"Berani sekali kamu...!" geram Agam, dengan deru nafasnya yang tersenggal dan...
BUGH
BUGH
BUGH
Pukulan demi pukulan dan bertubi-tubi dari Agam, tak bisa lagi mengontrol emosi yang menguasai, menghajar lelaki yang sudah terlalu berani, bermain api dengan mencelakai Inez.
"Cukup Pak, Pak! cukup!" pekik Inez, menghentikan pukulan Agam yang tak terkendali, menahan lengan Agam.
"Bisa mati dia!" lanjut Inez, dengan deru nafasnya yang memburu, bersitatap dengan Agam yang telah berhenti menghajar, namun tak melepaskan cengkraman tangannya di krah Hoodie si lelaki penyerang, dan...
Bruukk
"Ahhh," rintih penyerang, menahan rasa sakit di punggungnya, akibat dorongan tangan Agam, yang begitu tiba-tiba, membuatnya menabrak dind
Semilirnya angin di pagi hari, membelai lembut dedaunan yang tumbuh di depan gedung yang menjulang tinggi, tempat Sukmajaya Group berdiri, tempat Papa Galang memimpin.Terlihat begitu sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang duduk di atas sofa loby, dan juga resepsionis perempuan yang telihat begitu rapi dengan setelan blazer hitam. Sedang berdiri dari duduknya, seraya mengulaskan senyum termanisnya menyambut kedatangan Papa Raimon dan juga Abian, yang sedang mengayunkan langkah dari arah pintu utama mendekatinya."Selamat Pagi Pak Abian, Pak Raimon,""Selamat Pagi, Galang ada kan?" jawab Papa Raimon, menganggukkan kepalanya pelan, di susul dengan anggukan kepala Abian."Ada Pak, di tunggu sebentar ya?" jawab Resepsionis itu, dengan begitu sopannya, segera meraih gagang telepon berwarna putih tulang yang ada di atas meja di dekatnya. Hendak melakukan panggilan intercom meminta izin.
"Hahaha, kenapa sih? kok pada kompakan batuknya?" tanya Inez."Hubungan apa?" suara Fahmi, di sela batuknya merasa begitu terkejut.Tak mengalihkan pandangannya dari Inez yang kembali tertawa, begitu garingnya menyesap soda di tangan tak segera menjawab pertanyaannya."Hubungan apa Nez? Agam? hubungan apa?" tanya Fahmi lagi, tak bisa membendung rasa penasarannya yang meninggi, meletakkan soda yang ada di tangannya di atas meja."Apa sih Fa?" spontan Agam."Nggak ada hubungan apa-apa Pak Fa, hanya hubungan persaudaraan, seiman dan seagama," jawab Inez terkekeh, seraya mengalihkankan pandangannya, menatap Agam yang membisu tak bersuara."Iya kan Pak?" lanjut Inez.Hanya mengedikkan bahu Agam, kembali menyesap soda yang ada di tangannya."Aku hanya senang Pak Fa, mulai sekarang dan hari ini, aku bisa mencari pasangan seb
"Aku, aku..minta maaf," jawab Andre sebelum..."Aaakkk," rintihnya, karena cengkraman tangan Abian yang begitu kuatnya, hingga membuatnya susah untuk bernafas, membuang pandangan Vanesa tak berani melihat."Kamu sudah gagal Lang, semuanya hancur," batin Papa Galang, tak mengalihkan pandangannya untuk menatap putranya yang terdengar kesakitan, segera memejamkan matanya dalam menguatkan hatinya.Sebelum membuka kembali matanya, mendengar suara Papa Raimon yang sedari tadi diam membuka suara."Cukup Bi, kita pulang," kata Papa Raimon, merasa tak tega dengan raut wajah dan juga kondisi hati sahabatnya, mengalihkan pandangan Abian."Apanya yang cukup Pa?" sewot Abian, tak melonggarkan cengkraman tangannya, masih dengan deru nafasnya yang memburu, segera memutar posisi berdirinya, membawa Andre membelakangi Papanya."Aaakkk," rintih Andre lagi, berusaha melepaskan
Waktu telah beranjak siang, mentaripun semakin terik tak lagi bersahabat dengan sinarnya yang menyengat kulit.Tepat di pukul 12:00, masih di ruangan kerja Agam di Dirgantara Property, terlihat Inez, tak lagi duduk memperhatikan kekasihnya bekerja, melainkan telah tertidur di atas sofa panjang di seberang Agam dan juga Fahmi.Berselimutkan jas kerja Agam, akibat tak bisa menahan rasa kantuknya yang menyerang merasa bosan."Bangunin Gam, ajak makan siang," suara Fahmi, mengedikkan dagunya ke arah Inez, sesaat setelah menutup layar laptopnya di atas meja menganggukkan kepala Agam."Iya," jawab Agam."Aku mau ke kantin dulu," lanjut Fahmi."Nggak barengan sama kami?""Nggak, habiskan saja waktu kalian berdua, ambil kesempatan biar bisa lebih dekat lagi." Tolak Fahmi, segera mencondongkan kepalanya, mendekatkan bibirnya untuk berbisik ke teli
"Kita sudah ada hubungan spesial bukan? jadi aku berharap, kamu bisa menjawab pertanyaanku ini Pak, sebagai langkah pertama kita untuk bisa saling mengenal," lanjut Inez.Ingin kekasihnya bisa terbuka, menceritakan segala rasa yang ada di hati, demi untuk mempererat hubungan yang baru saja di mulai.Termasuk masa lalu Agam yang sedikit di ketahuinya dari Abian, membuatnya begitu penasaran, ingin mengetahui cerita mengenai Cintia, nama wanita yang pernah di dengarnya dari bibir Agam dan juga kakaknya, Abian."Pak? hei...," panggil Inez, mencondongkan kepalnya, mendekati wajah tampan kekasihnya yang membisu tak kunjung bersuara menjawab pertanyaannya."Sekarang?" tanya Agam, yang di sambut dengan anggukan mantap kepala Inez mengiyakan."Apa kamu masih ingat? foto prewedding yang pernah kamu lihat di layar laptopku dulu, sewaktu kamu masih menjadi sekretarisku?"
"Assalamualaikum," ucap Inez, baru masuk ke dalam rumah, mengedarkan pandangannya."Kok sepi ya Pak?" tanya Inez, beradu pandang dengan Agam yang mengedikkan bahu tak mengerti."Kamu duduk dulu deh Pak, aku panggilkan Kak Abian dulu," lanjut Inez, menunjuk sofa yang tersedia.Tak membuat kekasihnya bersuara, hanya menganggukkan kepala pelan mengiyakan."Aku masuk dulu,""Hemmm," jawab Agam, hendak duduk di atas sofa, seraya merogoh saku jas kerjanya, untuk mengambil ponsel yang ada di dalamnya.Tak lagi memperhatikan Inez, yang sedang mengayunkan langkah masuk ke dalam rumah meninggalkannya."Bi, tolong buatkan tamuku minuman ya?" titah Inez, kepada asisten rumah tangga yang ada di rumahnya, yang tak sengaja di temuinya di dekat tangga."Iya Mbak, ada berapa tamunya?""Buatin dua aja, nanti satu u
Sore telah berganti senja, bertemankan semilirnya angin yang terasa begitu sepoi, membelai lembut dedaunan yang ada di depan halaman gedung Dirgantara Property yang sedang di penuhi oleh banyaknya pegawai.Baru keluar dari pintu utama loby menuju parkiran secara bergantian, tepat di pukul lima sore, waktu dimana para pegawai harus pulang setelah seharian ini berkutat dengan banyaknya pekerjaan."Ayo Gam!" ajak Fahmi, sudah mencangklong tas kerjanya, mengalihkan sesaat pandangan Agam yang sedang duduk di atas kursi kebesaran tak kunjung berdiri dan bersiap untuk pulang."Sebentar Fa," jawab Agam, terlihat sibuk dengan layar ponselnya yang menyala, masih berkirim pesan dengan kekasihnya.("Aku pulang dulu, nanti jam setengah tujuh malam siap-siap ya? aku jemput kamu. Kita ke rumah ketemu sama Mama,")Pesan teks yang di ketik Agam, segera di kirimnya ke nomor ponsel Inez, s
"Mau kemana kamu Nez? kok sudah cantik begini?" tanya Mama Desi yang sedang duduk di atas sofa di ruang keluarga bersama dengan Papa Raimon.Beradu pandang dengan Inez yang tersenyum, masuk ke dalam ruangan mendekatinya."Mau keluar sama Pak Agam Ma," jawab Inez, seraya mendudukkan dirinya di samping Mamanya mengalihkan pandangan Papa Raimon."Agam?" kata Mama Desi."Iya,""Kok tumben?""Apanya yang tumben?""Itu keluar sama Agam, kalian dekat?" tebak Mama Desi, menciptakan seulas senyum di bibir Inez mengangguk pelan."Iya, aku sama Pak Agam sekarang kan... hahaha," jawab Inez tertawa, merasa malu sendiri, mengerutkan kening Mama Desi."Mereka pacaran Ma," sahut Abian, tiba tiba saja masuk ke dalam ruang keluarga, mengalihkan pandangan semua orang.Termasuk Papa Raimon yang s
Gerimis mulai menyapa, tepat di saat selesainya acara makan malam untuk merayakan hari jadi pernikahan Inez dan juga Agam yang kedua. Kini sepasang suami istri yang sedang berbahagia telah berada di dalam mobil yang di kendarai oleh Agam.Saling melempar senyuman, tak lagi bisa menyembunyikan binar kebahagiaan yang terlihat begitu jelas kentara dari binar di sorot mata keduanya, saling bergenggaman tangan, dan berkali kali, hampir tak berhenti Agam mencium punggung tangan Inez melampiaskan rasa beryukurnya."Terimakasih Yang, Ya Allah... apa kamu nggak tahu gimana bahagianya aku sekarang?" ucap Agam, kembali mencium punggung tangan istrinya yang telah merona tersenyum senang.Membagi fokusnya antara jalanan dan juga istrinya, akibat berita bahagia yang baru di sampaikan Inez kepadanya beberapa jam yang lalu, sewaktu masih menikmati makan malam sungguh berhasil membuncahkan rasa haru dan juga bahagia di dada Agam, bersora
"Halo Yang," suara Agam, sesaat setelah menggeser layar ponsenya. Merasa begitu bersalah, "Gagal lagi gagal lagi! gagal terus!" batin Agam berteriak, merasa kesal dengan kejutannya yang selalu saja gagal tak pernah bisa berhasil.Dan terdiam, mendengar suara isakan tangis istrinya yang terdengar khawatir menanyakan keadannya. "Kamu nggak papa kan Yang? masak ada orang kesini ngaku karyawan kamu dan bilang kamu pingsan Yang,"Entah kenapa, terdengar begitu melow, semakin mengembangkan rasa bersalah di hati Agam, meraup wajah tampannya frustasi."Aku...,""Kamu dimana? kamu baik baik saja kan Yang?"Semakin membuat Agam dilema, harus meneruskan sandiwaranya atau mengh
Minggu telah bergulir, bertemu dengan Minggu Minggu setelahnya menambahkan jumlah bulan yang telah di lewati oleh Agam dan juga Inez.Yang kini telah meneguk manisnya kesembuhan total, tanpa rasa sakit ataupun ketakutan yang menguasai sebelum melakukan hubungan intim.Sudah berganti menjadi gairah yang membahagiakan, yang harus segera di tuntaskan hampir setiap harinya dengan perasaan yang begitu bahagia sebelum di terbangkan ke awan oleh permainan Agam yang selalu saja luar biasa.Tepat di usia pernikahan keduanya yang sudah menginjak usia dua tahun, tepatnya sehari sebelum merayakan aniversary pernikahan yang ke dua, terlihat Inez, sedang mengayunkan langkahnya keluar dari kamar mandi.Terus saja memasang senyum di bi
Pagi mulai menyapa, di tandai dengan hangatya sinar mentari yang kembali bersinar, baru datang dari peraduan tepat di pukul tujuh pagi.Terlihat Agam, sedang tidur berbaring di atas ranjangnya, memeluk sayang istrinya yang masih memejamkan mata di dalam pelukan. Akhirnya bisa meneguk manisnya rasa klimaks yang sempat tertunda akibat gangguan dari Aga.Melakukan pertempuran yang begitu luar biasa nikmatnya, selepas shubuh setelah sempat ketiduran di kamar tamu bersama dengan Aga, berhasil membuat istrinya itu kelelahan."Selamat pagi Yang," goda Agam, memainkan bulu mata lentik Inez, mengecup dahi istrinya yang menggeliat merasa terganggu dengan sentuhannya."Apa sih Yang, aku capek," lirih Inez, masih memejamkan matanya
Hasrat yang menguasai, seolah tak mampu lagi di bendung oleh Agam yang kini sedang mempermainkan buah dada istrinya yang begitu kenyal dan menantang.Tak lagi menggunakan jemari tangannya yang sekarang sudah bergerilya menelusup dan membelai punggung putih Inez yang masih tertutup baju, namun sudah menggunakan bibir tebalnya untuk menghisap dan menggigit ujung buah dada yang kian menegang.Hampir berhasil memporak porandakan konsentrasi Inez yang masih melakukan panggilan telepon, berusaha keras untuk tetap sadar tak mengeluarkan desahan, mendorong kepala suaminya pelan. "Yang!" lirih Inez, dengan deru nafasnya yang hampir memburu menekankan. Harus bisa mengatasi gairah yang kini telah bersemayam, menjauhkan kembali ponselnya dari telinga.Namun Sayang, Agam yang tak lagi terkontrol, sama sekali tak menggubrisnya, mengacuhkan dirinya yang masih melakukan panggilan telepon tetap melakukan aktifitas yang membuatnya kian melayang."Ha
Suasana hening yang menyelimuti ruang tamu di unit apartemen Agam dan juga Inez, akibat rasa bingung yang melanda hati melihat gurat sendu di wajah tampan Aga. Membuat keduanya saling diam, hanya memperhatikan Aga yang terdiam masih menundukkan kepala."Jadi boleh nggak Kak?" tanya Aga, setelah beberapa menit membisu, kembali memandang Inez yang tersenyum mengangguk palan."Yang!" lirih Agam.Mengalihkan pandangan Aga, "Nggak boleh ya Om?""Bukannya begitu, tapi kami nggak mau di sangka menyembunyikan anak orang karena kamu yang nggak izin sama Papa kamu," sahut Agam.Menganggukkan kepala Inez membenarkan. "Benar kata Om Agam, Pak Dafa pasti khawatir,"Papa nggak mungkin khawatir Kak, harus berapa kali aku bilang, kalau Papa nggak mungkin khawatir," sahut Aga emosional, menampakkan kesenduhan di netra matanya yang berkaca kaca."Aga sudah makan malam?" tanya Inez, lebih memilih untuk mengalihk
Suasana yang sunyi, menyelimuti kamar presidential suite tempat Papa Raimon menginap, terlihat si empunya, sedang duduk di atas sofa menikmati secangkir kopi menunggu kedatangan menantunya, Agam."Duduk," dingin Papa Raimon, mengarahkan pandangannya ke aras sofa kosong di dekatnya, mempersilahkan Agam yang baru masuk ke dalam kamarnya memenuhi perintahnya. "Kopi buat kamu, minum kopi kan?"Baru pertama kalinya duduk dan ngobrol berdua dengan menantunya, setelah pernikahan Agam dan juga Inez. Selain karena dirinya yang lebih senang menyendiri, juga karena kepindahan Agam dan juga Inez ke Apartemen, semakin memperlebar jarak di antara keduanya."Terimakasih Pa," jawab Agam, menganggukkan kepalanya pelan, segera meraih kopi untuk di seruputnya perlahan, "kopi hitam kesukaan saya,"Dan tak membuat Papa Raimon bersuara, hanya membuang pandangan, kembali menikmati kopi di tangan."Terimakasih," suara Papa Raimon, setelah mem
Sang Surya kembali menyapa, membawa hangat sinarnya yang masih bersahabat, tak menyengat kulit.Tepat di pukul sembilan pagi, mobil Agam melaju dengan kecepatan sedang, menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.Membawa Istrinya yang terlihat tegang, bersama dengan Mama dan juga Mama Mertuanya yang sedang duduk di kursi belakang.Di ikuti oleh mobil Abian yang melaju di belakangnya, ingin menemani Inez menjalani pengobatan."Meeting hari ini di pimpin sama Pak Raimon, kamu siapkan semua berkas dan materinya ya, berikan ke Pak Raimon sebelum jam setengah sepuluh," suara Abian, yang sedang melakukan panggilan telepon bersama dengan Sekretarisnya.Sesaat sebelum mematikan sambungan teleponnya, mendengar jawaban iya dari Sekretarisnya.Merasa begitu berdebar, di sela hatinya yang terus saja berdoa, meminta kelancaran di setiap proses pengobatan Adik kesayangannya.Pukul Sebelas siang, Inez suda
Sang Surya kembali menyapa, membawa hangat sinarnya yang masih bersahabat, tak menyengat kulit.Tepat di pukul sembilan pagi, mobil Agam melaju dengan kecepatan sedang, menembus jalanan kota yang terlihat lenggang.Membawa Istrinya yang terlihat tegang, bersama dengan Mama dan juga Mama Mertuanya yang sedang duduk di kursi belakang.Di ikuti oleh mobil Abian yang melaju di belakangnya, ingin menemani Inez menjalani pengobatan."Meeting hari ini di pimpin sama Pak Raimon, kamu siapkan semua berkas dan materinya ya, berikan ke Pak Raimon sebelum jam setengah sepuluh," suara Abian, yang sedang melakukan panggilan telepon bersama dengan Sekretarisnya.Sesaat sebelum mematikan sambungan teleponnya, mendengar jawaban iya dari Sekretarisnya.Merasa begitu berdebar, di sela hatinya yang terus saja berdoa, meminta kelancaran di setiap proses pengobatan Adik kesayangannya.Pukul Sebelas siang, Inez suda