Garis punggung Gadis yang terlelap itu terlihat seksi. hingga membuat manik hitam itu tidak tahan untuk mengusapnya. Randika menuliskan namanya di sana. Berulang kali dia melakukan-nya hingga membuat pemilik rambut ikal itu mengerutkan kening dalam lelapnya.
Arumi bergerak hingga menghadap Randika yang terjaga. Gadis bermanik cokelat itu tidur beralaskan tangan Randika menggantikan bantal. Dia tertidur seperti seorang pria dewasa. bibir manisnya tidak berhenti mengecap hingga membuat Randika gemas. Pria itu tanpa sadar menggigitnya hingga Arumi melenguh merasakan sakit tapi masih dengan mata yang terpejam.
"Apa kau kelelahan. Kau tertidur dengan sangat lelap.
Pria itu menatap lekat wajah cantik Arumi, tangannya mengelus membuat pipi Arumi hingga turun pada bibir tipis Arumi. Randika mencium bahu Arumi sebelum rasa kantuk mengalahkan segalanya.
•
•
•
Pagi ini, setelah pergulatan panjangnya bersama Randika, Arumi terbangun
Randika meraih kran bathtup dan menghidupkan air dengan kencang agar cepat terisi penuh. Dia ingin berendam untuk meregangkan tubuhnya dari ketegangan yang baru saja terjadi. "Gadis bodoh!" Butuh setengah jam untuk kembali segar. Dengan handuk yang melilit di pinggang, Randika berjalan keluar mengibas rambutnya yang masih basah.Pria tampan dengan postur tubuh tinggi itu berjalan mondar-mandir dengan sangat santai tanpa menyadari ada sepasang mata yang sedari tadi tegang melihatnya. "Dasar mesum." "Apa kau sedang menikmati tubuh ku." "What!" Arumi mengambil beberapa bantal tidur dan melemparinya ke arah Randika. "Dasar gila." "Wow, kau ingin bermain sekali lagi rupanya," ucapnya dengan seringai menggoda. "Keluar kau dari sini. Keluar!" Dia benar-benar merasa bodoh karena harus melayani Pria gila seperti Randika. Gadis bermanik cokelat itu tidak tahu apa yang sudah terjadi padanya dan kembali terisak. Dia mena
Setelah ditinggal keluar oleh Randika. Arumi kembali menatap kosong termenung dengan tubuhnya yang masih berbalut selimut tebal. Selama dia hidup, ini adalah kejadian tergila yang pernah dia alami. Menerima perjodohan dengan saudara angkatnya sendiri, kemudian sekarang, dia malah terbangun dengan keadaan tidak berpakaian dengan seorang pria yang tertidur di sampingnya. Gadis keras kepala yang biasanya ceria kini mendesah seakan lelah dengan keadaan. Dia mengusap pipinya menghapus air mata yang terus turun. "Aku membencimu." Lama menangis di bawah selimut membuat Arumi gerah dan memutuskan untuk mandi. Dia beranjak dari tempat tidur yang entah milik siapa, berjalan tertatih menuju kamar mandi. Gadis itu duduk membiarkan tangisannya semakin pecah hingga tidak ada yang tersimpan. "Maafkan aku Ibu, Ayah. Aku tidak bisa menjaga kehormatanku." Arumi memandangi tubuhnya pada cermin besar yang berada di kamar mandi, menelisik sekujur tubuhnya yang nyaris semp
Arumi menerima paper bag-nya dan mengeluarkan beberapa potong pakaian dari dalam sana, gadis itu tersentak karena baju yang dia lihat sekarang bukan miliknya, melainkan baju baru lengkap dengan merek yang masih melekat di sana, tentu saja harganya tidak biasa untuk orang seperti Author. Gadis berambut gelombang itu melirik pada pria yang sedang santai mengotak-atik benda tipis miliknya di sofa empuk di sudut kamar. "Ini bukan milik ku." "Pakai saja." "Semua pakaian ini baru dan aku tidak tahu mana yang pas untuk ku." "Gadis bodoh.! Kau bisa mencobanya." "Tapi--" Belum sempat Arumi menyelesaikan ucapannya, Randika dengan cepat sudah memotong pembicaraan. "Bisakah kau melakukan sesuatu tanpa harus bertanya." "Dan bisakah kau menjawabku dengan baik." "Gadis pembangkang! Apa kau ingin merasakannya lagi," ujarnya dengan sorot mata menggoda. "Pria Gila! Hentikan otak liarmu itu, aku bukan wanita
Air mata Arumi mengenang, bibirnya gemetar menahan emosi. Gadis itu mengerang menahan sesak di dadanya. Rilan yang baru sampai di balkon pun terlihat bingung saat melihat gadis yang dianggap adiknya itu tersungkur di lantai dengan air mata. "Apa yang terjadi." "Kak Rilan!" Gadis itu menghambur ke pelukkan Rilan setelah mangatakan kebencian. "Randika, aku membencinya." "Randika? apa pria itu melakukan sesuatu padamu?" "Aku kesal," jawab Arumi dengan isakan kecil. "Apa dua pria itu melakukan sesuatu padamu?' tanya Rilan kembali dengan hati-hati. "Seperti memasukkan sedikit obat perangsang pada minumanku?" ujar Arumi. Rilan kaget. Dia mendorong pelan tubuh Arumi untuk memberi sedikit jarak darinya, sorot matanya sangat terkejut. "Dari mana Kau tahu?" "Pria Robot itu mengatakannya padaku tadi," jawab Arumi terisak. "Pria Robot? maksudmu Randika." Rilan hampir tergelak, yang kemudian tawannya pecah sa
Sepanjang perjalanan Randika terlihat diam, begitupun dengan Arumi, dan Rilan. Ketiga orang itu terlihat canggung, bahkan Randika sesekali memandang nyalang pada Rilan. Dia masih marah dengan apa yang telah Rilan lakukan padanya di kafe. "Bisakah seseorang memancing pembicaraan. Ini menegangkan, leher ku sampai sakit jika tidak bergerak," keluh Arumi di dalam hati. "Tuan." Arumi menoleh seketika, saat Rilan bersuara. Dia seperti mendapatkan undian yang sangat di nantikan. Wanita dengan manik cokelat itu menatap Rilan dan mengembangkan senyum tipis. "Apa!" Jawaban datar Randika membuat Rilan sedikit takut, Tapi dengan keberanian dia kembali mencoba untuk mencairkan suasana. "Apa hari ini anda akan ke kantor? ada berkas yang harus diperiksa." ucap Rilan mulai santai. "Entahlah, jika pembahasan di rumah baik maka kita akan ke kantor. Jika tidak, kau selesaikan seperti biasa, dan laporkan kembali padaku," ujar Randika melirik
"Kapan kalian akan menikah?" tanya Amirta ketika seluruh Anggota keluarga sudah berkumpul. Randika menatap Arumi dengan intens, gadis itu terlihat salah tingkah, saat tiba-tiba Dady menanyakan soal pernikahan. "honey biarkan mereka istirahat sejenak, kita akan membahasnya nanti saat makan malam, bagaimana, kalian setuju?" sela Jenny memotong pembahasan. Dia tahu jika Randika dan Arumi pasti bingung dan bertanya-tanya. "Mom, apa maksudnya ini, bukankah pembahasan terakhir kita soal pertunangan?" "Mom tahu apa yang kau maksud. Tapi, bisakah kita bahas nanti setelah makan malam selesai? Faktanya bukan maksud Jenny untuk mengabaikan pertanyaan Amirta, tapi dia hanya sedang berusaha melerai peperangan besar yang akan terjadi jika percakapan ini terus berlangsung. Hubungan antara anak dan ayah ini masih begitu tegang terakhir saat Amirtha meminta putranya untuk menjadi suami Arumi. Amirta menggeleng tahu apa yang di lakukan ol
Malam itu akhirnya datang, setelah satu minggu pembahasan itu berlalu akhirnya acara pertunangan Arumi dan Randika pun digelar. Acara yang sederhana, itu adalah permintaan kedua pasangan yang masih belum bisa menerima itu. Arumi terlihat cantik dengan gaun putih yang di hadiakan oleh Jenny. Dia bagaikan bidadari kecil, sangat cantik. "Lihat siapa yang datang." "Mom." Manik cokelat itu tampak berkaca-kaca, Jenny dengan lihainya mengelus dagu mungil milik Arumi memerikan tatapan penuh cinta di manil hitamnya. "Don't cry baby it's your happy day you can't shed tears or your makeup will fade." Jenny memeluknya sesaat sebelum gadis itu melangkah masuk. "Hei, don't cry anymore honey, tidy up your dress before entering." "Thank you Mom." Arumi memasuki Aula Mansion dengan di dampingi Jenny. Tampak setelah kemunculan-nya beberapa orang yang hadir terlihat terpesona dengan kecantikan Natural yang dia miliki. Arumi memang ter
Drzz ... drzz ... drzz .... Randika merogoh benda pipih miliknya dan melihat pada layar, satu pesan dari nomor tidak dikenal muncul di sana dengan isi pesan yang membuat dahinya berkerut. 'I miss you.' Rilan yang melihat ekspresi Randika berubah langsung bertanya. "Ada apa?" Randika segera menggeleng. "Tidak." Dia kembali mengotak-atik pengaturan ponsel miliknya dan membiarkannya masuk kembali ke dalam saku. Randika dan Arumi pun di persilahkan menuju altar. Arumi menarik napasnya dalam sesaat sebelum Randika mendekatinya, meminta gadis berponi itu untuk ikut bersamanya. Sungguh malam ini pria pemilik mata hitam itu berbeda dari Randika yang dulu pernah dia kenal. Dia sangat Romantis, mengingatnya saja membuat Arumi tersenyum sendiri, hatinya di penuhi oleh bunga-bunga. "Kau siap?" "Yah," jawab Arumi pada pria yang akan menjadi tunangannya itu. Seketika itu jantungnya berdetak kencang, tangan Arumi mel