Air mata Arumi mengenang, bibirnya gemetar menahan emosi. Gadis itu mengerang menahan sesak di dadanya. Rilan yang baru sampai di balkon pun terlihat bingung saat melihat gadis yang dianggap adiknya itu tersungkur di lantai dengan air mata.
"Apa yang terjadi."
"Kak Rilan!"
Gadis itu menghambur ke pelukkan Rilan setelah mangatakan kebencian. "Randika, aku membencinya."
"Randika? apa pria itu melakukan sesuatu padamu?"
"Aku kesal," jawab Arumi dengan isakan kecil.
"Apa dua pria itu melakukan sesuatu padamu?' tanya Rilan kembali dengan hati-hati.
"Seperti memasukkan sedikit obat perangsang pada minumanku?" ujar Arumi.
Rilan kaget. Dia mendorong pelan tubuh Arumi untuk memberi sedikit jarak darinya, sorot matanya sangat terkejut.
"Dari mana Kau tahu?"
"Pria Robot itu mengatakannya padaku tadi," jawab Arumi terisak.
"Pria Robot? maksudmu Randika." Rilan hampir tergelak, yang kemudian tawannya pecah sa
Sepanjang perjalanan Randika terlihat diam, begitupun dengan Arumi, dan Rilan. Ketiga orang itu terlihat canggung, bahkan Randika sesekali memandang nyalang pada Rilan. Dia masih marah dengan apa yang telah Rilan lakukan padanya di kafe. "Bisakah seseorang memancing pembicaraan. Ini menegangkan, leher ku sampai sakit jika tidak bergerak," keluh Arumi di dalam hati. "Tuan." Arumi menoleh seketika, saat Rilan bersuara. Dia seperti mendapatkan undian yang sangat di nantikan. Wanita dengan manik cokelat itu menatap Rilan dan mengembangkan senyum tipis. "Apa!" Jawaban datar Randika membuat Rilan sedikit takut, Tapi dengan keberanian dia kembali mencoba untuk mencairkan suasana. "Apa hari ini anda akan ke kantor? ada berkas yang harus diperiksa." ucap Rilan mulai santai. "Entahlah, jika pembahasan di rumah baik maka kita akan ke kantor. Jika tidak, kau selesaikan seperti biasa, dan laporkan kembali padaku," ujar Randika melirik
"Kapan kalian akan menikah?" tanya Amirta ketika seluruh Anggota keluarga sudah berkumpul. Randika menatap Arumi dengan intens, gadis itu terlihat salah tingkah, saat tiba-tiba Dady menanyakan soal pernikahan. "honey biarkan mereka istirahat sejenak, kita akan membahasnya nanti saat makan malam, bagaimana, kalian setuju?" sela Jenny memotong pembahasan. Dia tahu jika Randika dan Arumi pasti bingung dan bertanya-tanya. "Mom, apa maksudnya ini, bukankah pembahasan terakhir kita soal pertunangan?" "Mom tahu apa yang kau maksud. Tapi, bisakah kita bahas nanti setelah makan malam selesai? Faktanya bukan maksud Jenny untuk mengabaikan pertanyaan Amirta, tapi dia hanya sedang berusaha melerai peperangan besar yang akan terjadi jika percakapan ini terus berlangsung. Hubungan antara anak dan ayah ini masih begitu tegang terakhir saat Amirtha meminta putranya untuk menjadi suami Arumi. Amirta menggeleng tahu apa yang di lakukan ol
Malam itu akhirnya datang, setelah satu minggu pembahasan itu berlalu akhirnya acara pertunangan Arumi dan Randika pun digelar. Acara yang sederhana, itu adalah permintaan kedua pasangan yang masih belum bisa menerima itu. Arumi terlihat cantik dengan gaun putih yang di hadiakan oleh Jenny. Dia bagaikan bidadari kecil, sangat cantik. "Lihat siapa yang datang." "Mom." Manik cokelat itu tampak berkaca-kaca, Jenny dengan lihainya mengelus dagu mungil milik Arumi memerikan tatapan penuh cinta di manil hitamnya. "Don't cry baby it's your happy day you can't shed tears or your makeup will fade." Jenny memeluknya sesaat sebelum gadis itu melangkah masuk. "Hei, don't cry anymore honey, tidy up your dress before entering." "Thank you Mom." Arumi memasuki Aula Mansion dengan di dampingi Jenny. Tampak setelah kemunculan-nya beberapa orang yang hadir terlihat terpesona dengan kecantikan Natural yang dia miliki. Arumi memang ter
Drzz ... drzz ... drzz .... Randika merogoh benda pipih miliknya dan melihat pada layar, satu pesan dari nomor tidak dikenal muncul di sana dengan isi pesan yang membuat dahinya berkerut. 'I miss you.' Rilan yang melihat ekspresi Randika berubah langsung bertanya. "Ada apa?" Randika segera menggeleng. "Tidak." Dia kembali mengotak-atik pengaturan ponsel miliknya dan membiarkannya masuk kembali ke dalam saku. Randika dan Arumi pun di persilahkan menuju altar. Arumi menarik napasnya dalam sesaat sebelum Randika mendekatinya, meminta gadis berponi itu untuk ikut bersamanya. Sungguh malam ini pria pemilik mata hitam itu berbeda dari Randika yang dulu pernah dia kenal. Dia sangat Romantis, mengingatnya saja membuat Arumi tersenyum sendiri, hatinya di penuhi oleh bunga-bunga. "Kau siap?" "Yah," jawab Arumi pada pria yang akan menjadi tunangannya itu. Seketika itu jantungnya berdetak kencang, tangan Arumi mel
Randika bangun cukup pagi hari ini, dia memang sengaja melakukannya karena ingin melihat gadis itu melakukan tugas pertamanya. Namun, sudah beberapa menit berlalu Arumi belum juga muncul. Padahal biasanya gadis itu akan nangkring bersama para pelayan di dapur, dengan kebiasaannya yang selalu memperhatikan apa saja yang mereka lakukan. "Apa dia lupa dengan tugasnya?" Randika memutuskan untuk membangunkan wanita itu. Namun baru saja hendak menaiki tangga, seorang pelayan menghampirinya. "Bonjour Monsieur, avez-vous besoin de quelque chose ?" "Ah kebetulan kau di sini, Bangunkan Arumi untukku Claudia." "Désolé jeune maître. Nona, sudah pergi dari satu jam yang lalu." "Apa?" Randika begitu kaget, tenyata Nona pembangkang itu sudah bangun dan pergi tanpa seijinnnya. "Kemana
"Randika!" Pria berambut hitam lebat itu terkekeh. "Maaf mengagetkanmu." "Dasar pria mesum, untuk apa kau diam-diam ke sini huh? mau membuatku mati karena kaget!" "Maaf." "Memyebalkan!" "Kau terlalu serius Rumi, bahkan kau tidak menyadari ada orang di sekitarmu." Arumi menatap tidak percaya pada pria di depannya. Bukan karena ucapannya tapi, bagaimana bisa pria ini tahu dia ke bukit Gros Morne, bahkan untuk sampai ke sini butub perjalanan yang cukup jauh. Dan Pria ini, tanpa memberi kabar sekarang malah duduk di sampingnya. "Sedang apa kau di tempat menyeramkan ini, apa kau tidak talut sendirian?" "Apa kau tidak luhat d sekitarmu? banyak orang mendirikan tenda di sini. Beberapa hari lagi musim panas akn segera berlalu, jadi tempat ini akan ramai demgan pengunjung." "Apa meraka datang sejauh ini untuk menikmati matahari?" "Tanyakan saja pada mereka." Randika tersenyum, dia
Arumi tersenyum, dia melangkah ke bawah pohon di mana itu adalah depat mereka akan menikmati bintang. Dia duduk di atas rumput tebal bersama Randika. Namun, suasana sedikit hening karena ciuman tiba-tiba Randika tadi. Entah harus bersikap seperti apa sekarang. Saat ini Arumi benar-benar sangat gugup. Harusnya dia marah karena Randika karena lagi-lagi pria itu menciumnya dengan sesuka hati tapi, yang terjadi dia malah sebaliknya. Pipi Wanita dengan manik cokelat itu bersemu menjadi pink dengan jantung yang berdebar tidak teratur. "Jangan sampai kau menyukainya Arumi, kau harusnya sadar dia tidak akan bisa membalas cintamu. Marah ... marahlah, jangan tunjukan kepolosanmu saja Arumi," batinnya memperingati diri sendiri. "Apa kau suka gunung?" Pertanyaan Randika membuat dia mevngerjab kaget. "Tidak! Aku membencinya sama seperti aku membencimu." Randika terkekeh. Apalagi nada suara Arumi saat mengatakan benci seakan sedang menegaskan ba
Bintang sudah menampakan dirinya dengan sangat banyak saat Arumi dan Randika memutuskan untuk kembali "Hari sudah mulai gelap sebaiknya kita kembali," ujar Arumi canggung. Randika berdecak kesal saat Arumi beranjak dan menuruni bukit tanpa menunggunya. "Apa pernyataan cintaku tadi di tolak?" "Arumi kau menolak ku?" "Aku tidak mengerti apa maksudmu Randika." "What?" Pemilik manik hitam itu menyapu rambutnya dengan kasar, dia sangat kesal juga malu karena perasannya di abaikan oleh wanita itu. Untuk mengatakannya saja dia butuh keberanian yng cukup tapi wanita itu. "Argghhh." * * * Mustang hitam itu berhenti tepat di depan Mansion yang megah. Keduanya tiba di Mansion dengan kebisuan. Pembahasan tentang menikah pun hilang begitu saja karena sepanjang perjalanan kembali, Arumi sama sekali tidak mengeluarkan sepata katapun. Dia bahkan pura-pura tertidur untuk menghindari percakapan, padahal Rand
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n