Beranda / Romansa / Laki-Laki Misterius / Yang Pergi dan Yang Ditinggalkan

Share

Yang Pergi dan Yang Ditinggalkan

Penulis: Sam Handi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-26 11:19:20

Bolak-balik aku memeriksa HP, menunggu kabar terbaru dari Mas Bambang.

Mataku yang masih sembab berulang kali membaca percakapan kami yang terakhir, sebelum Mas Bambang harus mematikan HP karena sudah waktunya naik ke atas pesawat.

Di situ aku curahkan seluruh perasaanku padanya. Tentang pernikahan ini. Tentang kemarahanku karena dia sudah merenggut masa mudaku untuk alasan yang sangat konyol menurutku.

Namun juga tentang bagaimana hatiku mengharapkan cintanya.

Jawaban Mas Bambang membuat hatiku pedih dan hampir-hampir kembali marah padanya.

Dia masih saja berkutat pada perbedaan usia di antara kami. Pada kesalahan yang dia lakukan. Dan pada masa depanku yang masih terbuka.

Sampai akhirnya aku membalikkan semua argumen yang dia ajukan.

Ratna: "Mas katakan bahwa Mas bersalah sudah merenggut masa laluku. Apakah Mas mau melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya?"

Bambang: "Apa maksudmu? Justru itu yang ingin aku hindari. Aku ingin mengembalikan kemudi atas masa depanmu kembali pada tanganmu sendiri."

Ratna: "Kalau begitu, Mas Bambang tak berhak mengakhiri pernikahan kita, tanpa mempertimbangkan pendapatku!"

Butuh waktu cukup lama sebelum pesan itu berbalas.

Bambang: "Kita bicarakan kembali, sekembalinya aku dari Jakarta."

Membaca pesan itu, aku yang sudah mengenal sifat Mas Bambang cukup dalam pun berhenti mendesaknya lebih jauh. 

'Terkadang dia bisa lebih kekanak-kanakan dari diriku,' pikirku dalam hati.

Aku pun mengalihkan pembicaraan kami ke soal lain. Mas Bambang tidak mau menceritakan apa tujuan kepergian dia ke Jakarta kali ini. Dari jawaban yang dia berikan, sepertinya kepergian dia kali ini berhubungan dengan beberapa nama besar di negeri ini.

Dia berharap bisa mencegah sesuatu yang menurut dia akan berakibat buruk bagi negeri ini.

Membaca beberapa pesan terakhirnya, aku merasakan dadaku seperti ada balon yang pelan-pelan menggelembung makin besar dan menekan dinding dadaku.

Aku tak suka Mas Bambang ikut campur dalam urusan yang kedengarannya terlalu besar untuk dirinya. Meski bisa kubayangkan dia dengan bersemangat menasehati, bahkan mungkin memaki orang-orang penting, ketika hal itu berhubungan dengan sejarah dan arkeologi. 

Dua hal itu hampir-hampir sakral bahinya, tanpa gentar dia akan melabrak siapa saja yang bermain di sana, tanpa peduli akan status dan jabatan mereka.

Sudah dua jam lewat sejak Mas Bambang mematikan HPnya, tapi belum juga ada pesan baru yang masuk.

Sesekali aku mencoba mengirimkan pesan untuk menanyakan kabar Mas Bambang. Bahkan meneleponnya langsung, tapi HPnya masih belum aktif sampai sekarang.

Kecemasanku semakin menjadi-jadi, entah firasat apa yang melintas di otakku, ketika dengan tangan gemetar aku mengetikkan di g****e, nama maskapai yang digunakan oleh Mas Bambang untuk pergi ke Jakarta. Gambar beputar yang menunjukkan sistem gawaiku yang sedang mengakses internet terasa sangat lambat meski sebenarnya hanya beberapa detik saja.

Ya, hanya butuh beberapa detik saja lamanya.

Beberapa detik kemudian bermunculan judul-judul break news memenuhi halaman gawaiku.

Pesawat yang ditumpangi Mas Bambang tidak pernah sampai ke tujuan.

AKu tidak ingat apa yang terjadi setelah itu, mungkin aku menjerit atau berteriak. Atau mungkin aku sempat pingsan.

Entahlah.

Ketika aku mengingat-ingat lagi apa yang terjadi waktu itu, semuanya seperti menonton film kuno yang terlalu cepat diputar. Adegan-adegan yang kabur dan ingatan yang tercampur. Setengah dari diriku seperti bekerja secara otomatis. Menghubungi pihak yang berwajib, menanti kabar lanjutan, dan bersama dengan keluarga-keluarga yang lain mengharapkan keajaiban yang tak pernah datang.

Satu per satu keluarga dan sahabat Mas Bambang mulai menghubungi. Beberapa orang yang tak bisa kusebut satu per satu, ikut mendampingi selama aku menjalani semua proses yang ada.

Tidak kurang dari 4 bulan, aku hidup dengan pikiran yang berkabut dan kacau balau.

Seperti pesawat yang terbang auto-pilot aku melalui waktu yang sekian bulan lamanya itu. Aku tak tahu, seperti apa orang-orang melihatku saat itu, tidak pula aku peduli.

Sebagian besar waktu aku jalani dengan berdiam sendiri di kamarku. Sebagian besar waktu yang lain aku gunakan untuk mengurus semua urusan administratif yang bertele-tele, tapi cocok untuk membuat hati dan pikiranku kebas. Perlahan-lahan rasa sakit itu berkurang dan hari ini, rasa sakit itu tak lagi melumpuhkanku.

Bangun!’ teriakku pada diriku sendiri.

Kulirik jam dinding yang menggantung tepat di atas pintu kamarku. Jarum pendeknya baru saja melewati angka empat.

Bagus …,’ pujiku pada diri sendiri.

Sambil menggertakkan gigi aku melompat bangun dari pembaringan. Mas Bambang sudah pergi, tapi aku masih di sini. Di usiaku yang baru 21 tahun, aku sudah menjadi seorang janda.

Predikat yang terkadang mengundang reputasi tak sedap.

Namun aku sudah siap dengan kehidupanku yang baru. Teringat kembali kata-kata Mas Bambang, “Masa mudamu ..., aku tak bisa mengembalikannya. Hanya ini yang bisa kulakukan sekarang, mengembalikan kemudi atas masa depanmu ke dalam genggaman tanganmu.

Seulas senyum kupaksakan membentuk di wajahku, meski hatiku masih terasa perih, tapi sakitnya sudah tak lagi melumpuhkanku.

Bagus kau Mas Bambang, memang kau tak pernah mau kalah dalam berdebat,’ ujarku dalam hati.

Apapun perasaanku padanya, dia sudah pergi.

Aku tak mau terjebak dan terbelenggu dalam masa lalu. Aku sudah kehilangan sebagian besar masa mudaku. Masa remajaku tak akan kembali dan aku tak sudi kalau aku harus kehilangan juga masa depanku.

“Wuut… wuut…” Terdengar suara udara mendesir, saat aku melontarkan pukulan dan tendangan ke ruang kosong yang ada di depanku.

Semalam aku sudah membuat catatan, target pertamaku adalah mendapatkan pekerjaan. Sebenarnya Mas Bambang meninggalkan tabungan yang kalau aku hemat-hemat akan cukup untuk kehidupan sehari-hari selama beberapa tahun. Belum lagi harta warisan orang tuaku yang sudah diuangkan Mas Bambang dan disimpan ke dalam deposito atas namaku. Singkatnya aku tidak perlu kuatir tentang biaya hidup, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan.

Namun, aku tidak mau cuma jadi seonggok tulang dan daging yang hanya tahu makan dan tidur.

Tidak.

Aku mau melaju dan meraih semua ketertinggalanku selama beberapa tahun ini. Teman-temanku saat SMP dulu, tentunya sekarang sebagian besar sudah selesai kuliah dan sedang mencari-cari pekerjaan, atau sedang memulai karier mereka.

Aku tak mau kalah.

Dan satu hal lagi yang aku catat dengan tulisan besar-besar di diary-ku.

Mulai sekarang, panggil aku, “Dewi.”

Ya, Dewi, seperti idolaku Shana Devi. 

Dengan nama itulah aku ingin dipanggil. Ratna sudah mati empat bulan yang lalu dan jenazahnya sudah aku kuburkan semalam. Yang berdiri di sini sekarang ini adalah Dewi. Kukerjapkan mataku, dengan kesal aku menggosok mataku yang mulai berair lagi.

Sudah cukup,’ geramku dalam hati.

Cepat-cepat aku beralih pada satu daftar catatan yang sudah aku buat semalam. Sebaris nama, nomer telepon, alamat kantor dan alamat email. Tidak semuanya memiliki informasi yang lengkap, sebagian besar hanya nama dan nomer telepon.

Aku membuat daftar itu dari berbagai kartu ucapan duka dan juga kartu nama yang aku terima dari kolega-kolega Mas Bambang. Tidak ada salahnya kan mencoba kekuatan “orang dalam” yang katanya bertuah itu?

Bab terkait

  • Laki-Laki Misterius   Buaya-Buaya Darat

    “Hiiih…!” teriakku gemas, sambil mengambil ancang-ancang untuk melemparkan HPku ke dinding.Beruntung masih bisa menahan emosi, apalagi kalau berpikir berapa harga HP seandainya aku harus membeli yang baru. Aku sudah berhenti menghitung, berapa orang yang aku hubungi untuk menanyakan lowongan pekerjaan dari daftarku itu.Tanggapan terbaik yang kudapatkan adalah, “Kebetulan ada lowongan mbak, nanti saya kirim syarat-syaratnya ya.”Lalu tak lama kemudian aku dapatkan baris-baris kalimat yang tak ada bedanya dengan lowongan pekerjaan yang ada di koran-koran. Masalahnya saat ini aku tidak punya gelar pendidikan apa pun. Cuma ada ijazah kelulusan dari ujian kejar paket C. Sementara lowongan yang mereka tawarkan itu, rata-rata minimal membutuhkan ijazah D3.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Laki-Laki Misterius   Awal Hidup yang Baru

    Mulai saat ini, jika ada yang berani mengatakan, sudah tidak ada lagi orang baik di dunia ini, aku akan mengenalkannya pada Nyonya Burhan.Kemarahanku yang salah sasaran tidak membuat dia marah, malah kemarahanku itu memancing empatinya. Dengan penuh kelembutan seorang ibu dan simpati sesama wanita, dia menghiburku. Singkat kata, Nyonya Burhan menawariku untuk tinggal bersama dia di Jakarta."Rumahku sekarang jadi sepi sejak kepergian Ryan. Kebetulan aku dengar dari beberapa teman, kolega almarhum suaminya juga, kalau keadaanmu saat ini tidak jauh berbeda dengan keadaanku.Jadi, kalau kamu tidak keberatan, bagaimana kalau kau tinggal bersamaku.Kudengar kau tertarik untuk bekerja di bidang jurnalisme, kebetulan aku kenal seseorang yang bekerja di sebuah Stasiun TV nasion

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Laki-Laki Misterius   Johan

    "Dewiii …, tolongin aku yaa …." Suara Yolanda yang melengking manja lebih dahulu sampai sebelum orangnya muncul di depanku.Aku sedang di dapur kantor waktu itu.Yolanda punya bentuk tubuh, yang kalau kata orang sekarang itu, body goal. Sebagai sekretaris pribadi pemilik perusahaan ini, penampilannya selalu modis dan memikat, tapi pagi ini ada yang beda."Wiih … Mbak Yolanda seksi amat Mbak. Eh, potongan rambutnya juga baru ...Tolongin apa sih Mbak Yolanda?" jawabku dengan senyum lebar, mataku tak tahan melirik ke arah dadanya.Sambil mendesah kagum, antara kagum dan sedikit iri.Pura-pura tersipu, Yolanda menutupi bagian depan baju yang mempertontonkan belah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-29
  • Laki-Laki Misterius   Tragedi Tepat di Depan Mata

    Dengan sigap aku menarik bapak tua itu menghindar dari terjangan motor yang tak sempat menghentikan lajunya.Terdengar suara Yolanda menjerit di belakang sana. Diiringi suara rem menjerit, klakson dan makian.Semuanya aku singkirkan mundur ke belakang dalam benakku. Mataku tertuju pada bapak tua yang tampak masih sedikit terguncang itu. Aku menariknya cukup kuat, hingga dia terjatuh ke tanah. Sekilas kulihat wajahnya berubah marah, tapi sekejap kemudian berubah saat menyadari apa yang hampir saja terjadi."Bapak baik-baik saja?" tanyaku sambil membantunya perlahan-lahan berdiri.Tak seringkih uban di rambutnya, bapak tua itu berdiri dengan mudah, meskipun terasa tangannya sedikit gemetaran."Ya ya …, aku baik-bai

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30
  • Laki-Laki Misterius   Munculnya Laki-Laki Misterius

    Nyonya Burhan menghujaniku dengan berbagai pertanyaan. Berita yang kubawa, jauh lebih sensasional dibandingkan berita yang disiarkan di TV. Mengetahui bahwa yang terlibat dalam peristiwa itu adalah anak kost-nya, seperti jadi kebanggaan tersendiri buatnya.Meskipun sebenarnya aku merasa lelah, tapi mengingat kenaikan Nyonya Burhan kepadaku, aku berusaha menjawab setiap pertanyaannya dengan sebaik mungkin."Aduh … menegangkan sekali ya Dewi, kamu pasti capek sekali sekarang. Kamu mau istirahat dulu, atau mau makan dulu?Tante sudah selesai masak tadi siang, tinggal manasin saja," kata Nyonya Burhan setelah keingintahuannya terpuaskan."Aku mau istirahat dulu sajalah Tante," jawabku lega.Beberapa saat kemudian akhirnya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-31
  • Laki-Laki Misterius   Pengalaman Memalukan

    Ini baru pertama kalinya aku berada di dalam kantor polisi. Tidak main-main pula, pengalaman pertama langsung ke gedung Mapolres Jakarta pusat.Masih agak berdebar kalau teringat tadi di depan, dengan suara cukup keras aku berkata, "Saya ingin melaporkan dugaan kejahatan pembunuhan."Entah, aku tak bisa membayangkan seperti apa wajahku saat itu.Sekarang jantungku malah berlompatan di tempatnya. Di depanku sudah duduk seorang bapak polisi dengan wajah yang serius. Menurut dugaanku usianya tentu di kisaran empat puluhan.Kumis yang tebal, melintang menghiasi wajahnya. Membuatku teringat laki-laki misterius itu.'Apa kumis Pak Polisi ini juga kumis palsu …,' pertanyaan itu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-01
  • Laki-Laki Misterius   Pak Johan yang Menjengkelkan

    Tentu saja di kantor tidak ada yang tahu, apa yang aku alami di kantor polisi tadi pagi, tapi rasa malunya tak juga hilang. Belum lagi Pak Ibnu mengomel karena aku baru masuk kerja saat sudah hampir jam istirahat makan siang, "Cepetan sana mulai kerja. Alasan saja urusan ke polisi. Tiap hari juga ada kecelakaan, mestinya tidak usah dibesar-besarkan." "Iya Pak," jawabku dengan lesu. "Terus ada hasilnya kau melapor? Ada yang berubah gara-gara kau melapor?" tanya Pak Ibnu, seperti kucing yang tak rela melepaskan tikus yang sudah berhasil dia tangkap. Aku terdiam, berpikir sejenak, 'Ada gunanya kah melapor ke polisi?' Pak Ibnu mendengus, "Heh, ditanya malah diem saja."

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Laki-Laki Misterius   Pertaruhan dengan Pak Johan

    Perasaan bersalah, malu, geram dan minder bercampur-campur mengepungku. Ingin rasanya aku menyerah dan lari saja dari tempat itu. Pulang ke rumahku di Malang dan mengurung diri di kamarku. Selamanya diam di sana, tidak lagi mengejar mimpi-mimpiku.Dunia di luar terlalu keras untukku.'Aku tidak boleh kalah! Tak boleh terpengaruh oleh kesinisannya! Aku bersalah pada Mbak Yolanda dan aku akan menebusnya dengan prestasi!' Dengan marah aku memejamkan mata dan mengepalkan kedua tanganku keras-keras.Seperti mantra aku ucapkan berulang-ulang semua mimpi dan cita-citaku dalam hati.Kutambahkan juga dalam daftarku itu, keadilan untuk bapak tua yang tak kukenal, yang meninggal tepat di depan mataku. Juga mengganti 20% gaji Mbak Yola

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03

Bab terbaru

  • Laki-Laki Misterius   Harvey!

    "Dewi, kau harus menyimpan baik-baik medali batu itu." Yolanda berpesan dengan sungguh-sungguh.Saat kami berdua berjalan kembali ke kamar kami, untuk kesekian kalinya Yolanda mengingatkan tentang medali itu padaku. Perasaanku jadi tak tenang mendengarnya, dalam hati aku berpikir akan aku ceritakan saja kebenarannya, tapi lidahku terasa kelu. Aku hanya mengangguk sambil bergumam tak jelas.Saat kami menjalani perawatan tubuh, Yolanda berhenti membicarakan tentang penyelidikan kami dan medali itu, tapi aku bisa merasakan pandangannya yang seperti berusaha menjenguk isi hatiku.Ah, Mbak Yolanda sudah curiga, pikirku dalam hati.Dua sampai tiga jam yang seharusnya menyegarkan badan dan pikiran, jadi tidak bisa kunikmati dengan

  • Laki-Laki Misterius   Ramalan Prabu Jayabaya

    "Medali itu sepertinya semacam penanda untuk membuktikan kebenaran dokumen di masa itu," jawabku."Jadi apa hubungan-nya dengan Prabu Jayabaya? Apakah medali itu penanda miliknya?" tanya Yolanda menebak-nebak."Benar dan lebih dari itu, beberapa kalimat yang terukir di medali itu yang sama dengan kalimat pembuka pada ramalan Jayabaya." Aku menyambung, memberikan lebih banyak petunjuk pada Yolanda."Artinya medali itu membuktikan bahwa ramalan itu benar-benar ditulisa oleh Prabu Jayabaya!" seru Yolanda bersemangat."Ya dan bukan cuma itu saja. Masih ada fakta lain lagi tentang medali itu," sambungku penuh misteri."Apa itu?" Badan Yolanda semakin condong saja ke arahku."Bab-bab ya

  • Laki-Laki Misterius   Rahasia di Balik Medali Batu

    Kupijit-pijit mataku sambil menyandarkan tubuh di sofa, ketika pintu kamar hotel dibuka dan Yolanda muncul sambil berkacak pinggang."Katanya tadi mau nyusul?" tanya Yolanda tak suka."Maaf Mbak, ini baru aja selesai," ucapku dengan senyum kelelahan."Huuh… sudah kuduga," kata Yolanda dengan tangan dilipat di depan dada."Tapi sekarang sudah selesai kan?" tanyanya kemudian dengan mata berkilat nakal."Iyaa … sudah, kayaknya ada rencana nih?" Melihat kilat di matanya aku bertanya curiga."Heehee, waktu aku lagi jalan ke tempat spa, aku mulai berpikir kau bakalan lama deh baca bukunya. Jadi kupikir-pikir lagi, aku akhirnya memutuskan untuk nggak ke spa dulu, samp

  • Laki-Laki Misterius   Ketakutan Yolanda

    "Haah? Takut kenapa Mbak? Siang-siang begini hantu masih pada sembunyi kok." Aku menatap Yolanda bingung.Kulihat dia benar-benar ketakutan, jadi aku berusaha membuatnya tertawa dengan sedikit becanda."Dewi …, coba kau katakan lagi, bagaimana kau tadi bisa menemukan catatan-catatan yang tepat?" Yolanda bertanya dengan hati-hati."Uhm … karena aku berpikir medali itu ada hubungannya dengan almarhum suamiku." Aku samar-samar bisa meraba ke mana arah pertanyaan Yolanda, meski masih sedikit ragu."Kemudian ternyata instingmu benar, artinya kemungkinan besar memang medali ini ada hubungannya dengan almarhum suamimu.Hal itu juga menjelaskan bagaimana dr. Satya … alma

  • Laki-Laki Misterius   Catatan Mas Bambang

    "Mbak, buku yang itu jangan ditaruh di situ, tempatnya di rak yang di sisi barat sana." Kami berdua berada di ruang perpustakaan pribadi Almarhum Mas Bambang, dari ujung mataku kulihat Yolanda hendak meletakkan catatan yang baru dia periksa di rak yang salah."Eh …, salah ya?" gumam Yolanda, tak lupa mengembalikan catatan itu di tempat yang benar.Aku hanya bisa menggelengkan kepala saja, "Mbak… makanya nyarinya yang urut gitu. Jangan lompat-lompat, nanti bingung sendiri."“Banyak banget sih Dewi … kali-kali aja kalau pas feeling-ku bener bisa langsung dapat yang cocok,” jawab Yolanda, rambutnya acak-acakan terlihat lelah dengan pencarian kami.Penampilan Yolanda membuatku ingin tertawa, tapi mengingat usahanya untuk membantuku, sebisa mu

  • Laki-Laki Misterius   Kembali ke Rumah

    Sampai aku dan Yolanda sudah berada di bandara dengan dua tas besar berisi keperluan kami selama nantinya berada di Malang, belum juga ada kabar dari Harvey."Dewi … Dewiii.... Kau dengar nggak?" Yolanda dengan setengah berteriak, bertanya padaku."Eh, maaf Mbak, sorry … sorry …. Mbak nanya apa tadi?" Aku tergagap saat menyadari Yolanda sejak tadi menanyakan sesuatu padaku."Duh … ini anak, ngelamun aja dari tadi. Ada apa sih Dewi?Kayaknya kamu jadi beda deh sejak kemarin. Apa mikirin almarhum suamimu, karena ini kita mau pulang ke rumahmu yang dulu?" Kata-kata Yolanda membuatku sedikit merasa bersalah, karena justru laki-laki lain yang saat ini membuatku melamun."Uhm, iya Mbak, sedikit," jawabku

  • Laki-Laki Misterius   Ada Apa dengan Harvey

    "Dewi, aku tidak tahu siapa Harvey itu dan sejauh apa hubunganmu dengannya.Tapi kupikir tidak bijak bila kau membagikan hasil penyelidikanmu dengannya.Bagaimana kalau dia menjual beritamu pada media lain?" Nyonya Burhan langsung membuka percakapan kami dengan keras, tanpa berbasa-basi lagi."Tante, kuharap Tante menghormatiku sebagai seorang dewasa yang punya hak untuk menentukan pilihannya sendiri," jawabku dengan alis berkerut."Aku tidak punya hak untuk ikut campur dengan kehidupan pribadimu, tapi aku yang merekomendasikanmu pada Johan.Aku punya kewajiban pada Johan. Aku hanya mengingatkan, apa yang kau lakukan ini bisa merugikan perusahaan tempatmu bekerja."Mendengar penje

  • Laki-Laki Misterius   Arah Baru Penyelidikan

    Kami berdua menghela nafas lega berbarengan, saat aku akhirnya menutup pintu kamar di belakang kami. Saling berpandangan, kami tertawa geli ketika menyadari bahwa kami sama-sama tertekan di bawah tatapan mata Nyonya Burhan.Seperti dua orang anak kecil nakal sedang berada di bawah pengawasan gurunya.Harvey menarikku ke dalam pelukannya dan menciumku dengan hangat."Ibu kostmu menakutkan juga," ujarnya setengah berbisik, sambil tertawa kecil."Itu karena kita menyembunyikan sesuatu darinya," ujarku menjawab.“Yah… mau bagaimana lagi?” kata Harvey sambil mengangkat bahu.“Bagaimana kalau misalnya kau ceritakan ke Tante Burhan tentang pekerjaanmu yang sebena

  • Laki-Laki Misterius   Harvey Bertemu Nyonya Burhan

    "Haah ?" seruku terkejut."Benar, organisasi rahasia itu sangat tertarik dengan situs arkeologi yang sedang diteliti oleh mendiang suamimu.Setelah kecelakaan itu terjadi, perhatian mereka beralih ke dirimu.Diam-diam aku pun memutuskan untuk membayangi dirimu," jawabnya dengan lancar."Jadi saat itu kau sedang membayangiku, bukan membuntuti dr. Satya?" Aku ingin memastikan pendengaranku."Uhm… tidak juga." Dia terlihat ragu saat menjawab."Nah, sekarang kau yang membuatku bingung," ujarku sambil mengerutkan alis."Sebelum kejadian itu, ayahku …, dr. Satya..., saat itu aku tidak tahu kalau itu dia.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status