SEKARANG DAN NANTI
Setelah Mama pergi dari kamar, ku coba sandarkan setengah badan ke ujung spring bed dengan mata dan isi kepala yang belum sadar sepenuhnya. Aku tetap di posisi ini 'tuk berfikir apa yang sebenarnya terjadi?
"Kenapa ya? Kok mimpi itu datang lagi?" gumamku dalam hati, "Kenapa sih mimpinya selalu sama!?Bikin bad mood pagi-pagi!!"
"Astagfirullah Al-Azim. Bukannya mandi malah bengong! Mandi sana, lihat itu sudah jam berapa?" tunjuk Mama ke arah jam dinding di pojok kamar dekat jendela besar dengan gordyn yang masih rapat. Ia pun meninggalkanku dengan tangan di kedua pinggul, disertai mulut yang masih mendumel pelan, tak lupa tatapan ia sangat tajam penuh kekesalan.
"Aku mandi dulu," teriakku seraya menutup pintu cukup keras!
-Brak-
Menjengkelkan…. Itulah kata yang cocok menggambarkan kondisi pagi ini, yang membuat ku terpaksa membuka gordyn, membuka jendela selebar-lebarnya, hingga membereskan selimut berantakan, spray tak berbentuk, dan bantal-guling yang berserakan dimana-mana.
Aku bergegas mandi secepat kilat lalu memakai outlife style casual apa adanya untuk hari ini, dengan make up asal-asalan asal jadi tanpa memikirkan cocok-cocokan penampilan yang sempurna seperti mahasiswi pada umumnya.
Aku pun sudah siap pergi. Tak ketinggalan kubawa tas brand lokal limited edition pemberian mantan saat Anniversary tahun ketiga.
-Krek-Krek-
-Tep-Tep-Tep-
Papa:"Hebat! Punya anak perawan satu bangunnya jam delapan."
Aku bodo amat dan meneruskan menuruni anak tangga.
Mama:"Jangan gitu, Pah! Dia udah bangun pagi jam enam. Itu pun Mama bangunin paksa sih! Tadi Kakak teriak-teriak pas mimpi mergokin mantannya selingkuh dulu,"
Papa:"Sini cepetan!"
Aku duduk persis di depan Papa.
-Sret-
Mama:"Bisa nggak sih pelan-pelan? Bikin malu Mama sama Papa, dikira Orang tua nggak pernah ngajarin etika tata krama."
"Iya, Mah. Maaf, lupa ; nggak inget."
Papa, Mama makan sangat lahap menu ayam goreng lalapan dengan sambal goreng terasi karya Mama, sedangkan Aku memilih roti oles selai yang kumakan penuh kebencian dengan tatapan melotot tajam.
Papa memulai obrolan,"Kenapa gagal sidang seminar pas semester tujuh kemarin?"
"Aku gagal karena belum kelar."
"Oh gitu… Yaudah kalo semester delapan ini kamu telat sidang seminar, bahkan gagal skripsi sampai tidak lulus tepat waktu. Papa langsung jodohin Kamu sama anak temennya papa!"
-Brak-
-Gebrak meja-
"Maksudnya apa!" bentakku.
"Papa sudah biayain Kamu ke Psikolog, sudah ke Psikiater juga! Pengobatan sudah dinyatakan selesai. Kenapa masih gagal seminar? Ini keputusan sudah bulat! Mau nggak mau, suka nggak suka ; Selesaikan kuliahmu!" bentaknya dengan lengkingan yang amat keras.
"Jodoh ditangan Tuhan, tetapi Aya nggak mau dijodohin dengan cowok yang Aya nggak kenal!" bentakku kembali.
"Begini ya, Setelah Kamu ditinggal nikah. Kamu fokus nyembuhin luka, tetapi Kamu tidak fokus memperbaiki diri, Kamu juga tidak fokus dengan hidup Kamu sendiri. Kamu malah fokus dengan hal-hal yang tidak jelas."
"Papa tidak mempermasalahkan Kamu punya hobi sebagai penyeduh kopi rumahan. Papa tidak mempermasalahkan Kamu beli alat kopi untuk menyeduh kopi di rumah. Kamu punya hobi itu kan setelah kamu hancur. Papa seneng kamu punya hobi positif, tapi Papa kecewa karena kamu fokus healing sampe ngorbanin kuliah."
"Intinya satu. Gagal lulus tepat waktu langsung Papa Jodohin!" akhiri Papa.
-Brak-
-kraaang-
"Sabar Pah jangan banting piring," teriak Mama dengan tatapan berkaca-kaca.
"Kalian semua nggak pernah ngertiin anak! Dasar Orangtua egois!"
Aku berlari menuju luar gerbang, dan memesan ojek online dengan linangan air mata yang membuat mataku terlihat sembab.
Perlahan ku usap dengan tissue yang selalu ada dalam tas sampai tak terlihat habis menangis.
"Dengan Mbak Cahaya Puteri Utami," ucapnya.
"Iya Pak. Sesuai aplikasi ke Kampus dekat perbatasan," sahutku pelan.
Aku pun pergi menuju kampus.
BAGIAN 3 -Cling- “Siang ini. Saya ada kegiatan rapat di luar kampus, untuk siapapun yang ingin bimbingan, saya tunggu sampai waktu makan siang." Ku buka pesan itu, dan langsung berlari melewati lorong kampus menuju gedung pimpinan kampus berada. tok-tok-tok “Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam. Silahkan masuk, pintunya tidak dikunci,” ujar Bu dosen yang langsung menyapa, ”Cahaya toh. Langsung duduk saja.” “Iya, terima kasih, Bu.” Ibu dosen pembimbing masih sibuk berkutak depan layar monitor, seakan meng
Lantai 1Ketika sampai di lantai 1, yuli dan cahaya menuju kursi depan meja bar. Mereka duduk untuk mengobrol dengan brian, yang kebetulan sedang sendiri di bar.“Silahkan duduk, sudah di siapkan bangku khusus depan bar untuk kalian,” sambutan hangat brian.Mereka berdua sudah duduk sebelum brian selesai berbicara.Cahaya langsung bicara, “brian, gua pengen beans yang itu tuh,” sambil menunjuk ke arah rak penyimpanan beans di samping alat penggiling biji kopi(grinder).“Ini, ‘kan?” brian memegang beans Brazilia Santos dengan tingkat kematangan tidak terlalu gelap(medium roasting), dan menunjukkannya ke arah cahaya.“Iya bener! Gw nggak pengen bikin sendiri. Hari ini maunya dibuatin yang hot. Pokoknya harus enak!”Ucap cahaya dengan lu
"Halo semuanya! I'm coming," teriaknya keras mengejutkan kita semua. “Gua bawa hadiah untuk kalian semua loh," tambahnya. Ia mendekat menuju meja bar, dan menunjukkan plastik hitam besar berukuran 5 liter dengan wajah riang penuh gembira. Dibuka secara perlahan namun pasti dengan penuh keyakinan. Ia berujar, "Are you ready guys? Tiga, dua, satu, dan ..." Cahaya, Yulia terkejut melihat isi plastik tersebut. Ternyata... Hanya berisi kopi mentah(green beans) sebanyak tiga kilo untuk brian. Yulia terlihat sangat marah, melihat kelakuan orang tersebut. “Aya!!! Temen SMA lo tuh nyebelin banget anjir kelakuannya kaya elu sumpah! Gw nyesel kenal sama kalian berdua pokoknya! Udah penasaran. Kirain duit segepok hasil rampokannya, eh ternyata cuman kopi tiga kilo. Udah gitu mentah lagi! Emang nggak punya adab!” yulia mulai panas menghadapi sahabat cahaya zaman SMA yang kelakuannya sebelas
Cahaya memulai dengan segelas air putih sebelum berbicara,”Oke, gua tuh bingung tau, kuliah kan dua minggu lagi ujian, terus kalau latihan kompetisi emang cukup dua minggu?”“Kalau ragu-ragu mending gausah, buang-buang duit, buang-buang waktu, nyusahian brian yang ngelatih lu!”“Elu yakinin diri lu, bikin keputusan matang.”“Katanya lu nggak mau ngabisin uang buat nongkrong kagak jelas, ini kesempatan buat lu ngebuktiin.”“Gitu aja bingung, aneh lu.”Ucapan to the point di sampaikan alex yang mengejutkan cahaya.“Alex, sumpah mulut lu nggak punya saringan apa,” miya mulai geleng-geleng.“Alex benar juga sih, tetapi nggak gitu juga kali. Sekalinya ngomong nyakitin,” yulia ikut-ikutan.Cahaya menanyakan kepada brian.“Brian, pendaftarannya gimana? Buka pendaftaran kapan? Batas pen
POV CahayaPertama, aku gigit terus kunyah kopinya, biar ada gambaran suhu air, dan gilingannya seperti apa.“Aduh, gimana ya? belum pernah bikin kopi kaya gini lagi.”“Tenang cahaya, pelan-pelan pikirin.”Aku terus bertengkar dengan logika.“91… eh 92 deh… bentar takut kurang tinggi… 95 aja deh, sekali kali coba ah, orang ini terang banget kopinya” aku bergugam sendiri, untuk menentukan langkah menyeduh kopi.Aku langsung menimbang biji kopi di timbangan(scale), memasukkan kopi di grinder, kemudian mengatur tingkat kekasaran ke tingkat medium(menengah) di nomor 3,5 dari 7.ku giling kopi, lalu ku masukkan ke dalam gelas plastik, tak lupa ku tutup tissue.Selanjutnya ku ambil air, memanaskan sampai mencapai suhu 95 derajat, menggunakan teko(kettle) dengan suhu digital
Bagian 8. Mencoba Dan Terus BelajarCahaya sudah membuat kopi dua kali, dan sekarang giliran brian yang menyimpulkan hasil latihan hari ini.Disaat yang sama ; cahaya sangat murung. Cahaya sepertinya kecewa karena gagal memenuhi ekspetasi rekan-rekannya yang tinggi terhadap dirinya. Cahaya mengatakan, “maaf kak brian. Seduhanku kurang maksimal.”Brian hanya diam setelah mendengar ungkapan maaf dari cahaya ; alex pun tertawa terbahak-bahak melihat cahaya.Alex menyindir cahaya, “Minta maaf mulu! Lebaran masih jauh,” alex meminum kopi cahaya perlahan dan melanjutkan ucapannya, “Salah boleh! Minta maaf boleh! Kalo salah mulu namanya kebangetan! Udah gitu salahnya sama terus! Kebangetan namanya.”Alex mengakhiri ucapannya dengan mimik wajah datar tanpa ekspresi penuh tatapan tajam melihat cahaya. Cahaya cemas melihat ekspresinya
Bagian 9. Rencana Cahaya pun kembali ke rumah dengan wajah ceria yang terpancar cerah depan kedua orang tuanya, ia memberi salam, mencium tangan, dan tak lupa berpamitan menuju kamar seperti wanita pada umumnya. Papa dan mama yang melihatnya seakan merasa cahaya baik-baik saja tanpa ada beban ataupun masalah yang ia alami.Cahaya bergegas menuju kamar di lantai 2, mengunci kamar rapat-rapat.POV Cahaya“Aku jenuh…”“Aku muak…”“Aku benci keadaan…”“Kenapa aku harus bertingkah marah depan mereka semua, aku benci sama diriku sendiri yang disindir dikit aja langsung nangis…”Aku hanya menangis memeluk boneka yang lusuh dengan erat. Aku hanya bisa melakukan ini, karena aku lemah tak punya siapa-siapa untuk bercerita!?Beberapa jam kemudian…
Bagian 10. Refleksi DiriBerjalan perlahan menuju meja belajar kamar untuk duduk sejenak, dan membuka buku harian. Ia terlihat bingung memandangi buku tanpa melakukan apapun ; hanya diam membeku. Cahaya pun mengambil pena kemudian mulai menuliskan kata per kata dengan wajah serius tak bergeming,Sudah beberapa halaman yang ditulis hingga air matanya menngalir deras membasahi buku catatan hariannya. Tanpa dihiraukan ; ia melanjutkan menulis di buku yang terlihat basah karena air mata.Cahaya mengakhiri tulisannya, dan membacakan isi tulisannya seraya menyeka air mata.“ Catatan harian hari ini. Aku menulis dengan pelan sebuah kisah nyata yang ku alami. Setelah sekian lama aku putus dari bima, aku merasa lebih baik daari yang seharusnya. Sekarang aku sudah bisa mengobrol dengan lawan jenis, aku juga bisa lebih fokus pada hobiku kini.”“Aku yang
Bagian 12 Cerita Kisah Kasih Mama cahaya datang menghampiri cahaya, dan rekan-rekan yang asyik berbincang santai. Mama berlari tergesa-gesa dengan nafas terengah-engah, “kalian sudah pakai baju ‘kan?” “Udah tante, nih aku tinggal pasang hijab,” ujar yulia. “Kenapa sih tante? Sampai terburu-buru begitu,” lanjut anastasya. “Itu cowoknya anastasya dateng, tante suruh di luar dulu. Takut kalian belum ganti!?” ucap mama cahaya dengan terburu-buru. “Aku pakai hijab dulu tan,” jawab yulia menyambi merapikan pakaiannya yang tercecer di gazebo. “Lagian suruh masuk aja kali ma, Antonio kan sering lihat anastasya nggak pake baju! Bukan begitu yul?” Cahaya nyletuk tanpa pikir panjang…. “Hah!? Serius kamu kak? Beneran tuh??” mama terkejut. “Apaan!? Jangan fitnah lu…. Jangan percaya anaknya tan. Mulutnya nggak di sekolahin!” Anastasya membela diri
Bagian 11. Tingkah Laku Aneh“Astagfirullah al-azim, kalian ngapain sih pagi-pagi udah pake baju renang lengkap!? Dipikir sini kolam renang gratis apa!? Cahaya berteriak keras.“Hai aya!? Kok tumben sepedahan lagi?” Anastasya menjawab ceplas-ceplos.“Bodo amat ah!” Gw lepas baju dulu, langsung mau renang ah…. Males ngadepin dua teman beban.”Cahaya menuju ruang ganti dekat kolam renang milik keluarganya, ia menyadari jika papa sedang tidak ada di rumah sampai teman-temannya berani menggunakan baju renang seminim itu dirumahnya. Sebetulnya mereka berdua sering sekali seperti itu, karena memang di rumah cahaya tidak ada laki-laki selain papanya cahaya.“Yuli… Itu temen lu seksi amat deh, biasanya renang pakai baju panjang. Tuh baju pendek, ih nggak malu apa!??” lagi-lagi anastasya mengomentari c
Bagian 10. Refleksi DiriBerjalan perlahan menuju meja belajar kamar untuk duduk sejenak, dan membuka buku harian. Ia terlihat bingung memandangi buku tanpa melakukan apapun ; hanya diam membeku. Cahaya pun mengambil pena kemudian mulai menuliskan kata per kata dengan wajah serius tak bergeming,Sudah beberapa halaman yang ditulis hingga air matanya menngalir deras membasahi buku catatan hariannya. Tanpa dihiraukan ; ia melanjutkan menulis di buku yang terlihat basah karena air mata.Cahaya mengakhiri tulisannya, dan membacakan isi tulisannya seraya menyeka air mata.“ Catatan harian hari ini. Aku menulis dengan pelan sebuah kisah nyata yang ku alami. Setelah sekian lama aku putus dari bima, aku merasa lebih baik daari yang seharusnya. Sekarang aku sudah bisa mengobrol dengan lawan jenis, aku juga bisa lebih fokus pada hobiku kini.”“Aku yang
Bagian 9. Rencana Cahaya pun kembali ke rumah dengan wajah ceria yang terpancar cerah depan kedua orang tuanya, ia memberi salam, mencium tangan, dan tak lupa berpamitan menuju kamar seperti wanita pada umumnya. Papa dan mama yang melihatnya seakan merasa cahaya baik-baik saja tanpa ada beban ataupun masalah yang ia alami.Cahaya bergegas menuju kamar di lantai 2, mengunci kamar rapat-rapat.POV Cahaya“Aku jenuh…”“Aku muak…”“Aku benci keadaan…”“Kenapa aku harus bertingkah marah depan mereka semua, aku benci sama diriku sendiri yang disindir dikit aja langsung nangis…”Aku hanya menangis memeluk boneka yang lusuh dengan erat. Aku hanya bisa melakukan ini, karena aku lemah tak punya siapa-siapa untuk bercerita!?Beberapa jam kemudian…
Bagian 8. Mencoba Dan Terus BelajarCahaya sudah membuat kopi dua kali, dan sekarang giliran brian yang menyimpulkan hasil latihan hari ini.Disaat yang sama ; cahaya sangat murung. Cahaya sepertinya kecewa karena gagal memenuhi ekspetasi rekan-rekannya yang tinggi terhadap dirinya. Cahaya mengatakan, “maaf kak brian. Seduhanku kurang maksimal.”Brian hanya diam setelah mendengar ungkapan maaf dari cahaya ; alex pun tertawa terbahak-bahak melihat cahaya.Alex menyindir cahaya, “Minta maaf mulu! Lebaran masih jauh,” alex meminum kopi cahaya perlahan dan melanjutkan ucapannya, “Salah boleh! Minta maaf boleh! Kalo salah mulu namanya kebangetan! Udah gitu salahnya sama terus! Kebangetan namanya.”Alex mengakhiri ucapannya dengan mimik wajah datar tanpa ekspresi penuh tatapan tajam melihat cahaya. Cahaya cemas melihat ekspresinya
POV CahayaPertama, aku gigit terus kunyah kopinya, biar ada gambaran suhu air, dan gilingannya seperti apa.“Aduh, gimana ya? belum pernah bikin kopi kaya gini lagi.”“Tenang cahaya, pelan-pelan pikirin.”Aku terus bertengkar dengan logika.“91… eh 92 deh… bentar takut kurang tinggi… 95 aja deh, sekali kali coba ah, orang ini terang banget kopinya” aku bergugam sendiri, untuk menentukan langkah menyeduh kopi.Aku langsung menimbang biji kopi di timbangan(scale), memasukkan kopi di grinder, kemudian mengatur tingkat kekasaran ke tingkat medium(menengah) di nomor 3,5 dari 7.ku giling kopi, lalu ku masukkan ke dalam gelas plastik, tak lupa ku tutup tissue.Selanjutnya ku ambil air, memanaskan sampai mencapai suhu 95 derajat, menggunakan teko(kettle) dengan suhu digital
Cahaya memulai dengan segelas air putih sebelum berbicara,”Oke, gua tuh bingung tau, kuliah kan dua minggu lagi ujian, terus kalau latihan kompetisi emang cukup dua minggu?”“Kalau ragu-ragu mending gausah, buang-buang duit, buang-buang waktu, nyusahian brian yang ngelatih lu!”“Elu yakinin diri lu, bikin keputusan matang.”“Katanya lu nggak mau ngabisin uang buat nongkrong kagak jelas, ini kesempatan buat lu ngebuktiin.”“Gitu aja bingung, aneh lu.”Ucapan to the point di sampaikan alex yang mengejutkan cahaya.“Alex, sumpah mulut lu nggak punya saringan apa,” miya mulai geleng-geleng.“Alex benar juga sih, tetapi nggak gitu juga kali. Sekalinya ngomong nyakitin,” yulia ikut-ikutan.Cahaya menanyakan kepada brian.“Brian, pendaftarannya gimana? Buka pendaftaran kapan? Batas pen
"Halo semuanya! I'm coming," teriaknya keras mengejutkan kita semua. “Gua bawa hadiah untuk kalian semua loh," tambahnya. Ia mendekat menuju meja bar, dan menunjukkan plastik hitam besar berukuran 5 liter dengan wajah riang penuh gembira. Dibuka secara perlahan namun pasti dengan penuh keyakinan. Ia berujar, "Are you ready guys? Tiga, dua, satu, dan ..." Cahaya, Yulia terkejut melihat isi plastik tersebut. Ternyata... Hanya berisi kopi mentah(green beans) sebanyak tiga kilo untuk brian. Yulia terlihat sangat marah, melihat kelakuan orang tersebut. “Aya!!! Temen SMA lo tuh nyebelin banget anjir kelakuannya kaya elu sumpah! Gw nyesel kenal sama kalian berdua pokoknya! Udah penasaran. Kirain duit segepok hasil rampokannya, eh ternyata cuman kopi tiga kilo. Udah gitu mentah lagi! Emang nggak punya adab!” yulia mulai panas menghadapi sahabat cahaya zaman SMA yang kelakuannya sebelas
Lantai 1Ketika sampai di lantai 1, yuli dan cahaya menuju kursi depan meja bar. Mereka duduk untuk mengobrol dengan brian, yang kebetulan sedang sendiri di bar.“Silahkan duduk, sudah di siapkan bangku khusus depan bar untuk kalian,” sambutan hangat brian.Mereka berdua sudah duduk sebelum brian selesai berbicara.Cahaya langsung bicara, “brian, gua pengen beans yang itu tuh,” sambil menunjuk ke arah rak penyimpanan beans di samping alat penggiling biji kopi(grinder).“Ini, ‘kan?” brian memegang beans Brazilia Santos dengan tingkat kematangan tidak terlalu gelap(medium roasting), dan menunjukkannya ke arah cahaya.“Iya bener! Gw nggak pengen bikin sendiri. Hari ini maunya dibuatin yang hot. Pokoknya harus enak!”Ucap cahaya dengan lu