Hari duka datang tanpa ditanya, hari yang sedih namun tidak tepat pada waktunya. Pria yang mendedikasikan hidupnya sebagai Undead hanya untuk membalas dendam, kini harus merasakan kembali rasanya pahit di dunia.Suatu saat memang setiap mahluk akan mati, namun rasanya sakit begitu kematian datang pada orang terdekat. Rasa tidak rela terus muncul di dada seakan memberontak dan terus menyangkal tentang kematiannya. Ini terjadi pada temannya yang bertempat tinggal di sebuah pedesaan. Nama pria itu adalah Ramon. Ia meninggalkan dunia ini setelah berdebat dengan Diana. Ramon melonjak marah lantaran Diana menyepelekan tentang kematiannya. Tapi apa yang Halbert heran, ternyata Ramon sudah lama mengetahui jati dirinya bahkan sebelum pertemuan mereka untuk yang kedua kalinya.“Ramon, aku tidak tahu harus memakamkanmu di mana. Tapi sebentar lagi, akan ada prajurit yang datang. Maaf.” Ia menahan tangis dan rasa sesak di dada. Ia berharap bahwa dendam ini akan segera berakhir namun setelah mem
Noah sudah diancam, ia seharusnya tahu bahwa pembunuh itu akan bersiap membunuhnya jikalau mengatakan rahasia tersebut. Namun Noah merasa itu tidak akan terjadi padanya. Dengan senyuman di wajah, ia berucap dengan jelas bahwa pembunuh Richardson adalah orang yang telah menyelamatkannya. “Anda mungkin bingung. Tapi ini kenyataan.”Raja pun ikut tersenyum. Seolah ia tahu siapa yang melakukannya. Namun pembunuhan tetaplah pembunuhan. Terlepas itu untuk keadilan ataupun bukan.“Baiklah, Noah. Aku terima pernyataanmu itu. Terima kasih karena kau telah kembali dengan selamat.”Raja yang tampak seperti orang yang sedang berbahagia lantas membuat para petinggi bangsawan kebingungan. “Ada apa dengan Raja?”“Jangan tanya aku.”“Hei, kalau benar yang dikatakan Tuan Noah. Maka pembunuh itu adalah Sekutu keadilan? Siapa orangnya?”Seolah mendengar pertanyaan itu. Noah menjawab, “Saya tidak tahu dia siapa. Sebelum kehilangan penglihatan pun saya tidak berkesempatan untuk melihatnya. Tapi entah me
“Hei.” Halbert memanggil, lantas menyentuh kepulan asap hitam yang mengitari sekitar wajah Noah.“Tuan Pembunuh?” lirih, ia membalas sapaan yang samar-samar ia dengar. Hanya dengan menyentuhnya sebentar, membuat segala sihir gelsp yang ada dalam dirinya terhapus dalam sekejap. Noah hari itu tidak berpikir ini akan terjadi, di mana penglihatan dan pendengarannya langsung pulih. “Eh?”Bingung terhadap situasi yang telah terjadi. Noah pun lekas mencari sosok pria yang selama ini ia panggil sebagai "Tuan Pembunuh." Saat itu ia juga hendak menanyakan sesuatu padanya.“Setelah aku berpikir tentang jati diri orang itu sebenarnya. Tiba-tiba aku bisa melihat dan mendengar lagi. Tapi sekarang ke mana dia?”Halbert menghilang tanpa berkata apa-apa pada Noah. Dirinya sedang dalam kondisi kebingungan, ada banyak hal yang masih harus ia lakukan serta pikirkan. Entah itu urusan pengkhianatan Gaston atau bahkan dirinya sendiri yang hidup sebagai Undead. “Masih ada yang tidak aku ketahui tentang tu
Halbert dan Noah sekali lagi berjumpa di tempat tak terduga. Tempat di mana terdapat sarang monster dalam gua yang dulunya adalah pertambangan emas. Semakin jauh mereka masuk ke dalam, tak hanya ada serangga-serangga biasa yang mudah dikalahkan dengan api kecil. Sekarang, sudah lebih banyak monster yang berukuran besar begitu menginjak lantai bawah tanah. “Tuan Pembunuh, sepertinya kita semakin jauh. Aku tidak yakin sejumlah orang yang sedang aku cari berada jauh di depan.”“Memangnya siapa yang kau cari? Mereka adalah kelompok petulang bukan? Aku cukup yakin yang mereka cari ada jauh di depan sana.”“Kenapa begitu? Sebenarnya apa yang mereka cari?” tanya Noah.“Semacam emas yang terkandung dalam perut sebuah monster,” jawab Halbert selagi memunculkan pedang sihirnya. Ia sudah bersiap dalam posisi menyerang. Tampak Noah juga telah mempersiapkan dirinya juga. Monster-monster itu mulai berkumpul dengan mengitari mereka berdua. Mereka serupa dengan laba-laba, namun kaki mereka sangat
Duke Ansh meminta bantuan pada kerajaan untuk menemukan sekelompok petualang yang berada di bawah naungannya. Sejumlah 5 orang, namun sayang sekali ketika ditemukan sudah dalam kondisi tidak lagi bernapas. Kecuali satu-satunya dari mereka yaitu Elf berkulit coklat matang dengan telinga panjang.Sesampainya di kediaman Duke Ansh, Elf itu sempat menarik ujung lengan pakaian Halbert saat dirinya berjalan melewatinya. Seakan tindakannya itu adalah sebuah isyarat tuk meminta pertolongan.Halbert yang merasa aneh saja dengan hal itu, pun lantas mulai memandangi sekitar dalam kediamannya.“Saya sungguh sangat berterima kasih pada Anda berdua. Terutama Anda Tuan Noah, walau hanya satu orang yang selamat, saya tentu masih merasa senang. Lalu ini imbalan kalian,” ucap Duke Ansh seraya memberinya dua kantung.“Sepertinya Yang Mulia Raja hanya memintaku untuk menolong Duke Ansh. Saya tidak bisa menerima ini,” tolak Noah dengan halus.Duke Ansh lantas menjawab, “Mengapa begitu? Ini imbalan yang pa
Beberapa saat sebelumnya, Duke Ansh dengan Elf itu hendak pergi ke ruangan, yang mana mereka harus melewati kamar yang saat ini dihuni oleh Noah dan Halbert. Dan tanpa sengaja, Elf mendengar topik pembicaraan mereka, terlebih pintu ruangan itu sama sekali tidak ditutup. Sejenak ia berhenti di sana.“ ...melainkan aku kembali hidup. Aku undead.” Terkejut dengan pernyataan si pria di sana. Ia pun lantas mengumpat di balik dinding. Ia berharap agar dapat mengetahui isi pembicaraan mereka berdua. Dan setelah berlangsung cukup lama, akhirnya ia disadari oleh mereka.“Kau?! Hei! Kenapa pintunya tidak ditutup, dasar bocah bodoh!” Halbert dan Noah sama-sama terkejut. Pada awalnya hanya mereka berdua saja, dan topiknya juga sangatlah rahasia. Mana mungkin Halbert memperbolehkan seseorang lain mendengar pembicaraan mereka. “Hei!”“Maafkan aku, aku tidak terbiasa menutup pintu.”“Apanya yang tidak terbiasa? Kau hanya lupa menutup pintu. Tidak usah banyak alasan!” amuk Halbert seraya membanti
Di balik jendela ruangan Halbert, terdengar suara rintihan seorang wanita. Terkejut akan hal itu, segera Halbert beranjak dari tempat duduknya.“Dari suaranya ada di balik ruanganku. Maka seharusnya ada jalan menuju ke sana. Tapi aku tidak suka mencari jalan panjang.”Mencari jalan pintas, alhasil Halbert memilih untuk membuka jendelanya. Begitu dibuka, benar adanya seorang wanita yang tersungkur di permukaan tanah. Banyak bekas luka sayatan, lebam bahkan bekas-bekas luka aneh kemerahan di sekitar kedua kaki dan leher wanita itu. “Nona, perlu bantuan?” tanya Halbert, seraya mengulurkan tangan padanya.Wanita itu terdiam sembari menatap Halbert dengan berkaca-kaca. Wanita itu tampak bingung dengan perasaan yang masih kacau. “Hei, baik-baik saja?” Sekali lagi Halbert bertanya lantaran wanita itu tak kunjung menjawab pertanyaannya sedari tadi. “Tidak.” Akhirnya wanita itu menjawab meski jawabannya seperti itu. Ia kemudian beranjak pergi dari sana setelah berulang kali menggelengkan ke
Jauh dari kegelapan, di balik ruangan di depan. Halbert tanpa sengaja melihat celah pintu yang berongga, di balik sans terdapat seorang pria tak lain dan tak bukan adalah Duke Ansh bersama seorang wanita yang melakukan tindakan tak terpuji. Dalam keadaan berbaring dan berpura-pura mati, saat itu Halbert berpikir, apakah benar hubungan di antara mereka adalah majikan dan budak? Namun ia tidak punya cukup bukti, selain wanita itu yang dipaksa melakukannya bersama Duke Ansh. Ia harus melihat kebenaran ini lebih jauh ke dalam. Apa pun ia lakukan meski itu akan mengakibatkan posisinya sedikit terancam.“Duke Ansh, saya sudah melakukannya. Jadi Anda harus menepati janji agar dapat membebaskan saya,” ucap seseorang yang barusan menikam Halbert.Mendengar kalimat itu membuat ia semakin berpikir bahas dugaannya itu mungkin saja benar.Setelah beberapa saat sebilah belati yang ternoda darah pekat, pria yang telah melakukan itu pada Halbert pun lantas menyeret tubuhnya hingga ke paling ujung.
Aku Halbert Stanley. Sedari lahir, aku hidup sendiri. Entah siapa yang mengurusku saat masih bayi namun aku tahu siapa yang berada di sampingku sampai detik ini juga. Dia adalah Gaston Bruke. Kami berdua sama-sama tidak punya keluarga, hidup di antara tumpukan sampah di desa kecil yang sudah tak layak ditinggali manusia. Tetapi, kami berdua bisa hidup dengan bahagia. Saat perang kecil-kecilan datang, kami yang masih berusia belia justru merampas jatah perang. Beberapa pedang atau bahkan bahan makanan beku yang tertinggal akan kami ambil. Ketika ingat itu, aku jadi tersenyum dan merasa ingin kembali ke masa kecil meski dulu sangat buruk. Sekarang, aku di sini sebagai Halbert yang adalah mahluk undead. Aku adalah titisan Valkyrie, yang seharusnya bisa mengalahkan bencana dari awal. Tapi aku tidak bisa melakukan itu. Sementara yang kuingat hanyalah ingatan buruk saat Gaston membunuhku. Saat itu aku tidak menyangka itu akan terjadi padamu tapi sekarang aku mengerti. “Pemimpin Halber
Saat kepulan asap yang merupakan racun aktif, dan Halbert dibuat panik karenanya. Suara seorang dewi itu kembali didengarnya. Dewi itu berkata, “Janganlah takut. Baju perang akan menghalau segalanya, dan sayapnya dapat mengibaskan apa pun. Kau merasakan sakit karena aku membuatmu hidup sementara agar dapat menahan kekuatanku ini.” Dari kalimat itu ia akhirnya sadar, memang benar ia merasakan sakit tapi tidak lama setelah itu, racunnya menghilang sedikit demi sedikit. “Sayap? Kalau dipikir-pikir aku baru sadar kalau wujudku ini sangat berbeda,” tukas Halbert.Raja Dunia Bawah tertawa bahak-bahak, tampaknya ia berpikir bahwa titisan Valkyrie akan kalah. Tapi ia jelas salah. “Jangan tertawa sebelum tahu akhirnya akan bagaimana, hei, dasar bencana kurang ajar!” pekiknya selagi menunjuk ke arah Raja Dunia Bawah dengan tatapan kesal.Ia kemudian kembali berdiri tegak, mengenggam pedang besar namun terasa ringan di kedua tangan ini untuk menyerang sang bencana sekali lagi.“Hah? Dia masi
Pertarungan akhir telah dimulai! Halbert melancarkan sihir serangan yang berdampak cukup besar sampai membangunkan jiwa Gaston yang tertidur lelap. Dengan itu, Halbert mencoba untuk memperingatkan bahwa dirinya akan benar-benar membunuh Gaston. Di samping itu, sihir serangan yang dilapisi tekad kuat pun membumbung tinggi. Raja Dunia Bawah kesulitan bereaksi lantaran kecepatan Halbert hampir menyerupai cahaya sehingga sulit diprediksi akan menyerang di bagian mana. Dengan tombak bercahaya sekaligus berselimutkan elemen petir tertancap di tubuh Gaston, sang Raja Dunia Bawah lah yang paling terkena dampak besar dari sihir serangan tersebut. Ia sempat tak sadarkan diri, namun sayang hanya berlaku beberapa detik saja. Setelah itu ia kembali terbangun. “Aku tidak akan lemah hanya karena serangan ini saja. Seharusnya kau tahu itu,” tutur sang Raja Dunia Bawah.“Aku tahu. Aku bahkan tidak pernah berpikir akan menghabisimu dengan mudah begitu. Apalagi aku bukan orang yang suka berbelas ka
Raja Dunia Bawah lantas saling bertukar pandang. Kebencian dan amarah, saat itu Raja Dunia Bawah seakan sudah terdesak lebih awal. Ia merasa sesak saat melihat keberadaan Valkyrie di dalam dirinya. “Pria itu sampai ke tempat ini. Ck, apa yang sebenarnya mereka lakukan?!”amuknya dengan gelisah.Amarah yang jelas terlihat itu membuat Halbert semakin ingin mempercepat serangannya sebagai awal mula. Rose dan Salamander hanya diam dan memperhatikan pria itu, sementara Halbert, ia benar-benar fokus pada musuhnya saja.“Mr. Undead tidak boleh diganggu 'kan? Aku yakin para bawahan yang diciptakan oleh bencana akan segera datang.”“Mereka akan segera datang? Bukankah mereka pergi lebih awal dari kita?”“Ya, kalau menurut Mr. Undead, mereka pergi saat tahu bahwa titisan Valkyrie dalam bahaya. Jadi mungkin, mereka sedang menikmati waktunya selagi bisa, dilakukan sebelum kembali ke majikan?”“Aku tidak yakin bahwa mereka sedang bersenang-senang.”“Aku juga berpikir begitu.”Entah apa maksud Ros
Halbert melirik ke segala arah. Sedang memastikan apakah musuh lain masih mengintai atau tidak. Ternyata ia sadar bahwa selama pertarungannya, para bawahan lain telah memperhatikan dirinya. Meskipun sadar ia tak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula di mata mereka, sekuat apa pun serangan fisik maupun sihir Halbert pada mereka, takkan pernah melukainya sama sekali. Mereka tidak tahu bahwa Penyihir Api Hitam telah benar-benar tewas di tangan Halbert dengan mudah. “Kenapa kau mau melawannya saja? Padahal dengan bertelportasi, kita bisa kabur,” ujar Salamander.“Jika aku kabur mereka akan mengejar. Jangan lupa kalau mereka termasuk ke dalam penyihir gelap tak peduli wujud aslinya seperti apa.”“Kau benar.”“Ngomong-ngomong kenapa kau tahu kalau intinya ada di dada?” tanya Rose penasaran. “Padahal aku tidak tahu di mana itu.”“Aku selalu memotong tubuhnya menjadi dua dari pinggang. Kadang juga di lehernya tapi tak merasa sudah membunuhnya. Begitu tahu dia hanyalah Batu magma api, maka satu ha
Penyihir Api Hitam ditinggal oleh semua rekannya yang sudah pergi menuju ke tempat Raja Dunia Bawah berada. Percakapan antara Rose dengan Penyihir Api Hitam, Rose berencana untuk menguak kelemahannya secara langsung namun tetap sulit rasanya.“Hei, bukankah kau adalah Penyihir gelap sama seperti diriku?” tanya si penyihir itu sembari mendekat.“Ya. Lalu kenapa?” sahutnya ketus.“Lalu kenapa? Bukankah sudah jelas Itu aneh? Kau yang adalah penyihir gelap malah jadi budaknya Valkyrie. Ini di luar dugaan.”“Kau mungkin benar. Rasanya aneh aku yang terkesan jahat ini justru bersanding dengan mahluk suci. Tapi aku tidak sama seperti kalian. Aku manusia sementara kalian bukan.” Rose mengatakannya sambil menunjuk ke arahnya dengan berani.Penyihir Api Hitam tersebut pun tersenyum. Ia mendekati Rose sampai tidak ada jarak di antara mereka. Sesaat penyihir ini mulai tertarik dengan wanita bernama Rose. “Kalau benar, kau mau apa?” Begitulah jawabannya, ia sengaja berbisik di dekat telinga.“Bi
“Kita terus memutarinya karena memang mustahil lari ya?” Rose bergumam.“Dia memang anak yang sulit diperhitungkan. Di samping dia kehabisan waktu, dia merasa ingin mengalahkan lawannya sebagai bahan uji coba,” sahut Salamander.Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Itu adalah makna dari sebuah api. Setiap api memiliki suhunya masing-masing. Api itu menakutkan dan sekalinya tersambar maka habis sudah. Mati dengan cara tersiksa begitu takkan membuat orang senang. Sihir api, sihir yang cocok untuk para bawahan Raja Dunia Bawah. Sihir api ini pun membuat Halbert kewalahan. Alhasil dirinya kembali disambar oleh api hitam yang terlihat begitu mengerikan. Namun di sana, dirinya sama sekali tidak berteriak justru berusaha untuk memadamkan, tapi tak perduli seberapa keras usahanya dalam mencoba untuk memadamkan api jahat ini, api ini tidak kunjung padam justru semakin membesar seiring waktu berjalan. Kenyataan yang mengerikan. Benar apa kata Halbert sendiri, ia sulit dilawan dan apa pun
Penyihir Api Hitam yang seharusnya takkan bisa bangkit kembali, justru ia kembali terbangun dengan keadaan tanpa luka. Semuanya pulih seakan ia tidak pernah terluka sebelum ini. Kejanggalan itu membuat Halbert tertegun, tanpa bisa mengatakan apa-apa. “Kenapa? Kaget ya?” Sementara ia seperti sedang mengejek dirinya. “Kau ...kenapa bisa bangun lagi? Seharusnya kau sudah tidak mampu.”“Coba tebak saja.”“Mana sudi aku menebak apalagi harus melawanmu. Aku sudah banyak dijahit, takkan aku merugikan diriku sendiri,“ tukas Halbert.“Ho, ternyata kau ingin secepatnya menyerah? Jangan harap!”Tidak hanya itu, kecepatannya semakin bertambah, sulit untuk mengikutinya dengan kedua mata. Halbert hanya bisa berfokus untuk bertahan sekalipun sampai harus terdorong mundur ke belakang akibat serangan barusan. “Sepertinya dia bukan manusia sungguhan. Tapi apa ya? Hm, aku merasa aneh dengan musuhnya Mr. Undead,” gumam Rose. Ia diam memperhatikan pertarungan antara Halbert dan Penyihir Api Hitam itu.
Rose berjalan dengan pelan, mendekati Halbert yang sedang beristirahat sekarang. Halbert menatapnya tajam, sebab ia merasa tak nyaman dengan keberadaan seorang wanita di dekatnya.“Kenapa dengan tatapanmu itu?” Rose bertanya selagi ia duduk di dekatnya dengan memeluk kedua kaki. Ia juga tersenyum. Halbert menyahut, “Kau baru dari mana saja? Aku sempat merasakan hal aneh.” Ia balas bertanya sembari menunjuk ke bawah leher. “Hal aneh? Hal aneh apa yang kau rasakan, Mr. Undead?” “Tandanya sempat tergores sesuatu. Tapi setelah itu tidak lagi. Kadangkala aku merasakan rasa sakit di tempat yang sama. Ini pasti berkaitan denganmu. Apa yang kau lakukan sampai nyawamu terancam?” Kembali Halbert bertanya. Rose mengalihkan pandangannya. Ia menatap langit seakan merindukan suatu hal yang besar. Lantas wanita itu pun menjawab, “Aku sempat mati.”“Apa?”“Iya. Sempat mati,” jawabnya sambil menghadap wajah Halbert. Rose menjelaskan kejadian yang telah terjadi padanya dan beberapa orang yang meng