Home / Fiksi Sejarah / Lambang / 5. Zona nyaman

Share

5. Zona nyaman

Author: Saint Nagita
last update Last Updated: 2021-10-06 12:19:30

"Melakar langit sejarah, membina awan mimpi, bila aku menjejak, ia menjadi pasti." (Hilal Asyraf).

Lambang menuliskan qoutes di buku diarynya. Sesuai dengan kondisi hatinya saat ini. Lebih tenang menjalani hidup dan tidak menginginkan apapun lagi. Selain terus menerus mempelajari sejarah. 

Berbagi ilmu dengan murid-muridnya dan mendiskusikan materi dengan sesama guru pengampu mata pelajaran Sejarah se Kabupaten. Setiap satu minggu sekali Lambang bertemu dengan mereka di tempat yang berbeda. 

Terkadang, dia bertemu dengan kawan-kawan masa kecil untuk sekedar makan bakso dan minum es campur. Dia hanya ingin menghabiskan masa-masa hidupnya dengan menjadi orang yang bermanfaat dan bisa membahagiakan orang lain. 

"Lambang ini dari dulu nggak berubah, ya. Tetap suka mentraktir orang," kata Leo, teman masa kecil Lambang.

Mereka sedang berkumpul di warung bakso langganan dekat stadion. Kebetulan mereka tidak punya kesibukan di hari Minggu, sehingga bisa berkumpul semua. 

"Eh, ingat nggak waktu Lambang mengumandangkan azan di mushola?" tanya Manda. Dia salah satu teman perempuan Lambang yang juga suka bermain di sungai.

"Ingat, dong. Sumpah, aku ngakak kalau mengingat kejadian itu. Apalagi ketika melihat wajah Pak Ustad yang melongo mendengar Lambang azan," ujar Dobi yang disambut tawa oleh teman-temannya.

Lambang hanya meringis mendengar celotehan mereka. Dia tidak menampik bahwa masa kecilnya dipenuhi dengan permainan-permainan liar anak laki-laki. Itu karena Lambang terlalu percaya diri, sehingga banyak teman laki-lakinya yang menganggap dia sebagai pemimpin mereka.

***

Waktu Magrib sudah tiba. Namun, tidak ada satu pun anak laki-laki yang mau azan di musala. Mereka saling menyuruh satu sama lain. Lambang menjadi jengkel karena ulah teman-temannya. Dia maju mengambil mikrofon, kemudian mengumandangkan azan dengan suara lantang. Tiba-tiba, Pak Ustaz datang dan menghentikan Lambang di tengah-tengah dia azan.

"Ada apa, Pak Ustaz?" tanya Lambang. Dia menutup mikrofon dengan tangan kiri supaya suaranya tidak terdengar oleh masyarakat sekitar mushola.

"Perempuan tidak boleh azan!" Pak Ustaz memainkan gigi gerahamnya karena gemas pada Lambang yang merasa tidak bersalah.

"Kenapa? Sedangkan, mereka yang laki-laki boleh azan. Aku, kok, tidak boleh?" 

Pak Ustaz menutup mulut yang melongo dengan kedua tangannya. Dia tidak mengira kata-itu keluar dari seorang anak perempuan yang belum menyadari kodratnya sebagai seorang perempuan. 

***

Kawan-kawannya tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian masa kecil yang sangat lucu. Lambang menjadi bahan cerita karena di waktu kecil dia yang paling banyak mengatur. Apapun yang dia suruh, mereka dengan senang hati menuruti kemauannya. Sejak kecil Lambang sudah menjadi pemimpin bagi kawannya yang perempuan maupun laki-laki.

Tidak terasa hampir lima tahun Lambang berada di kota kelahirannya. Kesibukannya di sekolah membuat dia lupa akan masa lalu yang membuatnya rapuh. Senyum yang lebar menghiasi bibirnya setiap hari, sehingga wajahnya menjadi lebih cerah dan terlihat segar meski tanpa riasan. 

Sikapnya yang luwes dan ramah membuat orang lain senang berteman dengannya. Terutama murid-murid dan rekan kerja di sekolah. Siapapun murid yang Lambang ajari, yang awalnya tidak menyukai Sejarah pasti akan berubah mencintai Sejarah. Gaya mengajar yang khas, membuat pelajaran Sejarah terasa menyenangkan.

"Bu, gimana caranya supaya bisa mudah menghafal tanggal-tanggal sejarah?"

tanya seorang gadis bernama Chika, saat Lambang menjelaskan mengenai Perkembangan Pengaruh Barat di Indonesia di kelas XI-3.

"Gunakan media kartu. Kalian pasti suka bermain kartu, kan? Cobalah buat kartu sejarah yang berisi tanggal-tanggal dan peristiwa yang harus kalian hafal. Tuliskan setiap tanggal yang perlu dihafal pada salah satu sisi kartu, dan keterangan dari tanggal tersebut di sisi kartu yang lain."

"Ooo, kemudian cara bermainnya gimana, Bu?" tanya Cahyo yang duduk di samping Chika.

"Cara bermainnya mudah, kok. Kalian hanya tinggal mengocok kartu, melihat setiap tanggal yang ada, dan menebak keterangan yang sesuai dengan tanggal tersebut. Kalian juga dapat membalikkan kartu dan melihat pada sisi kartu yang memuat keterangan tanggal, lalu menebak tanggal yang sesuai dengan keterangan tersebut."

"Wah, kayaknya asyik, tuh!"

"Asyik banget! Sekarang, saya ingin kalian berkelompok dan membuat kartu-kartu dari kertas manila. Kalian bisa membeli kertas di koperasi siswa. Tetapi, jangan keluar semua! Salah satu saja yang ke sana, yang lain bisa menitip uang supaya dibelikan," kata Lambang sambil membuka jurnal mengajarnya.

Semua mematuhi perintah Lambang dan dengan tertib mereka mengerjakan tugas. Setiap kelompok membagi tugas masing-masing tanpa harus Lambang bimbing. Karena mereka sudah terbiasa mengerjakan apa yang Lambang inginkan.

Anak yang bertugas membeli kertas datang dan kemudian membagikan kertas-kertas itu pada setiap kelompok. Semua larut dalam tugas. Tidak ada yang terlihat santai. Karena mereka tahu bahwa Lambang memantau dan menilai kinerja masing-masing anak.

"Bu Guru!" Anita mengangkat tangan dengan wajah sedih. "Saya masih bingung gimana buatnya."

"Coba saya beri satu contoh, ya? Anas, minta tolong pinjamkan saya kertas yang sudah kamu gunting!" perintah Lambang pada seorang murid yang duduk di depannya.

Anas berdiri dan memberikan sebuah kertas seukuran Kartu Tanda Identitas pada Lambang. 

"Misal pada tanggal 31 Desember 1799 terjadi peristiwa pembubaran VOC. Kalian tulis tanggal 31 Desember 1799 di sisi ini, kemudian di sisi yang lain kalian tulis pembubaran VOC," kata Lambang sambil menunjukkan cara membuat kartu Sejarah.

"Nama peristiwanya bebas, ya, Bu? Ataukah ditentukan sama Bu Guru?" tanya Chika lagi.

"Begini saja, saya tentukan jumlah kartunya sebanyak dua puluh enam. Kalian bebas menentukan peristiwa apa saja yang mau dibuat. Yang penting jumlahnya dua puluh enam kartu," tukas Lambang. 

"Oke, siap, Bu Guru."

Tidak terasa jam mengajar Lambang di kelas itu sudah habis. Bel berbunyi tanda istirahat sudah tiba. Dia bersiap menutup kegiatan mengajar. Setelah berdoa dan mengucap salam dia berdiri dan berjalan keluar kelas menuju ruang guru untuk beristirahat. 

Lambang menuju mejanya sambil menyapa rekan-rekan yang berada di dekatnya. Ingin sekali dia bergabung dengan mereka, bercanda melepas penat setelah mengajar di kelas. Namun, dia teringat harus melakukan sesuatu di perpustakaan. Kebetulan setelah istirahat tidak ada jam mengajar. Setelah pamit pada guru yang duduk di sebelahnya, dia keluar menuju ruang perpustakaan yang berada di sebelah barat ruang guru.

Ruang perpustakaan sangat ramai di jam istirahat. Animo murid untuk membaca buku sangat besar sejak diadakan hadiah untuk pengunjung paling rajin. Entahlah, apakah mereka sekedar berkunjung saja atau membaca buku. Yang pasti, di perpustakaan dilarang berbuat gaduh. Petugas tidak akan segan-segan untuk menegur pengunjung yang melanggar. 

Lambang bergegas menuju deretan rak buku bertuliskan Sejarah. Beberapa kali sebenarnya dia sudah ke tempat ini, namun tidak mendapatkan apa yang dicari. Dia menggeser satu persatu kumpulan buku di rak. Sesekali dibuka isinya dan membaca daftar isi atau sinopsis. 

Tampaknya buku yang dia cari pun tidak ada di perpustakaan ini. Dia menuju petugas dan meminta izin untuk komputer yang biasa digunakan murid untuk mencari referensi buku. Setelah diizinkan, segera dia ketikkan kata kunci pada kolom pencarian.

Keningnya berkerut, apa yang dicari juga tidak bisa ditemukan melalui internet. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke ruang guru. Di tengah perjalanan menuju ruang guru tepatnya di dekat taman hidroponik, dia bertemu dengan seorang murid yang menangis di pelukan temannya. Karena penasaran, Lambang mendekati mereka.

"Ada apa?" tanyanya pada gadis yang memeluk dan menenangkan temannya.

"Dia mendapat kabar bahwa bapaknya masuk rumah sakit. Salah seorang kerabatnya ke sini untuk meminta izin membawa dia pulang. Tetapi, dia bimbang karena setelah istirahat ada ulangan."

"Kamu pulang saja, temui bapakmu. Masalah ulangan minta izin guru yang bersangkutan supaya diberi izin untuk bisa mengikuti ulangan susulan," saran Lambang pada anak yang menangis.

"Iya, Bu. Tadi saya mau ke kelas untuk mengambil tas. Kemudian bertemu teman di sini, saya tidak bisa menahan kesedihan saya," ujarnya sambil mengusap air mata di pipinya.

Lambang memeluk anak itu untuk menguatkan dan menyuruhnya cepat pulang supaya saudara yang menjemput tidak menunggu lama. Ketika mereka berlalu dari hadapannya, Lambang seperti terlempar ke masa lalu saat bapaknya sakit. 

Related chapters

  • Lambang   6. Ketika Bapak Pergi

    "Gagal dalam kemuliaan lebih baik dari pada sukses dalam kehinaan." (Koeswadi). Motto dari ayah tercinta sudah Lambang ketik pada lembar skripsinya. Revisi pada bab hasil dan pembahasan sudah diselesaikan. Rencananya besok mau diserahkan pada dosen pembimbing.Namun, perkuliahan kampus sudah memasuki masa libur semester ganjil. Jadi, dosennya meminta untuk menunda bimbingan skripsi sampai selesai liburan. Karena tidak ada yang bisa dikerjakan selama liburan, Lambang memutuskan untuk pulang dan beristirahat di rumah. Itulah sebabnya dia menuntaskan revisinya malam ini. Besok pagi dia akan menaiki bus pertama menuju kota kelahirannya. Setelah menyimpan mesin ketik di lemari bagian bawah, mahasiswi semester akhir itu melepas penat di kasur lantai. Tidak lama kemudian terdengar dengkur halus mengiringi tidurnya yang lelap. Azan Subuh baru saja usai dikumandangkan. Lambang segera mengerjakan ibadah salat Subuh dengan khusy

    Last Updated : 2021-10-09
  • Lambang   7. Perempuan Tegar

    Selembar kertas agak tebal terselip di antara dokumen-dokumen milik Pak Koeswadi menarik perhatian Lambang. Dia ambil kertas itu. Tertulis, piagam penghargaan diberikan kepada Koeswadi sebagai juara satu lomba cipta karya lambang kabupaten. Ini dia, batin Lambang. Kening Lambang berkerut tanda berpikir keras. Analisisnya sebagai seorang guru Sejarah dan orang yang sangat menghargai sejarah tidak pernah meleset. Almarhum bapaknya adalah salah seorang pelaku sejarah tetapi namanya tenggelam seiring waktu. Ini tidak bisa dibiarkan. Bapak harus mendapatkan haknya sebagai salah satu warga yang berkontribusi untuk kabupaten. Minimal bidang kearsipan mencatat namanya. Lambang sudah mencari sekian lama tetapi tidak menjumpai nama bapaknya tercatat di buku sejarah kabupaten. Apalagi bapaknya adalah salah satu orang yang berjuang mengembangkan kabupaten ini. Dia bertekad untuk memperjuangkan nama bapaknya yang sudah memp

    Last Updated : 2021-10-13
  • Lambang   8. Gosip Tetangga

    "Yu Mar, mau ke mana nih pengantin baru? Ngomong-ngomong, selamat ya atas pernikahannya," sapa Bu Minah pada perempuan setengah baya yang lewat depan rumahnya. Dia mengulurkan tangannya yang penuh dengan perhiasan berkilau. Lambang refleks menoleh pada kedua perempuan yang bertegur sapa. Kebetulan dia mau ke warung Lek Siti untuk membeli sabun cuci. Letaknya satu gang dengan rumah Bu Minah. Hanya berjarak satu rumah. Jadi, mau tidak mau dia harus melewati rumah perempuan yang suka pamer itu. "Ah, Bu Minah. Mau ke warung. Jangan bilang pengantin baru, lah. Wong sudah nikah tiga kali kok dibilang pengantin baru. Lagian aku sudah tua. Malu." Perempuan yang dipanggil Yu Mar itu tersipu. Dia berhenti di depan pagar rumah Bu Minah. "Eh, nggak apa-apa, Yu Mar. Meski sudah tua yang penting masih laku. Dari pada si ono, janda muda tapi nggak laku-laku, ha-ha-ha," tawa Bu Minah membuat perut Lambang mulas. "Siapa, Bu? I

    Last Updated : 2021-10-24
  • Lambang   9. Guru Baru

    "Pagi, Bu," sapa pria berbaju batik sambil berjalan mendahului Lambang."Pa-pa-pagi!" Lambang terkejut tiba-tiba ada orang yang menyapa dan mendahuluinya. Keningnya berkerut memikirkan siapa gerangan pria itu."Dia guru Seni Lukis yang baru. Namanya Pak Barra. Masih jomlo, lo," ujar Bu Syakila yang muncul tiba-tiba di samping Lambang."Emang kenapa kalau masih jomlo?" tanya Lambang."Barangkali mau kenalan lebih dekat," jawab Bu Syakila sambil terkekeh. Guru Bahasa Indonesia itu selalu ceria dan terbiasa bercanda dengan Lambang."Ish! Masih terlalu muda. Saya kan sudah tua.""Eh, nggak masalah, kok. Banyak artis-artis yang menikah dengan laki-laki yang lebih muda," bantah Bu Syakila."Saya, kan, bukan artis."Mereka tertawa bersama hingga tiba di ruang guru. Sambil menyapa guru-guru yang sudah hadir, Lambang dan Bu Syakila menuju meja masing-masing.Sepuluh menit

    Last Updated : 2021-10-24
  • Lambang   10. Salah Kirim

    Selamat malam duhai kekasihAku sebut namamu menjelang tidurkuAgar kau hadir dalam mimpi indahkuDi peraduan yang sepi iniAlunan lagu Selamat Malam dari Evi Tamala yang Lambang dengarkan dari radio terdengar merdu di telinganya. Radio peninggalan bapak menjadi hiburan saat penat. Mata Lambang yang setengah terpejam membuka saat perempuan yang dikasihinya membuka pintu dengan wajah ditekuk.Setelah mengucap salam dia masuk ke kamarnya. Tanpa mengindahkan Lambang yang ada di ruang tamu. Seketika Lambang mematikan radio dan bergegas menyusul ibunya.Tiba di depan kamar ibunya, Lambang terhenti. Dia urung untuk masuk. Sebab biasanya kalau ibunya punya masalah tidak akan mau diganggu. Karena itu dia berbelok ke dapur mengambil air minum. Biarlah besok saja kutanyain, atau kutunggu sampai mau bercerita sendiri, batinnya.Malam semakin larut. Mungkin ibunya sudah tertidur nyenyak. Namun, tidak biasanya dia setelah p

    Last Updated : 2021-10-24
  • Lambang   11. Hubungan Serius

    11. Hubungan SeriusTing!Bunyi notifikasi terdengar dari ponsel Lambang yang berada di atas nakas. Perempuan yang sedang menikmati waktu istirahat setelah pulang mengajar itu bangkit dari tempat tidurnya. Dan menghampiri nakas yang berada di samping meja. Dibukanya kunci layar ponsel dan terlihat satu notifikasi pesan dari nomor tidak dikenal.[Assalamualaikum.]Lambang bimbang antara membalas pesan itu atau tidak. Hatinya menyuruh untuk membalas siapa tahu dari orang penting. Mungkin wali murid atau teman guru.[Waalaikum salam. Maaf, ini siapa?][Maaf, aku yang kemarin pernah salah kirim. Melihat dari balasan pesan yang kamu kirim, pasti kamu cewek. Boleh kenalan, gak?]Lambang terperangah dan setengah tersenyum dia menutup mulutnya. Merasa aneh karena sekian tahun meski ada pesan yang salah kirim, tetapi tidak pernah ada yang sampai mengajak kenalan.[Meman

    Last Updated : 2021-10-25
  • Lambang   12. Menyimpang

    Hari pernikahan yang dinanti pun tiba. Tanggal 14 Januari 2007 adalah tanggal yang dipilih untuk menyatukan dua sejoli. Air mata yang mengalir di pipi keriput ibu Lambang terlihat sebagai air mata bahagia. Menyaksikan anak sulung yang kini mendapatkan imam dalam hidupnya. Yang senantiasa akan menjaganya dari segala cobaan hidup.Tidak akan ada lagi gunjingan mengenai status Lambang. Kehadiran Harlando dalam keluarga membungkam mulut-mulut tetangga. Hal ini membuat ibu Lambang menjadi tenang. Karena tidak lagi jadi bahan gunjingan di antara tetangga dan teman di pengajian.Untuk sementara, Harlando tinggal di rumah Lambang selama beberapa hari. Meski sesekali dia pulang ke kotanya, karena bisnis yang dia jalani tidak bisa ditinggal terlalu lama. Terkadang Lambang yang datang berkunjung ke kota Harlando. Mereka jalani kehidupan seperti ini dengan ikhlas dan saling menerima."Nduk, ajak suamimu makan!" perintah Ibu. Saat itu ke

    Last Updated : 2021-10-27
  • Lambang   13. Pengajuan Hak Paten

    Kertas berisi lambang kabupaten yang diresmikan pada tahun 1969 kini berada di tangan Lambang. Dia tidak terima jika karya bapaknya disalahgunakan. Apalagi sampai mengubah konsep aslinya. Setiap komponen dan warna yang dipilih merupakan buah pemikiran bapaknya yang merujuk pada potensi daerah.Dia berniat untuk mengajukan hak paten. Karena semenjak karya itu diresmikan menjadi lambang kabupaten, belum pernah ada penghargaan sama sekali yang diterima bapak. Lambang berharap ada semacam royalti yang bisa bermanfaat untuk kehidupan ibunya.Di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga pendidik, dia menyempatkan diri untuk mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Pak Koeswadi adalah pencipta lambang yang sah. Lambang ingin melindungi hasil karya bapaknya supaya tidak disalahgunakan dan juga untuk melindungi ide atau konsep gambar lambang kabupaten.Mulailah dia bertanya pada saudara dan teman-teman bapaknya yang dulu menggunakan lukisan bapak unt

    Last Updated : 2021-10-27

Latest chapter

  • Lambang   16. Sejarah Gunung Patthok

    Septi memandang wajah sahabatnya yang tidak berhenti mengunyah kerupuk. Dia tahu betul sifat perempuan yang menjadi sahabatnya sejak SD."Kamu nggak menyesal menghentikan pengajuan ini? Lumayan, lo, kalau berhasil dipatenkan, setiap bulan hidup keluargamu akan terjamin." Septi kembali membujuk Lambang."Kalau ibuku tidak merestui, aku bisa apa? Nggak apa-apa nggak dapat royalti. InsyaAllah akan kami dapatkan royalti di akhirat. Itu yang ibu katakan padaku.""Oke, kalau begitu, aku tutup kasusmu, ya?" Septi menuangkan minuman untuk Lambang."Iya, tutup saja. Tetapi, tolong berkas-berkas yang sudah aku berikan, kamu simpan saja. Siapa tahu kelak aku membutuhkannya.""Siap, Bosku!"Sekitar satu jam mereka mengobrol. Kemudian Lambang pamit pulang karena takut Zaydan terbangun.Hari-hari Lambang hanya disibukkan dengan mengurus Zaydan dan melaksanakan tugas sebagai abdi negara. Harlando pun sibuk d

  • Lambang   15. Tempat Bersejarah

    Hati kecil Lambang awalnya kecewa. Niatnya untuk mendapatkan hak paten atas karya bapak tercinta tidak direstui oleh ibunya. Namun, setelah diberi penjelasan, Lambang akhirnya sadar. Bahkan dia merasa malu pada ibunya. Dia belum bisa bersikap ikhlas, masih memperturutkan ego.Pagi itu Lambang berangkat lebih awal diantar suaminya yang kebetulan berada di rumah. Seperti bissa dia selalu bersemangat untk mengajarkan ilmu pada anak-anak didiknya.Bu Merlita memberi kabar yang baik saat Lambang tiba di sekolah pagi itu. Guru senior yang baik hati itu menyambut Lambang langsung di pintu gerbang sambil tersenyum."Bu Lambang mimpi apa semalam?"Lambang yang saat itu baru saja turun dari sepeda motor dibonceng suaminya bingung dengan pertanyaan Bu Merlita."Mimpi apa, ya, Bu?""Selamat, ya. Bu Lambang lulus seleksi CPNS." Bu Merlita menjabat tangan Lambang kemudian memeluknya erat.Lambang hany

  • Lambang   14. Anugerah

    Hati kecil Lambang awalnya kecewa. Niatnya untuk mendapatkan hak paten atas karya bapak tercinta tidak direstui oleh ibunya. Namun, setelah diberi penjelasan, Lambang akhirnya sadar. Bahkan dia merasa malu pada ibunya. Dia belum bisa bersikap ikhlas, masih memperturutkan ego.Pagi itu Lambang berangkat lebih awal diantar suaminya yang kebetulan berada di rumah. Seperti bissa dia selalu bersemangat untk mengajarkan ilmu pada anak-anak didiknya.Bu Merlita memberi kabar yang baik saat Lambang tiba di sekolah pagi itu. Guru senior yang baik hati itu menyambut Lambang langsung di pintu gerbang sambil tersenyum."Bu Lambang mimpi apa semalam?"Lambang yang saat itu baru saja turun dari sepeda motor dibonceng suaminya bingung dengan pertanyaan Bu Merlita."Mimpi apa, ya, Bu?""Selamat, ya. Bu Lambang lulus seleksi CPNS." Bu Merlita menjabat tangan Lambang kemudian memeluknya erat.Lambang hany

  • Lambang   13. Pengajuan Hak Paten

    Kertas berisi lambang kabupaten yang diresmikan pada tahun 1969 kini berada di tangan Lambang. Dia tidak terima jika karya bapaknya disalahgunakan. Apalagi sampai mengubah konsep aslinya. Setiap komponen dan warna yang dipilih merupakan buah pemikiran bapaknya yang merujuk pada potensi daerah.Dia berniat untuk mengajukan hak paten. Karena semenjak karya itu diresmikan menjadi lambang kabupaten, belum pernah ada penghargaan sama sekali yang diterima bapak. Lambang berharap ada semacam royalti yang bisa bermanfaat untuk kehidupan ibunya.Di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga pendidik, dia menyempatkan diri untuk mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Pak Koeswadi adalah pencipta lambang yang sah. Lambang ingin melindungi hasil karya bapaknya supaya tidak disalahgunakan dan juga untuk melindungi ide atau konsep gambar lambang kabupaten.Mulailah dia bertanya pada saudara dan teman-teman bapaknya yang dulu menggunakan lukisan bapak unt

  • Lambang   12. Menyimpang

    Hari pernikahan yang dinanti pun tiba. Tanggal 14 Januari 2007 adalah tanggal yang dipilih untuk menyatukan dua sejoli. Air mata yang mengalir di pipi keriput ibu Lambang terlihat sebagai air mata bahagia. Menyaksikan anak sulung yang kini mendapatkan imam dalam hidupnya. Yang senantiasa akan menjaganya dari segala cobaan hidup.Tidak akan ada lagi gunjingan mengenai status Lambang. Kehadiran Harlando dalam keluarga membungkam mulut-mulut tetangga. Hal ini membuat ibu Lambang menjadi tenang. Karena tidak lagi jadi bahan gunjingan di antara tetangga dan teman di pengajian.Untuk sementara, Harlando tinggal di rumah Lambang selama beberapa hari. Meski sesekali dia pulang ke kotanya, karena bisnis yang dia jalani tidak bisa ditinggal terlalu lama. Terkadang Lambang yang datang berkunjung ke kota Harlando. Mereka jalani kehidupan seperti ini dengan ikhlas dan saling menerima."Nduk, ajak suamimu makan!" perintah Ibu. Saat itu ke

  • Lambang   11. Hubungan Serius

    11. Hubungan SeriusTing!Bunyi notifikasi terdengar dari ponsel Lambang yang berada di atas nakas. Perempuan yang sedang menikmati waktu istirahat setelah pulang mengajar itu bangkit dari tempat tidurnya. Dan menghampiri nakas yang berada di samping meja. Dibukanya kunci layar ponsel dan terlihat satu notifikasi pesan dari nomor tidak dikenal.[Assalamualaikum.]Lambang bimbang antara membalas pesan itu atau tidak. Hatinya menyuruh untuk membalas siapa tahu dari orang penting. Mungkin wali murid atau teman guru.[Waalaikum salam. Maaf, ini siapa?][Maaf, aku yang kemarin pernah salah kirim. Melihat dari balasan pesan yang kamu kirim, pasti kamu cewek. Boleh kenalan, gak?]Lambang terperangah dan setengah tersenyum dia menutup mulutnya. Merasa aneh karena sekian tahun meski ada pesan yang salah kirim, tetapi tidak pernah ada yang sampai mengajak kenalan.[Meman

  • Lambang   10. Salah Kirim

    Selamat malam duhai kekasihAku sebut namamu menjelang tidurkuAgar kau hadir dalam mimpi indahkuDi peraduan yang sepi iniAlunan lagu Selamat Malam dari Evi Tamala yang Lambang dengarkan dari radio terdengar merdu di telinganya. Radio peninggalan bapak menjadi hiburan saat penat. Mata Lambang yang setengah terpejam membuka saat perempuan yang dikasihinya membuka pintu dengan wajah ditekuk.Setelah mengucap salam dia masuk ke kamarnya. Tanpa mengindahkan Lambang yang ada di ruang tamu. Seketika Lambang mematikan radio dan bergegas menyusul ibunya.Tiba di depan kamar ibunya, Lambang terhenti. Dia urung untuk masuk. Sebab biasanya kalau ibunya punya masalah tidak akan mau diganggu. Karena itu dia berbelok ke dapur mengambil air minum. Biarlah besok saja kutanyain, atau kutunggu sampai mau bercerita sendiri, batinnya.Malam semakin larut. Mungkin ibunya sudah tertidur nyenyak. Namun, tidak biasanya dia setelah p

  • Lambang   9. Guru Baru

    "Pagi, Bu," sapa pria berbaju batik sambil berjalan mendahului Lambang."Pa-pa-pagi!" Lambang terkejut tiba-tiba ada orang yang menyapa dan mendahuluinya. Keningnya berkerut memikirkan siapa gerangan pria itu."Dia guru Seni Lukis yang baru. Namanya Pak Barra. Masih jomlo, lo," ujar Bu Syakila yang muncul tiba-tiba di samping Lambang."Emang kenapa kalau masih jomlo?" tanya Lambang."Barangkali mau kenalan lebih dekat," jawab Bu Syakila sambil terkekeh. Guru Bahasa Indonesia itu selalu ceria dan terbiasa bercanda dengan Lambang."Ish! Masih terlalu muda. Saya kan sudah tua.""Eh, nggak masalah, kok. Banyak artis-artis yang menikah dengan laki-laki yang lebih muda," bantah Bu Syakila."Saya, kan, bukan artis."Mereka tertawa bersama hingga tiba di ruang guru. Sambil menyapa guru-guru yang sudah hadir, Lambang dan Bu Syakila menuju meja masing-masing.Sepuluh menit

  • Lambang   8. Gosip Tetangga

    "Yu Mar, mau ke mana nih pengantin baru? Ngomong-ngomong, selamat ya atas pernikahannya," sapa Bu Minah pada perempuan setengah baya yang lewat depan rumahnya. Dia mengulurkan tangannya yang penuh dengan perhiasan berkilau. Lambang refleks menoleh pada kedua perempuan yang bertegur sapa. Kebetulan dia mau ke warung Lek Siti untuk membeli sabun cuci. Letaknya satu gang dengan rumah Bu Minah. Hanya berjarak satu rumah. Jadi, mau tidak mau dia harus melewati rumah perempuan yang suka pamer itu. "Ah, Bu Minah. Mau ke warung. Jangan bilang pengantin baru, lah. Wong sudah nikah tiga kali kok dibilang pengantin baru. Lagian aku sudah tua. Malu." Perempuan yang dipanggil Yu Mar itu tersipu. Dia berhenti di depan pagar rumah Bu Minah. "Eh, nggak apa-apa, Yu Mar. Meski sudah tua yang penting masih laku. Dari pada si ono, janda muda tapi nggak laku-laku, ha-ha-ha," tawa Bu Minah membuat perut Lambang mulas. "Siapa, Bu? I

DMCA.com Protection Status