Randika meraih kran bathtup dan menghidupkan air dengan kencang agar cepat terisi penuh. Dia ingin berendam untuk meregangkan tubuhnya dari ketegangan yang baru saja terjadi.
"Gadis bodoh!"
Butuh setengah jam untuk kembali segar. Dengan handuk yang melilit di pinggang, Randika berjalan keluar mengibas rambutnya yang masih basah.
Pria tampan dengan postur tubuh tinggi itu berjalan mondar-mandir dengan sangat santai tanpa menyadari ada sepasang mata yang sedari tadi tegang melihatnya."Dasar mesum."
"Apa kau sedang menikmati tubuh ku."
"What!"
Arumi mengambil beberapa bantal tidur dan melemparinya ke arah Randika. "Dasar gila."
"Wow, kau ingin bermain sekali lagi rupanya," ucapnya dengan seringai menggoda.
"Keluar kau dari sini. Keluar!"
Dia benar-benar merasa bodoh karena harus melayani Pria gila seperti Randika. Gadis bermanik cokelat itu tidak tahu apa yang sudah terjadi padanya dan kembali terisak. Dia menarik selimut membungkus tubuhnya hingga menutup kepala.
Melihat tingka Arumi seperti itu membuat Randika terkekeh "Mandilah, setelah itu kita kembali ke Mansion."
Dia bergegas membuka pintu untuk menemui Brian. Namun, lagi-lagi Randika dibuat tersentak dengan sosok Pria yang berjaga didepan pintu. Wajah lesuh dengan kantung mata yang membengkak, mata yang sayup karena tak bisa tidur membuat tampangnya sungguh memprihatinkan.
Jelas saja memprihatinkan, dia berjaga semalaman seperti satpam di depan pintu.
"Brian!"
"Akhirnya kau keluar."
"Sedang apa kau di sini?"
"Apalagi, aku sedang menunggumu," jawab Brian datar.
Randika terkekeh sembari melangkah pergi "Kau gila."
"Beraninya kau tertawa. Aku di sini semalaman untuk memastikan kau baik-baik saja dan kau menertawakanku?."
"Tidak ada yang memintamu berjaga Brian."
"Apa kalian melakukannya."
"Tentu saja. Itu yang kau inginkan bukan."
"Randika! jangan bercanda."
"Apanya yang bercanda. Aku sangat menikmatinya. Lihatlah sekujur tubuhku luka-luka karena dicakar gadis itu. Dan ini semua karena ulahmu," ujarnya penuh penekanan.
Mengingat kembali kejadian semalam membuatnya merasa ngilu. Tubuh kekar yang biasanya terlihat bersih dan mulus kini sudah penuh dengan bekas cakaran, pergulatannya dengan Arumi membuat dia tak berdaya. Gadis itu dengan sesuka hati melakukan serangan bertubi-tubi tanpa ampun. Dari hanya sekadar mengecup hingga melahap habis bibirnya tanpa permisi, memeluk dan mengesap sesuka hati dada bidangnya, bahkan, meninggalkan begitu banyak bekas gairahnya di tubuh Randika.
"Aku tidak menyangka, gadis sepolos dia bisa menjadi setan seperti itu."
"Jadi ...."
"Apa?"
"Seorang Randika Garret sang Casanova Kota Quebec di cakar, di peluk, di cium? dan semua itu terjadi tanpa perlawanan. Benarkan." Brian mengatakan dengan seringai menggoda membuat Randika menggeleng tersenyum.
"Tutup mulut mu."
Brian tersenyum. "Kau menikmatinya?"
"Berhenti menggangguku Brian."
"Jangan membuatku penasaran. Ayo katakan padaku, apa kalian benar-benar melakukannya?"
Brian bertanya dengan raut wajah penasaran."Tentu saja tidak. Kau pikir aku laki-laki hidung belang yang akan menggunakan kesempatan untuk meniduri adiku."
" Yah ... yah ... yah .... bahkan jeritanmu bisa menembus ruang bawa tanah ku kawan," sindir Brian.
"Jeritanku? apa maksudmu ...!"
"Masuk dan tidurlah, kau belum siap bangun dari mimpi indah mu itu."
Brian berlalu meninggalkan sahabatnya yang masih sangat kebingungan. Tak ingin rasa penasarannya mengganggu, Randika segera menyusul Brian untuk meminta penjelasan tentang jeritannya.
"Brian!"
"Apa."
"Katakan, ada apa dengan jeritanku."
"Kau ingat-ingat saja kejadian itu."
"Bangsat! katakan."
"Kembali tidur saja Randika."
"Brian! apa kau sedang membodohiku!"
Setelah ditinggal keluar oleh Randika. Arumi kembali menatap kosong termenung dengan tubuhnya yang masih berbalut selimut tebal. Selama dia hidup, ini adalah kejadian tergila yang pernah dia alami. Menerima perjodohan dengan saudara angkatnya sendiri, kemudian sekarang, dia malah terbangun dengan keadaan tidak berpakaian dengan seorang pria yang tertidur di sampingnya. Gadis keras kepala yang biasanya ceria kini mendesah seakan lelah dengan keadaan. Dia mengusap pipinya menghapus air mata yang terus turun. "Aku membencimu." Lama menangis di bawah selimut membuat Arumi gerah dan memutuskan untuk mandi. Dia beranjak dari tempat tidur yang entah milik siapa, berjalan tertatih menuju kamar mandi. Gadis itu duduk membiarkan tangisannya semakin pecah hingga tidak ada yang tersimpan. "Maafkan aku Ibu, Ayah. Aku tidak bisa menjaga kehormatanku." Arumi memandangi tubuhnya pada cermin besar yang berada di kamar mandi, menelisik sekujur tubuhnya yang nyaris semp
Arumi menerima paper bag-nya dan mengeluarkan beberapa potong pakaian dari dalam sana, gadis itu tersentak karena baju yang dia lihat sekarang bukan miliknya, melainkan baju baru lengkap dengan merek yang masih melekat di sana, tentu saja harganya tidak biasa untuk orang seperti Author. Gadis berambut gelombang itu melirik pada pria yang sedang santai mengotak-atik benda tipis miliknya di sofa empuk di sudut kamar. "Ini bukan milik ku." "Pakai saja." "Semua pakaian ini baru dan aku tidak tahu mana yang pas untuk ku." "Gadis bodoh.! Kau bisa mencobanya." "Tapi--" Belum sempat Arumi menyelesaikan ucapannya, Randika dengan cepat sudah memotong pembicaraan. "Bisakah kau melakukan sesuatu tanpa harus bertanya." "Dan bisakah kau menjawabku dengan baik." "Gadis pembangkang! Apa kau ingin merasakannya lagi," ujarnya dengan sorot mata menggoda. "Pria Gila! Hentikan otak liarmu itu, aku bukan wanita
Air mata Arumi mengenang, bibirnya gemetar menahan emosi. Gadis itu mengerang menahan sesak di dadanya. Rilan yang baru sampai di balkon pun terlihat bingung saat melihat gadis yang dianggap adiknya itu tersungkur di lantai dengan air mata. "Apa yang terjadi." "Kak Rilan!" Gadis itu menghambur ke pelukkan Rilan setelah mangatakan kebencian. "Randika, aku membencinya." "Randika? apa pria itu melakukan sesuatu padamu?" "Aku kesal," jawab Arumi dengan isakan kecil. "Apa dua pria itu melakukan sesuatu padamu?' tanya Rilan kembali dengan hati-hati. "Seperti memasukkan sedikit obat perangsang pada minumanku?" ujar Arumi. Rilan kaget. Dia mendorong pelan tubuh Arumi untuk memberi sedikit jarak darinya, sorot matanya sangat terkejut. "Dari mana Kau tahu?" "Pria Robot itu mengatakannya padaku tadi," jawab Arumi terisak. "Pria Robot? maksudmu Randika." Rilan hampir tergelak, yang kemudian tawannya pecah sa
Sepanjang perjalanan Randika terlihat diam, begitupun dengan Arumi, dan Rilan. Ketiga orang itu terlihat canggung, bahkan Randika sesekali memandang nyalang pada Rilan. Dia masih marah dengan apa yang telah Rilan lakukan padanya di kafe. "Bisakah seseorang memancing pembicaraan. Ini menegangkan, leher ku sampai sakit jika tidak bergerak," keluh Arumi di dalam hati. "Tuan." Arumi menoleh seketika, saat Rilan bersuara. Dia seperti mendapatkan undian yang sangat di nantikan. Wanita dengan manik cokelat itu menatap Rilan dan mengembangkan senyum tipis. "Apa!" Jawaban datar Randika membuat Rilan sedikit takut, Tapi dengan keberanian dia kembali mencoba untuk mencairkan suasana. "Apa hari ini anda akan ke kantor? ada berkas yang harus diperiksa." ucap Rilan mulai santai. "Entahlah, jika pembahasan di rumah baik maka kita akan ke kantor. Jika tidak, kau selesaikan seperti biasa, dan laporkan kembali padaku," ujar Randika melirik
"Kapan kalian akan menikah?" tanya Amirta ketika seluruh Anggota keluarga sudah berkumpul. Randika menatap Arumi dengan intens, gadis itu terlihat salah tingkah, saat tiba-tiba Dady menanyakan soal pernikahan. "honey biarkan mereka istirahat sejenak, kita akan membahasnya nanti saat makan malam, bagaimana, kalian setuju?" sela Jenny memotong pembahasan. Dia tahu jika Randika dan Arumi pasti bingung dan bertanya-tanya. "Mom, apa maksudnya ini, bukankah pembahasan terakhir kita soal pertunangan?" "Mom tahu apa yang kau maksud. Tapi, bisakah kita bahas nanti setelah makan malam selesai? Faktanya bukan maksud Jenny untuk mengabaikan pertanyaan Amirta, tapi dia hanya sedang berusaha melerai peperangan besar yang akan terjadi jika percakapan ini terus berlangsung. Hubungan antara anak dan ayah ini masih begitu tegang terakhir saat Amirtha meminta putranya untuk menjadi suami Arumi. Amirta menggeleng tahu apa yang di lakukan ol
Malam itu akhirnya datang, setelah satu minggu pembahasan itu berlalu akhirnya acara pertunangan Arumi dan Randika pun digelar. Acara yang sederhana, itu adalah permintaan kedua pasangan yang masih belum bisa menerima itu. Arumi terlihat cantik dengan gaun putih yang di hadiakan oleh Jenny. Dia bagaikan bidadari kecil, sangat cantik. "Lihat siapa yang datang." "Mom." Manik cokelat itu tampak berkaca-kaca, Jenny dengan lihainya mengelus dagu mungil milik Arumi memerikan tatapan penuh cinta di manil hitamnya. "Don't cry baby it's your happy day you can't shed tears or your makeup will fade." Jenny memeluknya sesaat sebelum gadis itu melangkah masuk. "Hei, don't cry anymore honey, tidy up your dress before entering." "Thank you Mom." Arumi memasuki Aula Mansion dengan di dampingi Jenny. Tampak setelah kemunculan-nya beberapa orang yang hadir terlihat terpesona dengan kecantikan Natural yang dia miliki. Arumi memang ter
Drzz ... drzz ... drzz .... Randika merogoh benda pipih miliknya dan melihat pada layar, satu pesan dari nomor tidak dikenal muncul di sana dengan isi pesan yang membuat dahinya berkerut. 'I miss you.' Rilan yang melihat ekspresi Randika berubah langsung bertanya. "Ada apa?" Randika segera menggeleng. "Tidak." Dia kembali mengotak-atik pengaturan ponsel miliknya dan membiarkannya masuk kembali ke dalam saku. Randika dan Arumi pun di persilahkan menuju altar. Arumi menarik napasnya dalam sesaat sebelum Randika mendekatinya, meminta gadis berponi itu untuk ikut bersamanya. Sungguh malam ini pria pemilik mata hitam itu berbeda dari Randika yang dulu pernah dia kenal. Dia sangat Romantis, mengingatnya saja membuat Arumi tersenyum sendiri, hatinya di penuhi oleh bunga-bunga. "Kau siap?" "Yah," jawab Arumi pada pria yang akan menjadi tunangannya itu. Seketika itu jantungnya berdetak kencang, tangan Arumi mel
Randika bangun cukup pagi hari ini, dia memang sengaja melakukannya karena ingin melihat gadis itu melakukan tugas pertamanya. Namun, sudah beberapa menit berlalu Arumi belum juga muncul. Padahal biasanya gadis itu akan nangkring bersama para pelayan di dapur, dengan kebiasaannya yang selalu memperhatikan apa saja yang mereka lakukan. "Apa dia lupa dengan tugasnya?" Randika memutuskan untuk membangunkan wanita itu. Namun baru saja hendak menaiki tangga, seorang pelayan menghampirinya. "Bonjour Monsieur, avez-vous besoin de quelque chose ?" "Ah kebetulan kau di sini, Bangunkan Arumi untukku Claudia." "Désolé jeune maître. Nona, sudah pergi dari satu jam yang lalu." "Apa?" Randika begitu kaget, tenyata Nona pembangkang itu sudah bangun dan pergi tanpa seijinnnya. "Kemana
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n