Beranda / Romansa / Lara Cinta / Keluarga Anira

Share

Keluarga Anira

Penulis: Neza Visna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Seluruh tubuh Anira menegang mendengar suara itu. Suara familiar yang menjelma menjadi mimpi buruknya lima tahun terakhir ini.

Velma bersandar santai di dinding, dengan tangan terlipat di depan dada, sama sekali tidak menyadari efek suaranya untuk Anira.

“Kenapa? Lo mau ngurung gue lagi?” tanyanya dingin. Nada suaranya membuat Velma bergidik. Kenapa dia tidak tahu kalau mantan kekasih kakaknya itu ternyata bisa bersikap seperti ini juga?

Dia terbiasa dengan Anira yang selalu berbicara manis padanya, dan mencoba dekat padanya. Velma terlalu kesal dengan apa yang terjadi, sampai dia lupa, kalau Anira tidak sama lagi. Tentu saja, Velma menolak menunjukkan kalau dia takut.

“Lo masih balas dendam ke gue dan kak Deril! Makanya lo milih kerja di perusahaannya!” tuduh Velma sambil menudingkana jarinya ke Velma.

Anira mengelap tangannya dengan tisu, kemudian membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada kehangatan sama sekali di wajah Anira. Rahangnya terkatup rapat menahan emosi yang campur
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lara Cinta   Velma vs Anira

    Ayah Anira mendengus, tapi raut wajahnya melembut. “Papa sudah sehat! Berhenti memperlakukan papa seperti orang sakit terus-menerus.”“Iya, iya, papa udah sehat.” Anira menggandeng ayahnya itu, sembari membantu ayahnya masuk ke dalam rumah, dengan cara tersamar. Leo tersenyum tipis, sekian lama, adiknya itu semakin pintar membujuk ayah mereka, tanpa melukai ego pria itu. Malam itu, satu keluarga itu kembali bersama. Namun, malamnya Leo, langsung menuju apartemen yang akan ditempatinya bersama keluarga kecilnya.“Kak, lo yakin mau langsung tinggal di apartemen? Kenapa nggak tinggal di sini saja? Lingkungan apartemen, terlalu terisolir untuk Sisi.” Di Singapura mereka juga tinggal di apartemen, dan sejujurnya Anira merasa tempat itu bukan untuknya. Kurang udara segar, kurang tanaman hijau, kurang sosialisasi dengan masyrakat.Hanya dinding dingin, dan lift yang bisa dilihat setiap hari.“Pengennya juga punya rumah sendiri, tapi tabungan kami belum cukup. Sementara di apartemen

  • Lara Cinta   K.O

    *** “Besok, lo nggak perlu jemput gue lagi,” ujar Anira, ketika mereka tiba di kantor. Hari ini, tepat seminggu, Anira kembali ke Jakarta dan kembali bekerja di tempat ini.Selain hari pertama, semua berjalan dengan baik, dia berhasil beradaptasi dengan baik. Namun, karena posisi kantor itu yang cukup jauh dari rumahnya, setiap hari juga dia berangkat bersama Reksa.“Kenapa?”“Nanti sore, motor gue udah datang. Plus semua surat-suratnya.” Anira membentangkan tangannya bangga. “Motor? Lo motoran?” Reksa mengerutkan kening. “Nggak usah, mending gue jemput aja. Rumah lo ke kantor jauh.”“Tahu, makanya gue beli motor.” Naik kendaraan umum terlalu lama, dan dia juga tidak mungkin terus-menerus naik taksi, karena itu akan sangat boros. “Lo tahu, ini kali pertama gue beli kendaraan pakai uang sendiri.”Sekian lama bekerja, baru kali ini dia memberanikan diri melakukan itu, dan rasanya sangat aneh. Seperti ada sesuatu yang menggelitik hatinya, kebahagiaan yang membuatnya bangga pada dir

  • Lara Cinta   Kencan Buta

    Velma yang baru saja tiba, menghampiri mereka bersama dengan seorang gadis manis yang terlihat anggun.“Gue sama Reksa duluan ya.” Anira tidak ingin berpapasan dengan Velma. Dia terlalu malas untuk basa-basi pada orang yang sama sekali tidak dia suka.“Hmm. Sebentar lagi aku nyusul.” Velma melirik Anira, kemudian sengaja meninggikan volume suaranya. “Kakak mau kemana? Ini Kak Zeva bawain makanan lo untuk kakak. Perhatian banget kan? Calon istri idaman banget deh.”Deg!Anira merasa jantungnya mencelos, tapi dia mengabaikan itu. Dia tetap berjalan menjauh dari orang-orang itu, seolah kata itu tidak berarti apa-apa untuknya.“Kamu ngomong apa, Vel!” gumam Zeva lirih. Wajahnya tersipu malu.“Kenapa mesti malu sih, Kak? Cepat atau lambat orang kantor juga bakal tahu, kalau Kakak calon istri Kak Deril.”“Velma! Jangan asal bicara! Nanti orang lain yang dengar salah paham!” Deril menatap Velma marah, omong kosong adiknya itu semakin menjadi-jadi. Dia menoleh ke arah Anira yang sudah

  • Lara Cinta   Tunangan Baru

    Deril terkejut, dia sampai menatap wajah Zeva lama, karena merasakan nada aneh di suara gadis itu.“Kenapa? Ada yang salah dengan pertanyaannya?” Mata Zeva melebar. “Gue Cuma salut saja, lo masih bertahan bahkan setelah kalian putus sekian lama.”Mulut Deril membulat. “Oh.” Dia tersenyum tipis, melankolis. “Gue kehilangan dia di saat gue mau melamar dia.”“Hanya karena itu?”Deril tidak menjawab. Sulit untuk mengatakan pada orang lain apa yang terjadi dengan hubungan mereka. Bagaimana dia bisa move on dari Anira ketika dia sadar betul, masalahnya bukan berada di mereka berdua?Sampai saat ini, sudah lima tahun berlalu, Deril masih sering berharap kalau semuanya hanya mimpi buruk.Zeva tidak lagi bertanya. “Kalau memang lo suka sama dia, kenapa nggak kejar lagi?”“Semuanya nggak semudah itu.” Deril merasa selamanya jurang terbesar yang memisahkan mereka itu akan sangat sulit menyatu. Satu kejadian iseng yang berakibat semua akhir tragis ini.“Why?”Deril tersenyum. “Gue agak malas u

  • Lara Cinta   Reksa vs Deril

    “Oh, halo.” Anira dengan cepat mengangguk ramah. Dia berusaha mengontrol ekspresi wajahnya, mengabaikan rasa sakit menusuk yang terasa di hatinya. “Kami ke atas dulu. Nggak mau ganggu,” ujarnya sambil tersenyum.Dia langsung menarik Reksa dari sana, pergi menjauh dari pasangan itu. “Ra, aku ....” Kalimat Deril terputus begitu saja, karena Anira sudah menjauh. Dia bergegas melangkah mengejar gadis itu, tapi dia di tahan oleh Zeva.“Tunggu dulu.”Deril mengerutkan keningnya tidak sabar. “Kenapa lo ngomong gitu tadi?” tanyanya kesal. Bahkan tanpa salah paham seperti itu, hubungannya dengan Anira sudah sangat kacau.Zeva tersenyum, sama sekali tidak terpengaruh dengan amarah Deril. “Gue sengaja ngomong gitu.”Deril menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Dan kenapa lo ngomong gitu!!” ulangnya marah. “Tenang dulu, gue kaya gitu, Cuma untuk lihat reaksi Anira.”“Dan apa yang lo lihat?” tanyanya kasar. Saat itu, Deril tidak bisa menahan amarahnya, dia bahkan mulai menye

  • Lara Cinta   Bahagia Kamu

    Reksa menatap Deril tajam. “Ya, gue takut!” akunya jujur. “Gue takut, berakhir kaya lo! Bahkan nggak bisa berteman lagi!” sindirnya sinis.Dia hanya ingin mengetahui apa yang terjadi, tapi Deril harus melampiaskan kemarahan itu padanya. Reksa tidak bisa menahan diri. Dia juga sedikit kesal.Deril tersenyum pahit. “Lo bener. Jadi lo mending, daripada jadi gue sekarang ini.” Siapa dia, menyindir Reksa, saat situasinya sendiri lebih buruk dari Deril.Mendadak, Reksa juga tidak tahu harus mengatakan apa. Deril layak mendapat simpati, pria itu tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi keluarganya. Namun, di saat yang sama, dia bisa mengerti keputusan Anira.“Kalau lo nggak mau cerita, gue juga nggak akan nanya.”Deril menyadari kalau dia bersikap berlebihan. Dia melampiaskan amarahnya pada orang yang salah. “Sorry.”“It’s okay. Take your time.” Reksa mengangguk. “Gue keluar dulu, kalau gitu.”“Anira,” ujarnya ragu. “Apa, dia bilang sesuatu?” Reksa menatap sahabatnya itu sejenak. “D

  • Lara Cinta   Suruh Dia Masuk

    ‘Apa tidak bisa denganku?’ Deril menelan sisa kalimat itu di hatinya. Dengan dia? Sudah syukur, gadis itu masih mau bertemu dengannya.“Gue? Gue cukup bahagia dengan keadaan sekarang.” Ayahnya kembali stabil, kakaknya mulai membangun keluarga baru, ibunya kembali bisa tersenyum. Rasanya, Anira sudah mendapat banyak sekali berkah. Hingga dia tidak berani berharap lebih.Dia takut keserakahannya akan membuatnya kehilangan semuanya.“Aku juga cukup puas dengan keadaan sekarang,” tirunya. “Jadi? Kita berteman sekarang?”Deril menjulurkan tangannya. Anira menatap tangan itu sejenak. Kemudian menyambutnya. “Tentu saja, kita selalu berteman.”Berteman? Keputusan ini apa sudah ketuk palu? Apa ini satu-satunya yang bisa dia harapkan? Pertemanan? Deril menelan ludahnya getir.Dia ingin mencoba optimis, kalau ini adalah awal baru bagi mereka. Namun, senyum di wajah Anira membuatnya ragu. Masih ada kemungkinan untuknya, kan?“Ah iya, aku Cuma mau kasih tahu, aku dan Zeva Cuma berteman. Kami s

  • Lara Cinta   Anira dan Sepeda Motor

    “Lo kenapa sih? Mabuk?” Anira mengerutkan kening bingung, akhir-akhir ini, Reksa sering sekali mengeluarkan candaan yang membuatnya terdiam.“Kenapa? Lo langsung panik? Nggak kaya gue minta lo langsung nikahin gue, kan?” pancing Reksa lagi.“Reksa! Please! Gue beneran takut!” Membayangkannya saja, berhasil membuat Anira merinding. Cara bicara Reksa, selalu sama, sehingga dia sulit membedakan apakah pria itu serius, atau bercanda.“Coward.”“Biarin!” Anira merasa ada gejolak di dadanya, mendengar cemoohan itu. “Kalau gue iyain, lo juga gantian panik paling!” balasnya tidak mau kalah.“Kenapa nggak lo coba?”“Coba apa?”“Iyain.”Anira benar-benar kehabisan kata-kata kali ini. “Nggak jelas! Gue tidur dulu! Bye!” Seakan menghindari penagih utang, Anira langsung mengakhiri panggilan itu begitu saja.Dia merasa wajahnya panas, langkahnya sedikit melayang saat beranjak. Anira mencuci wajahnya di kamar mandi.Kemudian menatap pantulan wajahnya sendiri di cermin. ‘Reksa itu sahabatmu! Apa y

Bab terbaru

  • Lara Cinta   Harus Bicara

    Ia hanya bisa menatap Velma tersenyum sembari menyantap makanannya. Zeva akhirnya memilih memendam sisanya di hatinya.Gadis itu memutuskan akan berusaha bersikap senetral mungkin. Keadaan sudah cukup ricuh tanpa ia harus ikut berkecipung di air keruh itu. Mereka hampir selesai makan, ketika ponsel Velma berbunyi. Ekspresi di wajah gadis itu menjadi semakin ceria, ketika melihat siapa yang mengiriminya pesan itu.“Kak Reksa nge-chat gue!” Ini semua bagai mimpi, sesuatu yang tidak akan berani dia harapkan lagi setelah kejadian beberapa tahun lalu. Untuk sejenak, Velma menjadi semakin yakin, kalau usahanya selama ini membuahkan hasil.Reksa pada akhirnya melunak dengan persistensinya dan bersedia membuka hati terhadapnya sekali lagi. Velma merasa dia nyaris melayang saat ini.Secepat kilat dia mengambil ponselnya dan membuka pesan yang dikirim Reksa itu. Namun, begitu matanya melihat, seluruh senyum di wajahnya lenyap seketika.Reksa [Sorry, Vel. Tadi gue nggak sempat bilang, gu

  • Lara Cinta   Singa Muda

    Setelah Deril mengatakan itu, ia menatap Velma lama, memastikan kalau adiknya itu tidak akan berteriak lagi barulah dia melepas mulut adiknya itu.Velma menarik napas serakah, lalu memukul Deril keras. “Kalau lo teriak, gue beneran bakal blacklist lo dari kantor ini!”Velma yang tadinya hendak membentak Deril jadi sedikit ciut juga mendengar ancaman kakaknya itu. “Reksa nggak pernah ngasih gue harapan? Tapi, dia juga nggak pernah punya pacar, Kak!”“Jadi, kalau Reksa punya pacar, lo bakal mundur?” selidik Deril tajam. Dalam hati, ia harap-harap cemas saat menanyakan itu. Hatinya condong menginginkan Velma akan menjawab ya.Ia benar-benar ingin adiknya itu berhenti terobsesi pada Reksa. Kemungkinan sahabatnya itu akan membalas perasaan Velma, lebih rendah daripada nol.“Nggak usah membicarakan hal yang belum terjadi!” elak Velma langsung. Nada suaranya meninggi tatapannya berubah murka.Saat itu, Deril menyadari kalau keputusannya menyuruh Reksa menyembunyikan hubungannya d

  • Lara Cinta   Bukan Adik Kakak

    Deril mengangkat bahunya, seakan dia baik-baik saja. “Gue nggak pernah berpikir gitu. Lo yang terlalu overthinking. Mungkin lo ngerasa bersalah?”“Lo yang bilang, gue bisa ngejar Anira!” Reksa memperingatkan. “Jangan bilang, sekarang lo nyesal?” “Gue nggak nyesal!” Cepat Deril membantah. Namun, penyangkalan itu terjadi terlalu cepat, seolah dia hendak menutupi sesuatu. “Gue Cuma mau tahu, itu saja.”“Sekarang lo udah tahu, kan? Kayang gue bilang tadi, tidak usah sampaikan ini ke Anira dulu.”Setelah menyampaikan itu, Reksa langsung berbalik badan, mendahului Deril menjauh dari sana. Deril termenung, tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Perasaannya berkecamuk hebat. Sejujurnya, tidak ada pria yang lebiih dia percaya selain Reksa.Kalau memang dia tidak bisa bersama Anira, ia ingin gadis itu tetap berada di tangan yang tepat. Namun, merelakan wanita yang sudah bertahun-tahun mengisi hatinya bukan hal mudah ternyata. Melihat Reksa sudah berjalan semakin jauh, Deril

  • Lara Cinta   Perseteruan Sahabat

    Reksa menghela napas panjang. Apa lagi memangnya yang bisa dia katakan. Ia hanya bisa membiarkan Anira melakukan sesukanya.Anira menahan senyumnya, cukup puas melihat ekspresi pasrah di wajah kekasihnya itu. Sekarang, ia tahu daripada malu-malu dan terus digoda Reksa. Bersikap sama beraninya dengan pria itu dan membalas Reksa, jauh lebih efetif ternyata.Dia bersandar di bahu pria itu, mengusap pipinya lembut, dan bahkan sesekali mengusap lengan Reksa lembut.Tentu saja, dia berani seperti ini, hanya ketika dia tahu kalau mereka sedang berada di jalan dan Reksa tidak bisa melakukan apapun untuk membalasnya.Dengan Anira terus menempel rapat mengganggu Reksa dan pria itu yang setengah hati berusaha menghindar, mereka akhirnya tiba di kantor.Begitu mobil itu terparkir rapi di parkiran, secepat kilat Anira langsung melepaskan sabuk pengamannya dan membuka pintu. “Kita sudah sampai!Anira tahu kalau Reksa tidak akan melepaskannya begitu saja begitu mobil itu berhenti. Jadi, dia h

  • Lara Cinta   Tergoda

    Terlebih ketika dia mengatakan semua itu di depan orangtua Anira. Dia tidak ingin mendapatkan skor negatif di awal hubungannya dengan Anira.“Ckk!” Anira mendecakkan lidahnya kesal, kaerna tidak ada satu orang pun yang ada di pihaknya kali ini.“Perempuan jangan berdecak gitu! Nggak sopan!” Anira ingin sekali mengacak rambutnya frustrasi. Kedua orangtuanya cepat sekali berubah, termasuk mengontrol perilaku yang biasa juga dia tunjukan di depan Reksa, jadi terkesan kurang ‘perempuan’ di mata ibunya dan mungkin juga ayahnya.“Iya, Ma.” Tahu dia tidak akan pernah menang berdebat dengan ibunya, Anira langsung mengiyakan saja. Reksa menahan tawanya, dan memilih lanjut berbicara dengan ayah Anira. Hingga selesai sarapan. Saat makan, ia melirik Anira dan menemukan ujung bibir gadis itu masih cemberut, meski sembari menyantap makanannya.Reksa menyentuh lutut gadis itu lembut, di saat kedua orangtua Anira tidak memperhatikan dan menepuknya lembut. “Kalau kamu mau, kita bisa nai

  • Lara Cinta   Terasa Salah

    “Bicara apa?” Anira mengerutkan keningnya. Namun, sebelum Reksa menjawab, dia langsung teringat. “Tadi, Deril sempat mau bicara, tapi nggak jadi. Terus tadi, dia juga nelepon tapi aku nggak tahu apa yang mau dia bicarakan.”“Kamu udah telepon balik?”Dengan polos Anira menggelengkan kepalanya. “Tapi, pesannya udah gue bales, tenang saja.” Reksa masih merasa mengganjal dengan perubahan panggilan Anira padanya yang terus berubah-ubah. Namun dia tidak lagi berkomentar. “Kamu tahu apa yang mau dibicarakan Deril?”Anira menggeleng. “Lo pikir, dia curiga tentang hubungan kita? Lo sih terlalu blak-blakan!” omelnya. “Ah, tapi mungkin juga nggak. Mungkin dia Cuma mau bilang ke kita kalau Velma menyusul ke Puncak?”Reksa tersenyum geli. “Kamu sebenarnya sedang berusaha meyakinkan siapa?”“Meyakinkan diri sendiri!” balas Anira gemas. “Hh, nggak tahulah. Gue bingung.”“Bingung kenapa?” “Nggak tahu, bingung saja.”Selain perubahan hubungan mereka, dan cara menghadapi Deril dia juga masih b

  • Lara Cinta   Jodoh atau Bukan

    “Nggak!” Anira sedikit terkejut dengan insting tajam ayahnya. “Kalau terjadi sesuatu, aku nggak akan bilang not bad?”Ia tidak mengatakan apa-apa, kenapa ayahnya bisa menebak? Apa ada yang salah dengan ekspresi di wajahnya?Anira tidak ingin menceritakan kejadian buruk yang terjadi padanya. Menurutnya, semua itu sudah selesai ketika dia meninggalkan kantor polisi tadi. Kedua orangtuanya tahu hanya akan membuat mereka jadi ikut cemas dan sedih untuknya.“Kalau memang liburannya menyenangkan, kamu nggak akan berhenti di kalimat ‘not bad’ itu!” Ibu Anira ikut menimpali. Anira mengerutkan kening bingung, tapi hatinya sedikit ketar-ketir. Ternyata sulit juga memiliki orang tua yang sangat paham dengannya. Sedikit saja tingkahnya yang aneh tidak bisa lolos dari mata elang keduanya.“Well, puncak ramai banget karena akhir pekan. Jadi macetnya juga luar biasa!” keluhnya sambil menyandarkan kepala di pundak ibunya.Ibu Anira mengusap kepala anaknya lembut. “Dari dulu juga puncak memang g

  • Lara Cinta   Sahabat atau Pacar

    “Velma?” Reksa ikut menoleh. “Ngapain dia di sini?” Anira menggelengkan kepala. “Mungkin gue yang salah lihat?”Reksa memicingkan matanya, kaca yang agak gelap memang menghalangi pandangannya. Karena penasaran, dia membuka kaca mobil, hingga dia bisa lebih mudah menatap keluar.“Itu benar-benar Velma.”“Mau tanya dulu?” Anira tetap mengusulkan walau dia enggan. Reksa menatap lagi, kemudian menggelengkan kepalanya. “Nggak perlu. Mungkin dia ada keperluan lain. Di sekitar sini.”“Yakin?”Anira masih melihat ke mobil itu, kalau melihat ekspresi di wajah Velma, dia tidak bisa seyakin Reksa. “Lo yakin dia nggak ada masalah?”Velma adalah manusia yang mengenakan perasaannya di wajahnya. Seluruh emosi yang dirasakan oleh gadis itu terteraa jelas di wajahnya.Kening berkerut, bibir cemberut, dan tangan yang terus-menerus menekan klakson hingga menambah suara bising di tengah kepadatan yang sudah cukup ramai itu.“Hmm, nggak usah terlalu dipikirkan.”“Menurut lo, apa mungkin Velma ke pun

  • Lara Cinta   Cemburu Buta

    Anira menunjuk dirinya sendiri. “Gue?” Dia lalu menoleh ke arah Zeva. Zeva, gadis itu hanya diam saja. Dia memperhatikan keduanya dengan seksama.“Oke, bicara saja kalau gitu.”Deril menatap Zeva. “Di sini?” Anira mengangguk. “Memangnya kenapa? Apa yang mau lo bicarakan sampai nggak boleh didengar orang?”Meski dia bertanya berani seperti itu, tapi jantungnya berdebar kencang. Dia tidak siap dengan pertanyaan yang akan ditanyakan Deril.“Kamu yakin?”Anira menguatkan hatinya, lalu menganggukkan kepalanya percaya diri. “Tentu saja. Memangnya mau bicara apa sih? Segala penuh rahasia gitu?”Deril menatap Zeva, berharap gadis itu akan peka dan memberikannya waktu berdua dengan Anira. Namun, Zeva memilih menatap ke arah lain dan bersikap seolah dia tidak menyadari itu. Setelah berpikir sejenak, Deril akhirnya mengurungkan niatnya. “Nanti saja kalau begitu.” Anira mengerutkan keningnya. Namun, dia tidak berani mendesak lagi. “Oke?” jawabnya ragu.Pria itu menatap Anira beberapa

DMCA.com Protection Status