Lantai 1
Ketika sampai di lantai 1, yuli dan cahaya menuju kursi depan meja bar. Mereka duduk untuk mengobrol dengan brian, yang kebetulan sedang sendiri di bar.
“Silahkan duduk, sudah di siapkan bangku khusus depan bar untuk kalian,” sambutan hangat brian.
Mereka berdua sudah duduk sebelum brian selesai berbicara.
Cahaya langsung bicara, “brian, gua pengen beans yang itu tuh,” sambil menunjuk ke arah rak penyimpanan beans di samping alat penggiling biji kopi(grinder).
“Ini, ‘kan?” brian memegang beans Brazilia Santos dengan tingkat kematangan tidak terlalu gelap(medium roasting), dan menunjukkannya ke arah cahaya.
“Iya bener! Gw nggak pengen bikin sendiri. Hari ini maunya dibuatin yang hot. Pokoknya harus enak!”
Ucap cahaya dengan lugas
“Gw pesan lagi dah, Affogato,” yulia masih berfikir “wait… Affogato apaan dah?”
Brian pun menjelaskan dengan semangat,” Affogato itu campuran dari espresso sama gelato. Karena kita nggak punya gelato, kita ganti vanilla ice cream.”
“Jadi, mau coba?” akhiri brian.
“Kalau pahit gua kagak mau coba.”
“Gw kapok di bodoh-bodohin cahaya suruh minum espresso. Ternyata pahitnya kaya kisah cintanya anjir,” akhiri yulia sambil tertawa
Sahut brian,”oke affogato satu.”
“Bacot,” cahaya membalas cepat, dan bersabda,”espresso itu pahit, ice cream itu manis, dingin, dan memberi kesan nyaman di mulut. Jadi affogato ibarat sepasang kekasih yang saling melengkapi antara cowok dengan tingkah laku menyakitkan, dan si cewek pemberi kasih sayang tulus.”
“Cie curhat…” Ledek yuli kembali.
Brian pun asyik menyiapkan kopi , dan para cewek mengbrol ria sambil sesekali melihat brian membuat kopi untuk mereka.
Cahaya berkata kepada yulia, “yuli, sebenarnya aku tuh sering tau duduk disini selama tiga bulan setelah putus dari bima. Kamu nggak tahu ‘kan?”
Yuli menanggapinya,” Aku nggak tahu loh, kamu ngapain kesini setiap hari setelah putus? Modus sama brian!?”
Cahaya tertawa,”hahahah” “ngaco lu mana mau brian sama gw. Gw kan kasar!”
Cahaya melirik kearah brian yang hanya tersenyum melihat obrolan cahaya dengan yuli. Cahaya kembali meneruskan,”Aku tiap hari baca buku-buku karya Tere Liye, Boy Chandra, sama Fiersa Besari.”
Cahaya mengibaratkan hidupnya waktu itu tidak jelas. Setiap hari ke kedai kopi, nongkrong untuk menenangkan diri. Sampai disitu setelah tiga bulan menjadi manusia tidak jelas, ia tersadar untuk memperbaiki diri untuk tidak menghamburkan uang.
Cahaya berbicara kembali,”Jadi pas pacaran sama bima dulu, aku suka kesini tuh dicekokin brian minum manual brew yang pahit. Sampai pernah coba-coba bikin eh hasilnya nggak enak. Nah, setelah tiga bulan aku menghabiskan waktu nggak jelas, aku bilang ke brian untuk diajarin bikin kopi, ya jatuhnya kurang lebih Sembilan bulanan lah nekunin hobi manual brew ini.”
Ada fakta menarik disini, dimana papa dari cahaya suka sekali minum manual brew karena urusan bisnisnya, tetapi tidak punya alat di rumah. Nah, setelah cahaya bisa membuat manual brew, di rumah cahaya pun disiapkan alat manual brew.
Di selang pembicaraan mereka, sofia menyapa yuli, dan cahaya.
“Hai kakak, aku abis beresin meja kalian. Aku lagi senggang, boleh gabung nggak nih?”
“Lah sini aja sof ngapain malu-malu lu. Kaya sama siapa aja?” yulia menanggapi.
Sofi menanggapinya, “Kalian asik banget sih ngobrolnya, aku mau gabung takut ganggu loh.”
“Aku tadi dengerin ka cahaya ngomong tau, aku salut deh sama kaka. Belum tentu aku di tinggal nikah bisa sekuat kaka. Aku aja diputusin pacar karena masalah sepele nangis tujuh hari tujuh malem. Apalagi kaya kak cahaya loh.”
Cahaya bersabda kembali,”Hus, jangan lebay. Kalau aku kuat mana mungkin masih keinget mantan sampe sekarang,”
Brian pun datang membawa pesanan yulia, dan untuk cahaya.
“Special untuk cahaya puteri ada sloki sama decanternya ya.”
Cahaya meminta kepada brian untuk mengambilkan sloki agar yuli, dan sofi bisa mencicipi. Brian pun mengambilnya, dan meletakkan di meja cahaya.
Cahaya menuangkan nya kepada mereka sedikit manual brew yang yang di buatkan brian.
“Sekarang kalian rasain kopinya,” ujar cahaya santai.
“Pahit, asem kaya buah tapi aku nggak tahu buah apa,” ucap sofi.
“Asem ya kaya apel tapi tau dah gw nggak paham loh,” yuli tertawa.
Brian tertawa melihat mereka berdua, kemudian ia menjelaskan rasa yang hadir dalam kopi yang ia buat.
“ Kopi ini tebal kalau di kumur teksturenya mirip minum jus. Kalau asamnya mungkin mirip apel tapi ini nggak sesegar apel. Ada sedikit rasa teh juga di tenggorokan, tetapi sedikit.”
Cahaya menyanggah semua omongan brian,”ngaco lu brian. Ah kurang penglaman lo.”
Cahaya tertawa sambil meminum sedikit demi sedikit kopi buatan brian, “bentar ya gw mikir dulu,” ucap cahaya sambil melirik mereka semua yang sedang penasaran apa yang akan di katakana cahaya.
Cahaya menarik nafas dan memulai pembicaraan panjangnya.
“Pertama… Kopi ini memiliki rasa yang tidak begitu kompleks tapi rasa yang hadir saling melengkapi.”
“Kedua… Kopi ini memiliki rasa asam cukup berlebihan.”“Ketiga… Kopi ini nggak nyaman untuk orang seperti sofi yang baru kenal dunia kopi”
“Keempat… Rasa yang hadir di tenggorokan membuat semua rasa asam di mulut akan terasa biasa saja.”
Kesimpulan dari omongan gua adalah,” Mau sepahit apapun kisah cinta lu semua, mau seburuk apapun kisah kalian semua, meskipun pada awalnya terasa berat untuk dijalani pasti akan ada hikmah dibalik semuanya. Akan datang kebahagiaan yang pasti datang di waktu yang tepat. Kalau sudah dapat hikmahnya tuh kaya bakal biasa aja mau disakitin kaya apaan tau! Karena apa!? Karena seburuk-buruknya kisah cinta itu adalah cara terbaik tuhan untuk memisahkan kita dengan orang yang tidak tepat.”
“Jadi begitu guys!” akhiri cahaya.
“Brian… gw boleh pulang nggak? Malu ah punya temen model begini!” yuli merasa malu melihat cahaya.
“Yaudah, gw juga malu ngajarin orang model begini. Diajarin kopi otaknya makin sengklek,” ujar brian
Sofi menengahkan mereka semua,”kalian nggak boleh gitu. Ka cahaya itu bener!”
Cahaya tersenyum melihat sofi,”kamu emang cs ku deh sof.”
“Aku belum selesai ngomong ka aya,” ia melanjutkan kembali, ”Ka aya tuh bener kalau bahagia itu ada waktunya? Waktunya kapan? Ya sabar aja! Kalau udah sabar belum ada juga ya sabar aja! Kali waktunya masih jauh untuk bahagia.”
"Halo semuanya! I'm coming," teriaknya keras mengejutkan kita semua. “Gua bawa hadiah untuk kalian semua loh," tambahnya. Ia mendekat menuju meja bar, dan menunjukkan plastik hitam besar berukuran 5 liter dengan wajah riang penuh gembira. Dibuka secara perlahan namun pasti dengan penuh keyakinan. Ia berujar, "Are you ready guys? Tiga, dua, satu, dan ..." Cahaya, Yulia terkejut melihat isi plastik tersebut. Ternyata... Hanya berisi kopi mentah(green beans) sebanyak tiga kilo untuk brian. Yulia terlihat sangat marah, melihat kelakuan orang tersebut. “Aya!!! Temen SMA lo tuh nyebelin banget anjir kelakuannya kaya elu sumpah! Gw nyesel kenal sama kalian berdua pokoknya! Udah penasaran. Kirain duit segepok hasil rampokannya, eh ternyata cuman kopi tiga kilo. Udah gitu mentah lagi! Emang nggak punya adab!” yulia mulai panas menghadapi sahabat cahaya zaman SMA yang kelakuannya sebelas
Cahaya memulai dengan segelas air putih sebelum berbicara,”Oke, gua tuh bingung tau, kuliah kan dua minggu lagi ujian, terus kalau latihan kompetisi emang cukup dua minggu?”“Kalau ragu-ragu mending gausah, buang-buang duit, buang-buang waktu, nyusahian brian yang ngelatih lu!”“Elu yakinin diri lu, bikin keputusan matang.”“Katanya lu nggak mau ngabisin uang buat nongkrong kagak jelas, ini kesempatan buat lu ngebuktiin.”“Gitu aja bingung, aneh lu.”Ucapan to the point di sampaikan alex yang mengejutkan cahaya.“Alex, sumpah mulut lu nggak punya saringan apa,” miya mulai geleng-geleng.“Alex benar juga sih, tetapi nggak gitu juga kali. Sekalinya ngomong nyakitin,” yulia ikut-ikutan.Cahaya menanyakan kepada brian.“Brian, pendaftarannya gimana? Buka pendaftaran kapan? Batas pen
POV CahayaPertama, aku gigit terus kunyah kopinya, biar ada gambaran suhu air, dan gilingannya seperti apa.“Aduh, gimana ya? belum pernah bikin kopi kaya gini lagi.”“Tenang cahaya, pelan-pelan pikirin.”Aku terus bertengkar dengan logika.“91… eh 92 deh… bentar takut kurang tinggi… 95 aja deh, sekali kali coba ah, orang ini terang banget kopinya” aku bergugam sendiri, untuk menentukan langkah menyeduh kopi.Aku langsung menimbang biji kopi di timbangan(scale), memasukkan kopi di grinder, kemudian mengatur tingkat kekasaran ke tingkat medium(menengah) di nomor 3,5 dari 7.ku giling kopi, lalu ku masukkan ke dalam gelas plastik, tak lupa ku tutup tissue.Selanjutnya ku ambil air, memanaskan sampai mencapai suhu 95 derajat, menggunakan teko(kettle) dengan suhu digital
Bagian 8. Mencoba Dan Terus BelajarCahaya sudah membuat kopi dua kali, dan sekarang giliran brian yang menyimpulkan hasil latihan hari ini.Disaat yang sama ; cahaya sangat murung. Cahaya sepertinya kecewa karena gagal memenuhi ekspetasi rekan-rekannya yang tinggi terhadap dirinya. Cahaya mengatakan, “maaf kak brian. Seduhanku kurang maksimal.”Brian hanya diam setelah mendengar ungkapan maaf dari cahaya ; alex pun tertawa terbahak-bahak melihat cahaya.Alex menyindir cahaya, “Minta maaf mulu! Lebaran masih jauh,” alex meminum kopi cahaya perlahan dan melanjutkan ucapannya, “Salah boleh! Minta maaf boleh! Kalo salah mulu namanya kebangetan! Udah gitu salahnya sama terus! Kebangetan namanya.”Alex mengakhiri ucapannya dengan mimik wajah datar tanpa ekspresi penuh tatapan tajam melihat cahaya. Cahaya cemas melihat ekspresinya
Bagian 9. Rencana Cahaya pun kembali ke rumah dengan wajah ceria yang terpancar cerah depan kedua orang tuanya, ia memberi salam, mencium tangan, dan tak lupa berpamitan menuju kamar seperti wanita pada umumnya. Papa dan mama yang melihatnya seakan merasa cahaya baik-baik saja tanpa ada beban ataupun masalah yang ia alami.Cahaya bergegas menuju kamar di lantai 2, mengunci kamar rapat-rapat.POV Cahaya“Aku jenuh…”“Aku muak…”“Aku benci keadaan…”“Kenapa aku harus bertingkah marah depan mereka semua, aku benci sama diriku sendiri yang disindir dikit aja langsung nangis…”Aku hanya menangis memeluk boneka yang lusuh dengan erat. Aku hanya bisa melakukan ini, karena aku lemah tak punya siapa-siapa untuk bercerita!?Beberapa jam kemudian…
Bagian 10. Refleksi DiriBerjalan perlahan menuju meja belajar kamar untuk duduk sejenak, dan membuka buku harian. Ia terlihat bingung memandangi buku tanpa melakukan apapun ; hanya diam membeku. Cahaya pun mengambil pena kemudian mulai menuliskan kata per kata dengan wajah serius tak bergeming,Sudah beberapa halaman yang ditulis hingga air matanya menngalir deras membasahi buku catatan hariannya. Tanpa dihiraukan ; ia melanjutkan menulis di buku yang terlihat basah karena air mata.Cahaya mengakhiri tulisannya, dan membacakan isi tulisannya seraya menyeka air mata.“ Catatan harian hari ini. Aku menulis dengan pelan sebuah kisah nyata yang ku alami. Setelah sekian lama aku putus dari bima, aku merasa lebih baik daari yang seharusnya. Sekarang aku sudah bisa mengobrol dengan lawan jenis, aku juga bisa lebih fokus pada hobiku kini.”“Aku yang
Bagian 11. Tingkah Laku Aneh“Astagfirullah al-azim, kalian ngapain sih pagi-pagi udah pake baju renang lengkap!? Dipikir sini kolam renang gratis apa!? Cahaya berteriak keras.“Hai aya!? Kok tumben sepedahan lagi?” Anastasya menjawab ceplas-ceplos.“Bodo amat ah!” Gw lepas baju dulu, langsung mau renang ah…. Males ngadepin dua teman beban.”Cahaya menuju ruang ganti dekat kolam renang milik keluarganya, ia menyadari jika papa sedang tidak ada di rumah sampai teman-temannya berani menggunakan baju renang seminim itu dirumahnya. Sebetulnya mereka berdua sering sekali seperti itu, karena memang di rumah cahaya tidak ada laki-laki selain papanya cahaya.“Yuli… Itu temen lu seksi amat deh, biasanya renang pakai baju panjang. Tuh baju pendek, ih nggak malu apa!??” lagi-lagi anastasya mengomentari c
Bagian 12 Cerita Kisah Kasih Mama cahaya datang menghampiri cahaya, dan rekan-rekan yang asyik berbincang santai. Mama berlari tergesa-gesa dengan nafas terengah-engah, “kalian sudah pakai baju ‘kan?” “Udah tante, nih aku tinggal pasang hijab,” ujar yulia. “Kenapa sih tante? Sampai terburu-buru begitu,” lanjut anastasya. “Itu cowoknya anastasya dateng, tante suruh di luar dulu. Takut kalian belum ganti!?” ucap mama cahaya dengan terburu-buru. “Aku pakai hijab dulu tan,” jawab yulia menyambi merapikan pakaiannya yang tercecer di gazebo. “Lagian suruh masuk aja kali ma, Antonio kan sering lihat anastasya nggak pake baju! Bukan begitu yul?” Cahaya nyletuk tanpa pikir panjang…. “Hah!? Serius kamu kak? Beneran tuh??” mama terkejut. “Apaan!? Jangan fitnah lu…. Jangan percaya anaknya tan. Mulutnya nggak di sekolahin!” Anastasya membela diri
Bagian 12 Cerita Kisah Kasih Mama cahaya datang menghampiri cahaya, dan rekan-rekan yang asyik berbincang santai. Mama berlari tergesa-gesa dengan nafas terengah-engah, “kalian sudah pakai baju ‘kan?” “Udah tante, nih aku tinggal pasang hijab,” ujar yulia. “Kenapa sih tante? Sampai terburu-buru begitu,” lanjut anastasya. “Itu cowoknya anastasya dateng, tante suruh di luar dulu. Takut kalian belum ganti!?” ucap mama cahaya dengan terburu-buru. “Aku pakai hijab dulu tan,” jawab yulia menyambi merapikan pakaiannya yang tercecer di gazebo. “Lagian suruh masuk aja kali ma, Antonio kan sering lihat anastasya nggak pake baju! Bukan begitu yul?” Cahaya nyletuk tanpa pikir panjang…. “Hah!? Serius kamu kak? Beneran tuh??” mama terkejut. “Apaan!? Jangan fitnah lu…. Jangan percaya anaknya tan. Mulutnya nggak di sekolahin!” Anastasya membela diri
Bagian 11. Tingkah Laku Aneh“Astagfirullah al-azim, kalian ngapain sih pagi-pagi udah pake baju renang lengkap!? Dipikir sini kolam renang gratis apa!? Cahaya berteriak keras.“Hai aya!? Kok tumben sepedahan lagi?” Anastasya menjawab ceplas-ceplos.“Bodo amat ah!” Gw lepas baju dulu, langsung mau renang ah…. Males ngadepin dua teman beban.”Cahaya menuju ruang ganti dekat kolam renang milik keluarganya, ia menyadari jika papa sedang tidak ada di rumah sampai teman-temannya berani menggunakan baju renang seminim itu dirumahnya. Sebetulnya mereka berdua sering sekali seperti itu, karena memang di rumah cahaya tidak ada laki-laki selain papanya cahaya.“Yuli… Itu temen lu seksi amat deh, biasanya renang pakai baju panjang. Tuh baju pendek, ih nggak malu apa!??” lagi-lagi anastasya mengomentari c
Bagian 10. Refleksi DiriBerjalan perlahan menuju meja belajar kamar untuk duduk sejenak, dan membuka buku harian. Ia terlihat bingung memandangi buku tanpa melakukan apapun ; hanya diam membeku. Cahaya pun mengambil pena kemudian mulai menuliskan kata per kata dengan wajah serius tak bergeming,Sudah beberapa halaman yang ditulis hingga air matanya menngalir deras membasahi buku catatan hariannya. Tanpa dihiraukan ; ia melanjutkan menulis di buku yang terlihat basah karena air mata.Cahaya mengakhiri tulisannya, dan membacakan isi tulisannya seraya menyeka air mata.“ Catatan harian hari ini. Aku menulis dengan pelan sebuah kisah nyata yang ku alami. Setelah sekian lama aku putus dari bima, aku merasa lebih baik daari yang seharusnya. Sekarang aku sudah bisa mengobrol dengan lawan jenis, aku juga bisa lebih fokus pada hobiku kini.”“Aku yang
Bagian 9. Rencana Cahaya pun kembali ke rumah dengan wajah ceria yang terpancar cerah depan kedua orang tuanya, ia memberi salam, mencium tangan, dan tak lupa berpamitan menuju kamar seperti wanita pada umumnya. Papa dan mama yang melihatnya seakan merasa cahaya baik-baik saja tanpa ada beban ataupun masalah yang ia alami.Cahaya bergegas menuju kamar di lantai 2, mengunci kamar rapat-rapat.POV Cahaya“Aku jenuh…”“Aku muak…”“Aku benci keadaan…”“Kenapa aku harus bertingkah marah depan mereka semua, aku benci sama diriku sendiri yang disindir dikit aja langsung nangis…”Aku hanya menangis memeluk boneka yang lusuh dengan erat. Aku hanya bisa melakukan ini, karena aku lemah tak punya siapa-siapa untuk bercerita!?Beberapa jam kemudian…
Bagian 8. Mencoba Dan Terus BelajarCahaya sudah membuat kopi dua kali, dan sekarang giliran brian yang menyimpulkan hasil latihan hari ini.Disaat yang sama ; cahaya sangat murung. Cahaya sepertinya kecewa karena gagal memenuhi ekspetasi rekan-rekannya yang tinggi terhadap dirinya. Cahaya mengatakan, “maaf kak brian. Seduhanku kurang maksimal.”Brian hanya diam setelah mendengar ungkapan maaf dari cahaya ; alex pun tertawa terbahak-bahak melihat cahaya.Alex menyindir cahaya, “Minta maaf mulu! Lebaran masih jauh,” alex meminum kopi cahaya perlahan dan melanjutkan ucapannya, “Salah boleh! Minta maaf boleh! Kalo salah mulu namanya kebangetan! Udah gitu salahnya sama terus! Kebangetan namanya.”Alex mengakhiri ucapannya dengan mimik wajah datar tanpa ekspresi penuh tatapan tajam melihat cahaya. Cahaya cemas melihat ekspresinya
POV CahayaPertama, aku gigit terus kunyah kopinya, biar ada gambaran suhu air, dan gilingannya seperti apa.“Aduh, gimana ya? belum pernah bikin kopi kaya gini lagi.”“Tenang cahaya, pelan-pelan pikirin.”Aku terus bertengkar dengan logika.“91… eh 92 deh… bentar takut kurang tinggi… 95 aja deh, sekali kali coba ah, orang ini terang banget kopinya” aku bergugam sendiri, untuk menentukan langkah menyeduh kopi.Aku langsung menimbang biji kopi di timbangan(scale), memasukkan kopi di grinder, kemudian mengatur tingkat kekasaran ke tingkat medium(menengah) di nomor 3,5 dari 7.ku giling kopi, lalu ku masukkan ke dalam gelas plastik, tak lupa ku tutup tissue.Selanjutnya ku ambil air, memanaskan sampai mencapai suhu 95 derajat, menggunakan teko(kettle) dengan suhu digital
Cahaya memulai dengan segelas air putih sebelum berbicara,”Oke, gua tuh bingung tau, kuliah kan dua minggu lagi ujian, terus kalau latihan kompetisi emang cukup dua minggu?”“Kalau ragu-ragu mending gausah, buang-buang duit, buang-buang waktu, nyusahian brian yang ngelatih lu!”“Elu yakinin diri lu, bikin keputusan matang.”“Katanya lu nggak mau ngabisin uang buat nongkrong kagak jelas, ini kesempatan buat lu ngebuktiin.”“Gitu aja bingung, aneh lu.”Ucapan to the point di sampaikan alex yang mengejutkan cahaya.“Alex, sumpah mulut lu nggak punya saringan apa,” miya mulai geleng-geleng.“Alex benar juga sih, tetapi nggak gitu juga kali. Sekalinya ngomong nyakitin,” yulia ikut-ikutan.Cahaya menanyakan kepada brian.“Brian, pendaftarannya gimana? Buka pendaftaran kapan? Batas pen
"Halo semuanya! I'm coming," teriaknya keras mengejutkan kita semua. “Gua bawa hadiah untuk kalian semua loh," tambahnya. Ia mendekat menuju meja bar, dan menunjukkan plastik hitam besar berukuran 5 liter dengan wajah riang penuh gembira. Dibuka secara perlahan namun pasti dengan penuh keyakinan. Ia berujar, "Are you ready guys? Tiga, dua, satu, dan ..." Cahaya, Yulia terkejut melihat isi plastik tersebut. Ternyata... Hanya berisi kopi mentah(green beans) sebanyak tiga kilo untuk brian. Yulia terlihat sangat marah, melihat kelakuan orang tersebut. “Aya!!! Temen SMA lo tuh nyebelin banget anjir kelakuannya kaya elu sumpah! Gw nyesel kenal sama kalian berdua pokoknya! Udah penasaran. Kirain duit segepok hasil rampokannya, eh ternyata cuman kopi tiga kilo. Udah gitu mentah lagi! Emang nggak punya adab!” yulia mulai panas menghadapi sahabat cahaya zaman SMA yang kelakuannya sebelas
Lantai 1Ketika sampai di lantai 1, yuli dan cahaya menuju kursi depan meja bar. Mereka duduk untuk mengobrol dengan brian, yang kebetulan sedang sendiri di bar.“Silahkan duduk, sudah di siapkan bangku khusus depan bar untuk kalian,” sambutan hangat brian.Mereka berdua sudah duduk sebelum brian selesai berbicara.Cahaya langsung bicara, “brian, gua pengen beans yang itu tuh,” sambil menunjuk ke arah rak penyimpanan beans di samping alat penggiling biji kopi(grinder).“Ini, ‘kan?” brian memegang beans Brazilia Santos dengan tingkat kematangan tidak terlalu gelap(medium roasting), dan menunjukkannya ke arah cahaya.“Iya bener! Gw nggak pengen bikin sendiri. Hari ini maunya dibuatin yang hot. Pokoknya harus enak!”Ucap cahaya dengan lu