Malam hari di sebuah kamar seorang anak laki-laki sedang melamun tak jelas, diputarnya HP miliknya ke kanan ke kiri, seperti orang kurang kerjaan aja. Seperti rutinasnya tiap hari sehabis melaksanakan ibadah shalat Maghrib berjamaah di mushalla kampung, biasanya dia selalu mengobrol santai dengan Cindy lewat telepon di dalam kamarnya, kini dia hanya bisa rebahan di kasur sambil nunggu datangnya waktu shalat Isya’.
Tok … tok … tok …
Terdengar suara ketokan pintu kamarnya dari luar.
“Nak, lagi apa ne?” tanya sang ibu.
“Iya, Buk. Ndak ada lagi rebahan aja di kasur. Ada apa nggeh, Buk?” balas Eguh sambil bertanya.
“Biasanya jam segini kamu telepon-teleponan sama Cindy, sekarang kok malah bermalas-malasan di kasur,” goda sang ibu.
“Ibu …, udah deh jangan bikin Eguh mewek. Ibu kan tau kalo Cindy sekarang udah di pondok pesantren,” ujar Eguh memelas.
“Cie … sensi ni ya sekarang. Kenapa ndak kamu telepon kakek atau nenek
“Yah, Buk, Eguh berangkat dulu,” pamit Eguh pada kedua orang tuanya, sambil menyalami dan mencium punggung tangan kanan kedua orang tuanya bergantian. Setelah dirinya sudah rapi menggunakan seragam SMPnya. “Iya Nak, hati-hati di jalan,” ucap sang ayah dan sang ibu bersamaan. “Oh ya Nak, nitip salam buat paman dan bibimu ya,” ucap sang ibu berpesan. “Insya Allah Buk,” balas Eguh. Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya, Eguh pun berjalan melangkah pergi meninggalkan rumah. Eguh berjalan menyusuri gang rumahnya, hingga sampai di depan gang Eguh berhenti dan berdiri di depan gang untuk menunggu angkutan umum. Hingga 5 menit berlalu, akhirnya angkot yang Eguh tunggu datang juga. Lalu dengan melambai-lambaikan tangan kanannya Eguh memberhentikan angkot tersebut. Saat angkot berhenti di depannya, barulah Eguh naik ke dalam angkot, dan angkot pun melaju. *** “Bu, maaf mau tanya,” sapa Eguh saat melihat salah seoran
Disebuah bangunan rumah yang sederhana dengan halaman depan yang sangat asri, terlihat suami istri sedang duduk-duduk santai di teras rumah. Dua hari ini sengaja Hendra dan istrinya libur berjualan setelah pulang dari rumah kedua orang tua mereka. “Dek,” ucap Hendra, sambil melihat buku tabungan yang kemarin dikasih sama sang bapak. “Iya Mas,” balas Aisyah memperhatikan suaminya. “Mas, bingung. Uang segini mau digunakan buat apa ya?” tanya Hendra yang terlihat kebingungan. “Aduh, Mas …, Mas, kenapa mesti bingung sih. Tinggal belikan mobil, belikan perhiasan, belikan pakaian yang bagus-bagus, jalan-jalan ke luar negeri. Hihihi …,” ucap Aisyah dibuat manja dan centil. “Gitu ya. Setelah itu ada berita, suami memutilasi istrinya gara-gara sang istri kerjaannya berfoya-foya,” ledek Hendra. “Hehehe …,” tawa mereka berdua. “Ampun Mas, kan adek cuma becanda. Hihihi …, piss,” ujar Aisyah manja. “Habisnya kamu ini
Disebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit Kota Kumbang. Terlihat sebuah keluarga bahagia yang sedang ngumpul santai di ruang keluarga sambil nonton TV. “Nginap berapa hari, Guh?” tanya sang bibi saat sedang nyiapi makan malam sama sang ibu mertua. “Besok juga udah balik Bik,” jawab Eguh sambil duduk di meja makan menunggu hidangan makan malam. “Kok buru-buru Guh,” ujar sang bibi yang sudah selesai menyiapkan hidangan makan malam. “Tadi Eguh kan niatnya hanya daftar ulang saja, Bik,” ucap Eguh menjelaskan. “Ooo …, gitu toh! Terus kapan nih mulai masuknya?” tanya sang bibi. “Kalo lihat di pengumuman minggu depan, Bik,” jawab Eguh sambil minum teh hangat. “Oh ya, Guh. Besok kamu temenin Bibimu belanja bulanan ya?” pinta sang paman sambil menghisab rokoknya. “Siap 86, Dan!” ucap Eguh. Lalu kebersamaan mereka sekeluarga semakin larut dalam keakraban canda tawa, hingga malam semakin larut dan tanpa terasa s
Setelah mobil yang ditumpangi Elok dan keluarga keluar dari parkiran Mall, Elok meminta kepada sang sopir untuk melajukan mobilnya ke arah sekolah anak perempuannya di SD Negeri 3 Kota Kumbang. Mobil melaju di kecepatan 80-100 km/jam di jalanan kota. Selama dalam perjalanan obrolan demi obrolan terjalin indah dalam canda tawa kebersamaan mereka. Mobil yang ditumpangi oleh Elok dan keluarga pun mulai melaju pelan dan menepi, ketika mobil yang mereka tumpangi sudah berada di depan SD Negeri 3 Kota Kumbang. Setelah mobil rapi terparkir di pinggir jalan, barulah Eguh keluar dari mobil dan pergi menjemput sang ponakan. “Om Eguh …,” teriak sang keponakan sambil berlari menghampiri Eguh. “Sayang …,” balas Eguh yang langsung memeluknya, ketika sang keponakan sudah berada di depannya. “Gimana Sayang tadi sekolahnya?” tanya Eguh. “Menyenangkan sekali dong Om,” jawab sang keponakan. “Ya sudah yuk kita balik Sayang. Bundanya Imah sudah nunggu di m
‘Ada apa sebenarnya dengan hatiku ini? Sulit sekali diri ini untuk mengontrolnya, terlebih jika sudah menyangkut yang namanya hati, mudah sekali terjebak oleh kehadiran cinta. Pandangan pertama pada sosok gadis yang aku lihat di Supermarket tadi siang, membuatku jadi penasaran pada sosok gadis itu. Tapi kenapa ada kebimbangan dalam hati? Antara rasa penasaran dengan rasa suka. Rasa penasaran yang menumbuhkan rasa suka pada pandangan pertama. Ah …, kacau,’ gumam Eguh dalam hati. Hanya melamun dan melamun Yang bisa aku lakukan saat ini Dimana pikiran otakku mulai memainkan Segala tentang imaji kehaluan Dimana tadi siang dengan ditemani teriknya mentari Bunga mawar merah mulai berkembang Memancarkan ke
Inilah hari pertama Eguh masuk sekolah di tempat barunya, di SMA Negeri 1 Kota Kumbang. Hari ini telah berlangsung Masa Orientasi Siswa Baru SMA Negeri 1 Kota Kumbang. Sebagai siswa baru tentunya Eguh harus mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa Baru SMA Negeri 1 Kota Kumbang yang akan diadakan selama 5 (lima) hari. *** “Bik, Nek, Eguh berangkat ya,” pamit Eguh, sambil menyalami dan mencium punggung tangan sang bibi dan ibu mertua sang bibi. “Iya, belajar yang rajin, jangan pacaran melulu,” ucap pesan sang bibi. “Siap bos,” ucap Eguh sambil beranjak pergi, dengan membawa tas rangsel di punggungnya. Setelah berpamitan dengan sang bibi dan ibu mertua bibinya. Eguh berangkat ke sekolah dengan diantar oleh sang paman yang juga sekalian mengantar sang keponakan dan berangkat ke tempat kerja. Memang arah jalan kantor Polsek dengan sekolah sang keponakan dan sekolah Eguh satu arah. Setengah jam sebelum bel
‘Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah sebagai seorang siswa putih abu-abu. Akhirnya apa yang pernah aku impikan kini sudah jadi kenyataan, aku sekarang bukan lagi siswa SMP, aku kini sudah menjadi siswa SMK. Dan semoga ini menjadi awal langkah kaki ini dalam menggapai impian dan cita-cita yang lama aku dambakan, menjadi seorang chef terkenal. Ya Allah dengan petunjukMu dan ridhoMu, aku berharap yang terbaik untuk semua impian dan cita-citaku ini,’ gumam Cindy dalam hati, saat dirinya memulai hari pertamanya sebagai siswa di SMK Islam Darul Hikam, Pondok Pesantren “Darul Hikam” Kota Kuncup Wangi. “Dek, yuk berangkat,” ajak kak Putri yang sudah menenteng tas ranselnya di punggung. “Iya Mbak,” ucap Cindy pelan, sambil dirinya memakai jam tangan pemberian Eguh dan menenteng tas ranselnya di punggung. Selesai bersiap-siap mereka berdua bersama dengan dua teman sekamar lainnya, Senja dan Mila melangkah keluar kamar dan berjalan pergi
Terkadang cinta butuh pembuktian nyata Bukan hanya sebuah rayuan gombal si bucin Cinta yang aku rasakan bukanlah sebatas imaji kebucinan Cintaku padamu adalah nyata yang aku rasakan Tak bisa aku pungkiri Hadirmu yang hanya sepintas terlihat mata memandang Cukup bagiku untuk menikmati keindahan Dan membuat hati merasa gelisah ‘Aku tau kita memang belum saling kenal, tapi tak bisa aku bohongi perasaan hatiku ini. Bahwa aku telah jatuh cinta padamu, cinta pada pandangan pertama. Semoga dalam kesempatan yang kembali Allah berikan, aku bisa bersatu dengannya dalam satu ikatan cinta,’ gumam Eguh dalam hati. *** “Yat, Rif, aku d
Keesokan harinya…Hari jum’at ini Eguh pergi ke sekolah seperti biasa. Selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah warna cokelat serta sepatu hitam Eguh segera pergi ke sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah, Eguh mampir dulu ke warung nasi di depan kosannya untuk sarapan. Sengaja pagi ini dia sarapan nasi uduk.Selesai sarapan barulah Eguh berangkat ke sekolah dengan jalan kaki. Saat Eguh sampai di depan gerbang sekolah, dia bertemu dengan Indah yang baru turun dari mobil yang mengantarnya.“Hai …,” sapa Eguh ramah, saat dirinya bertemu dengan Indah.“Hai juga!” balas sapa Indah.“Gimana kabarnya ni? Kok sepertinya sekarang jarang ke kantin?” lanjut Indah bertanya.“Ya begini ini …, Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabarnya?” jawab Eguh, lalu balik bertanya.“Lu bisa lihat sendiri kan kondisiku …, Alhamdulillah baik juga
Sore hari menjelang, pukul 16:20. Di sebuah kosan… BRAAKKK! Suara pintu kosan tertabrak sesuatu dari luar. Eguh, Andre, Baron, Heru, dan Alek yang lagi nyantai di ruang tengah sambil nonton TV. Tiba-tiba kaget mendengar suara gaduh akibat benturan dari sesuatu yang menabrak pintu kosan. “Lek, tolong lu cek ada apa diluar!” pinta mas Andre. Lalu segera Alek beranjak melangkah menuju keluar untuk mengecek apa yang terjadi di luar kosan. Namun ketika Alek membuka pintu kosan. Betapa terkejutnya dia melihat Jay sudah tergeletak di tanah dengan muka lebam penuh luka. Darah membasahi wajahnya. “JAYY …,” teriak Alek kaget. Eguh, Andre, Baron dan Heru yang mendengar teriakan Alek, langsung beranjak melangkah ke depan. “Bro, ada apa lu teriak-teriak!” ucap mas Andre agak berteriak kepada Alek. “Iya ne! seperti kagak ada kerjaan!” timpal mas
Keesokan harinya… Di pagi hari yang cerah, angin pagi berhembus sepoi. Burung-burung bernyanyi dengan kicauannya yang merdu. Mentari bersinar dengan senyum cerianya menyinari pagi. Rutinitas pagi hari yang selalu Eguh kerjakan, belajar dan bersih-bersih kamar. Terkadang dia juga ikutan memasak sarapan pagi dengan teman-teman kost lainnya. Setelah mengerjakan semua itu, barulah Eguh pergi mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Selesai sarapan Eguh pun berangkat ke sekolah seperti biasanya dengan berjalan kaki. Sesampainya di dalam kelas, Eguh segera berjalan menuju ke bangkunya yang berada di belakang. Setelah menaruh tas ranselnya diatas meja, dia pun duduk santai dan mengambil buku pelajarannya untuk jam pelajaran pertama di hari kamis. Sambil menunggu bel masuk Eguh pun meluangkan waktu untuk membaca novel karya Kahlil Gibran yang dipinjamnya di perpustakaan beberapa hari yang lalu. Dan saat sedang as
Hari berlalu, minggu berganti, tak terasa sudah dua minggu berlalu setelah Eguh putus dengan Indah. Dua minggu yang menguras hati dan pikiran sudah Eguh lalui dengan kesabaran dan keikhlasan. Bagaimana dia belajar untuk menenangkan hatinya dengan cara mengikhlaskan kepergian orang yang seharusnya pergi. Agar dia bisa move on dan kembali menjadi kepribadian yang ceria. Sehingga di masa depan dia bisa membuka hatinya untuk cinta yang lain. Rutinitas yang Eguh lalui seminggu kemarin pun lebih terasa semakin nyaman. Sehingga bisa membuatnya berdamai lagi dengan hatinya. Kini dirinya juga bisa kembali fokus dengan pelajaran di sekolahnya. Kini Eguh sudah tidak lagi merasa canggung ketika di kantin sekolah ngumpul dan ngobrol dengan Indah. Obrolan di antara Eguh dan Indah sudah terlihat lebih nyaman kembali, bahkan tak jarang juga mereka bercanda bersama. Eguh terlihat benar-benar sudah bisa move on dari sang mantan. Seiring be
Eguh melangkah berjalan menuruni tangga menuju ke lantai satu restoran. Saat Eguh melintasi lantai dua, tak sengaja Eguh melihat Indah dan ketiga sahabatnya sedang makan dan ngumpul. Lalu dengan rasa sedikit ragu dia menghampiri sang mantan yang sedang makan plus ngobrol santai dengan ketiga sahabatnya. “Hai semua …,” sapa Eguh ketika sudah berada di hadapan Indah dan ketiga sahabatnya. “Eh, Guh! Lagi ngapain ni?” sapa Erna agak terkejut dengan kehadiran mantan sahabatnya. Maklum aja, kalo mereka berempat sedang asyik ngobrol pasti tidak begitu peduli dengan situasi sekitar mereka. Indah yang membelakangi Eguh, tiba-tiba salah tinggakah saat sang mantan berdiri tepat di belakangnya. Lalu dia segera menoleh ke belakang. “Guh, kok kamu disini?” tanya Indah. “Iya Er! Ini aku lagi ada acara dengan teman-teman kosan. Gabung yuk?” ajak Eguh. “Kangen sama kamu yang pernah mengisi hatiku dengan keindahan cinta …,” goda Eguh ke Indah sambil sen
Dalam heningnya malam…Di kamar kost, terlihat Eguh terdiam dalam hening dan sunyi. dia memikirkan perubahan yang terjadi pada sang mantan. Dia seakan tak percaya dengan sikap sang mantan siang tadi di kantin sekolah. Situasi siang tadi di kantin sekolah, seakan telah membawa kembali kebahagiaan hati yang telah lama dinodai kegalauan.‘Aku kira dia tidak mau lagi mengenal diri ini yang hanya seorang anak penjual mie ayam. Tetapi tadi siang tidak! Saat aku melihatnya di kantin sekolah, dia malah memanggil dan mengajakku untuk gabung satu meja dengannya. Huffttt …, sepertinya berteman dengannya adalah pilihan terbaik buat kebersamaan kita!’ gumam Eguh dalam hati.Karena suntuk di dalam kamar, Eguh mencoba untuk bersantai di teras depan kamarnya. Sambil bersandar ke pagar tembok tepian teras bangunan lantai dua, dia bisa menikmati indahnya cahaya rembulan dan kerlip bintang-bintan
Malam pun semakin larut dalam hening kesunyian, hanya suara merdu makhluk-makhluk malam menemani. Hati yang galau akibat putus cinta membawa luka namun tak berdarah. Kini diri yang fakir ini, hanya bisa berpasrah pada jalan takdir semesta. Berdamai hati ini dengan kesedihan, merasakan pilu yang mendalam. Hujan tangisnya hati tak bisa terbendung, hanya memberikan luka kegalauan di hati. Bukan sebuah kata putus yang aku tangisi, tapi jatuh cinta padamu yang aku sesali. Tak ada lagi keindahan yang menyisakan cerita cinta kita. Kesedihan akibat kata putus menghadirkan mimpi horor ending percintaan. Sungguh tragis seorang fakir cinta yang hanya memiliki kesederhanaan. Tak punya kemewahan untuk dibanggakan sebagai bukti cinta. ‘Aku tahu cinta yang aku berikan padamu hanya sebuah kesederhanan dari seorang fakir. Karena aku hanya ingin mencintaimu secara sederhana. Tapi kenyataan yang menyakitkan kamu berikan kepadaku. Aku yang hanya
Masih di Café “Putri Lembayung”, malam semakin larut suasana café semakin ramai oleh pengunjung yang berdatangan. Terlihat suasana yang berbeda di meja nomor 21, tempat Eguh dan Indah duduk. Suasana di meja nomer 21 terlihat hening. ‘Bukan kata putus yang bikin aku sedih. Tapi kenapa aku bisa mencintai wanita sepertimu? Mengenalmu ternyata musibah tsunami yang menerjang hati. luka hati namun tak berdarah …,’ gumam Eguh dalam hati. “Kalo sudah tidak ada yang mau diomongin lagi, aku mau balik dulu udah malam. Terima kasih ya buat semuanya,” kata Indah pamit, lalu berdiri dari kursinya. Eguh hanya diam membisu, tidak menjawab ucap pamit dari Indah. Indah yang melihat keadaan sang mantan segera melangkah pergi meninggalkan meja nomor 21. Namun sebelum pergi menjauh… “Tunggu!” teriak Eguh pelan memanggil. Indah yang mendengar panggilan dari Eguh menghentikan langkah kakinya dan berbalik menghadap ke arah sang
Seminggu sudah berlalu … Seminggu sejak kembali masuk sekolah. dan sudah empat belas hari setelah kejadian waktu itu di warung mie ayam “Bunda”. Indah selalu menghindar dan terus menghindar ketika dia bertemu muka dengan Eguh di sekolah. ‘Tak terasa sudah seminggu lebih sikapnya masih sama padaku. Semakin hari dia selalu menghindar saat kita bertemu. Padahal status kita masih pacaran. Tapi saat ini, nyatanya kita seperti dua orang yang tidak pernah saling kenal dan dekat. Apakah pintu maaf di hatimu sudah tertutup oleh kebencian? Hufttt …,’ gumam Eguh dalam hati. Apa yang Eguh rasakan saat ini, hatinya dipenuhi kegalauan. Hari-harinya tidak lagi ceria, tak lagi merasakan keindahan cinta. Masalah yang diharapkan bisa cepat selesai, ternyata tak kunjung menemukan titik penyelesaiannya. Hingga pada akhirnya kegalauan membawa Eguh pada titik jenuh dan bosan. ‘Mungkin besok a