Beranda / Romansa / LUKA HATI SEORANG ISTRI / PENYEMANGAT HIDUP AIRA

Share

PENYEMANGAT HIDUP AIRA

    "Kamu tidak akan bisa menghidupi anak-anak tanpa aku, Dek. Itulah kenapa aku tidak akan pernah menceraikanmu," ucap Dhani dengan sombongnya.

    "Jangan terlalu percaya diri, Mas. Aku tidak membutuhkan belas kasihanmu untuk menghidupi anak-anakku. Mereka tidak akan kubiarkan hidup dengan melihat kehidupan kita yang seperti ini. Melihat ayahnya memperlakukan seorang wanita.dengan.semena-mena. Apa jadinya kehidupan mereka nanti jika sampai ada yang menirumu?"

    "Maksud kamu apa, Dek? Aku nggak ngerti kamu ini ngomong apa sih?"

    "Kalau aku tetap bersama kamu. Anak anak akan melihat bahwa menyakiti pasangan itu sebagai sesuatu yang wajar dan lumrah, Mas. Aku tidak ingin mereka kelak sepertimu." 

    "Tapi aku masih mencintai kamu, Dek. Aku mencintai anak anak. Aku tidak mungkin meninggalkan kalian. Aku ... aku sebenarnya terpaksa menikahinya karena ..."

    "Cukup, Mas! Aku tidak mau mendengar alasan apapun darimu. Kenapa kamu menikah dengan wanita itu, sama sekali bukan urusanku. Yang jelas, tidak ada keterpaksaan yang sampai direncanakan sedemikian rupa seperti ini. Kebohonganmu sudah sangat keterlaluan, Mas. Sekarang, tolong pergi dari sini. Tinggalkan aku dan anak-anak. Kami tidak membutuhkan kamu lagi di rumah ini, Mas!"

    "Dek, tidak bisa begitu! Ini masih rumahku lho. Aku masih suamimu, ayah dari anak-anak. Aku masih berhak tinggal di sini." 

    "Jangan sembarangan, Mas! Rumah ini, mobil, dan motor yang pernah kamu beli itu tidak sebanding dengan bertahun-tahun kamu tidak pernah ikut merawat mereka. Semua ini belum ada apa-apanya, Mas. Masih tega kamu mau ambil semua yang sudah kamu berikan pada kami ini? Tolong pergi sekarang!" kata.Aira sedikit berteriak.

    "Nggak, Dek. Aku nggak akan pergi!" Dhani tak mau kalah. Nada bicaranya pun lebih tinggi.

    "Ayah pergi saja. Tidak ada gunanya ayah di sini. Kami sudah tidak butuh ayah lagi." 

    Alif tiba tiba muncul dari ruang tengah. Disusul Adnan yang tadi sempat menyusulnya ke kamar Shofi saat Alif mengejarnya. 

    "Kamu dengar itu, Mas? Sekarang pergilah!" kata Aira penuh kemenangan.

    Dhani kaget mendengar keberanian anak-anak yang selama ini selalu berperilaku manis itu padanya. Wajahnya sampai memerah menahan marah yang tak bisa sepenuhnya dia luapkan pada anak-anaknya itu. Dhani tahu memarahi anak-anaknya artinya adalah kehilangan simpati mereka. 

    "Kamu keterlaluan, Dek. Kamu mengajarkan anak-anak untuk membenciku?"

    "Aku tidak pernah mengajarkan mereka untuk membencimu. Kelakuanmu sendiri yang membuat mereka benci padamu. Harusnya kamu berpikir dulu sebelum melakukan sesuatu, Mas."

    "Oke, oke. Kalian ternyata memang sudah tidak bisa diatur sekarang. Hanya dengan melihatku melakukan.hal seperti ini saja, kalian melupakan.begitu saja pengorbananku menghidupi kalian selama bertahun-tahun. Aku cuma mau lihat saja apakah setelah ini kalian masih bisa bertahan tanpa uang dariku. Aku akan lihat, Aira!"

    Usai berkata begitu, Dhani pun segera berlalu meninggalkan rumah dengan wajah bersungut sungut menahan emosi. Dan saat mobil yang dikendarai suaminya terdengar telah meninggalkan depan rumahnya, Aira ambruk di kursi. Ketegaran yang tadi sempat ditunjukkannya pada suaminya habis sudah. 

    Bukan meratapi nasibnya jika dia sampai terlihat lemah seperti itu, tapi sejujurnya Aira mengkhawatirkan nasib anak-anaknya setelah ini. Dia tahu, selama ini kehidupannya memang sepenuhnya dari hasil kerja suaminya. Karena sebagai ibu rumah tangga dengan tiga anak, Aira mutlak pernah punya waktu untuk bekerja. 

    "Ibuk!" Alif dan Adnan bergegas menghampiri sang ibu yang terduduk lemas di kursi tamu. Alif memegangi pundak sang ibu yang terlihat berguncang karena menangis.

    "Dek, tolong ambilkan minum ya?" pinta Alif pada adiknya. Dan Adnan segera menuju ke dapur untuk mengambilkan minum untuk ibunya. 

    Setelah meneguk segelas air yang diberikan oleh anaknya, Aira pun menyuruh dua anak lelakinya untuk duduk di sebelahnya. 

    "Maafkan ibu ya, Mas. Ibu terpaksa melakukan ini. Ibu bukan ingin egois atau mementingkan perasaan ibu sendiri. Tapi ibu tidak ingin lagi hidup bersama ayah kalian. Maaf jika nanti setelah ini hidup kita tak akan sama lagi seperti.kemarin." Suara Aira terbata. Dua bulir.bening segera meluncur dari dua sudut matanya.

    "Sudah, ibu nggak usah berpikir seperti itu. Ibu istirahat dulu saja. Alif antar ke kamar ya?" kata anak sulungnya.

    Alif membantu ibunya bangkit, lalu menggandengnya menuju kamar. Sementara Adnan mengikutinya dari belakang. 

    "Terima kasih, Mas. Ibu akan istirahat sebentar. Tolong awasi Shofi ya? Jangan sampai Adek berbuat aneh-aneh."

    "Ya, Buk. Ibu tenang saja."

    Sepeninggalan anak-anaknya, matanya pun tak bisa terpejam. Aira memandang langit langit kamarnya sambil terus berpikir. 

    Setelah ini, suaminya pasti tidak akan lagi memberikannya nafkah seperti biasa. Dia harus mulai bangkit sekarang. Seharusnya memang sejak dulu Aira berpikir untuk mencari penghasilan sendiri. Namun, apakah dia tahu takdir apa yang akan terjadi di masa depannya?

    Seandainya dia tahu Dhani akan berbuat setega ini padanya, pastilah dia akan sudah mempersiapkan jauh hari sebelumnya untuk bisa mandiri. Namun bukankah saat menikah dulu, mereka sudah berjanji untuk saling mengasihi sampai mati dan tidak saling menyakiti? Lalu jika kenyataannya seperti ini, siapa yang patut disalahkan?

    Berpikir, berpikir, dan berpikir. Aira sekarang harus memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk membuatnya bisa bertahan hidup bersama anak-anaknya. Dia tidak akan membiarkan suaminya melihatnya lemah, hingga lelaki itu akan kembali bisa menginjak-injak harga diri Aira lagi. 

.

.

.

    "Mas, ibu mau minta ijin menjual motornya satu, boleh?" tanya Aira saat mereka selesai makan malam  itu. 

    "Buat apa, Buk?" tanya Alif.

    "Ibu butuh modal untuk membuka usaha. Ibu akan berjualan makanan, Mas. Biar kita bisa bertahan hidup karena ayah kan sudah tidak akan mengurusi kita lagi. Gimana? Boleh?"

Alif tercenung mendengar kata-kata ibunya. Dia.mengerti.sekarang kenapa ibunya meminta maaf semalam. Mungkin.dia pun harus bersiap untuk tak lagi bergantung pada ayahnya. 

    "Kalau motornya dijual satu, Adnan gimana sekolahnya, Buk?" Berbeda dengan sang kakak, Adnan terlihat protes.

    "Sementara Adnan boncengan dulu sama mas Alif. Nanti Shofi biar Ibu yang antar jemput pake mobil."

    "Tapi kan jadwal kami kadang beda pulangnya, Buk?" ujar Adnan lagi. 

    Sejenak semuanya terdiam. Shofia pun yang nampak lebih pendiam setelah insiden dengan sang ayah tadi siang hanya menunduk memainkan sendok di piringnya. 

    "Ya sudah kalau gitu. Ibu jual perhiasan simpanan ibu saja." Aira mendesah pelan. Sebenarnya sangat sayang. Beberapa perhiasan yang diberikan oleh mendiang Ibunya harus dia relakan untuk membuka usaha. Namun Aira tidak ingin anak-anaknya merasa tidak nyaman karena merasa harus berkorban. 

    "Nggak usah, Buk. Biar motor Alif aja yang dijual. Alif bisa pulang naik angkot. Nanti berangkatnya aja nebeng Ibu sambil ngantar Shofi."

    "Tapi Mas, Kamu kan butuh cepat kemana-mana. Sudah mau ujian kan?" tanya Aira meyakinkan.

    "Nggak papa, Buk. Santai aja." 

    "Bener Mas nggak apa apa?"

    "Bener, Buk. Jual aja motor Alif. Ibu mau bikin makanan apa sih? Gimana kalau sambil dijual online saja?"

    "Dijual online, Mas? Tapi caranya gimana? Kan Ibu nggak tau."

    "Tenang, nanti Alif ajarkan caranya sama ibu. Temen Alif banyak kok yang pada jualan.online. Nanti deh Alif tanyakan juga pada mereka. Nanti Alif bantuin juga memasarkannya. Adek-adek juga pasti mau bantuin kok. Ya kan?" Alif beralih menatap kedua adiknya bergantian.

    Adnan yang agak kurang enak hati sudah menolak permintaan ibunya untuk menjual motor tadi hanya mengangguk pelan. Sementara Shofia justru sangat antusias mendengar itu.

    "Iya, mau, mau. Shofi mau bantuin ibu jualan," kata gadis remaja itu dengan wajah cerianya. 

    Melihat semangat anak-anaknya, Aira pun merasa begitu bahagia. Seandainya saja tidak ada mereka. Entah apa yang akan terjadi padanya saat ini. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Katanya mau dipenjarain mn ngemeng donk lu
goodnovel comment avatar
Roszilah Talib
Alif anak yang baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status