"Apa kabar kamu?" suara Agam akhirnya, masih menikmati makanannya, dengan pandangannya lurus ke depan mengalihkan pandangan Inez.
"Aku? kamu tanya aku?" tanya Inez.
Menciptakan decakan kesal di bibir Agam mengalihkan pandangannya beradu pandang.
"Kalau nggak kamu terus siapa? pelayan restoran?" sengit Agam.
"Masih tampan," batin Inez, mengulum senyumnya, memperhatikan wajah tampan Agam yang tak berubah. Masih sama, sama seperti waktu terakhir bertemu enam bulan yang lalu.
Mengerutkan kening Agam, menyadari tatapan Inez yang tak biasa. "Ngapain kamu senyum senyum begitu?" sengitnya lagi.
Menyadarkan Inez, segera membuang pandangan menghilangkan senyum di bibir tak lagi menatapnya.
"Aku nggak senyum!" kilah Inez.
"Bodoh sekali kamu Nez! bodoh bodoh bodoh!" batinnya, merutuki sikapnya sendiri yang tak terkendali.
"Sudah selesai, ayo," ucap Inez, baru menyelesaikan pengukuran tubuh untuk kebayanya, sudah berdiri di depan Agam."Aku antar kamu pulang sekarang," jawab Agam, seraya beranjak dari duduknya, menciptakan helaan nafas di bibir Inez.Mengalihkan pandangan Agam, "Butuh apalagi kamu?" tanya Agam, menyadari perasaan Inez yang tak ingin pulang beradu pandang."Butuh kamu," batin Inez, tertawa di dalam hatinya, benar benar ingin menghabiskan waktunya bersama dengan Agam tak ingin pulang."Kamu nggak butuh sesuatu? aku akan temani kamu, ya... itung-itung sebagai tanda terima kasihku, karena kamu sudah membantuku memesan kebaya," kilah Inez."Kamu ingin jalan denganku?" sahut Agam, membulatkan mata Inez, merasa tersentak dan ketahuan."Hahaha, tawa Inez, begitu garingnya."Apa segitu kentaranya? sialan!" batin Inez."Kita pula
"Berani sekali kamu...!" geram Agam, dengan deru nafasnya yang tersenggal dan...BUGHBUGHBUGHPukulan demi pukulan dan bertubi-tubi dari Agam, tak bisa lagi mengontrol emosi yang menguasai, menghajar lelaki yang sudah terlalu berani, bermain api dengan mencelakai Inez."Cukup Pak, Pak! cukup!" pekik Inez, menghentikan pukulan Agam yang tak terkendali, menahan lengan Agam."Bisa mati dia!" lanjut Inez, dengan deru nafasnya yang memburu, bersitatap dengan Agam yang telah berhenti menghajar, namun tak melepaskan cengkraman tangannya di krah Hoodie si lelaki penyerang, dan...Bruukk"Ahhh," rintih penyerang, menahan rasa sakit di punggungnya, akibat dorongan tangan Agam, yang begitu tiba-tiba, membuatnya menabrak dind
Semilirnya angin di pagi hari, membelai lembut dedaunan yang tumbuh di depan gedung yang menjulang tinggi, tempat Sukmajaya Group berdiri, tempat Papa Galang memimpin.Terlihat begitu sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang duduk di atas sofa loby, dan juga resepsionis perempuan yang telihat begitu rapi dengan setelan blazer hitam. Sedang berdiri dari duduknya, seraya mengulaskan senyum termanisnya menyambut kedatangan Papa Raimon dan juga Abian, yang sedang mengayunkan langkah dari arah pintu utama mendekatinya."Selamat Pagi Pak Abian, Pak Raimon,""Selamat Pagi, Galang ada kan?" jawab Papa Raimon, menganggukkan kepalanya pelan, di susul dengan anggukan kepala Abian."Ada Pak, di tunggu sebentar ya?" jawab Resepsionis itu, dengan begitu sopannya, segera meraih gagang telepon berwarna putih tulang yang ada di atas meja di dekatnya. Hendak melakukan panggilan intercom meminta izin.
"Hahaha, kenapa sih? kok pada kompakan batuknya?" tanya Inez."Hubungan apa?" suara Fahmi, di sela batuknya merasa begitu terkejut.Tak mengalihkan pandangannya dari Inez yang kembali tertawa, begitu garingnya menyesap soda di tangan tak segera menjawab pertanyaannya."Hubungan apa Nez? Agam? hubungan apa?" tanya Fahmi lagi, tak bisa membendung rasa penasarannya yang meninggi, meletakkan soda yang ada di tangannya di atas meja."Apa sih Fa?" spontan Agam."Nggak ada hubungan apa-apa Pak Fa, hanya hubungan persaudaraan, seiman dan seagama," jawab Inez terkekeh, seraya mengalihkankan pandangannya, menatap Agam yang membisu tak bersuara."Iya kan Pak?" lanjut Inez.Hanya mengedikkan bahu Agam, kembali menyesap soda yang ada di tangannya."Aku hanya senang Pak Fa, mulai sekarang dan hari ini, aku bisa mencari pasangan seb
"Aku, aku..minta maaf," jawab Andre sebelum..."Aaakkk," rintihnya, karena cengkraman tangan Abian yang begitu kuatnya, hingga membuatnya susah untuk bernafas, membuang pandangan Vanesa tak berani melihat."Kamu sudah gagal Lang, semuanya hancur," batin Papa Galang, tak mengalihkan pandangannya untuk menatap putranya yang terdengar kesakitan, segera memejamkan matanya dalam menguatkan hatinya.Sebelum membuka kembali matanya, mendengar suara Papa Raimon yang sedari tadi diam membuka suara."Cukup Bi, kita pulang," kata Papa Raimon, merasa tak tega dengan raut wajah dan juga kondisi hati sahabatnya, mengalihkan pandangan Abian."Apanya yang cukup Pa?" sewot Abian, tak melonggarkan cengkraman tangannya, masih dengan deru nafasnya yang memburu, segera memutar posisi berdirinya, membawa Andre membelakangi Papanya."Aaakkk," rintih Andre lagi, berusaha melepaskan
Waktu telah beranjak siang, mentaripun semakin terik tak lagi bersahabat dengan sinarnya yang menyengat kulit.Tepat di pukul 12:00, masih di ruangan kerja Agam di Dirgantara Property, terlihat Inez, tak lagi duduk memperhatikan kekasihnya bekerja, melainkan telah tertidur di atas sofa panjang di seberang Agam dan juga Fahmi.Berselimutkan jas kerja Agam, akibat tak bisa menahan rasa kantuknya yang menyerang merasa bosan."Bangunin Gam, ajak makan siang," suara Fahmi, mengedikkan dagunya ke arah Inez, sesaat setelah menutup layar laptopnya di atas meja menganggukkan kepala Agam."Iya," jawab Agam."Aku mau ke kantin dulu," lanjut Fahmi."Nggak barengan sama kami?""Nggak, habiskan saja waktu kalian berdua, ambil kesempatan biar bisa lebih dekat lagi." Tolak Fahmi, segera mencondongkan kepalanya, mendekatkan bibirnya untuk berbisik ke teli
"Kita sudah ada hubungan spesial bukan? jadi aku berharap, kamu bisa menjawab pertanyaanku ini Pak, sebagai langkah pertama kita untuk bisa saling mengenal," lanjut Inez.Ingin kekasihnya bisa terbuka, menceritakan segala rasa yang ada di hati, demi untuk mempererat hubungan yang baru saja di mulai.Termasuk masa lalu Agam yang sedikit di ketahuinya dari Abian, membuatnya begitu penasaran, ingin mengetahui cerita mengenai Cintia, nama wanita yang pernah di dengarnya dari bibir Agam dan juga kakaknya, Abian."Pak? hei...," panggil Inez, mencondongkan kepalnya, mendekati wajah tampan kekasihnya yang membisu tak kunjung bersuara menjawab pertanyaannya."Sekarang?" tanya Agam, yang di sambut dengan anggukan mantap kepala Inez mengiyakan."Apa kamu masih ingat? foto prewedding yang pernah kamu lihat di layar laptopku dulu, sewaktu kamu masih menjadi sekretarisku?"
"Assalamualaikum," ucap Inez, baru masuk ke dalam rumah, mengedarkan pandangannya."Kok sepi ya Pak?" tanya Inez, beradu pandang dengan Agam yang mengedikkan bahu tak mengerti."Kamu duduk dulu deh Pak, aku panggilkan Kak Abian dulu," lanjut Inez, menunjuk sofa yang tersedia.Tak membuat kekasihnya bersuara, hanya menganggukkan kepala pelan mengiyakan."Aku masuk dulu,""Hemmm," jawab Agam, hendak duduk di atas sofa, seraya merogoh saku jas kerjanya, untuk mengambil ponsel yang ada di dalamnya.Tak lagi memperhatikan Inez, yang sedang mengayunkan langkah masuk ke dalam rumah meninggalkannya."Bi, tolong buatkan tamuku minuman ya?" titah Inez, kepada asisten rumah tangga yang ada di rumahnya, yang tak sengaja di temuinya di dekat tangga."Iya Mbak, ada berapa tamunya?""Buatin dua aja, nanti satu u