Share

7. PART TUJUH

Penulis: Eguh Setiawan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-14 13:35:48

Sementara itu di sebuah ruang tamu yang megah rumah milik Kyai Ali, terdengar obrolan santai dari beberapa orang yang sedang ngumpul di ruangan megah tersebut. Dalam obrolan orang dewasa ini, tiba-tiba abinya Aisyah menanyakan hal terkait hubungan cucunya dengan putrinya H. Mansur. Mendengar pertanyaan dari Kyai Ali, membuat seluruh orang yang ada di ruang tamu terkejut.

“Abi tau dari mana kabar ini? Pasti umik ya yang mengadu ke abi?” tanya Aisyah penasaran dan sedikit kebingungan karena dirinya waktu hanya mengabari terkait hal ini pada umiknya, waktu dia mengabari umiknya melalui jaringan telepon.

 “Abi gitu, hihihi …,” ucap abinya Aisyah dengan canda khasnya.

“Benar Kyai, kami sudah mengikat kedua anak kami dalam jalinan pertunangan walaupun tidak terikat. Namun kami belum memberi tahu mereka berdua Kyai,” jelas H. Mansur.

“Mmm …, sebenarnya abi setuju-setuju aja sih dengan niat baik kalian berdua untuk menjodohkan kedua anak kalian. Apalagi waktu abi melihat Eguh dan Cindy, insya Allah mereka berdua berjodoh. Walaupun nanti kedepannya mereka berdua akan menghadapi banyak rintangan untuk menyatukan cinta mereka berdua,” jelas abinya Aisyah.

“Do’akan saja yang terbaik untuk hubungan mereka ya Abi, Umik,” ucap Aisyah meminta restu pada sang abi.

“Insya Allah abi dan umik restui niat baik kalian ini,” ucap abinya Aisyah.

Lalu obrolan mereka yang berada di ruangan itu beralih ke hal-hal santai, sambil ngobrol mereka pun menikmati teh hangat serta jajanan pasar yang tersaji dihadapan mereka.

***

Dari arah pintu rumah tiba-tiba datanglah sesosok gadis berkacamata yang masih mengenakan mukena dengan senyuman manis yang terpancar, dan ditangan kanannya sedang membawa beberapa kitab kuning. Terlihat hati sang gadis sedang berbunga-bunga sehabis melihat orang yang dicintainya saat akan kembali ke rumah Kyai Ali. Semua orang yang berada di ruang tamu terlihat heran dengan sikap sang gadis yang baru datang dari ngaji kitab kuning itu senyum-senyum sendiri.

“Wa’alaikumussalam,” ucap semua orang yang berada di ruang tamu.

“E … eh, iya! Assalamu’alaikum,” ucap sapa Cindy malu dan tiba-tiba menghentikan langkahnya.

“Aduh anak umik yang cantik ini datang-datang langsung nyelonong aja, ndak ngucap salam dulu,” ledek ibunya Cindy.

“Iya maaf, umik,” ucap Cindy tertunduk, dan wajahnya mulai merona merah.

“Udah-udah, jangan diledekin gitu dek, kasian kan putri kita mukanya jadi merah gitu. Oh iya nak, gimana tadi ngajinya?” ucap abinya Cindy.

“Alhamdulillah Abi. Awalnya sih Cindy sempat bingung pas ikutan ngaji kitab kuning, soalnya kan Cindy belum punya kitab kuningnya. Ya sudah Cindy nyimak aja apa yang dibaca dan jelaskan sama ustadzah. Hihihi …,” jelas Cindy dengan ekspresi senangnya.

“Terus … terus …,” tanya umiknya Cindy penasaran.

“Sebelum mulai ngaji, Cindy sempat kenalan dengan beberapa pengurus pondok dan santriwati Umik, dan Cindy juga di ajak keliling-keliling pondok putri sama kak Santi sambil ditunjukin kamar yang ditempati Cindy,” jelas Cindy yang kembali menunjukkan ekspresi senang.

“Wah, ternyata putrimu cepat sekali beradaptasi ya dek kaji,” ucap Aisyah salut.

“Iya, nih!” ucap Hendra.

Obrolan pagi diantara mereka yang berada di ruang tamu semakin terlihat akrab dan santai. Hingga tanpa terasa sarapan pagi untuk mereka sudah tersaji di meja makan. Pagi ini sengaja Nyai Nurul meminta bibi dapur pesantren untuk memasak hidangan yang spesial untuk sarapan.

Bertepatan dengan waktu sarapan, Eguh datang dengan badan penuh keringat. Sambil mengucapkan salam Eguh langsung nyelonong masuk ke dalam rumah dan berjalan ke arah kamar mandi, kerena dirinya sudah tidak tahan menahan sakit perutnya. Selesai buang hajat Eguh langsung membasuh muka dan mencuci kedua tangannya di westafel yang berada di dalam kamar mandi. Selesai dari kamar mandi barulah Eguh bergabung dengan keluarganya yang sudah menunggunya di meja makan.

Eguh langsung ngambil duduk di antaran ibu dan neneknya, dan kebetulah juga di depannya duduk Cindy yang sudah melepas mukenanya.

“Aduh, kok ada bau … bau asem gitu ya umik?” ledek sang ibu pada anaknya Eguh yang masih menggunakan pakaian yang dipakainya waktu main bola dengan anak-anak santri.

“Iya Nak, kok tiba-tiba ada bau … bau asem gimana gitu,” timpal sang nenek ikut meledek.

“Iya … iya … badan Eguh memang bau asem,” ucap Eguh sewot. Lalu Eguh langsung menyentong nasi dan beberapa lauk yang tersaji di meja makan yang dia sukai plus tidak ketinggalan kerupuk. Setelah itu Eguh beranjak pergi meninggalkan meja makan dan pergi memilih untuk makan di ruang keluarga sambil nonton TV.

Mengetahui Eguh yang beranjak dari meja makan, ibunya Aisyah dan neneknya Nyai Nurul hanya membiarkan kebiasaan Eguh kalo lagi makan. Dan kejadian itu membuat Hj. Fatimah sempat menanyakan sikap Aisyah dan Nyai Nurul yang membiarkan Eguh pergi meninggalkan meja makan dan memilih makan di ruang keluarga sambil nonton TV.

“Lho, kok ndak dicegah mbak, kan kasihan makan sendirian?” tanya Hj. Fatimah heran.

“Udah dek kaji, ndak usah dipikirin dan dipusingin, memang seperti itu kalo anakku lagi makan pasti maunya di depan TV. Ya sudah yuk dilanjut sarapannya, katanya mau daftarin Cindy di SMK,” ajak Aisyah.

“Ooo … gitu toh,” ucap Hj. Fatimah sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Nanti kalo nak Cindy cari suami jangan seperti cucu kakek itu ya, pasti nanti nak Cindy bisa dibikin stress sama cucu kakek,” goda Kyai Ali.

Mendengar pernyataan Kyai Ali tentang cucu kesayangannya itu, Cindy hanya diam saja dan tersenyum kecil.

‘Sekarang aja cucu Kyai itu sudah bikin aku stress bahkan gila, gara-gara sikap dan kelakuannya yang tidak bisa ditebak itu udah bikin aku jatuh cinta dan sayang padanya,’ gumam Cindy dalam hati.

Tak ada cinta yang sempurna

Hanya butuh saling melengkapi

Karena cinta bukanlah sosis

Yang dibuka bungkusnya langsung di makan

Tapi cinta ibarat nasi goreng

Yang masih perlu diberi bumbu-bumbu

Sebagai penyedapnya

Agar hasilnya bisa kita nikmati

***

Bab terkait

  • LUKA TAK BERDARAH   8. PART DELAPAN

    Selesai sarapan dan ngobrol-ngobrol satai di ruang keluarga, Cindy dan kedua orang tuanya pergi mandi dan siap-siap. Karena pagi ini rencananya H. Mansur dan Hj. Fatimah akan mendaftarkan sekolah putrinya di SMK. Setelah berpakain rapi dan berdandan, Cindy melangkah keluar kamar sambil membawa sepatu kets hitam di tangan kanannya dan tas rangsel yang berisi berkas persyaratan mendaftar di punggungnya. Saat Cindy sedang melangkah berjalan ke ruang keluarga rumah Kyai Ali, pandangan mata Eguh seakan tak berkedip melihat Cindy yang saat ini terlihat begitu cantik. “Cu, nanti kalo kamu cari istri, carilah istri seperti nak Cindy ini ya Cu, udah cantik, sholehah lagi,” goda Nyai Nurul. “Aduh males nek, Cindy memang cantik dan sholehah, tapi cerewet dan paling suka nyubit pinggang Eguh,” rengek Eguh. Mendengar pernyataan Eguh itu membuat telinga Cindy menjadi panas, hatinya melepuh, dan amarahnya pun memuncak. Fix Cindy marah pada Eguh.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-15
  • LUKA TAK BERDARAH   9. PART SEMBILAN

    Setelah menerima hasil pengumuman anaknya, barulah H. Mansur dengan ditemani istrinya mengurus segala administrasi pembayaran yang menjadi tanggungan putrinya. Sementara itu Cindy memilih pergi meninggalkan ruang sekretariat pendaftaran dan mencari tempat yang nyaman untuk dirinya bisa mengobrol dengan sahabat yang dicintainya melalui jaringan pesan singkat aplikasi W******p. Cindy pun memilih untuk duduk santai di taman sekolah yang ditumbuhi pepohonan yang rindang. *** Sementara itu di rumah orang tua Aisyah … Disebuah ruang keluarga yang cukup besar, terlihat empat orang sedang mengobrol santai tapi serius. “Maaf ni Nak, sebelumnya. Boleh Abi tanya sesuatu,” ucap Kyai Ali sedikit sungkan. “E … eh, iya Abi, boleh,” jawab Eguh sedikit gelisah. “Begini Nak, udah berapa tahun kamu tidak pulang dan menjenguk keluargamu?” tanya Kya Ali. Hendra yang mendengar pertanyaan dari ayah mertuanya Kyai Ali, tiba-tiba

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16
  • LUKA TAK BERDARAH   10. PART SEPULUH

    Menjelang sore … tepat jam 2.30. “Assalamu’alaikum,” ucap salam Kyai Ali saat sudah berada di depan pintu rumahnya. “Wa’alaikumussalam,” balas semua orang yang berada di dalam rumah. Lalu masuklah Kyai Ali ke dalam rumah yang diikuti oleh Nyai Nurul, Aisyah dan Hendra, serta beberapa santri putra yang membawakan barang-barang belanjaan. “Wah, banyak amat itu belanjaannya mbak,” tanya Hj. Fatimah. “Biasa dek kaji kalo sudah di rumah orang tua, hihihi …,” ucap Aisyah tersenyum. “Buk, titipan Eguh tidak lupakan?” tanya Eguh yang tadi sempat nitip sesuatu ke ibunya. “Beres, emang buat siapa sih?” balas sang ibu sambil bertanya balik. “Ada deh, Ibu kepo ih …,” ucap Eguh. “Iya … iya, barangnya masih di mobil, ibu taruh di bangku tengah,” balas sang ibu. “Siap Buk, makasih ya Buk,” ucap Eguh. “Oh ya, ini dek kaji buat ole-ole,” ucap Aisyah sambil memberikan dua kresek besar. “Waduh, ngrepotin aj

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-17
  • LUKA TAK BERDARAH   11. PERTEMUAN (part 1)

    ‘Maafkan aku ya …, jika kamu akan membenciku setelah ini, aku menerima keputusanmu itu. Kini aku hanya bisa pasrah dengan penghakimanmu nanti, karena aku tahu apa yang aku ucapkan tadi padamu tak pantas. Iya tak pantas aku ucapkan pada orang yang benar-benar aku cintai dan sayangi,’ gumam Eguh dalam hati, saat mengetahui sahabat yang dia cintai sudah tak terlihat dari pandangannya. “Nak, ayah kecewa sama kamu, tidak seharusnya kamu nyakitin hati perempuan, apalagi di depan banyak orang seperti barusan. Ayah yakin pasti Cindy kecewa dan sedih. Kalau memang kamu tidak suka sama dia, cukup kamu selesaikan berdua dengannya, ndak usah seperti tadi,” tegur sang ayah dengan raut muka kecewa. “Ibu juga kecewa Nak, sama sikap kamu tadi. Ingat Nak, penyesalan datangnya belakangan dan jangan sampai kamu menyesal nanti. Kalau tiba-tiba kamu jatuh cinta pada Cindy tapi dia menolakmu, gimana perasaanmu? Pasti akan sama seperti yang dirasakan Cindy saat ini,

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-18
  • LUKA TAK BERDARAH   12. PERTEMUAN (part 2)

    “Maaf Ayah, Bunda. Ini kita dimana ya? Itu rumah apa istana ya? Pasti pemilik rumah ini orang terkenal. Kalo bukan pejabat pastilah artis,” tanya Cindy yang penasaran karena mobil yang disupiri ayah Hendra berhenti di depan rumah mewah dan megah bak istana. “Iya Yah, Buk. Ini sebenarnya rumah siapa yang kita datangi?” tanya Eguh yang juga heran kenapa sang ayah berhenti di halaman rumah mewah dan megah bak istana. “Nanti pasti kalian akan tau siapa pemilik rumah yang mewah dan megah bak istana itu,” ucap ibnya Eguh menjelaskan. Kembali suasana di dalam mobil menjadi hening. Cindy dan Eguh pun mulai bermain dengan imaji dalam pikiran masing-masing tentang siapa pemilik rumah yang berada dihadapan mereka. “Mas, sepertinya sedang ada acara deh. Lihat ada terop dan juga kursi-kursi di halaman depan rumah,” ucap Aisyah sambil menunjuk kearah terop dan kursi yang sedang ditata oleh para pekerja. “Iya benar sayang, pasti abah akan lama

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19
  • LUKA TAK BERDARAH   13. KELUARGA UTUH

    Untuk merayakan kembali utuhnya keluarga Hendra dan Aisyah. Aisyah dengan dibantu ibu dan ibu mertuanya, ingin sekali membuatkan keluarga mereka masakan spesial untuk sarapan pagi. Sehingga tadi pagi-pagi sekali, setelah mengerjakan ibadah shalat Subuh berjamaah, mereka bertiga dengan ditemani Cindy pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan dan tak lupa pula mereka membeli beberapa buah-buahan. Ketika semua bahan yang dibutuhkan untuk memasak menu yang mereka bertiga list sudah siap semua di meja dapur. Dengan dibantu beberapa pembantu untuk memotong sayur, membersihkan daging dan ikan serta menyiapkan bumbu-bumbu. Mereka bertiga mulai menunjukkan kemahiran mereka dalam memasak. Dengan dibantu Cindy sebagai asisten mereka, mereka bertiga mulai memasak satu persatu menu masakan yang sudah mereka bertiga list. Sambil menunggu … Hendra, anaknya, bapak dan abi mertuanya serta adik dan iparnya memilih untuk bersantai di

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • LUKA TAK BERDARAH   14. BERPISAH DENGAN SAHABAT

    Selesai mengerjakan ibadah shalat Ashar berjamaah dan makan, Hendra beserta keluarga berpamitan ijin untuk kembali ke pesantren. Sebelum balik, bapaknya memberikan sesuatu pada Hendra. “Nak, ini sebagai pegangan kalian,” ucap sang bapak, sambil memberikan sebuah amplop putih. “Apa ini Pak?” tanya Hendra bingung. “Itu kado pernikahan kalian dari kami,” balas sang bapak. Lalu Hendra membuka amplop putih pemberian bapaknya, yang ternyata di dalamnya berisi buku tabungan lengkap dengan ATMnya. Saat Hendra dan istrinya membuka buku tabungan itu, mereka berdua kaget mengetahui saldo yang tercetak di buku tabungan itu. “Maaf Pak, cukup mendapatkan restu dari Bapak dan Ibu, Hendra sudah senang dan bahagia,” terang Hendra, sambil berusaha mengembalikan buku tabungan dan ATMnya ke bapaknya. “Benar yang mas Hendra katakan Yah, Buk,” tambah Aisyah. “Tapi ini hak kalian berdua, Nak. Apa yang bapak berikan ini tak seberapa dibandingkan denga

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-21
  • LUKA TAK BERDARAH   15. SEMANGAT

    Malam hari di sebuah kamar seorang anak laki-laki sedang melamun tak jelas, diputarnya HP miliknya ke kanan ke kiri, seperti orang kurang kerjaan aja. Seperti rutinasnya tiap hari sehabis melaksanakan ibadah shalat Maghrib berjamaah di mushalla kampung, biasanya dia selalu mengobrol santai dengan Cindy lewat telepon di dalam kamarnya, kini dia hanya bisa rebahan di kasur sambil nunggu datangnya waktu shalat Isya’. Tok … tok … tok … Terdengar suara ketokan pintu kamarnya dari luar. “Nak, lagi apa ne?” tanya sang ibu. “Iya, Buk. Ndak ada lagi rebahan aja di kasur. Ada apa nggeh, Buk?” balas Eguh sambil bertanya. “Biasanya jam segini kamu telepon-teleponan sama Cindy, sekarang kok malah bermalas-malasan di kasur,” goda sang ibu. “Ibu …, udah deh jangan bikin Eguh mewek. Ibu kan tau kalo Cindy sekarang udah di pondok pesantren,” ujar Eguh memelas. “Cie … sensi ni ya sekarang. Kenapa ndak kamu telepon kakek atau nenek

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-23

Bab terbaru

  • LUKA TAK BERDARAH   105. PART LIMA PULUH TUJUH

    Keesokan harinya…Hari jum’at ini Eguh pergi ke sekolah seperti biasa. Selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah warna cokelat serta sepatu hitam Eguh segera pergi ke sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah, Eguh mampir dulu ke warung nasi di depan kosannya untuk sarapan. Sengaja pagi ini dia sarapan nasi uduk.Selesai sarapan barulah Eguh berangkat ke sekolah dengan jalan kaki. Saat Eguh sampai di depan gerbang sekolah, dia bertemu dengan Indah yang baru turun dari mobil yang mengantarnya.“Hai …,” sapa Eguh ramah, saat dirinya bertemu dengan Indah.“Hai juga!” balas sapa Indah.“Gimana kabarnya ni? Kok sepertinya sekarang jarang ke kantin?” lanjut Indah bertanya.“Ya begini ini …, Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabarnya?” jawab Eguh, lalu balik bertanya.“Lu bisa lihat sendiri kan kondisiku …, Alhamdulillah baik juga

  • LUKA TAK BERDARAH   104. PART LIMA PULUH ENAM

    Sore hari menjelang, pukul 16:20. Di sebuah kosan… BRAAKKK! Suara pintu kosan tertabrak sesuatu dari luar. Eguh, Andre, Baron, Heru, dan Alek yang lagi nyantai di ruang tengah sambil nonton TV. Tiba-tiba kaget mendengar suara gaduh akibat benturan dari sesuatu yang menabrak pintu kosan. “Lek, tolong lu cek ada apa diluar!” pinta mas Andre. Lalu segera Alek beranjak melangkah menuju keluar untuk mengecek apa yang terjadi di luar kosan. Namun ketika Alek membuka pintu kosan. Betapa terkejutnya dia melihat Jay sudah tergeletak di tanah dengan muka lebam penuh luka. Darah membasahi wajahnya. “JAYY …,” teriak Alek kaget. Eguh, Andre, Baron dan Heru yang mendengar teriakan Alek, langsung beranjak melangkah ke depan. “Bro, ada apa lu teriak-teriak!” ucap mas Andre agak berteriak kepada Alek. “Iya ne! seperti kagak ada kerjaan!” timpal mas

  • LUKA TAK BERDARAH   103. BERTEMU SESEORANG (BAGIAN 2)

    Keesokan harinya… Di pagi hari yang cerah, angin pagi berhembus sepoi. Burung-burung bernyanyi dengan kicauannya yang merdu. Mentari bersinar dengan senyum cerianya menyinari pagi. Rutinitas pagi hari yang selalu Eguh kerjakan, belajar dan bersih-bersih kamar. Terkadang dia juga ikutan memasak sarapan pagi dengan teman-teman kost lainnya. Setelah mengerjakan semua itu, barulah Eguh pergi mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Selesai sarapan Eguh pun berangkat ke sekolah seperti biasanya dengan berjalan kaki. Sesampainya di dalam kelas, Eguh segera berjalan menuju ke bangkunya yang berada di belakang. Setelah menaruh tas ranselnya diatas meja, dia pun duduk santai dan mengambil buku pelajarannya untuk jam pelajaran pertama di hari kamis. Sambil menunggu bel masuk Eguh pun meluangkan waktu untuk membaca novel karya Kahlil Gibran yang dipinjamnya di perpustakaan beberapa hari yang lalu. Dan saat sedang as

  • LUKA TAK BERDARAH   102. BERTEMU SESEORANG

    Hari berlalu, minggu berganti, tak terasa sudah dua minggu berlalu setelah Eguh putus dengan Indah. Dua minggu yang menguras hati dan pikiran sudah Eguh lalui dengan kesabaran dan keikhlasan. Bagaimana dia belajar untuk menenangkan hatinya dengan cara mengikhlaskan kepergian orang yang seharusnya pergi. Agar dia bisa move on dan kembali menjadi kepribadian yang ceria. Sehingga di masa depan dia bisa membuka hatinya untuk cinta yang lain. Rutinitas yang Eguh lalui seminggu kemarin pun lebih terasa semakin nyaman. Sehingga bisa membuatnya berdamai lagi dengan hatinya. Kini dirinya juga bisa kembali fokus dengan pelajaran di sekolahnya. Kini Eguh sudah tidak lagi merasa canggung ketika di kantin sekolah ngumpul dan ngobrol dengan Indah. Obrolan di antara Eguh dan Indah sudah terlihat lebih nyaman kembali, bahkan tak jarang juga mereka bercanda bersama. Eguh terlihat benar-benar sudah bisa move on dari sang mantan. Seiring be

  • LUKA TAK BERDARAH   101. MOVE ON

    Eguh melangkah berjalan menuruni tangga menuju ke lantai satu restoran. Saat Eguh melintasi lantai dua, tak sengaja Eguh melihat Indah dan ketiga sahabatnya sedang makan dan ngumpul. Lalu dengan rasa sedikit ragu dia menghampiri sang mantan yang sedang makan plus ngobrol santai dengan ketiga sahabatnya. “Hai semua …,” sapa Eguh ketika sudah berada di hadapan Indah dan ketiga sahabatnya. “Eh, Guh! Lagi ngapain ni?” sapa Erna agak terkejut dengan kehadiran mantan sahabatnya. Maklum aja, kalo mereka berempat sedang asyik ngobrol pasti tidak begitu peduli dengan situasi sekitar mereka. Indah yang membelakangi Eguh, tiba-tiba salah tinggakah saat sang mantan berdiri tepat di belakangnya. Lalu dia segera menoleh ke belakang. “Guh, kok kamu disini?” tanya Indah. “Iya Er! Ini aku lagi ada acara dengan teman-teman kosan. Gabung yuk?” ajak Eguh. “Kangen sama kamu yang pernah mengisi hatiku dengan keindahan cinta …,” goda Eguh ke Indah sambil sen

  • LUKA TAK BERDARAH   100. MENCOBA MOVE ON

    Dalam heningnya malam…Di kamar kost, terlihat Eguh terdiam dalam hening dan sunyi. dia memikirkan perubahan yang terjadi pada sang mantan. Dia seakan tak percaya dengan sikap sang mantan siang tadi di kantin sekolah. Situasi siang tadi di kantin sekolah, seakan telah membawa kembali kebahagiaan hati yang telah lama dinodai kegalauan.‘Aku kira dia tidak mau lagi mengenal diri ini yang hanya seorang anak penjual mie ayam. Tetapi tadi siang tidak! Saat aku melihatnya di kantin sekolah, dia malah memanggil dan mengajakku untuk gabung satu meja dengannya. Huffttt …, sepertinya berteman dengannya adalah pilihan terbaik buat kebersamaan kita!’ gumam Eguh dalam hati.Karena suntuk di dalam kamar, Eguh mencoba untuk bersantai di teras depan kamarnya. Sambil bersandar ke pagar tembok tepian teras bangunan lantai dua, dia bisa menikmati indahnya cahaya rembulan dan kerlip bintang-bintan

  • LUKA TAK BERDARAH   99. PART LIMA PULUH LIMA

    Malam pun semakin larut dalam hening kesunyian, hanya suara merdu makhluk-makhluk malam menemani. Hati yang galau akibat putus cinta membawa luka namun tak berdarah. Kini diri yang fakir ini, hanya bisa berpasrah pada jalan takdir semesta. Berdamai hati ini dengan kesedihan, merasakan pilu yang mendalam. Hujan tangisnya hati tak bisa terbendung, hanya memberikan luka kegalauan di hati. Bukan sebuah kata putus yang aku tangisi, tapi jatuh cinta padamu yang aku sesali. Tak ada lagi keindahan yang menyisakan cerita cinta kita. Kesedihan akibat kata putus menghadirkan mimpi horor ending percintaan. Sungguh tragis seorang fakir cinta yang hanya memiliki kesederhanaan. Tak punya kemewahan untuk dibanggakan sebagai bukti cinta. ‘Aku tahu cinta yang aku berikan padamu hanya sebuah kesederhanan dari seorang fakir. Karena aku hanya ingin mencintaimu secara sederhana. Tapi kenyataan yang menyakitkan kamu berikan kepadaku. Aku yang hanya

  • LUKA TAK BERDARAH   98. PUTUS (BAGIAN 2)

    Masih di Café “Putri Lembayung”, malam semakin larut suasana café semakin ramai oleh pengunjung yang berdatangan. Terlihat suasana yang berbeda di meja nomor 21, tempat Eguh dan Indah duduk. Suasana di meja nomer 21 terlihat hening. ‘Bukan kata putus yang bikin aku sedih. Tapi kenapa aku bisa mencintai wanita sepertimu? Mengenalmu ternyata musibah tsunami yang menerjang hati. luka hati namun tak berdarah …,’ gumam Eguh dalam hati. “Kalo sudah tidak ada yang mau diomongin lagi, aku mau balik dulu udah malam. Terima kasih ya buat semuanya,” kata Indah pamit, lalu berdiri dari kursinya. Eguh hanya diam membisu, tidak menjawab ucap pamit dari Indah. Indah yang melihat keadaan sang mantan segera melangkah pergi meninggalkan meja nomor 21. Namun sebelum pergi menjauh… “Tunggu!” teriak Eguh pelan memanggil. Indah yang mendengar panggilan dari Eguh menghentikan langkah kakinya dan berbalik menghadap ke arah sang

  • LUKA TAK BERDARAH   97. PUTUS

    Seminggu sudah berlalu … Seminggu sejak kembali masuk sekolah. dan sudah empat belas hari setelah kejadian waktu itu di warung mie ayam “Bunda”. Indah selalu menghindar dan terus menghindar ketika dia bertemu muka dengan Eguh di sekolah. ‘Tak terasa sudah seminggu lebih sikapnya masih sama padaku. Semakin hari dia selalu menghindar saat kita bertemu. Padahal status kita masih pacaran. Tapi saat ini, nyatanya kita seperti dua orang yang tidak pernah saling kenal dan dekat. Apakah pintu maaf di hatimu sudah tertutup oleh kebencian? Hufttt …,’ gumam Eguh dalam hati. Apa yang Eguh rasakan saat ini, hatinya dipenuhi kegalauan. Hari-harinya tidak lagi ceria, tak lagi merasakan keindahan cinta. Masalah yang diharapkan bisa cepat selesai, ternyata tak kunjung menemukan titik penyelesaiannya. Hingga pada akhirnya kegalauan membawa Eguh pada titik jenuh dan bosan. ‘Mungkin besok a

DMCA.com Protection Status