerja keras selama dua hari saja membuatnya ambruk. Ralinmenutup mata, sebelumnya dia membayangkan wajah Arga yang tersenyum.Satu pukulan keras di pantat Ralin membuatnya bangun, dia meringis tertawa karena ibunya membangunkannya."Anak gadis abis subuh kok tidur, ayo bangun! Antar ibu ke pasar sekarang," ucap i
"Mencintai seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya, itu menyakitkan."Sebulan telah berlalu, tak ada kabar lagi dari Arga. Tidak pula ada lagi chat darinya, WhatsApp Ralin hanya dipenuhi canda tawa sahabatnya tanpa kehadiran Arga.Rasa rindu menggebu menguasai hati Ralin. Tidak seharusnya cinta tumbuh cepat begini. Bayangan wajah Arga memenuhi pikiran Ralin, dia tidak fokus mengerjakan skripsinya. Hari ini Ralin memutuskan memberanikan diri menghubungi Arga terlebih dulu. Meski satu kampus, bukan berarti mudah bertemu dengannya. Entah kemana sosoknya, Ralin tidak lagi melihat Arga.Dia merogoh sakunya, mengambil ponselnya, mengetikkan chat untuk Arga, singkat, sederhana namun sanggup membuatnya berdegup kencang. Aliran darahnya mengalir deras, tangannya mulai dingin karena gugup.Satu menit ...Dua menit ...Tiga menit ...Tidak ada balasan dari Arga, namun pesannya telah terbaca. Ralin menyerngitkan dahi. Kenapa tid
Kau memberikan harapan, tapi semua hanyalah permainan."Udah selesai makannya? Pulang yuk." Arga mengulurkan tangannya. Bukan untuk membantu Ralin bangkit dari duduk tapi menjabat tangan Ralin, mengucapkan rasa terima kasih karena telah membantunya."Makasih ya Lin. Untung aku punya kamu, tanpa kamu aku enggak tau harus bagaimana.""Iya, sama-sama. Ini buat bayar makannya." Ralin mengeluarkan uang lembaran biru, namun Arga menggeleng, menolak pemberian Ralin.Sorot mata Arga seolah mengucapkan perpisahan, namun Ralin enggan berpisah saat urusan mereka telah usai, bukan ini yang Ralin mau."Kalau ada kesulitan, revisi atau apapun, langsung hubungi aku aja."Mencoba menawarkan bantuan adalah satu-satunya cara Ralin untuk bisa membuatnya dengan Arga dekat. Mungkin dengan cara seperti ini Ralin bisa mendapatkan Arga. Tidak salah kan jika berjuang mendapatkan hati seseorang dengan masuk ke dalam kehidupannya? Membantu sebisa
Rindu datang ketika mata tak lagi menangkap bayangmuBaru saja Ralin masuk ke dalam rumah setelah olahraga pagi, notifikasi hpnya berdering lagi. Tanpa membukanya, dia sudah tau notifikasi dari seseorang yang dia cintai. Ralin sengaja memberikan nama Arga dengan bunyi notifikasi berbeda karena dia ingin lebih fast respon dengannya, meski tidak halnya dengan Arga. Lelaki itu pasti menjawab chat Ralin lam, bukan hanya satu jam atau dua jam, tapi dua hari.Terlihat no sense, tapi cinta begitu dalam membuat Ralin kehilangan logikanya. Arga kembali menanyakan tentang skripsi. Sudah tahun baru, topik chat mereka masih saja sama, tentang dunia perskripsian.Lama kelamaan Ralin menyadari satu hal, hubungan dia dengannya seolah tidak ada kemajuan meski tahun telah berganti. Kini dia mencoba menggunakan satu persen logika, apa benar Arga hanya memanfaatkannya.Kembali berdering, notifikasi kedua dari Arga, Ralin cepat membukanya."Ayo ikut aku temui
Perpisahan terkadang menyakitkan, tapi perpisahan juga bisa menjadi pilihan terbaik.Berangkat sendirian, pulang diantar. Keluarga Ralin menunjukkan ekspresi penasaran siapa lelaki yang telah mengantarkannya sampai di depan rumah. Ketika Ralin baru saja masuk melangkah ke dalam, Dion menatapnya.“Siapa lelaki tadi?” tanya Dion. Ralin memperhatikan seluruh anggota keluarganya. Tatapan mereka seolah mendesak Ralin untuk menjawab.“Teman kuliah, Fahmi namanya.”Ralin lalu masuk ke kamar setelah menjawab semua itu, dia mengganti bajunya lalu ikut bermain dengan keponakannya. Kelihatannya mereka semua sedang asik bermain kartu. Ralin ikut duduk bermain dengan mereka karena kelihatannya kegiatan bermain kartu Uno membuatnya sibuk. Setelah satu jam kemudian, keadaan rumah kembali sepi, semua kakak dan keponakannya pulang. Dia langusng beringsut naik ke kamar, memeluk guling dan memejamkan mata. Bunyi notifikasi membuat Rali
Lara dan JinggaPenggunaan Bahasa: BakuAda yang aneh dengan sikap Ralin akhir-akhir ini, dia terlihat tidak ada semangat hidup, matanya kosong dan tidak ada hal lain yang dia lakukan selain tidur lalu makan. Ibunya menatap Ralin penuh dengan tanda tanya, bagaimana bisa anaknya seperti ini. Ralin terlihat seperti frustasi sekaligus kebingungan. Entah apa yang terjadi, berulang kali ibunya menanyakan kepadanya, namun Ralin hanya mengatakan dia ingin tidur karena lelah. Diajak pergi pun gadis itu tidak mau, dia memilih meringkuk di kamarnya.Setiap detiknya dia hanya menanti pesan dari Arga. Pertanyaan yang sama selaluberputar di kepalanya, kenapa Arga menjauhinya, kenapa Arga tidak membalas pesannya. Kenapa lelaki itu pergi? Kenapa dia tidak dihargai? Kenapa segala pengorbanannya terasa sia-sia. Ralin merasa kecewa sekaligus marah, namun tidak tau harus melampiaskan kemana. Setiap kali dia berdoa, dia hanya berharap A
Aku tidak menyalahkanmu, sikap baik dan perhatianmu sama sekali tidak salah. Aku menyalahkan hatiku yang terlalu mudah cinta kepadamu. Terlalu mudah berharap bahagia bersamamu.Ralin menyetir pulang dengan mata kosong, Damian dan Farhan mengikutinya dari belakang. Mereka tau Fahmi keterlaluan, mengucapkan hal seperti itu kepada Ralin, namun semua itu demi kebaikan Ralin."Ral! Nyetir yang bener!" teriak Farhan. Ralin mengerjapkan matanya, dia hampir saja goyah. Dia lalu kembali fokus menatap ke jalanan. Ralin ingin menangis saat ini juga. Apa benar Arga memang tidak mencintainya?Untung saja ada Farhan dan Damian yang bersedia menjaga
Semua hanya angan, ketika kau hanya memberi kenangan.Ralin merebahkan dirinya di kasur, tangannya sibuk memainkan ponsel, menuliskan pesan jawaban untuk Arga. Seperti biasa, masih mengenai revisi skripsi. Mengetuk pintu hati Arga bukanlah hal yang mudah. Ralin sangat lelah di setiap harinya mencoba terus mendekat dengan Arga. Jawaban Arga begitu dingin, tidak seperti biasanya.Terakhir, pesan Arga yang membuat dada Ralin sesak, sulit untuk tidur.Semua yang diperlukan di website, tolong semua kamu yang mengurus ya.Ralin dengan senang hati membantu Arga, namun bagaimana dengan perasaannya? Apakah Arga menyukai dia?Ralin masih mencoba menyimpan tanya dalam hati, tak berani mengungkapkannya. Dia menuju kampus esok harinya, mengumpulkan berkas milik Arga. Matanya menerawang jauh, sosok Farhan ada di sana. Dia tertawa riang dengan Damian."Farhan! sapa Ralin tersenyum riang. Kalau dipikir-pikir lagi semenjak dekat dnegan Arga
Rindu datang ketika mata tak lagi menangkap bayangmuBaru saja Ralin masuk ke dalam rumah setelah olahraga pagi, notifikasi hpnya berdering lagi. Tanpa membukanya, dia sudah tau notifikasi dari seseorang yang dia cintai. Ralin sengaja memberikan nama Arga dengan bunyi notifikasi berbeda karena dia ingin lebih fast respon dengannya, meski tidak halnya dengan Arga. Lelaki itu pasti menjawab chat Ralin lam, bukan hanya satu jam atau dua jam, tapi dua hari.Terlihat no sense, tapi cinta begitu dalam membuat Ralin kehilangan logikanya. Arga kembali menanyakan tentang skripsi. Sudah tahun baru, topik chat mereka masih saja sama, tentang dunia perskripsian.Lama kelamaan Ralin menyadari satu hal, hubungan dia dengannya seolah tidak ada kemajuan meski tahun telah berganti. Kini dia mencoba menggunakan satu persen logika, apa benar Arga hanya memanfaatkannya.Kembali berdering, notifikasi kedua dari Arga, Ralin cepat membukanya."Ayo ikut aku temui
Kau memberikan harapan, tapi semua hanyalah permainan."Udah selesai makannya? Pulang yuk." Arga mengulurkan tangannya. Bukan untuk membantu Ralin bangkit dari duduk tapi menjabat tangan Ralin, mengucapkan rasa terima kasih karena telah membantunya."Makasih ya Lin. Untung aku punya kamu, tanpa kamu aku enggak tau harus bagaimana.""Iya, sama-sama. Ini buat bayar makannya." Ralin mengeluarkan uang lembaran biru, namun Arga menggeleng, menolak pemberian Ralin.Sorot mata Arga seolah mengucapkan perpisahan, namun Ralin enggan berpisah saat urusan mereka telah usai, bukan ini yang Ralin mau."Kalau ada kesulitan, revisi atau apapun, langsung hubungi aku aja."Mencoba menawarkan bantuan adalah satu-satunya cara Ralin untuk bisa membuatnya dengan Arga dekat. Mungkin dengan cara seperti ini Ralin bisa mendapatkan Arga. Tidak salah kan jika berjuang mendapatkan hati seseorang dengan masuk ke dalam kehidupannya? Membantu sebisa
"Mencintai seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya, itu menyakitkan."Sebulan telah berlalu, tak ada kabar lagi dari Arga. Tidak pula ada lagi chat darinya, WhatsApp Ralin hanya dipenuhi canda tawa sahabatnya tanpa kehadiran Arga.Rasa rindu menggebu menguasai hati Ralin. Tidak seharusnya cinta tumbuh cepat begini. Bayangan wajah Arga memenuhi pikiran Ralin, dia tidak fokus mengerjakan skripsinya. Hari ini Ralin memutuskan memberanikan diri menghubungi Arga terlebih dulu. Meski satu kampus, bukan berarti mudah bertemu dengannya. Entah kemana sosoknya, Ralin tidak lagi melihat Arga.Dia merogoh sakunya, mengambil ponselnya, mengetikkan chat untuk Arga, singkat, sederhana namun sanggup membuatnya berdegup kencang. Aliran darahnya mengalir deras, tangannya mulai dingin karena gugup.Satu menit ...Dua menit ...Tiga menit ...Tidak ada balasan dari Arga, namun pesannya telah terbaca. Ralin menyerngitkan dahi. Kenapa tid
Jodoh, bukan hanya seseorang yang memberi janji, mendekat tanpa sekat. Tapi mendekat lalu akad.Pegal, sekujur tubuh Ralin sakit semua. Lelah, tubuhnya mengalami nyeri otot karena kelelahan. Jam menunjukkan pukul empat lebih, sudah waktunya dia salat subuh. Memaksakan diri untuk bangun, Ralin bangkit berdiri mengambil wudhu, tak luma dia sematkan doa menyebut nama Arga di sela sujudnya."Loh kok tidur lagi?" tanya ibu Ralin.Ralin hanya mengangguk lemah, dia kembali naik ke atas kasur dan meringkuk, badannya panas, tubuhnya kesakitan. Benar-benar payah, batin Ralin. Hanya bekerja keras selama dua hari saja membuatnya ambruk. Ralinmenutup mata, sebelumnya dia membayangkan wajah Arga yang tersenyum.Satu pukulan keras di pantat Ralin membuatnya bangun, dia meringis tertawa karena ibunya membangunkannya."Anak gadis abis subuh kok tidur, ayo bangun! Antar ibu ke pasar sekarang," ucap i
Cinta hadir tanpa diminta.Semakin malam bazar semakin ramai, panggung telah dipersiapkan untuk band. Pengunjung semakin ramai, namun sayangnya produk jualan mereka masih banyak. Ralin mengemasi tahu fantasy yang belum digoreng, masih ada sisa sekitar lima puluh buah, tidak mungkin jika membiarkan makanan terbuka, takut basi."Arga, anterin aku pulang dong. Ini tahu fantasynya dipulangin aja deh, biar masuk ke kulkas."Arga mengangguk, menyanggupi permintaan Ralin dan mengantarkannya pulang membawa satu kotak berisi tahu fantasy."Oke."Keduanya pulang, beberapa mahasiswa menggoda Ralin karena sekarang dekat dengan Arga, sekila Ralin melirik Arga, lelaki di sampingnya juga mengulas senyum. Entah senyum apa yang Arga maksud, namun hal itu membuat Ralin semakin berharap, dia memiliki perasaan yang sama.Seperti biasa, Arga bersikap manly, membuka footstep membiarkan Ralin naik. Manis, perilakunya sangat baik, membuat R