“Apa Rangga juga tahu tentang Damian? Eyang, tolong jawab Anggi!”
“Apa yang Bambang tahu, Rangga dan Galih pasti juga tahu. Eyang hanya bisa bilang, sudahi semuanya sebelum terlambat.”
Anggita mencermati ekspresi wanita yang dipanggilnya dengan sebutan eyang itu. datar dan dingin, tidak ada kehangatan yang biasanya dia temukan di antara kemarahan yang acapkali Anggita terima dari eyangnya. Kali ini, Jelita sungguh kecewa padanya, Anggita lihat itu.
Anggita bergegas menghampiri Jelita dan meraih kedua tangan kurus namun tegas yang sedang mengepal menahan marah. “Eyang, tolong bantu Anggi kali ini saja. Anggi benar-benar mencintai Damian. Tidak ada maksud lain, Eyang. Hanya masalah hati,” rengek Anggi berusaha mencari simpati.
“Gadis Bodoh! Masih saja menutupi kesalahanmu. Masih tidak mau mengaku?”
“Eyang, mengaku apalagi?” Anggi menggoyang kedua tangan Jelita perlahan, membujuknya dengan ma
“Yuki, buka pintunya. Panda mau bicara.”Hening, tidak ada jawaban.“Yuki, kau dengar? Buka pintunya.”Klek.“Kenapa selalu mengunci diri saat ada masalah?” tegur Rangga seraya mengangkat Yuki dalam gendongannya. “Bukankah kau sudah cukup besar untuk menghadapi masalah?”Yuki mendorong dada Rangga dan merosot turun. “Kalau kalian semua menganggapku sudah cukup besar untuk menghadapi masalah, kenapa harus merahasiakan kematian Mama dariku?” tanya Yuki dengan mata melotot kesal.Rangga duduk di ranjang kecil terbungkus selimut tebal warna merah muda bergambar salah satu tokoh film Barbie. “Duduk sini, kita bicara.”Yuki patuh.“Dengar, kami tidak bermaksud menyembunyikannya darimu. Hanya saja, waktunya tidak tepat. Kau tahu sendiri, Bunda dan Paman Reno sibuk mengurus kekacauan Orion sejak turun dari pesawat. Aku yang membawa abunya kembali ke Jakarta.
“Hahh?! Bagaimana bisa mereka tahu hubunganmu dengan pria itu?” Burhan menegakkan punggungnya. “Bukankah aku sudah bilang untuk berhati-hati?! Ceroboh!”“Pa, hentikan marahmu. Tolong pikirkan bagaimana jalan keluarnya,” rengek Anggita sambil menggeser duduknya merapat pada ayahnya.Burhan kembali menyesap anggurnya perlahan dengan seringai tertahan. “Tunggu saja tanggal mainnya.”***Tok tok tok.“Masuk.”Klek.“Bun!” Kepala Yuki menyembul dari celah pintu yang terbuka. “Boleh aku masuk?”Maura mengangkat kepalanya dari bantal dan menarik tubuhnya duduk. “Kemarilah.” Maura merentangkan kedua lengannya lebar, mengundang Yuki masuk dalam pelukan.“Bunda, aku sudah siap,” tutur Yuki seraya memeluk pinggang Maura erat.“Hmm?” heran Maura dengan dahi mengkerut. “Siap untuk?”“
Kantor Presdir GD Grup“Sejauh mana pergerakan mereka sekarang?”“Sesuai perkiraan kita, mereka membeli tiga puluh persen saham Orion menggunakan nama pinjaman. Lalu, bagaimana sekarang?” tanya Reno sambil terus menekuri grafik saham dari layar gawainya.“Biarkan mereka merasa di awang-awang untuk sementara waktu. Kau teruskan saja membeli saham pabrik pengolahan kayu yang aku sebutkan. Sebentar lagi, kita beri pertunjukkan yang menarik dalam rapat direksi tahun ini.” Rangga menyeringai penuh arti.Sejak Rangga melihat kedekatan Anggita dan Damian dalam foto yang Potter ambil secara sembunyi-sembunyi, Rangga meminta Reno menyelidiki hubungan keduanya. Dari penyelidikan itu, diketahui bahwa Damian, Anggita dan Burhan bekerja sama melakukan sesuatu untuk menjatuhkan GD Grup.“Kau lanjutkan saja diam-diam. Aku akan balas setimpal atas apa yang mereka lakukan pada Maura, Pic dan Hulk. Lihat saja nanti.”
“Apa maksudnya ini?! Siapa kalian?!” bentak Maura marah.“Oh ya, hampir saja lupa. Tentunya semua yang hadir di sini bertanya-tanya, siapa kami dan untuk apa kami datang. Perkenalkan, saya Anggita Danutirta perwakilan Eleven Corp Australia.”“Tidak perlu bertele-tele. Katakan saja apa maksud kedatangan kalian!” tukas Maura geram.“Danutirta? Bukankah itu artinya mereka satu keluarga? Ada apa ini sebenarnya?”“Ya, benar. Apa mereka saling tikung? Padahal satu keluarga, ya?”Mulut mulai bergunjing seiring pengakuan Anggita tentang identitasnya. Beberapa orang saling pandang dengan tatapan curiga, membuat Maura makin jengah.Damian melanjutkan menarik sandaran kursi dan mendudukkan dirinya dengan penuh gaya. Bibirnya menyeringai penuh kemenangan ke arah Rangga yang sejak tadi hanya diam.“Saya Damian Harrison, pemilik 30% saham Orion yang artinya pemilik saham terbesar. De
“Bajingan kau, Rob! Aku menyuruhmu membeli saham Orion, bukan menjual saham Eleven. Jelaskan padaku, Bangsat!” hardik Damian seraya melempar map yang berisi beberapa lembar kertas ke dada bidang Robert.“Maaf, tapi aku hanya melakukan apa yang menjadi wasiat Vivian. Aku tidak bisa membiarkanmu hancur dan terjerumus karena rayuan perempuan lain, Dami.”“Apa maksudmu?!” bentak Damian lagi.“Mungkin kau lupa, saham Eleven tidak pernah benar-benar atas namamu, Dam. Kedua orang tuamu menyerahkan sahamnya atas nama Vivian dan Yuki. Kau hanya punya hak operasional bukan hak milik. Dan Vivian ingin aku menjual semua saham atas namanya dan Yuki pada Ranggapati. Aku hanya,”“Dasar bajingan!”Bug!Damian melayangkan sebuah pukulan ke rahang Robert sebelum pria itu menyelesaikan kalimatnya. “Jangan kau pikir aku tidak tahu, Bangsat! Kau menyimpan perasaan pada istriku! Dasar bajingan!&rdq
Teriakan Rangga hampir memecahkan gendang telinga saat matanya melihat Damian makin kuat mendorong kepala Maura dan mencekik lehernya. Sekelebat bayangan berhasil di tangkap ekor mata Damian, tapi sayang, gerakannya kurang tangkas menghindari tendangan kaki Reno.Desh!Dengan satu tangan menumpu pada meja lebar di depannya, Reno melompati meja dengan kaki kiri lurus terjulur ke depan menghantam belakang kepala Damian.“Arghh ...!” Damian terhuyung ke belakang seraya memegangi kepalanya.“Ringkus dia, Pak!” seru Reno pada Anton yang sudah berdiri siaga di ambang pintu.“Maura, Maura!” Rangga menopang kepala Maura yang terkulai. “Apa kau baik-baik saja?” tanyanya cemas.“A-air,” sahut Maura serak.“Ambilkan air!” teriak Rangga memberi perintah pada siapa saja yang mendengar.Langkah kaki takut-takut bergerak mendekat. Tangan kanan yang gemetar, mengulurkan bo
“Apa?! Menculik Yuki? Kapan? Di mana?!” teriak Maura panik.Alih-alih menjawab kepanikan Maura, Anggita hanya menyeringai culas menatap wanita yang pernah merebut cinta pertamanya. “Katakan dulu pada suamimu untuk melepaskan kami dan mengembalikan semuanya. Baru setelah itu, aku akan pertimbangkan untuk memberitahumu atau tidak.”Tap. Srekk. Srekk. Brak.“Argh,”Rangga meraih leher Anggita dan menyeret tubuhnya beberapa langkah ke samping hingga punggung wanita itu menghantam dinding ruangan.“Kak! Lepaskan dia!” seru Maura panik.“Rangga! Dia bisa mati kalau kau cekik begitu!” teriakan Burhan tak kalah panik.“Persetan dengan nyawanya! Manusia yang tidak peduli dengan nyawa manusia lainnya, tidak layak hidup sebagai manusia. Bukan begitu, Anggita?” tanya Rangga seraya menekan leher Anggita ke dinding lebih kuat lagi sampai wajah mereka saling berdekatan.&
Tubuh mungil Yuki terus meronta ingin melepaskan diri, kedua kakinya sibuk menendang udara membuat pria yang meringkusnya sedikit kewalahan.“Diam.”Pria itu mendesis di telinga Yuki disertai embusan napas kasar yang membuat kuduk gadis kecil itu makin meremang. Yuki makin ketakutan saat pria gempal itu membuka pintu sebuah mobil warna hitam dan memasukkannya ke dalam.“Yu-Yuki,” panggil sebuah suara dengan nada ketakutan.Brug.Yuki tidak tahu pasti, dirinya yang melompat turun atau pria gempal itu yang menghempaskan tubuhnya ke kursi penumpang. Yang pasti, lututnya terasa ngilu dan perih karena terbentur lantai mobil berlapis karpet hitam dari karet berpermukaan kasar.“Ahh,” rintih Yuki kala kulit lututnya robek.“Yu-ki,” panggil suara itu lagi.“Duduk tenang, jangan ribut.” Pria gempal tadi melontarkan peringatan bernada ancaman yang membuat dua bocah kecil itu sal