Pagi hari selesai membantu sang ayah menyiapkan bahan dan perlengkapan jualan mie ayam di ruko tempat kedua orang tuanya berjualan. Eguh mengajak sang ayah pulang untuk sarapan masakan sang ibu.
Sesampainya Eguh dan sang ayah di rumah yang sederhana, setelah membersihkan diri mereka berdua langsung menuju ke meja makan yang sudah tersedia hidangan sarapan bikinan sang ibu. Mereka bertiga mulai menyantap hidangan sarapan yang tersaji di meja makan.
***
Di sebuah ruko dekat pasar Bunga Harapan tempat kedua orang tua Eguh berjualan mie ayam terlihat ramai pengunjung, silih berganti para pelanggan mie ayam kedua orang tua Eguh datang dan pergi.
“Bang, mie ayamnya empat ya,” pesan salah satu pelanggan yang baru datang dengan ketiga temannya.
“Iya non,” sahut Hendra.
Setelah memesan keempat pelanggan itu mencari tempat duduk. Melihat ada pelanggan yang baru datang, Eguh berinisiatif menghampiri mereka untuk menanyakan mau pesan minum apa. Dan tak disangka ternyata pelanggan yang baru datang adalah teman-teman Eguh.
“Kalian!” ucap Eguh dengan ekspresi kagetnya.
“Woi, santai bosqu,” balas Reni dengan wajah sebelnya.
“Iya ni anak, dikira kita setan apa, sampai segitu kagetnya pas melihat kita berempat,” imbuh ucap Santi.
“Siapa tau siang-siang gini para kuntilanak kelaparan dan pergi cari makan. Eh, malah nyasar di kios mie ayam milik kedua orang tuaku, hihihi …,” canda Eguh dengan diakhiri tawa kecil.
“Apa loe bilang!” sahut Cindy sewot, sambil tangan kanannya mencubit keras pinggul Eguh yang berada disebelahnya.
AARGG …
Teriak Eguh saat mendapatkan cubitan maut level 5 dari Cindy.
“Rasain itu cubitan maut dari Cindy, makanya jangan suka godain kami, kena batunya kan kamu, Guh,” ucap Ayu dengan senyum kemenangan, sambil diikuti oleh Cindy, Santi dan Reni.
“Ya maaf tadi aku kan becanda,” ucap Eguh sambil mengelus-elus pinggangnya.
Karena kondisi kios mie ayam milik kedua orang tuanya yang makin rame, Eguh pun mengakhiri obrolan dengan keempat temannya dan pergi ke belakang setelah mencatat minuman pesanan keempat temannya itu. Bersamaan dengan mie ayam pesanan Cindy and the geng yang diantarkan oleh ibunya Eguh, minuman pesanan Cindy and the geng juga datang.
Setelah Eguh mengantarkan minuman pesanan Cindy and the geng, Eguh langsung pergi meninggalkan keempat temannya yang sedang menikmati mie ayam pesanan mereka, lalu pergi menghampiri beberapa pelanggan yang baru datang.
Saat duduk santai di ruang belakang, Eguh dihampiri oleh sang ibu.
“Iya, Bu,” sapa Eguh saat ibunya sudah berada di hadapannya, lalu dengan segera Eguh mengambilkan kursi buat ibunya.
“Ndak ada apa-apa kok, Nak. Ibu cuma pengen ngobrol-ngobrol santai sama kamu, mumpung belum ada pelanggan baru,” jelas sang ibu.
“Terus ayah dimana, Bu?” tanya Eguh sambil melihat ke dalam yang sudah tidak melihat ayahnya.
“Biasa, Nak. Ngopi dan ngerokok di depan sama mang Sani dan mang Parto,” jawab sang ibu.
“Maaf, Bu. Mau dibikinin minuman apa ne?” tanya Eguh yang lalu beranjak ke dapur.
“Es jeruk aja, Nak,” jawab sang ibu.
“Oh ya, Nak. Tadi itu kalo ndak salah Cindy anaknya juragan H. Mansur ya?” sambung tanya sang ibu.
“Iya, Bu,” sahut Eguh sambil membuat minuman.
“Kalian pacaran ya?” goda sang ibu yang sedikit penasaran, karena melihat tingkah anaknya yang bercanda dengan Cindy.
“Ah, nggak kok, Bu. Hoax’s itu, Bu. Aku sama Cindy itu cuma sahabatan kok, lagi pula kita berteman sejak SD,” jelas Eguh sedikit gerogi untuk menjawab pertanyaan sang ibu.
“Beneran juga ndak apa-apa kok, Nak. Ibu dan ayah pasti setuju,” ucap sang ibu.
Karena sedikit disudutkan dengan pernyataan sang ibu, Eguh mencoba mengganti topik bahasan yang lain sebagai bahan obrolannya dengan sang ibu. Eguh mencoba untuk memberitahu pada sang ibu, bahwa dirinya telah didaftarkan oleh guru wali kelasnya di SMA Negeri 1 Kota Kumbang melalui jalur bidik misi.
***
Setelah berberes-beres dan membersikan kios mie ayamnya Hendra mengajak istri dan anaknya pulang. Dan selama dalam perjalanan pulang pikiran Eguh selalu terbayang-bayang dengan pernyataan sang ibu mengenai Cindy.
Tak ada yang salah ketika hati berprasangka
Memendam untaian bait-bait syahdu percintaan
Satu kata ingin hati berucap cinta
Namun satu kata yang lain membuat hati terdiam
Aku sadar dengan siapa aku berharap
Dialah sosok bidadari surga yang terdampar
Bermetamorfosis menjadi sesosok wanita cantik bernama Cindy
Dilema hati merasuki kokohnya tembok keyakinan
Aku sadar sosoknya adalah sahabat
Mana mungkin diri ini akan merusaknya
Berhianat atas nama cinta
Galau hati kini berkecamuk,
Membuat pondasi keyakinan yang terbangun
Menjadi sedikit goyah
Karena sebuah pernyataan yang membuat otak memikirkannya
Ah …,
Harus bisa kusudahi perasaan terlarang ini
Demi sebuah jalinan persahabatan
Yang akan indah pada waktunya kelak
Tanpa dirasakannya, ternyata dirinya sudah nyampek di halaman depan rumahnya.
‘Ah, sial! Kenapa juga ini otak isinya hanya mengenai pernyataan yang ibu buat mengenai sosok Cindy. Padahal aku dan Cindy hanyalah sebagai sahabat, dan mungkin selamanya akan tetap menjadi sahabat tidak lebih,’ gumam Eguh dalam hati.
Setelah selesai membereskan semua barang bawaannya dari kios mie ayam milik kedua orang tuannya, Eguh pergi istirahat di kamarnya untuk melemaskan badannya.
***
DRRRTTT … Suara HP Eguh yang teletak di samping kanan bergetar dan membangunkan tidurnya yang nyenyak di sore hari. Saat dilihatnya layar HP tertulis nama wali kelasnya, Pak Sodik. Lalu segera Eguh bangun dan mengangkat telepon dari sang wali kelas. “Assalamu’alaikum. Iya bapak ada apa ya?” salam sapa Eguh pada sang wali kelas. “Wa’alaikumsalam. Maaf bapak ganggu tidak ne?” balas salam sapa sang wali kelas. “Tidak bapak, kebetulan baru bangun tidur,” jawab Eguh. “Begini, Guh. Tadi siang bapak baru terima pengumuman dari SMA Negeri Kota Kumbang terkait Bidik Misi. Dan Alhamdulillah nama kamu masuk dan lolos lewat jalur Bidik Misi di SMA Negeri 1 Kota Kumbang,” jelas sang wali kelas. “Beneran itu informasi, Pak?” tanya Eguh yang kaget dengan kabar dari sang wali kelas. “Iya dong, masak bapak bohong, hahaha …,” ucap sang wali kelas becanda. “Alhamdulillah, terima kasih,” ucap Eguh bahagi
Di kamar Eguh … Selesai menghidangkan minuman yang dibuatnya di meja ruang tamu, Eguh langsung pergi ke kamarnya. Sambil berbaring terlentang di kasur, Eguh memainkan handphonenya, mencari nomor seorang cewek yang sangat dikenalnya di kotak telepon handphonenya. Setelah ketemu kontak nomor si cewek, Eguh pun mencoba untuk menghubungi si cewek. Tutt … Tutt … Tutt … Dan tak beberapa lama telepon Eguh diangkat sama si cewek. “Hallo …, kalo cuma pengen gangguin orang doang nggak usah resek pakek telepon segala, Guh. Aku lagi sibuk ne, pless …,” bentak si cewek yang ternyata Cindy. Malam ini Cindy memang lagi beres-beres barang yang akan dibawanya besok di pesantren, memang dari sore sepulang nongkrong bareng teman-teman geng Cindy menyiapkan segala keperluan yang akan dibawanya nanti saat dirinya mondok. “Santai dong tuan putri, ndak usah ngegas gitu napa. Emang lagi PMS ya?” goda Eguh.
Gara-gara permintaan dari Cindy semalam membuat hati Eguh senang dan bahagia, sehingga membuat dirinya melupakan janjinya yang pernah dibuat dengan Pak Sodik wali kelasnya. Sehingga membuat Eguh bingung memilih janji mana yang harus dia dahulukan, karena dua-duanya begitu penting baginya. Jika dirinya kembali mengecewakan Cindy mungkin gadis yang dia cintai ini akan marah dan benci padanya, itu pasti. Dalam kebimbangan hatinya ini, akhirnya Eguh lebih memilih untuk menghubungi Pak Sodik wali kelasnya, untuk menggalkan dan menunda janji dengan beliau. Eguh mencoba untuk menghubungi Pak Sodik pagi sebelum siap-siap untuk berangkat mengantarkan Cindy ke Pesanten. Saat Eguh menghubungi wali kelasnya untuk membatalkan janjinya dan menjelaskan atas pembatalan janjinya, Pak Sodik ternyata juga tidak bisa datang ke sekolah dikerenakan ada kepentingan keluarga mendadak, ada keluarganya yang meninggal sehingga beliau sekeluarga pergi takziah ke rumah saudaranya itu. Setelah mengakhiri
Selesai melaksankan ibadah shalat Isya’ dan makan malam bersama, kembali Kyai Ali, Nyai Nurul, Hendra dan keluarga, serta H. Mansur dan keluarga berkumpul di ruang keluarga, mereka semua kembali terhanyut dalam obrolan keakraban sebuah keluarga bahagia. Dengan ditemani segelas teh hangat dan juga beberapa piring gorengan dan kue basah, obrolan mereka semakin seru aja di ruangan itu. “Maaf Kyai sebelumnya, kedatangan saya dan istri kesini ingin menitipkan anak kami mondok dan ngabdi di pesantren,” jelas H. Mansur mengutarakan tujuannya kemari disela-sela obrolan. “Mmm, iya aku sudah tau Sur, semalam putriku Aisyah ngabari kalo dirinya mau ngantarkan anakmu sekaligus berlibur,” balas Kyai Ali. “Tapi bagaimana dengan putrimu, apakah dia sudah siap dari hati untuk mondok? Kalo belum jangan dipaksa,” tambah Kyai Ali menegaskan. “Insya Allah Cindy siap Kyai, Nyai. Selain ingin berhijrah, Cindy juga ingin sekali mendalami ilmu agama,” jelas Ci
Sementara itu di sebuah ruang tamu yang megah rumah milik Kyai Ali, terdengar obrolan santai dari beberapa orang yang sedang ngumpul di ruangan megah tersebut. Dalam obrolan orang dewasa ini, tiba-tiba abinya Aisyah menanyakan hal terkait hubungan cucunya dengan putrinya H. Mansur. Mendengar pertanyaan dari Kyai Ali, membuat seluruh orang yang ada di ruang tamu terkejut. “Abi tau dari mana kabar ini? Pasti umik ya yang mengadu ke abi?” tanya Aisyah penasaran dan sedikit kebingungan karena dirinya waktu hanya mengabari terkait hal ini pada umiknya, waktu dia mengabari umiknya melalui jaringan telepon. “Abi gitu, hihihi …,” ucap abinya Aisyah dengan canda khasnya. “Benar Kyai, kami sudah mengikat kedua anak kami dalam jalinan pertunangan walaupun tidak terikat. Namun kami belum memberi tahu mereka berdua Kyai,” jelas H. Mansur. “Mmm …, sebenarnya abi setuju-setuju aja sih dengan niat baik kalian berdua untuk menjodohkan kedua anak k
Selesai sarapan dan ngobrol-ngobrol satai di ruang keluarga, Cindy dan kedua orang tuanya pergi mandi dan siap-siap. Karena pagi ini rencananya H. Mansur dan Hj. Fatimah akan mendaftarkan sekolah putrinya di SMK. Setelah berpakain rapi dan berdandan, Cindy melangkah keluar kamar sambil membawa sepatu kets hitam di tangan kanannya dan tas rangsel yang berisi berkas persyaratan mendaftar di punggungnya. Saat Cindy sedang melangkah berjalan ke ruang keluarga rumah Kyai Ali, pandangan mata Eguh seakan tak berkedip melihat Cindy yang saat ini terlihat begitu cantik. “Cu, nanti kalo kamu cari istri, carilah istri seperti nak Cindy ini ya Cu, udah cantik, sholehah lagi,” goda Nyai Nurul. “Aduh males nek, Cindy memang cantik dan sholehah, tapi cerewet dan paling suka nyubit pinggang Eguh,” rengek Eguh. Mendengar pernyataan Eguh itu membuat telinga Cindy menjadi panas, hatinya melepuh, dan amarahnya pun memuncak. Fix Cindy marah pada Eguh.
Setelah menerima hasil pengumuman anaknya, barulah H. Mansur dengan ditemani istrinya mengurus segala administrasi pembayaran yang menjadi tanggungan putrinya. Sementara itu Cindy memilih pergi meninggalkan ruang sekretariat pendaftaran dan mencari tempat yang nyaman untuk dirinya bisa mengobrol dengan sahabat yang dicintainya melalui jaringan pesan singkat aplikasi W******p. Cindy pun memilih untuk duduk santai di taman sekolah yang ditumbuhi pepohonan yang rindang. *** Sementara itu di rumah orang tua Aisyah … Disebuah ruang keluarga yang cukup besar, terlihat empat orang sedang mengobrol santai tapi serius. “Maaf ni Nak, sebelumnya. Boleh Abi tanya sesuatu,” ucap Kyai Ali sedikit sungkan. “E … eh, iya Abi, boleh,” jawab Eguh sedikit gelisah. “Begini Nak, udah berapa tahun kamu tidak pulang dan menjenguk keluargamu?” tanya Kya Ali. Hendra yang mendengar pertanyaan dari ayah mertuanya Kyai Ali, tiba-tiba
Menjelang sore … tepat jam 2.30. “Assalamu’alaikum,” ucap salam Kyai Ali saat sudah berada di depan pintu rumahnya. “Wa’alaikumussalam,” balas semua orang yang berada di dalam rumah. Lalu masuklah Kyai Ali ke dalam rumah yang diikuti oleh Nyai Nurul, Aisyah dan Hendra, serta beberapa santri putra yang membawakan barang-barang belanjaan. “Wah, banyak amat itu belanjaannya mbak,” tanya Hj. Fatimah. “Biasa dek kaji kalo sudah di rumah orang tua, hihihi …,” ucap Aisyah tersenyum. “Buk, titipan Eguh tidak lupakan?” tanya Eguh yang tadi sempat nitip sesuatu ke ibunya. “Beres, emang buat siapa sih?” balas sang ibu sambil bertanya balik. “Ada deh, Ibu kepo ih …,” ucap Eguh. “Iya … iya, barangnya masih di mobil, ibu taruh di bangku tengah,” balas sang ibu. “Siap Buk, makasih ya Buk,” ucap Eguh. “Oh ya, ini dek kaji buat ole-ole,” ucap Aisyah sambil memberikan dua kresek besar. “Waduh, ngrepotin aj
Keesokan harinya…Hari jum’at ini Eguh pergi ke sekolah seperti biasa. Selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah warna cokelat serta sepatu hitam Eguh segera pergi ke sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah, Eguh mampir dulu ke warung nasi di depan kosannya untuk sarapan. Sengaja pagi ini dia sarapan nasi uduk.Selesai sarapan barulah Eguh berangkat ke sekolah dengan jalan kaki. Saat Eguh sampai di depan gerbang sekolah, dia bertemu dengan Indah yang baru turun dari mobil yang mengantarnya.“Hai …,” sapa Eguh ramah, saat dirinya bertemu dengan Indah.“Hai juga!” balas sapa Indah.“Gimana kabarnya ni? Kok sepertinya sekarang jarang ke kantin?” lanjut Indah bertanya.“Ya begini ini …, Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabarnya?” jawab Eguh, lalu balik bertanya.“Lu bisa lihat sendiri kan kondisiku …, Alhamdulillah baik juga
Sore hari menjelang, pukul 16:20. Di sebuah kosan… BRAAKKK! Suara pintu kosan tertabrak sesuatu dari luar. Eguh, Andre, Baron, Heru, dan Alek yang lagi nyantai di ruang tengah sambil nonton TV. Tiba-tiba kaget mendengar suara gaduh akibat benturan dari sesuatu yang menabrak pintu kosan. “Lek, tolong lu cek ada apa diluar!” pinta mas Andre. Lalu segera Alek beranjak melangkah menuju keluar untuk mengecek apa yang terjadi di luar kosan. Namun ketika Alek membuka pintu kosan. Betapa terkejutnya dia melihat Jay sudah tergeletak di tanah dengan muka lebam penuh luka. Darah membasahi wajahnya. “JAYY …,” teriak Alek kaget. Eguh, Andre, Baron dan Heru yang mendengar teriakan Alek, langsung beranjak melangkah ke depan. “Bro, ada apa lu teriak-teriak!” ucap mas Andre agak berteriak kepada Alek. “Iya ne! seperti kagak ada kerjaan!” timpal mas
Keesokan harinya… Di pagi hari yang cerah, angin pagi berhembus sepoi. Burung-burung bernyanyi dengan kicauannya yang merdu. Mentari bersinar dengan senyum cerianya menyinari pagi. Rutinitas pagi hari yang selalu Eguh kerjakan, belajar dan bersih-bersih kamar. Terkadang dia juga ikutan memasak sarapan pagi dengan teman-teman kost lainnya. Setelah mengerjakan semua itu, barulah Eguh pergi mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Selesai sarapan Eguh pun berangkat ke sekolah seperti biasanya dengan berjalan kaki. Sesampainya di dalam kelas, Eguh segera berjalan menuju ke bangkunya yang berada di belakang. Setelah menaruh tas ranselnya diatas meja, dia pun duduk santai dan mengambil buku pelajarannya untuk jam pelajaran pertama di hari kamis. Sambil menunggu bel masuk Eguh pun meluangkan waktu untuk membaca novel karya Kahlil Gibran yang dipinjamnya di perpustakaan beberapa hari yang lalu. Dan saat sedang as
Hari berlalu, minggu berganti, tak terasa sudah dua minggu berlalu setelah Eguh putus dengan Indah. Dua minggu yang menguras hati dan pikiran sudah Eguh lalui dengan kesabaran dan keikhlasan. Bagaimana dia belajar untuk menenangkan hatinya dengan cara mengikhlaskan kepergian orang yang seharusnya pergi. Agar dia bisa move on dan kembali menjadi kepribadian yang ceria. Sehingga di masa depan dia bisa membuka hatinya untuk cinta yang lain. Rutinitas yang Eguh lalui seminggu kemarin pun lebih terasa semakin nyaman. Sehingga bisa membuatnya berdamai lagi dengan hatinya. Kini dirinya juga bisa kembali fokus dengan pelajaran di sekolahnya. Kini Eguh sudah tidak lagi merasa canggung ketika di kantin sekolah ngumpul dan ngobrol dengan Indah. Obrolan di antara Eguh dan Indah sudah terlihat lebih nyaman kembali, bahkan tak jarang juga mereka bercanda bersama. Eguh terlihat benar-benar sudah bisa move on dari sang mantan. Seiring be
Eguh melangkah berjalan menuruni tangga menuju ke lantai satu restoran. Saat Eguh melintasi lantai dua, tak sengaja Eguh melihat Indah dan ketiga sahabatnya sedang makan dan ngumpul. Lalu dengan rasa sedikit ragu dia menghampiri sang mantan yang sedang makan plus ngobrol santai dengan ketiga sahabatnya. “Hai semua …,” sapa Eguh ketika sudah berada di hadapan Indah dan ketiga sahabatnya. “Eh, Guh! Lagi ngapain ni?” sapa Erna agak terkejut dengan kehadiran mantan sahabatnya. Maklum aja, kalo mereka berempat sedang asyik ngobrol pasti tidak begitu peduli dengan situasi sekitar mereka. Indah yang membelakangi Eguh, tiba-tiba salah tinggakah saat sang mantan berdiri tepat di belakangnya. Lalu dia segera menoleh ke belakang. “Guh, kok kamu disini?” tanya Indah. “Iya Er! Ini aku lagi ada acara dengan teman-teman kosan. Gabung yuk?” ajak Eguh. “Kangen sama kamu yang pernah mengisi hatiku dengan keindahan cinta …,” goda Eguh ke Indah sambil sen
Dalam heningnya malam…Di kamar kost, terlihat Eguh terdiam dalam hening dan sunyi. dia memikirkan perubahan yang terjadi pada sang mantan. Dia seakan tak percaya dengan sikap sang mantan siang tadi di kantin sekolah. Situasi siang tadi di kantin sekolah, seakan telah membawa kembali kebahagiaan hati yang telah lama dinodai kegalauan.‘Aku kira dia tidak mau lagi mengenal diri ini yang hanya seorang anak penjual mie ayam. Tetapi tadi siang tidak! Saat aku melihatnya di kantin sekolah, dia malah memanggil dan mengajakku untuk gabung satu meja dengannya. Huffttt …, sepertinya berteman dengannya adalah pilihan terbaik buat kebersamaan kita!’ gumam Eguh dalam hati.Karena suntuk di dalam kamar, Eguh mencoba untuk bersantai di teras depan kamarnya. Sambil bersandar ke pagar tembok tepian teras bangunan lantai dua, dia bisa menikmati indahnya cahaya rembulan dan kerlip bintang-bintan
Malam pun semakin larut dalam hening kesunyian, hanya suara merdu makhluk-makhluk malam menemani. Hati yang galau akibat putus cinta membawa luka namun tak berdarah. Kini diri yang fakir ini, hanya bisa berpasrah pada jalan takdir semesta. Berdamai hati ini dengan kesedihan, merasakan pilu yang mendalam. Hujan tangisnya hati tak bisa terbendung, hanya memberikan luka kegalauan di hati. Bukan sebuah kata putus yang aku tangisi, tapi jatuh cinta padamu yang aku sesali. Tak ada lagi keindahan yang menyisakan cerita cinta kita. Kesedihan akibat kata putus menghadirkan mimpi horor ending percintaan. Sungguh tragis seorang fakir cinta yang hanya memiliki kesederhanaan. Tak punya kemewahan untuk dibanggakan sebagai bukti cinta. ‘Aku tahu cinta yang aku berikan padamu hanya sebuah kesederhanan dari seorang fakir. Karena aku hanya ingin mencintaimu secara sederhana. Tapi kenyataan yang menyakitkan kamu berikan kepadaku. Aku yang hanya
Masih di Café “Putri Lembayung”, malam semakin larut suasana café semakin ramai oleh pengunjung yang berdatangan. Terlihat suasana yang berbeda di meja nomor 21, tempat Eguh dan Indah duduk. Suasana di meja nomer 21 terlihat hening. ‘Bukan kata putus yang bikin aku sedih. Tapi kenapa aku bisa mencintai wanita sepertimu? Mengenalmu ternyata musibah tsunami yang menerjang hati. luka hati namun tak berdarah …,’ gumam Eguh dalam hati. “Kalo sudah tidak ada yang mau diomongin lagi, aku mau balik dulu udah malam. Terima kasih ya buat semuanya,” kata Indah pamit, lalu berdiri dari kursinya. Eguh hanya diam membisu, tidak menjawab ucap pamit dari Indah. Indah yang melihat keadaan sang mantan segera melangkah pergi meninggalkan meja nomor 21. Namun sebelum pergi menjauh… “Tunggu!” teriak Eguh pelan memanggil. Indah yang mendengar panggilan dari Eguh menghentikan langkah kakinya dan berbalik menghadap ke arah sang
Seminggu sudah berlalu … Seminggu sejak kembali masuk sekolah. dan sudah empat belas hari setelah kejadian waktu itu di warung mie ayam “Bunda”. Indah selalu menghindar dan terus menghindar ketika dia bertemu muka dengan Eguh di sekolah. ‘Tak terasa sudah seminggu lebih sikapnya masih sama padaku. Semakin hari dia selalu menghindar saat kita bertemu. Padahal status kita masih pacaran. Tapi saat ini, nyatanya kita seperti dua orang yang tidak pernah saling kenal dan dekat. Apakah pintu maaf di hatimu sudah tertutup oleh kebencian? Hufttt …,’ gumam Eguh dalam hati. Apa yang Eguh rasakan saat ini, hatinya dipenuhi kegalauan. Hari-harinya tidak lagi ceria, tak lagi merasakan keindahan cinta. Masalah yang diharapkan bisa cepat selesai, ternyata tak kunjung menemukan titik penyelesaiannya. Hingga pada akhirnya kegalauan membawa Eguh pada titik jenuh dan bosan. ‘Mungkin besok a