Gara-gara permintaan dari Cindy semalam membuat hati Eguh senang dan bahagia, sehingga membuat dirinya melupakan janjinya yang pernah dibuat dengan Pak Sodik wali kelasnya. Sehingga membuat Eguh bingung memilih janji mana yang harus dia dahulukan, karena dua-duanya begitu penting baginya. Jika dirinya kembali mengecewakan Cindy mungkin gadis yang dia cintai ini akan marah dan benci padanya, itu pasti. Dalam kebimbangan hatinya ini, akhirnya Eguh lebih memilih untuk menghubungi Pak Sodik wali kelasnya, untuk menggalkan dan menunda janji dengan beliau.
Eguh mencoba untuk menghubungi Pak Sodik pagi sebelum siap-siap untuk berangkat mengantarkan Cindy ke Pesanten. Saat Eguh menghubungi wali kelasnya untuk membatalkan janjinya dan menjelaskan atas pembatalan janjinya, Pak Sodik ternyata juga tidak bisa datang ke sekolah dikerenakan ada kepentingan keluarga mendadak, ada keluarganya yang meninggal sehingga beliau sekeluarga pergi takziah ke rumah saudaranya itu. Setelah mengakhiri obrolannya dengan Pak Sodik, Eguh pun pergi menyiapkan beberapa pakaian dan dimasukkan ke tas rangselnya, dikarenakan sang ibu memberi tahu kalau akan menginap di rumah kakek dan neneknya yang merupakan pemilik dan pengasuh pesantren tempat Cindy mondok.
DRRRTTT …
Tiba-tiba saat sedang menyiapkan barang bawaannya, suara HP nya yang tergeletak diatas meja belajarnya bergetar. Saat Eguh lihat layar HP ternyata telepon dari Cindy, tanpa berlama-lama Eguh langsung mengangkat telepon dari bidadari penjaga hatinya itu.
“Assalamu’alaikum. Iya sayang ada apa?” ucap Eguh tanpa sadar menyapa Cindy dengan sapaan sayang.
“Wa’alaikumsalam. Sayang …, sayang …, palamu peang. Ini aku Cindy bukan sayang. Ih, pasti baru bangun ya dan habis mimpi yang nggak-nggak ne, hayo?” ucap Cindy ngegoda.
‘Bentar, tadi aku ndak salah denger apa ya, tiba-tiba dia manggil aku sayang …, tapi ah, nggak mungkin secepat ini dia bisa suka sama aku,’ gumam Cindy dalam hati dengan pikiran yang menggalaukan.
“Halo, Cin, halo …, masih ada kan dirimu disitu, jangan bikin aku takut napa,” ucap tanya Eguh yang sedikit heran yang tiba-tiba suara Cindy hilang.
“Iya, apaan sih! Emang aku kuntilanak apa. Udah ya pagi-pagi jangan bikin hatiku suram,” ucap Cindy sewot.
“Iya, iya, maaf,” ucap Eguh memelas.
“Nggak mau, pokoknya Cindy ngambek sama Eguh,” ucap Cindy dengan juteknya.
Lalu tiba-tiba tak terdengar suara Cindy dari balik teleponnya, hanya suara kesunyian yang membuat pikiran Eguh menjadi kacau balau.
‘Aduh, kenapa lagi sih ini anak! Tiba-tiba baik, tiba-tiba galak gini. Gini ini ya kalo jadi cewek kelamaan ngejomblo, hihihi …, emosinya ndak bisa terkontrol dengan baik. Makanya Go, buruan pacarin dia agar kalian berdua nggak kelamaan ngejomblo, lo …, lo …, kok malah ngatain diri sendiri. Udah, ah …, lama kelamaan tambah ngaco aja ini otakku,’ gumam Eguh dalam hati.
Dan tak beberapa lama …,
“Udah ya Go, aku mau mandi dan siap-siap dulu. Sampai ketemu nanti dan kamu ndak usah sarapan ya, udah aku siapin nasi goreng spesial. Assalamu’alaikum,” ucap pesan Cindy sambil mengucap salam untuk menyudahi obrolan.
“Si … siap, Wa’alaikumsalam,” balas Eguh.
‘Benerkan, pasti begini …,’ gumam Eguh dalam hati heran dengan sikap sahabatnya itu.
***
Setelah semuanya beres, dengan semua barang bawaan mereka. Eguh beserta kedua orang tuannya menunggu kedatangan keluarga H. Mansur sambil duduk di teras depan rumahnya. Tak beberapa lama sebuah mobil terparkir di depan pekarangan rumah keluarga Hendra, dan kebetulan mobil yang dibawa sama H. Mansur adalah mobil tipe MPV. Setelah mengecek pintu dan jendela rumahnya, Eguh dan kedua orang tuanya berjalan menghampiri mobil yang terparkir di depan pekarangan rumahnya itu sambil membawa tas rangsel di punggungnya dan menyeret koper besar.
Setelah barang bawaan dirinya dan kedua orang tuanya Eguh masukkan ke bagasi belakang mobil, barulah dirinya dan kedua orang tuanya masuk ke mobil. Ayahnya Eguh duduk di depan disamping H. Mansur yang berada di kursi pengemudi, agar nanti bisa menggantikan H. Mansur untuk mengemudi kala beliau capek. Sedangkan ibunya Eguh duduk di kursi tengah menemani Hj. Fatimah. Lalu Eguh duduk di kursi belakang dengan Cindy.
“Sudah lengkap dan ndak ada yang ketinggalan kan? Bismillah …,” tanya H. Mansur yang kemudian mulai menyalakan mesin mobil.
“Sudah …,” jawab semua.
Mobil MPV pun mulai berjalan perlahan meninggalkan pekarangan rumah keluarga Hendra.
“Ini di makan ya,” ucap Cindy ramah sambil memberikan kotak nasi yang memang sengaja sudah dia siapkan buat Eguh.
“Eh, iya makasih,” ucap Eguh dengan perasaan senang.
“Enak aja makasih, bayar dong …,” goda Cindy.
“Hah, bayar! Ndak jadi deh, ini aku balikin,” ucap Eguh sedikit sewot, samil mengembalikan kembali kotak nasi yang tadi diberi oleh Cindy.
“Hihihi …, udah kamu makan aja, aku tadi cuma becanda. Gratis kok! Ini nasi goreng spesial bikinan chef Cindy,” ucap Cindy sambil ketawa kecil.
Setelah itu barulah Eguh mulai memakan nasi goreng spesial bikinan Cindy.
“Pantas tadi disuruh sarapan ndak mau, ternyata udah ada yang buatin sarapan,” ledek sang ibu pada Eguh dengan pandangan masih ke depan sambil ngerumpi.
“Iya mbak, aku tadi pagi-pagi habis subuh juga sempet kaget lho, pas tiba-tiba anakku ini bantuin umiknya di dapur. Eh, ternyata bikinin nasi goreng buat pangerannya,” ledek sang ib pada Cindy menimpali.
Dan membuat kedua orang tua Eguh dan Cindy tertawa, sedangkan Eguh dan Cindy hanya bisa tersipu malu mendengar ledekan kedua orang tuanya.
Empat jam perjalanan mereka lalui hingga tepat jam 12.30 mobil yang Hendra supiri memasuki gapura selamat datang di Kota Kuncup Wangi. Mobil Hendra lajukan pelan menyusuri jalan kota yang setahun sekali dirinya dan keluarga kunjungi, serasa nostalgia bagi Hendra melewati jalanan Kota Kuncup Wangi yang semakin ramai dilewati kendaraan yang berlalu lalang.
Saat mobil yang Hendra setiri nyampek di pertigaan jalan raya, Hendra mengarahkan mobil belok ke arah selatan (kiri). Kembali mobil Hendra lajukan dengan pelan menyusuri jalanan menuju pesantren “Darul Hikam”, salah satu pondok pesantren ternama dan terkenal di Kota Kuncup Wangi, bahkan luar Kota Kuncup Wangi.
Tak beberapa lama mobil yang disupiri Hendra sampai juga di depan gerbang megah yang bertuliskan Selamat Datang dikawasan Pondok Pesantren “Darul Hikam”. Di dalam halaman pesantren Hendra agak memelankan laju mobil yang membawa rombongan keluarganya dan sahabatnya, hingga mobil pun berhenti di halaman depan rumah yang cukup megah. Setelah Hendra memarkirkan mobilnya di sebelah mobil milik mertuanya, barulah mereka semua keluar dari mobil.
“Assalamu’alaikum. Abi, Umik,” ucap salam Aisyah sambil mengetok pintu rumah Abi dan Umiknya.
“Wa’alaikumsalam, sebentar,” balas salam seorang perempuan dari dalam rumah, sambil berjalan untuk membukakan pintu rumah.
Saat mengetahui orang yang telah ditunggu-tunggunya datang, sang pemilik rumah menyuruh mereka semua masuk dan beristirahat dahulu. Lalu setelah putrinya, menantunya, cucunya serta H. Mansur dan keluarga beristirahat di ruang keluarga, barulah umiknya Aisyah yang bernama Nyai Hj. Nurul Fatimah Az-Zahro menyuruh beberapa santriwatinya untuk membuatkan minum dan menyiapkan hidangan untuk makan siang.
Dan tak beberapa lama abinya Aisyah yang bernama K.H. Ali Mubarok balik dari masjid pesantren. Saat melihat putri, menantu dan cucu kesayangannya sudah datang bersama H. Mansur dan keluarga, wajah K.H. Ali Mubarok terlihat sangat senang dan bahagia. Setelah sedikit berkangen-kangenan dengan putri, menantu dan cucu kesayangannya, barulah K.H. Ali Mubarok mengajak semua yang berada di ruang keluarga untuk makan siang.
***
Selesai makan siang bersama, kembali mereka melanjutkan obrolan sambil nyantai di ruang keluarga dengan ditemani camilan dan air mineral gelas.
“Oh ya, Nak. Kalian jadikan nginep?” tanya abinya Aisyah pada sang menantu.
“Jadi dong Abi, Insya Allah kami mau liburan di pesantren selama 3 hari, bolehkan Abi?” balas Hendra berharap.
“Boleh banget! Jangan 3 hari, kalian mau tinggal disini selamanya juga tidak masalah,” ucap abinya Aisyah dengan senangnya.
“Iya Nak, kalian tinggal aja disini bantu-bantu abi dan umik ngurus pesantren,” timpal umiknya Aisyah yang terlihat sedih.
“Insya Allah Abi, Umik, kalo kami sudah siap,” jelas Aisyah.
Abi dan umiknya pun bisa memahami keinginan putri dan menantunya itu, apalagi setelah tahu kejadian sebenarnya pada putri dan menantunya yang membuat mereka berdua meninggalkan pesantren setelah sebulan menikah dan memilih untuk hidup mandiri di Kota Kumbang. Dan suasana pun menjadi hening sejenak.
“Oh ya, Sur, Fat, gimana kabar kalian berdua?” tanya abinya Aisyah.
“Alhamdulillah baik, usaha juga Alhamdulillah lancar pak Kyai,” jawab H. Mansur.
“Alhamdulillah deh, tapi inget jangan lupa sedekah dan zakatnya,” ucap canda abinya Aisyah.
“Pasti itu pak Kyai,” jawab H. Mansur.
Tanpa terasa obrolan demi obrolan yang mengakrabkan mereka yang berada di ruang keluarga akhirnya terhenti manakala terdengar suara adzan mengumandang, memberikan tanda waktu shalat Ashar telah tiba. Lalu kemudian para laki-laki bersiap-siap untuk melaksanakan shalat Ashar di masjid pesantren, sedangkan yang perempuan shalat di rumah dan pergi beristirahat di kamar yang sudah disiapkan oleh kedua orang tua Aisyah.
Sebelum berangkat ke masjid, Eguh dengan dibantu dua orang santri menurunkan barang bawaan mereka yang masih berada di bagasi mobil. Selesai menurunkan koper,tas rangsel serta barang bawaan lainnya, barulah Eguh dan kedua santri kakeknya yang membantunnya akhirnya bergegas menuju ke masjid pesantren untuk melaksanakan ibadah shalat Ashar berjamaah.
“Makasih ya udah bantuin nurunin barang-barangku,” ucap Cindy dengan ekspresi senang, saat mereka berpapasan di ruang tengah.
Tanpa menjawab dan hanya memberikan kode anggukan kepala, Eguh bergegas mempercepat langkah kakinya pergi ke masjid pesantren, agar dirinya tidak ketinggalan untuk melaksanakan shalat Ashar berjamaah.
***
Selesai melaksankan ibadah shalat Isya’ dan makan malam bersama, kembali Kyai Ali, Nyai Nurul, Hendra dan keluarga, serta H. Mansur dan keluarga berkumpul di ruang keluarga, mereka semua kembali terhanyut dalam obrolan keakraban sebuah keluarga bahagia. Dengan ditemani segelas teh hangat dan juga beberapa piring gorengan dan kue basah, obrolan mereka semakin seru aja di ruangan itu. “Maaf Kyai sebelumnya, kedatangan saya dan istri kesini ingin menitipkan anak kami mondok dan ngabdi di pesantren,” jelas H. Mansur mengutarakan tujuannya kemari disela-sela obrolan. “Mmm, iya aku sudah tau Sur, semalam putriku Aisyah ngabari kalo dirinya mau ngantarkan anakmu sekaligus berlibur,” balas Kyai Ali. “Tapi bagaimana dengan putrimu, apakah dia sudah siap dari hati untuk mondok? Kalo belum jangan dipaksa,” tambah Kyai Ali menegaskan. “Insya Allah Cindy siap Kyai, Nyai. Selain ingin berhijrah, Cindy juga ingin sekali mendalami ilmu agama,” jelas Ci
Sementara itu di sebuah ruang tamu yang megah rumah milik Kyai Ali, terdengar obrolan santai dari beberapa orang yang sedang ngumpul di ruangan megah tersebut. Dalam obrolan orang dewasa ini, tiba-tiba abinya Aisyah menanyakan hal terkait hubungan cucunya dengan putrinya H. Mansur. Mendengar pertanyaan dari Kyai Ali, membuat seluruh orang yang ada di ruang tamu terkejut. “Abi tau dari mana kabar ini? Pasti umik ya yang mengadu ke abi?” tanya Aisyah penasaran dan sedikit kebingungan karena dirinya waktu hanya mengabari terkait hal ini pada umiknya, waktu dia mengabari umiknya melalui jaringan telepon. “Abi gitu, hihihi …,” ucap abinya Aisyah dengan canda khasnya. “Benar Kyai, kami sudah mengikat kedua anak kami dalam jalinan pertunangan walaupun tidak terikat. Namun kami belum memberi tahu mereka berdua Kyai,” jelas H. Mansur. “Mmm …, sebenarnya abi setuju-setuju aja sih dengan niat baik kalian berdua untuk menjodohkan kedua anak k
Selesai sarapan dan ngobrol-ngobrol satai di ruang keluarga, Cindy dan kedua orang tuanya pergi mandi dan siap-siap. Karena pagi ini rencananya H. Mansur dan Hj. Fatimah akan mendaftarkan sekolah putrinya di SMK. Setelah berpakain rapi dan berdandan, Cindy melangkah keluar kamar sambil membawa sepatu kets hitam di tangan kanannya dan tas rangsel yang berisi berkas persyaratan mendaftar di punggungnya. Saat Cindy sedang melangkah berjalan ke ruang keluarga rumah Kyai Ali, pandangan mata Eguh seakan tak berkedip melihat Cindy yang saat ini terlihat begitu cantik. “Cu, nanti kalo kamu cari istri, carilah istri seperti nak Cindy ini ya Cu, udah cantik, sholehah lagi,” goda Nyai Nurul. “Aduh males nek, Cindy memang cantik dan sholehah, tapi cerewet dan paling suka nyubit pinggang Eguh,” rengek Eguh. Mendengar pernyataan Eguh itu membuat telinga Cindy menjadi panas, hatinya melepuh, dan amarahnya pun memuncak. Fix Cindy marah pada Eguh.
Setelah menerima hasil pengumuman anaknya, barulah H. Mansur dengan ditemani istrinya mengurus segala administrasi pembayaran yang menjadi tanggungan putrinya. Sementara itu Cindy memilih pergi meninggalkan ruang sekretariat pendaftaran dan mencari tempat yang nyaman untuk dirinya bisa mengobrol dengan sahabat yang dicintainya melalui jaringan pesan singkat aplikasi W******p. Cindy pun memilih untuk duduk santai di taman sekolah yang ditumbuhi pepohonan yang rindang. *** Sementara itu di rumah orang tua Aisyah … Disebuah ruang keluarga yang cukup besar, terlihat empat orang sedang mengobrol santai tapi serius. “Maaf ni Nak, sebelumnya. Boleh Abi tanya sesuatu,” ucap Kyai Ali sedikit sungkan. “E … eh, iya Abi, boleh,” jawab Eguh sedikit gelisah. “Begini Nak, udah berapa tahun kamu tidak pulang dan menjenguk keluargamu?” tanya Kya Ali. Hendra yang mendengar pertanyaan dari ayah mertuanya Kyai Ali, tiba-tiba
Menjelang sore … tepat jam 2.30. “Assalamu’alaikum,” ucap salam Kyai Ali saat sudah berada di depan pintu rumahnya. “Wa’alaikumussalam,” balas semua orang yang berada di dalam rumah. Lalu masuklah Kyai Ali ke dalam rumah yang diikuti oleh Nyai Nurul, Aisyah dan Hendra, serta beberapa santri putra yang membawakan barang-barang belanjaan. “Wah, banyak amat itu belanjaannya mbak,” tanya Hj. Fatimah. “Biasa dek kaji kalo sudah di rumah orang tua, hihihi …,” ucap Aisyah tersenyum. “Buk, titipan Eguh tidak lupakan?” tanya Eguh yang tadi sempat nitip sesuatu ke ibunya. “Beres, emang buat siapa sih?” balas sang ibu sambil bertanya balik. “Ada deh, Ibu kepo ih …,” ucap Eguh. “Iya … iya, barangnya masih di mobil, ibu taruh di bangku tengah,” balas sang ibu. “Siap Buk, makasih ya Buk,” ucap Eguh. “Oh ya, ini dek kaji buat ole-ole,” ucap Aisyah sambil memberikan dua kresek besar. “Waduh, ngrepotin aj
‘Maafkan aku ya …, jika kamu akan membenciku setelah ini, aku menerima keputusanmu itu. Kini aku hanya bisa pasrah dengan penghakimanmu nanti, karena aku tahu apa yang aku ucapkan tadi padamu tak pantas. Iya tak pantas aku ucapkan pada orang yang benar-benar aku cintai dan sayangi,’ gumam Eguh dalam hati, saat mengetahui sahabat yang dia cintai sudah tak terlihat dari pandangannya. “Nak, ayah kecewa sama kamu, tidak seharusnya kamu nyakitin hati perempuan, apalagi di depan banyak orang seperti barusan. Ayah yakin pasti Cindy kecewa dan sedih. Kalau memang kamu tidak suka sama dia, cukup kamu selesaikan berdua dengannya, ndak usah seperti tadi,” tegur sang ayah dengan raut muka kecewa. “Ibu juga kecewa Nak, sama sikap kamu tadi. Ingat Nak, penyesalan datangnya belakangan dan jangan sampai kamu menyesal nanti. Kalau tiba-tiba kamu jatuh cinta pada Cindy tapi dia menolakmu, gimana perasaanmu? Pasti akan sama seperti yang dirasakan Cindy saat ini,
“Maaf Ayah, Bunda. Ini kita dimana ya? Itu rumah apa istana ya? Pasti pemilik rumah ini orang terkenal. Kalo bukan pejabat pastilah artis,” tanya Cindy yang penasaran karena mobil yang disupiri ayah Hendra berhenti di depan rumah mewah dan megah bak istana. “Iya Yah, Buk. Ini sebenarnya rumah siapa yang kita datangi?” tanya Eguh yang juga heran kenapa sang ayah berhenti di halaman rumah mewah dan megah bak istana. “Nanti pasti kalian akan tau siapa pemilik rumah yang mewah dan megah bak istana itu,” ucap ibnya Eguh menjelaskan. Kembali suasana di dalam mobil menjadi hening. Cindy dan Eguh pun mulai bermain dengan imaji dalam pikiran masing-masing tentang siapa pemilik rumah yang berada dihadapan mereka. “Mas, sepertinya sedang ada acara deh. Lihat ada terop dan juga kursi-kursi di halaman depan rumah,” ucap Aisyah sambil menunjuk kearah terop dan kursi yang sedang ditata oleh para pekerja. “Iya benar sayang, pasti abah akan lama
Untuk merayakan kembali utuhnya keluarga Hendra dan Aisyah. Aisyah dengan dibantu ibu dan ibu mertuanya, ingin sekali membuatkan keluarga mereka masakan spesial untuk sarapan pagi. Sehingga tadi pagi-pagi sekali, setelah mengerjakan ibadah shalat Subuh berjamaah, mereka bertiga dengan ditemani Cindy pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan dan tak lupa pula mereka membeli beberapa buah-buahan. Ketika semua bahan yang dibutuhkan untuk memasak menu yang mereka bertiga list sudah siap semua di meja dapur. Dengan dibantu beberapa pembantu untuk memotong sayur, membersihkan daging dan ikan serta menyiapkan bumbu-bumbu. Mereka bertiga mulai menunjukkan kemahiran mereka dalam memasak. Dengan dibantu Cindy sebagai asisten mereka, mereka bertiga mulai memasak satu persatu menu masakan yang sudah mereka bertiga list. Sambil menunggu … Hendra, anaknya, bapak dan abi mertuanya serta adik dan iparnya memilih untuk bersantai di
Keesokan harinya…Hari jum’at ini Eguh pergi ke sekolah seperti biasa. Selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah warna cokelat serta sepatu hitam Eguh segera pergi ke sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah, Eguh mampir dulu ke warung nasi di depan kosannya untuk sarapan. Sengaja pagi ini dia sarapan nasi uduk.Selesai sarapan barulah Eguh berangkat ke sekolah dengan jalan kaki. Saat Eguh sampai di depan gerbang sekolah, dia bertemu dengan Indah yang baru turun dari mobil yang mengantarnya.“Hai …,” sapa Eguh ramah, saat dirinya bertemu dengan Indah.“Hai juga!” balas sapa Indah.“Gimana kabarnya ni? Kok sepertinya sekarang jarang ke kantin?” lanjut Indah bertanya.“Ya begini ini …, Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabarnya?” jawab Eguh, lalu balik bertanya.“Lu bisa lihat sendiri kan kondisiku …, Alhamdulillah baik juga
Sore hari menjelang, pukul 16:20. Di sebuah kosan… BRAAKKK! Suara pintu kosan tertabrak sesuatu dari luar. Eguh, Andre, Baron, Heru, dan Alek yang lagi nyantai di ruang tengah sambil nonton TV. Tiba-tiba kaget mendengar suara gaduh akibat benturan dari sesuatu yang menabrak pintu kosan. “Lek, tolong lu cek ada apa diluar!” pinta mas Andre. Lalu segera Alek beranjak melangkah menuju keluar untuk mengecek apa yang terjadi di luar kosan. Namun ketika Alek membuka pintu kosan. Betapa terkejutnya dia melihat Jay sudah tergeletak di tanah dengan muka lebam penuh luka. Darah membasahi wajahnya. “JAYY …,” teriak Alek kaget. Eguh, Andre, Baron dan Heru yang mendengar teriakan Alek, langsung beranjak melangkah ke depan. “Bro, ada apa lu teriak-teriak!” ucap mas Andre agak berteriak kepada Alek. “Iya ne! seperti kagak ada kerjaan!” timpal mas
Keesokan harinya… Di pagi hari yang cerah, angin pagi berhembus sepoi. Burung-burung bernyanyi dengan kicauannya yang merdu. Mentari bersinar dengan senyum cerianya menyinari pagi. Rutinitas pagi hari yang selalu Eguh kerjakan, belajar dan bersih-bersih kamar. Terkadang dia juga ikutan memasak sarapan pagi dengan teman-teman kost lainnya. Setelah mengerjakan semua itu, barulah Eguh pergi mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Selesai sarapan Eguh pun berangkat ke sekolah seperti biasanya dengan berjalan kaki. Sesampainya di dalam kelas, Eguh segera berjalan menuju ke bangkunya yang berada di belakang. Setelah menaruh tas ranselnya diatas meja, dia pun duduk santai dan mengambil buku pelajarannya untuk jam pelajaran pertama di hari kamis. Sambil menunggu bel masuk Eguh pun meluangkan waktu untuk membaca novel karya Kahlil Gibran yang dipinjamnya di perpustakaan beberapa hari yang lalu. Dan saat sedang as
Hari berlalu, minggu berganti, tak terasa sudah dua minggu berlalu setelah Eguh putus dengan Indah. Dua minggu yang menguras hati dan pikiran sudah Eguh lalui dengan kesabaran dan keikhlasan. Bagaimana dia belajar untuk menenangkan hatinya dengan cara mengikhlaskan kepergian orang yang seharusnya pergi. Agar dia bisa move on dan kembali menjadi kepribadian yang ceria. Sehingga di masa depan dia bisa membuka hatinya untuk cinta yang lain. Rutinitas yang Eguh lalui seminggu kemarin pun lebih terasa semakin nyaman. Sehingga bisa membuatnya berdamai lagi dengan hatinya. Kini dirinya juga bisa kembali fokus dengan pelajaran di sekolahnya. Kini Eguh sudah tidak lagi merasa canggung ketika di kantin sekolah ngumpul dan ngobrol dengan Indah. Obrolan di antara Eguh dan Indah sudah terlihat lebih nyaman kembali, bahkan tak jarang juga mereka bercanda bersama. Eguh terlihat benar-benar sudah bisa move on dari sang mantan. Seiring be
Eguh melangkah berjalan menuruni tangga menuju ke lantai satu restoran. Saat Eguh melintasi lantai dua, tak sengaja Eguh melihat Indah dan ketiga sahabatnya sedang makan dan ngumpul. Lalu dengan rasa sedikit ragu dia menghampiri sang mantan yang sedang makan plus ngobrol santai dengan ketiga sahabatnya. “Hai semua …,” sapa Eguh ketika sudah berada di hadapan Indah dan ketiga sahabatnya. “Eh, Guh! Lagi ngapain ni?” sapa Erna agak terkejut dengan kehadiran mantan sahabatnya. Maklum aja, kalo mereka berempat sedang asyik ngobrol pasti tidak begitu peduli dengan situasi sekitar mereka. Indah yang membelakangi Eguh, tiba-tiba salah tinggakah saat sang mantan berdiri tepat di belakangnya. Lalu dia segera menoleh ke belakang. “Guh, kok kamu disini?” tanya Indah. “Iya Er! Ini aku lagi ada acara dengan teman-teman kosan. Gabung yuk?” ajak Eguh. “Kangen sama kamu yang pernah mengisi hatiku dengan keindahan cinta …,” goda Eguh ke Indah sambil sen
Dalam heningnya malam…Di kamar kost, terlihat Eguh terdiam dalam hening dan sunyi. dia memikirkan perubahan yang terjadi pada sang mantan. Dia seakan tak percaya dengan sikap sang mantan siang tadi di kantin sekolah. Situasi siang tadi di kantin sekolah, seakan telah membawa kembali kebahagiaan hati yang telah lama dinodai kegalauan.‘Aku kira dia tidak mau lagi mengenal diri ini yang hanya seorang anak penjual mie ayam. Tetapi tadi siang tidak! Saat aku melihatnya di kantin sekolah, dia malah memanggil dan mengajakku untuk gabung satu meja dengannya. Huffttt …, sepertinya berteman dengannya adalah pilihan terbaik buat kebersamaan kita!’ gumam Eguh dalam hati.Karena suntuk di dalam kamar, Eguh mencoba untuk bersantai di teras depan kamarnya. Sambil bersandar ke pagar tembok tepian teras bangunan lantai dua, dia bisa menikmati indahnya cahaya rembulan dan kerlip bintang-bintan
Malam pun semakin larut dalam hening kesunyian, hanya suara merdu makhluk-makhluk malam menemani. Hati yang galau akibat putus cinta membawa luka namun tak berdarah. Kini diri yang fakir ini, hanya bisa berpasrah pada jalan takdir semesta. Berdamai hati ini dengan kesedihan, merasakan pilu yang mendalam. Hujan tangisnya hati tak bisa terbendung, hanya memberikan luka kegalauan di hati. Bukan sebuah kata putus yang aku tangisi, tapi jatuh cinta padamu yang aku sesali. Tak ada lagi keindahan yang menyisakan cerita cinta kita. Kesedihan akibat kata putus menghadirkan mimpi horor ending percintaan. Sungguh tragis seorang fakir cinta yang hanya memiliki kesederhanaan. Tak punya kemewahan untuk dibanggakan sebagai bukti cinta. ‘Aku tahu cinta yang aku berikan padamu hanya sebuah kesederhanan dari seorang fakir. Karena aku hanya ingin mencintaimu secara sederhana. Tapi kenyataan yang menyakitkan kamu berikan kepadaku. Aku yang hanya
Masih di Café “Putri Lembayung”, malam semakin larut suasana café semakin ramai oleh pengunjung yang berdatangan. Terlihat suasana yang berbeda di meja nomor 21, tempat Eguh dan Indah duduk. Suasana di meja nomer 21 terlihat hening. ‘Bukan kata putus yang bikin aku sedih. Tapi kenapa aku bisa mencintai wanita sepertimu? Mengenalmu ternyata musibah tsunami yang menerjang hati. luka hati namun tak berdarah …,’ gumam Eguh dalam hati. “Kalo sudah tidak ada yang mau diomongin lagi, aku mau balik dulu udah malam. Terima kasih ya buat semuanya,” kata Indah pamit, lalu berdiri dari kursinya. Eguh hanya diam membisu, tidak menjawab ucap pamit dari Indah. Indah yang melihat keadaan sang mantan segera melangkah pergi meninggalkan meja nomor 21. Namun sebelum pergi menjauh… “Tunggu!” teriak Eguh pelan memanggil. Indah yang mendengar panggilan dari Eguh menghentikan langkah kakinya dan berbalik menghadap ke arah sang
Seminggu sudah berlalu … Seminggu sejak kembali masuk sekolah. dan sudah empat belas hari setelah kejadian waktu itu di warung mie ayam “Bunda”. Indah selalu menghindar dan terus menghindar ketika dia bertemu muka dengan Eguh di sekolah. ‘Tak terasa sudah seminggu lebih sikapnya masih sama padaku. Semakin hari dia selalu menghindar saat kita bertemu. Padahal status kita masih pacaran. Tapi saat ini, nyatanya kita seperti dua orang yang tidak pernah saling kenal dan dekat. Apakah pintu maaf di hatimu sudah tertutup oleh kebencian? Hufttt …,’ gumam Eguh dalam hati. Apa yang Eguh rasakan saat ini, hatinya dipenuhi kegalauan. Hari-harinya tidak lagi ceria, tak lagi merasakan keindahan cinta. Masalah yang diharapkan bisa cepat selesai, ternyata tak kunjung menemukan titik penyelesaiannya. Hingga pada akhirnya kegalauan membawa Eguh pada titik jenuh dan bosan. ‘Mungkin besok a