Home / Fiksi Sejarah / Lambang / 8. Gosip Tetangga

Share

8. Gosip Tetangga

Author: Saint Nagita
last update Last Updated: 2021-10-24 23:45:45

"Yu Mar, mau ke mana nih pengantin baru? Ngomong-ngomong, selamat ya atas pernikahannya," sapa Bu Minah pada perempuan setengah baya yang lewat depan rumahnya.

Dia mengulurkan tangannya yang penuh dengan perhiasan berkilau. Lambang refleks menoleh pada kedua perempuan yang bertegur sapa. Kebetulan dia mau ke warung Lek Siti untuk membeli sabun cuci. Letaknya satu gang dengan rumah Bu Minah. Hanya berjarak satu rumah. Jadi, mau tidak mau dia harus melewati rumah perempuan yang suka pamer itu.

"Ah, Bu Minah. Mau ke warung. Jangan bilang pengantin baru, lah. Wong sudah nikah tiga kali kok dibilang pengantin baru. Lagian aku sudah tua. Malu." Perempuan yang dipanggil Yu Mar itu tersipu. Dia berhenti di depan pagar rumah Bu Minah.

"Eh, nggak apa-apa, Yu Mar. Meski sudah tua yang penting masih laku. Dari pada si ono, janda muda tapi nggak laku-laku, ha-ha-ha," tawa Bu Minah membuat perut Lambang mulas.

"Siapa, Bu? Ih, pagi-pagi udah bikin orang pinisirin." Yu Mar mulai termakan hasutan Bu Minah.

Percakapan mereka masih terdengar oleh Lambang dari warung Lek Siti. Meski dia memilih untuk tidak peduli, tetapi telinganya tidak bisa untuk tidak mendengar.

"Itu yang sekarang jadi guru. Padahal,  jadi guru gajinya kecil, kan, ya? Tapi dia makannya banyak sampe badannya tambah gemuk. Pantas nggak ada satu pun laki-laki yang berani melamar. Nggak bisa merawat diri, sih." Bu Minah terus mempengaruhi lawan bicaranya.

"Eh, nggak baik bilang begitu. Siapa tahu dia memang belum mau membuka hatinya untuk pria selain mantan suaminya. Mungkin dia sangat mencintainya, sehingga tidak ingin menikah lagi," sahut Yu Mar.

Lambang sudah mendapatkan apa yang ingin dia beli. Setelah membayar pada Lek Siti, dia bergegas pulang dengan langkah seperti biasa. Bersikap seolah-olah tidak mendengar apapun. 

"Ih, emang bener, kok. Dia bisanya cuma makan. Lihat, tuh, badan sampe nggak berbentuk. Tetapi, hati-hati lo, Yu, suamimu dijaga. Jangan sampe berpa ...." Bu Minah terkejut melihat kemunculan Lambang dari arah warung Lek Siti. "Eh, Yu, mau beli apa ke warung? Buruan, Lek Siti keburu mau tutup." 

Bu Minah segera membelokkan arah pembicaraan. Hingga mendorong Yu Marni yang kebingungan untuk segera pergi.

"Eh, Lambang, dari mana?" Yu Marni malah menyapa Lambang. Bu Minah pura-pura memetik bunga yang tidak berdosa sebab masih kuncup.

"Ini, Yu, membeli sabun cuci di warung Lek Siti. Mari,  Yu Mar, Bu Minah, saya pulang dulu." Lambang menanggapi Yu Mar dengan ramah. Bahkan dia juga menyapa Bu Minah yang tiba-tiba menjadi gagap.

"I-iya, Nduk," jawabnya sambil berpegangan pada pagar.

Lambang tersenyum sambil berlalu. Mulutnya menahan diri untuk tidak tertawa. Yu Mar yang memang sangat polos dengan santai melanjutkan perjalanan ke warung yang sempat tertunda. 

Bu Minah berjalan sempoyongan masuk ke dalam rumahnya. Mungkin dia malu atau ingin menghilang saat itu juga. Lambang tidak terlalu mempedulikan kondisi Bu Minah yang sempat tertangkap ekor matanya.

Tiba di rumah dia segera ke belakang untuk mencuci baju. Ibunya terlihat ada di dapur mengerjakan pesanan orang membuat nasi kotak. Sambil membilas baju, dia memikirkan kejadian di rumah Bu Minah. Perempuan bertubuh subur tidak menyangka jika kehidupannya diperhatikan oleh tetangga. 

Dia tidak merasa pernah menyakiti Bu Minah. Namun, gunjingannya membuat Lambang khawatir akan sampai ke telinga ibunya. Cukup dirinya saja yang mendengar gosip tetangga. Karena itu, sebisa mungkin Lambang selalu menemani kemana pun ibunya ingin pergi. 

Jika menginginkan sesuatu, Lambang selalu menawarkan dirinya pergi untuk membelikan. Tidak ingin ibunya mendengar apa pun sesuatu yang buruk mengenai keluarga mereka.

Kesibukan Lambang mengajar membuatnya lupa akan gunjingan tetangga mengenai dirinya. Sebenarnya, dia tidak mempermasalahkan hal itu. Gosip seburuk apapun tidak pernah dia pikirkan. 

Baginya, menjadi seorang tenaga pendidik sudah membuatnya bahagia. Bisa menanggung semua pengeluaran di rumah adalah kebanggaan dan kebahagiaan. Tidak ada lagi yang dia inginkan selain mengabdi pada negara melalui jalur pendidikan. 

Cintanya pada almarhum suaminya membuat dia tidak ada pikiran untuk menikah lagi. Tekadnya hanya bekerja untuk membahagiakan ibunya. Untuk masalah anak-anak, masih ada keponakannya yang terkadang menginap di rumah besar ini. 

Seringkali Lambang memberi mereka uang saku saat menerima gaji. Itulah sebabnya, apa yang dia peroleh sekarang sudah cukup baginya. Hanya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan saja yang perlu dilakukan di sisa hidupnya. 

Siang itu usai mengadakan ulangan harian untuk kelas sepuluh, Bu Merlita mengajak Lambang untuk ikut pergi bersama guru-guru makan bakso di dekat stadion. Kebetulan Bu Merlita mendapat rezeki dan ingin mentraktir rekan-rekan kerjanya. Lambang tidak bisa menolak kendati dia ingin pulang membantu ibunya menyelesaikan pesanan. Kian hari pesanan ibunya semakin banyak.

Lambang menikmati baksonya dengan kuah merona. Perempuan humoris itu sangat menyukai bakso. Terkadang ibunya membuat menu bakso untuk Lambang. 

Dia menambahkan satu sendok sambal ke mangkok yang kuahnya sudah habis. Hanya tersisa pentol dan mie saja, sehingga ketika ditambahkan kecap, saos dan sambal akan terasa kental. Rekan sekerjanya juga ada yang melakukan hal yang sama. Rata-rata mereka adalah pecinta bakso dengan rasa pedas yang menggigit.

"Besok hari Minggu jalan-jalan, yuk. Udah lama kota gak rekreasi bareng," usul Bu Delia, guru Fisika.

"Setuju! Ke Pantai Pasir Putih saja. Ada tempat makan yang baru milik temanku," sambut Bu Kaila, guru Ekonomi.

Hampir semua menyetujui usulan untuk rekreasi. Hanya Lambang yang tidak berkomentar apapun. Dia masih canggung untuk ikut berkomentar meski sudah sekian lama satu tempat kerja dengan mereka. 

"Lambang ikut, ya? Sekali-kali gak apa-apa kan ikut jalan-jalan. Supaya pikiran bisa segar kembali saat mengajar di hari Senin. Ya? Mau, ya?" desak Bu Merlita.

Desakan orang yang sangat dihormatinya tidak mampu dia tolak. Bahkan Bu Merlita menawarkan untuk menjemputnya. Akhirnya Lambang mengangguk pasrah.

"Sekali-kali harus keluar, Bu, supaya pikiran tidak tegang. Siapa tahu di sana bisa ketemu jodoh," celetuk Bu Delia. 

Semua tertawa mendengarnya termasuk Lambang. Dia tidak merasa tersinggung karena sangat paham akan maksud Bu Delia hanya bergurau untuk memeriahkan suasana. 

Ketika pulang Lambang memesan satu bungkus bakso untuk ibunya. Semula dia mau membayar sendiri, tetapi Bu Merlita mengembalikan uangnya. Lambang semakin tidak enak hati dengan guru yang murah senyum itu.

Tiba di rumah, ibunya masih menyelesaikan pesanan nasi kotak. Lambang langsung turun tangan untuk membantu.

"Maaf, Bu. Tadi diajak teman mampir ke warung bakso. Ini aku bawakan untuk ibu juga," kata Lambang sambil menyerahkan sebungkus bakso.

"Nggak apa-apa, kamu juga berhak untuk sesekali bersenang-senang. Ibu malah sedih kalo kamu di rumah terus. Keluarlah bersama teman-temanmu. Supaya kamu bisa menikmati kebersamaan bersama mereka."

Lambang memeluk ibunya erat sambil menahan air mata. Dia bersyukur bisa memiliki ibu seperti perempuan tegar yang berkaca mata itu.

Related chapters

  • Lambang   9. Guru Baru

    "Pagi, Bu," sapa pria berbaju batik sambil berjalan mendahului Lambang."Pa-pa-pagi!" Lambang terkejut tiba-tiba ada orang yang menyapa dan mendahuluinya. Keningnya berkerut memikirkan siapa gerangan pria itu."Dia guru Seni Lukis yang baru. Namanya Pak Barra. Masih jomlo, lo," ujar Bu Syakila yang muncul tiba-tiba di samping Lambang."Emang kenapa kalau masih jomlo?" tanya Lambang."Barangkali mau kenalan lebih dekat," jawab Bu Syakila sambil terkekeh. Guru Bahasa Indonesia itu selalu ceria dan terbiasa bercanda dengan Lambang."Ish! Masih terlalu muda. Saya kan sudah tua.""Eh, nggak masalah, kok. Banyak artis-artis yang menikah dengan laki-laki yang lebih muda," bantah Bu Syakila."Saya, kan, bukan artis."Mereka tertawa bersama hingga tiba di ruang guru. Sambil menyapa guru-guru yang sudah hadir, Lambang dan Bu Syakila menuju meja masing-masing.Sepuluh menit

    Last Updated : 2021-10-24
  • Lambang   10. Salah Kirim

    Selamat malam duhai kekasihAku sebut namamu menjelang tidurkuAgar kau hadir dalam mimpi indahkuDi peraduan yang sepi iniAlunan lagu Selamat Malam dari Evi Tamala yang Lambang dengarkan dari radio terdengar merdu di telinganya. Radio peninggalan bapak menjadi hiburan saat penat. Mata Lambang yang setengah terpejam membuka saat perempuan yang dikasihinya membuka pintu dengan wajah ditekuk.Setelah mengucap salam dia masuk ke kamarnya. Tanpa mengindahkan Lambang yang ada di ruang tamu. Seketika Lambang mematikan radio dan bergegas menyusul ibunya.Tiba di depan kamar ibunya, Lambang terhenti. Dia urung untuk masuk. Sebab biasanya kalau ibunya punya masalah tidak akan mau diganggu. Karena itu dia berbelok ke dapur mengambil air minum. Biarlah besok saja kutanyain, atau kutunggu sampai mau bercerita sendiri, batinnya.Malam semakin larut. Mungkin ibunya sudah tertidur nyenyak. Namun, tidak biasanya dia setelah p

    Last Updated : 2021-10-24
  • Lambang   11. Hubungan Serius

    11. Hubungan SeriusTing!Bunyi notifikasi terdengar dari ponsel Lambang yang berada di atas nakas. Perempuan yang sedang menikmati waktu istirahat setelah pulang mengajar itu bangkit dari tempat tidurnya. Dan menghampiri nakas yang berada di samping meja. Dibukanya kunci layar ponsel dan terlihat satu notifikasi pesan dari nomor tidak dikenal.[Assalamualaikum.]Lambang bimbang antara membalas pesan itu atau tidak. Hatinya menyuruh untuk membalas siapa tahu dari orang penting. Mungkin wali murid atau teman guru.[Waalaikum salam. Maaf, ini siapa?][Maaf, aku yang kemarin pernah salah kirim. Melihat dari balasan pesan yang kamu kirim, pasti kamu cewek. Boleh kenalan, gak?]Lambang terperangah dan setengah tersenyum dia menutup mulutnya. Merasa aneh karena sekian tahun meski ada pesan yang salah kirim, tetapi tidak pernah ada yang sampai mengajak kenalan.[Meman

    Last Updated : 2021-10-25
  • Lambang   12. Menyimpang

    Hari pernikahan yang dinanti pun tiba. Tanggal 14 Januari 2007 adalah tanggal yang dipilih untuk menyatukan dua sejoli. Air mata yang mengalir di pipi keriput ibu Lambang terlihat sebagai air mata bahagia. Menyaksikan anak sulung yang kini mendapatkan imam dalam hidupnya. Yang senantiasa akan menjaganya dari segala cobaan hidup.Tidak akan ada lagi gunjingan mengenai status Lambang. Kehadiran Harlando dalam keluarga membungkam mulut-mulut tetangga. Hal ini membuat ibu Lambang menjadi tenang. Karena tidak lagi jadi bahan gunjingan di antara tetangga dan teman di pengajian.Untuk sementara, Harlando tinggal di rumah Lambang selama beberapa hari. Meski sesekali dia pulang ke kotanya, karena bisnis yang dia jalani tidak bisa ditinggal terlalu lama. Terkadang Lambang yang datang berkunjung ke kota Harlando. Mereka jalani kehidupan seperti ini dengan ikhlas dan saling menerima."Nduk, ajak suamimu makan!" perintah Ibu. Saat itu ke

    Last Updated : 2021-10-27
  • Lambang   13. Pengajuan Hak Paten

    Kertas berisi lambang kabupaten yang diresmikan pada tahun 1969 kini berada di tangan Lambang. Dia tidak terima jika karya bapaknya disalahgunakan. Apalagi sampai mengubah konsep aslinya. Setiap komponen dan warna yang dipilih merupakan buah pemikiran bapaknya yang merujuk pada potensi daerah.Dia berniat untuk mengajukan hak paten. Karena semenjak karya itu diresmikan menjadi lambang kabupaten, belum pernah ada penghargaan sama sekali yang diterima bapak. Lambang berharap ada semacam royalti yang bisa bermanfaat untuk kehidupan ibunya.Di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga pendidik, dia menyempatkan diri untuk mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Pak Koeswadi adalah pencipta lambang yang sah. Lambang ingin melindungi hasil karya bapaknya supaya tidak disalahgunakan dan juga untuk melindungi ide atau konsep gambar lambang kabupaten.Mulailah dia bertanya pada saudara dan teman-teman bapaknya yang dulu menggunakan lukisan bapak unt

    Last Updated : 2021-10-27
  • Lambang   14. Anugerah

    Hati kecil Lambang awalnya kecewa. Niatnya untuk mendapatkan hak paten atas karya bapak tercinta tidak direstui oleh ibunya. Namun, setelah diberi penjelasan, Lambang akhirnya sadar. Bahkan dia merasa malu pada ibunya. Dia belum bisa bersikap ikhlas, masih memperturutkan ego.Pagi itu Lambang berangkat lebih awal diantar suaminya yang kebetulan berada di rumah. Seperti bissa dia selalu bersemangat untk mengajarkan ilmu pada anak-anak didiknya.Bu Merlita memberi kabar yang baik saat Lambang tiba di sekolah pagi itu. Guru senior yang baik hati itu menyambut Lambang langsung di pintu gerbang sambil tersenyum."Bu Lambang mimpi apa semalam?"Lambang yang saat itu baru saja turun dari sepeda motor dibonceng suaminya bingung dengan pertanyaan Bu Merlita."Mimpi apa, ya, Bu?""Selamat, ya. Bu Lambang lulus seleksi CPNS." Bu Merlita menjabat tangan Lambang kemudian memeluknya erat.Lambang hany

    Last Updated : 2021-10-27
  • Lambang   15. Tempat Bersejarah

    Hati kecil Lambang awalnya kecewa. Niatnya untuk mendapatkan hak paten atas karya bapak tercinta tidak direstui oleh ibunya. Namun, setelah diberi penjelasan, Lambang akhirnya sadar. Bahkan dia merasa malu pada ibunya. Dia belum bisa bersikap ikhlas, masih memperturutkan ego.Pagi itu Lambang berangkat lebih awal diantar suaminya yang kebetulan berada di rumah. Seperti bissa dia selalu bersemangat untk mengajarkan ilmu pada anak-anak didiknya.Bu Merlita memberi kabar yang baik saat Lambang tiba di sekolah pagi itu. Guru senior yang baik hati itu menyambut Lambang langsung di pintu gerbang sambil tersenyum."Bu Lambang mimpi apa semalam?"Lambang yang saat itu baru saja turun dari sepeda motor dibonceng suaminya bingung dengan pertanyaan Bu Merlita."Mimpi apa, ya, Bu?""Selamat, ya. Bu Lambang lulus seleksi CPNS." Bu Merlita menjabat tangan Lambang kemudian memeluknya erat.Lambang hany

    Last Updated : 2021-10-27
  • Lambang   16. Sejarah Gunung Patthok

    Septi memandang wajah sahabatnya yang tidak berhenti mengunyah kerupuk. Dia tahu betul sifat perempuan yang menjadi sahabatnya sejak SD."Kamu nggak menyesal menghentikan pengajuan ini? Lumayan, lo, kalau berhasil dipatenkan, setiap bulan hidup keluargamu akan terjamin." Septi kembali membujuk Lambang."Kalau ibuku tidak merestui, aku bisa apa? Nggak apa-apa nggak dapat royalti. InsyaAllah akan kami dapatkan royalti di akhirat. Itu yang ibu katakan padaku.""Oke, kalau begitu, aku tutup kasusmu, ya?" Septi menuangkan minuman untuk Lambang."Iya, tutup saja. Tetapi, tolong berkas-berkas yang sudah aku berikan, kamu simpan saja. Siapa tahu kelak aku membutuhkannya.""Siap, Bosku!"Sekitar satu jam mereka mengobrol. Kemudian Lambang pamit pulang karena takut Zaydan terbangun.Hari-hari Lambang hanya disibukkan dengan mengurus Zaydan dan melaksanakan tugas sebagai abdi negara. Harlando pun sibuk d

    Last Updated : 2021-10-29

Latest chapter

  • Lambang   16. Sejarah Gunung Patthok

    Septi memandang wajah sahabatnya yang tidak berhenti mengunyah kerupuk. Dia tahu betul sifat perempuan yang menjadi sahabatnya sejak SD."Kamu nggak menyesal menghentikan pengajuan ini? Lumayan, lo, kalau berhasil dipatenkan, setiap bulan hidup keluargamu akan terjamin." Septi kembali membujuk Lambang."Kalau ibuku tidak merestui, aku bisa apa? Nggak apa-apa nggak dapat royalti. InsyaAllah akan kami dapatkan royalti di akhirat. Itu yang ibu katakan padaku.""Oke, kalau begitu, aku tutup kasusmu, ya?" Septi menuangkan minuman untuk Lambang."Iya, tutup saja. Tetapi, tolong berkas-berkas yang sudah aku berikan, kamu simpan saja. Siapa tahu kelak aku membutuhkannya.""Siap, Bosku!"Sekitar satu jam mereka mengobrol. Kemudian Lambang pamit pulang karena takut Zaydan terbangun.Hari-hari Lambang hanya disibukkan dengan mengurus Zaydan dan melaksanakan tugas sebagai abdi negara. Harlando pun sibuk d

  • Lambang   15. Tempat Bersejarah

    Hati kecil Lambang awalnya kecewa. Niatnya untuk mendapatkan hak paten atas karya bapak tercinta tidak direstui oleh ibunya. Namun, setelah diberi penjelasan, Lambang akhirnya sadar. Bahkan dia merasa malu pada ibunya. Dia belum bisa bersikap ikhlas, masih memperturutkan ego.Pagi itu Lambang berangkat lebih awal diantar suaminya yang kebetulan berada di rumah. Seperti bissa dia selalu bersemangat untk mengajarkan ilmu pada anak-anak didiknya.Bu Merlita memberi kabar yang baik saat Lambang tiba di sekolah pagi itu. Guru senior yang baik hati itu menyambut Lambang langsung di pintu gerbang sambil tersenyum."Bu Lambang mimpi apa semalam?"Lambang yang saat itu baru saja turun dari sepeda motor dibonceng suaminya bingung dengan pertanyaan Bu Merlita."Mimpi apa, ya, Bu?""Selamat, ya. Bu Lambang lulus seleksi CPNS." Bu Merlita menjabat tangan Lambang kemudian memeluknya erat.Lambang hany

  • Lambang   14. Anugerah

    Hati kecil Lambang awalnya kecewa. Niatnya untuk mendapatkan hak paten atas karya bapak tercinta tidak direstui oleh ibunya. Namun, setelah diberi penjelasan, Lambang akhirnya sadar. Bahkan dia merasa malu pada ibunya. Dia belum bisa bersikap ikhlas, masih memperturutkan ego.Pagi itu Lambang berangkat lebih awal diantar suaminya yang kebetulan berada di rumah. Seperti bissa dia selalu bersemangat untk mengajarkan ilmu pada anak-anak didiknya.Bu Merlita memberi kabar yang baik saat Lambang tiba di sekolah pagi itu. Guru senior yang baik hati itu menyambut Lambang langsung di pintu gerbang sambil tersenyum."Bu Lambang mimpi apa semalam?"Lambang yang saat itu baru saja turun dari sepeda motor dibonceng suaminya bingung dengan pertanyaan Bu Merlita."Mimpi apa, ya, Bu?""Selamat, ya. Bu Lambang lulus seleksi CPNS." Bu Merlita menjabat tangan Lambang kemudian memeluknya erat.Lambang hany

  • Lambang   13. Pengajuan Hak Paten

    Kertas berisi lambang kabupaten yang diresmikan pada tahun 1969 kini berada di tangan Lambang. Dia tidak terima jika karya bapaknya disalahgunakan. Apalagi sampai mengubah konsep aslinya. Setiap komponen dan warna yang dipilih merupakan buah pemikiran bapaknya yang merujuk pada potensi daerah.Dia berniat untuk mengajukan hak paten. Karena semenjak karya itu diresmikan menjadi lambang kabupaten, belum pernah ada penghargaan sama sekali yang diterima bapak. Lambang berharap ada semacam royalti yang bisa bermanfaat untuk kehidupan ibunya.Di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga pendidik, dia menyempatkan diri untuk mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Pak Koeswadi adalah pencipta lambang yang sah. Lambang ingin melindungi hasil karya bapaknya supaya tidak disalahgunakan dan juga untuk melindungi ide atau konsep gambar lambang kabupaten.Mulailah dia bertanya pada saudara dan teman-teman bapaknya yang dulu menggunakan lukisan bapak unt

  • Lambang   12. Menyimpang

    Hari pernikahan yang dinanti pun tiba. Tanggal 14 Januari 2007 adalah tanggal yang dipilih untuk menyatukan dua sejoli. Air mata yang mengalir di pipi keriput ibu Lambang terlihat sebagai air mata bahagia. Menyaksikan anak sulung yang kini mendapatkan imam dalam hidupnya. Yang senantiasa akan menjaganya dari segala cobaan hidup.Tidak akan ada lagi gunjingan mengenai status Lambang. Kehadiran Harlando dalam keluarga membungkam mulut-mulut tetangga. Hal ini membuat ibu Lambang menjadi tenang. Karena tidak lagi jadi bahan gunjingan di antara tetangga dan teman di pengajian.Untuk sementara, Harlando tinggal di rumah Lambang selama beberapa hari. Meski sesekali dia pulang ke kotanya, karena bisnis yang dia jalani tidak bisa ditinggal terlalu lama. Terkadang Lambang yang datang berkunjung ke kota Harlando. Mereka jalani kehidupan seperti ini dengan ikhlas dan saling menerima."Nduk, ajak suamimu makan!" perintah Ibu. Saat itu ke

  • Lambang   11. Hubungan Serius

    11. Hubungan SeriusTing!Bunyi notifikasi terdengar dari ponsel Lambang yang berada di atas nakas. Perempuan yang sedang menikmati waktu istirahat setelah pulang mengajar itu bangkit dari tempat tidurnya. Dan menghampiri nakas yang berada di samping meja. Dibukanya kunci layar ponsel dan terlihat satu notifikasi pesan dari nomor tidak dikenal.[Assalamualaikum.]Lambang bimbang antara membalas pesan itu atau tidak. Hatinya menyuruh untuk membalas siapa tahu dari orang penting. Mungkin wali murid atau teman guru.[Waalaikum salam. Maaf, ini siapa?][Maaf, aku yang kemarin pernah salah kirim. Melihat dari balasan pesan yang kamu kirim, pasti kamu cewek. Boleh kenalan, gak?]Lambang terperangah dan setengah tersenyum dia menutup mulutnya. Merasa aneh karena sekian tahun meski ada pesan yang salah kirim, tetapi tidak pernah ada yang sampai mengajak kenalan.[Meman

  • Lambang   10. Salah Kirim

    Selamat malam duhai kekasihAku sebut namamu menjelang tidurkuAgar kau hadir dalam mimpi indahkuDi peraduan yang sepi iniAlunan lagu Selamat Malam dari Evi Tamala yang Lambang dengarkan dari radio terdengar merdu di telinganya. Radio peninggalan bapak menjadi hiburan saat penat. Mata Lambang yang setengah terpejam membuka saat perempuan yang dikasihinya membuka pintu dengan wajah ditekuk.Setelah mengucap salam dia masuk ke kamarnya. Tanpa mengindahkan Lambang yang ada di ruang tamu. Seketika Lambang mematikan radio dan bergegas menyusul ibunya.Tiba di depan kamar ibunya, Lambang terhenti. Dia urung untuk masuk. Sebab biasanya kalau ibunya punya masalah tidak akan mau diganggu. Karena itu dia berbelok ke dapur mengambil air minum. Biarlah besok saja kutanyain, atau kutunggu sampai mau bercerita sendiri, batinnya.Malam semakin larut. Mungkin ibunya sudah tertidur nyenyak. Namun, tidak biasanya dia setelah p

  • Lambang   9. Guru Baru

    "Pagi, Bu," sapa pria berbaju batik sambil berjalan mendahului Lambang."Pa-pa-pagi!" Lambang terkejut tiba-tiba ada orang yang menyapa dan mendahuluinya. Keningnya berkerut memikirkan siapa gerangan pria itu."Dia guru Seni Lukis yang baru. Namanya Pak Barra. Masih jomlo, lo," ujar Bu Syakila yang muncul tiba-tiba di samping Lambang."Emang kenapa kalau masih jomlo?" tanya Lambang."Barangkali mau kenalan lebih dekat," jawab Bu Syakila sambil terkekeh. Guru Bahasa Indonesia itu selalu ceria dan terbiasa bercanda dengan Lambang."Ish! Masih terlalu muda. Saya kan sudah tua.""Eh, nggak masalah, kok. Banyak artis-artis yang menikah dengan laki-laki yang lebih muda," bantah Bu Syakila."Saya, kan, bukan artis."Mereka tertawa bersama hingga tiba di ruang guru. Sambil menyapa guru-guru yang sudah hadir, Lambang dan Bu Syakila menuju meja masing-masing.Sepuluh menit

  • Lambang   8. Gosip Tetangga

    "Yu Mar, mau ke mana nih pengantin baru? Ngomong-ngomong, selamat ya atas pernikahannya," sapa Bu Minah pada perempuan setengah baya yang lewat depan rumahnya. Dia mengulurkan tangannya yang penuh dengan perhiasan berkilau. Lambang refleks menoleh pada kedua perempuan yang bertegur sapa. Kebetulan dia mau ke warung Lek Siti untuk membeli sabun cuci. Letaknya satu gang dengan rumah Bu Minah. Hanya berjarak satu rumah. Jadi, mau tidak mau dia harus melewati rumah perempuan yang suka pamer itu. "Ah, Bu Minah. Mau ke warung. Jangan bilang pengantin baru, lah. Wong sudah nikah tiga kali kok dibilang pengantin baru. Lagian aku sudah tua. Malu." Perempuan yang dipanggil Yu Mar itu tersipu. Dia berhenti di depan pagar rumah Bu Minah. "Eh, nggak apa-apa, Yu Mar. Meski sudah tua yang penting masih laku. Dari pada si ono, janda muda tapi nggak laku-laku, ha-ha-ha," tawa Bu Minah membuat perut Lambang mulas. "Siapa, Bu? I

DMCA.com Protection Status