Selamat membaca ^^
***Still Bina povAku memasuki pelataran rumah dan mendapati Chevrolet Camaro RS putih milik dokter Je sudah terparkir indah di dekat pintu utama. Aku turun dari motor dan langsung menghampiri dokter Je dan paman Jo yang masih berdiri di depan pintu."Apa yang sebenarnya terjadi, paman?" Aku melihat eskpresi Paman Jo yang panik. Paman Jo terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku."A-aku hanya meninggalkannya beberapa menit dan pergi ke minimarket terdekat untuk membeli bahan makanan. Saat aku kembali, pintu depan sudah terbuka," jelas Paman Jo.Aku menghela napas. Perasaan khawatir dan kesal bercampur aduk, "Tenanglah, BIna. Kita harus mulai mencari Awan. Kakinya belum sembuh sepenuhnya, jadi aku rasa dia pasti belum jauh dari sini." Dokter Je berusaha menenangkan aku. Aku berpikir sebentar sambil menggigit bibirku. Lalu mengangguk, memberi tanda kalau aku menyetujui usulan sahabat pamanku itu."Kalau begitu kita berpencar. Paman Jo dan dokter Je. Dan aku a
***SRAAKKKDaun-daun berjatuhan di terpa angin malam yang mulai sedikit kencang. Menimbulkan suara bergesekan yang tidak begitu ketara, karena tertutup dengan hingar bingarnya kota. Seorang pria terlihat tengah duduk meringkuk di bawah pohon. Pria itu menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya. Seolah sedang berusaha bersembunyi dari kejamnya dunia.Lima menit kemudian, pria itu kembali mengangkat wajahnya. Menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan seolah sedang membuang beban pikiran yang sejak tadi terus mengganggu isi kepalanya. Setelah mendapatkan semangatnya kembali, pria itu berdiri dengan gagahnya. Berusaha mengumpulkan keberanian untuk kembali menghadapi kejamnya dunia. Pria itu membalikkan badannya, berniat untuk meninggalkan pohon yang entah sudah berapa lama menjadi tempat persembunyiannya."AAAHHHHHH!""AAAHHHHHH!"Pria itu berteriak kaget saat mendapati seorang wanita berada di belakangnya. Wanita itu pun ikut berteriak tidak kalah kagetnya. Bel
*** Suara sebuah motor memasuki pekarangan rumah. Jonathan dan Jesselyn berjalan keluar rumah. Kedua orang itu mendapati Bina yang baru saja turun dari motornya dan seseorang yang sejak tadi mereka cari. Jonathan hendak menghampiri mereka berdua, namun Jeseelyn memegangi tangan kanannya. Jonathan memandangnya dan mendapati Jesselyn menggelengkan pelan kepalanya. Melarang Jonathan untuk mengusik kedua orang itu. Bina menuntun Awan dengan penuh perhatian. Wanita itu bahkan memegangi kedua sisi tubuh Awan. Mereka berdua berjalan melewati Jonathan dan Jesselyn begitu saja. Tanpa menyapa mereka sedikitpun, seolah kedua orang itu tidak ada di sana. Ketika Bina dan Awan sudah masuk ke dalam rumah, Jonathan berniat menyusul mereka. Tapi, lagi-lagi Jesselyn memegangi tangan kanannya. Kembali berusaha menahannya. "Apa yang salah dengan-mu, Je?" Tanya Jonathan ketus. "Mereka butuh istirahat, Jonathan. Tidakkah kamu lihat wajah lelah Bina?" Jawaban Jesselyn justru membuat pria itu semakin mer
***Suara sebuah motor memasuki pekarangan rumah. Jonathan dan Jesselyn berjalan keluar rumah. Kedua orang itu mendapati Bina yang baru saja turun dari motornya dan seseorang yang sejak tadi mereka cari. Jonathan hendak menghampiri mereka berdua, namun Jeseelyn memegangi tangan kanannya. Jonathan memandangnya dan mendapati Jesselyn menggelengkan pelan kepalanya. Melarang Jonathan untuk mengusik kedua orang itu.Bina menuntun Awan dengan penuh perhatian. Wanita itu bahkan memegangi kedua sisi tubuh Awan. Mereka berdua berjalan melewati Jonathan dan Jesselyn begitu saja. Tanpa menyapa mereka sedikitpun, seolah kedua orang itu tidak ada di sana. Ketika Bina dan Awan sudah masuk ke dalam rumah, Jonathan berniat menyusul mereka. Tapi, lagi-lagi Jesselyn memegangi tangan kanannya. Kembali berusaha menahannya."Apa yang salah dengan-mu, Je?" Tanya Jonathan ketus. "Mereka butuh istirahat, Jonathan. Tidakkah kamu lihat wajah lelah Bina?" Jawaban Jesselyn justru membuat pria itu semakin merasa
***Dokter Je povAku masih mengunjungi pasienku satu demi satu. Memeriksa keadaan mereka bersama dua perawat asistenku. Setelah memastikan keadaan pasien terakhirku, aku keluar ruangan sambil mengembuskan napas lega. Akhirnya selesai juga!"Anda sudah bekerja keras, dokter Je." Ucapan salah satu perawat yang mengikutiku mengecek pasien sejak tadi membuatku tersenyum."Anda juga hebat, suster Mila."Kulihat perawat itu mengangguk pelan, lalu pamit mengundurkan diri dari hadapanku bersama temannya. Sedangkan aku memutuskan melangkahkan kakiku melewati salah satu lorong rumah sakit. Berniat menjenguk seseorang di rumah sakit ini.SRAAAKKKKAku menggeser pintu ruang rawat dengan pelan dan menutupnya kembali. Lalu mendapati punggung seorang wanita sedang membelakangiku. Rupanya wanita itu tidak terkejut sama sekali dengan kedatanganku. Aku berjalan mendekatinya dan berdiri di samping ranjang. Mengecek infus yang tergantung di samping ranj
***Harajuku, JepangPukul 19.30Jalanan daerah Shibuya terlihat padat oleh lautan manusia. Maklum saja, selain Shinjuku distrik Shibuya juga terkenal sebagai pusat mode di Negeri Matahari Terbit itu. Mereka menjadikan jalanan distrik itu seolah-olah seperti panggung catwalk.Toko-toko fashion di sepanjang distrik terlihat ramai oleh pengunjung. Tapi, ada salah satu toko yang memiliki pengunjung yang lebih banyak dan sangat menarik perhatian orang-orang yang lewat. Dekorasinya terlihat tidak terlalu mewah, bahkan terkesan sangat sederhana. Yang membuat toko itu terlihat menarik adalah style fashion yang mereka tampilkan di etalase depan toko.Style fashion mereka terlihat bertabrakan dan terlalu nyentrik untuk dipakai juga terlihat sedikit aneh. Namun, entah kenapa hal itu justru membuat banyak orang tertarik dan memilih untuk mengunjungi toko itu. Segala kebutuhan fashion ada di sana mulai dari pakaian, jaket, celana hingga aksesoris. Beberapa orang masih sibuk melihat-lihat di dalam
***JakartaPukul 15.00 WIBBina povAku melangkahkan kaki-ku keluar dari taksi yang berhenti di depan sebuah rumah dengan pekarangan yang tidak terlalu besar, menurutku. Setelah membayar ongkos, taksi itu pergi meninggalkan aku seorang diri. 'Sial!' Umpatku di dalam hati ketika merasa kerepotan dengan oleh-oleh yang aku bawa dari Jepang. Yah, kupikir tidak ada salahnya membeli sedikit oleh-oleh dari negara itu, kan? Aku berjalan memasuki pekarangan rumah. Suasana terlihat sepi sekali. Kulirik garasi terlihat kosong. Sepertinya sedang tidak ada orang di rumah. Aku melanjutkan langkah-ku dengan cuek. Mengambil kunci dari dalam kantong celanaku dan membuka pintu rumah dengan kunci tersebut. Beruntungnya, aku memiliki duplikat kunci rumah. Jadi, tidak perlu menuggu di luar rumah sampai Paman Jo pulang.Aku menutup kembali pintu rumah dari dalam dan berjalan gontai menuju kamar tercinta yang sangat aku rindukan.Pukul 15.30 WIBAku keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamar-ku sa
***Bina terlihat masih sibuk menelepon seseorang di teras rumah sambil berdiri. Sesekali wanita muda itu menoleh ke arah pintu masuk rumah untuk memastikan kalau pria yang ia temui tadi tidak berusaha untuk keluar rumah. Ya, sebelum pergi keluar rumah untuk menelepon seseorang, Bina mengancam akan melaporkan pria itu ke polisi kalau ia berani melangkah keluar dari rumah itu.Bina, kau masih curiga kalau pria itu bukan Awan?Seseorang dari seberang telepon melontarkan pertanyaan kepada Bina. Bina menjawab tidak dengan tegas disertai gelengan kepala, meskipun nyatanya lawan bicaranya di telepon tentu saja tidak dapat melihat gerakannya itu.“Dokter Je, bagaimana aku bisa percaya kalau dia adalah Awan yang aku kenal? Dia sangat berbeda!” Jelas Bina. Detik selanjutnya yang terdengar dari seberang telepon adalah kekehan dokter Je yang membuat Bina merasa sebal.Tentu saja dia berbeda, Bina. Awan yang sekarang jauh lebih tampan, kan?BLUSHHUcapan dokter Je yang berusaha untuk menggoda Bin