"Selamat pagi Tuan Muda." Claudia menyapa Randika dengan begitu sopan. Dan kali ini tidak di dampingi Minora dan Grassy.
"Selamat pagi Clau, buatkan Aku sarapan seperti biasa. Oh yah ... apa Arumi sudah bangun?"
"Sudah Tuan."
"Lalu di mana dia?" tanya Randika. matanya tidak berhenti melihat di sekitarnya untuk mencari sosok gadis yang baru saja resmi menempati separuh ruang di hatinya.
"Nona sedang berjalan pagi bersama Minora Tuan," kata Claudia menunduk. Dia takut Tuan mudanya akan marah ketika mendengar Nona Arumi keluar tanpa ijin darinya.
"Beri tahu Minora, kembali sekarang juga."
"Baik Tuan Muda."
"Beraninya dia membawa Arumi setelah kesalahan yang dia buat semalam," gumam Randika pelan.
"Apa yang bocah bengal itu perbuat hingga Tuan Muda terkihat sekesal itu." batin Claudia di dalam hati.
"Lebih baik aku segera menghubungi mereka. Jangan sampai Tuan Muda semakin marah."
Tuuttt ... tuuttt ... tuutt
Tokyo Jepang 20.42 Di dalam Gedung Apartemen mewah yang bertempat di tengah-tengah Kota Tokyo Jepang, terlihat seorang gadis dengan rambut hitam lurus tengah berkemas. Dia mengepak semua barang yang bisa dia bawah. Evanya Mastaw. Dia adalah Gadis berkebangsaan Jepang Prancis yang dulu pernah mengisi hati Randika Garret. Kilas balik kisah Evanya dan Randika. Evanya dan Randika kenal sejak bangku kuliah. mereka tumbuh dewasa bersama hingga akhirnya saling jatuh cinta. Sebelum Arumi datang dan tinggal di Keluarga Garret, Evanya sering keluar masuk Mansion dan sering bercengkerama dengan Amirta dn Jennny selaku orang tua Randika. Jenny, ibu Randika sangatlah kagum dengan kepribadian Evanya yang tenang. Namun itu sebelum dia tahu bahwa Evanya adalah putri seorang mucikari. Randika tahu seperti apa pekerjaan Ibu Evanya. Namun dia tidak pernah mempermasalahkan nya. Dia menyukai Evanya apa adanya dan sangat ingin menjadikan Evanya pendamping hidupnya. N
"Apa kau akan tetap di sini dan melihat kami sarapan Minora?" Randika menatap kesal pada Minora sekan ingin menelannya. Minora menggelang dengan wajah yang menunduk "Maaf Tuan." Minora terlihat sangat gugup. Dia selalu bergidik setiap kali Tuan Mudanya menatap dengan tajam tanpa senyuman sedikitpun. Itu Seperti sebuah jiwa pembunuh yang bersembunyi di balik wajah tampan. Dan seperti yang selalu di ajarkan Claudia, bahwa dia harus tetap diam. Tidak ingin di marahi ole Tuannya Minora pun bergegas pergi. Namun setelah beberapa langkah dia kembali. "Ma-maafkan Aku Tuan. Aku benar-benar tidak sengaja melakukannya. Semalam Nona Clau menyuruhku untuk menanyakan apakah Tuan Mudah dan Nona akan kembali makan atau tidak, Tapi Aku malah melihat adegan itu," ujarnya menunduk. "Tunggu ... Maksudmu seseorang yang terdengar menutup pintu semalam itu Kau mino?" tanya Arumi. "Iya Nona." Arumi tersedak, wajahnya memerah seketika saat mendengar pengakuan
"Aku sedang menyiapkan hukumanmu." "Apa salahku," ujarnya dengan tertawa kecil. Randika tidak mengindahkan pertanyaan Arumi, tangannya mendekap pada pinggang mungil milik Arumi. Menarik botol kaca kecil berisikan selai di atas meja dan melumurinya pada bibir tipis Arumi. "Ah hentikan! Itu jorok," pekik Arumi bergeliat. "Kau yang memulainya bukan." "Hentikan Ran! Jangan! itu tidak enak," teriak Arumi memalingkan wajahnya ke kiri dan kanan agar terhindar dari colekan tangan Randika yang penuh dengan selai nanas. "Tidak! Kau harus menerima hukumannya karena melempari sisa makanan padaku." "Jangan! Aku tidak menyukai selai nanas, itu asam. Hentikan Ran! Aku tidak suka!" "Baiklah. Kalau begitu aku ganti dengan selai stroberry yang manis ini," ujar Randika dengan lirikan menggoda. Dia lalu menekuk wajah Arumi dan melumurinya dengan ciuman bertubi-tubi. Tidak ada yang bisa Arumi lakukan mulutnya di bungkam oleh bibir y
"Maaf menunggu lama." Rilan tersenyum tipis. Dia menyambut Tuannya yang sedang kasmaran. "Adegannya sangat menggoda," ujarnya dengan menyenggol Randika. "Tidak sopan mengintip orang seperti itu." Rilan terkekeh dia melaju bersama Tuannya dengan Honda civic putih milik perusahaan yang selalu dia gunakan untuk menemani tugasnya sebagai seorang sekretaris. Mobil itu membela jalan Kota Quebec tanpa hambatan hingga sampai dengan manis pada salah satu perusahan terkuat di Kanada itu Amirta Grouper. Dulu perusahaan itu bernama Garret Company. Namun setelah ayahnya mengambil alih semua aset perusahaan di ubah menjadi Amirta Grouper. "Apa kau akan ikut Acara reuni nanti?" tanya Randika saat keduanya sedang berjalan menuju ruang kebesarannya. "Tentu saja kawan." jawab Rilan berbisik. Randika menatap Rilan dengan senyum di ujung bibirnya. Sudah sangat lama dia tidak berbicara secara formal dengan sahabatnya. Dia menetapkan aturan yang mengharuska
"Kita harus pergi Tuan, ini waktunya anda bertemu dengan Klien." Rilan Pria yang dengan setia menunggu Tuannya selesai melepaskan sesak di hatinya itu menyeru. Tatapan mata hitam Randika masih terpaku pada foto Evanya. Baru saja Randika menyuruh Clarisa membersihkan semua barang peninggalan Evanya yang masih tersisa di ruang kantornya. "Tuan." Randika mengambil tas dan map di atas meja dan berjalan tanpa berkata menuju mobil. "Di mana tempat pertemuannya?" "Restaurant Taniere." "Kenapa mereka memilih Restaurant gelap itu," ujarnya sedikit tidak menyukai. Butuh 30 menit untuk sampai ke tempat yang di maksud. Pria dengan manik mata hitam itu turun begitu Rilan membukakan pintu. begitu Pria itu mendongak dengan posisi tubuh berdiri sempurnah, matanya sudah di sambut dengan gaya tampilan Restaurant ala kontemporer yang menyajikan bebatuan tanpa warna tapi sangat berkelas. Namun tetap saja dia tidak menyukai tempat ini
"Evanya, aku mohon jangan pergi."Sepasang mata hitam itu terus menatap gadis di depannya, memohon untuk tetap tinggal bersamanya. Ramai orang lalu-lalang di sekitarnya tidak membuat dia segan atau malu untuk melakukan hal itu."Evanya!" teriaknya lagi hampir menghancurkan gendang telinga gadis yang di tariknya sedari tadi. Dia memeluk kakinya memohon agar tetap berada di sisinya. "Evanya aku mohon jangan lakukan ini padaku, apa salahku.""Lepaskan aku Ran!"Wanita berambut hitam lurus itu meronta-ronta bergeliat seperti cacing untuk melepaskan diri. Dia benar-benar merasa lelah karena keegoisan Randika yang tidak mau melepasnya. "Aku harus pergi Ran.""Aku mohon, jangan tinggalkan aku sendirian," pintanya dengan memelas."Ran! Aku tidak bisa," ucapnya penuh penekanan. Dia mengelus wajah kekasihnya yang sudah di penuhi keringat bercampur air mata. "Aku harus mengejar impianku.""Kau bisa melakukannya di sini.""Tidak! Aku harus
Quebec, Kanada...Pagi itu burung berkicau mengiringi kedipan mata seorang gadis yang baru saja terbangun dengan selimut yang masih melekat erat pada tubuhnya. Musim gugur di Quebec telah tiba. Bagi sebagian orang musim gugur atau fall di Kanada adalah yang paling indah. Dimana pohon-pohon mapel akan berubah warna dari hijau menjadi kuning lalu orange.Gadis itu menatap ke arah halaman belakang yang tertancap beberapa pohon mapel yang rindang dan kokoh. Pohon dengan warna daun yang indah itu kini berguguran di hempas angin yang meniupnya seolah mereka tahu akan kesedihan yang tengah di rasakan gadis itu.Arumi kembali menarik selimut. Saat mendengar derap langka mendekat ke arah kamarnya."Nona!""Nona, apa kau sudah bangun," teriak Minora dari balik pintu. "Siapa?""Aku, Minora."Ketika Arumi membuka pintu, dia melihat bukan hanya Minora di sana tapi juga Tuan Mud
Arumi baru saja menyelesaikan mandi, dia keluar dari kamar mandi dan mulai mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Handuk berwarna putih miliknya kini menempel membalut tubuhnya yang basah. Dia bersandar pada kursi pasangan meja rias nya yang berada di dekat jendela, menatap keluar sambil menyisir, hingga tak menyadari seseorang masuk ke kamarnya dan kini menatapnya dengan intens.Arumi tersentak kaget ketika puncak kepalanya di elus lembut. Tanpa melihat pun dia sudah tahu siapa yang kini berdiri di belakangnya. Arumi hanya diam, dia memilih untuk tetap menikmati guguran daun mapel yang sudah semakin banyak memenuhi halaman membiarkan Randika yang mengambil alih merapikan rambutnya."Maafkan aku.""Tidak." Gadis itu menggeleng dengan air mata yang mulai jatuh."Maaf aku selalu menyakitimu. Aku hanya tidak mau membuatmu terluka dengan kisah cintaku dengan Evanya."Arumi menahan
Randika mengerutkan keningnya melihat tingkah Arumi yang sedari tadi terus gelisah. "Nikmati sarapanmu dengan benar kenapa kau terus bergerak. Apa kursinya tidak nyaman.""Ti-tidak!""Lalu?"Randika mendorong pelan kursinya mendekat pada Arumi yang sepertinya tidak nyaman dengan dudukannya. "Ada apa Sayang? Apa tempat dudukmu tidak nyaman?""I-itu. Aku ...."Randika mengerutkan dahinya mencoba mengerti dengan ucapan istrinya. Sedangkan Amirta dan Jenny hanya tersenyum kecil melihat bagaimana Arumi malu-malu mengatakan akibat dari ulah anaknya. Untuk itu dia mengambil inisiatif untuk menyudahinya, agar Randika tidak terus bertanya dan membuat Arumi terus merasa malu."Sayang, istrimu hanya merasa tidak nyaman karena ulahmu semalam. Nukan begitu Sayang." Jenny menatap ke arah Arumi yang mulai tertunduk malu."Maksud mommy aku?" Randika menu
Fajar belum menunjukan dirinya, tetapi Randika sudah terjaga. Tatapannya terpaku pada wanita yang tidur di sampinganya. Punggung putih mulus Arumi membuat Randika tidak tahan untuk mengelusnya, yang kemudian membuat Arumi bergerak dengan mata yang masih terpejam."Sayang ...."Arumi terjaga, dia mengucak kedua matanya pelan agar penglihatannya tidak kabur. Perempuan yang baru saja melewatkan malam pertama bersama suaminya itu berusaha duduk. Namun, karena tubuh mungilnya tidak berbalutkan apapun, dia kembali ke posinya dengan kebih manikan selimutnya."Kau sudah bangun?" tanya Arumi saat mendapati pria yang baru saja resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan ternyum."Aku tidak bisa tidur jika keadaanmu seperti ini Sayang."Arumi mengerutkan kening, tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Randika. "Apa maksudmu dengan jeadaan sepert,i ini, Sayang. Memangnya apa yang terjad
"Kau sudah selesai membuka bajumu Sayang?"Randika keluar dari kaca pembatas antara bagian shower dan buthup dengan handuk yang melilit di pinggangnya, dada kekarnya membuat dia terlihat jantan dengan kulit yang basah.Cukup lama wanita itu mengagumi suaminya hingga tidak sadar pria itu kini sudah berdiri tetap di hadapannya. "Sayang?""Huh?"Randika tergelak melihat ekspresi istrinya yang malu-malu. "Berhenti merada malu, dan singkirkan tanganmu itu. Apa yang ingin kau tutupi, bukankah kita sudah sah."Arumi tidak bisa apa-apa, dia membiarkan Randika membersihkan dirinya, dan membuka sisa pakian dari tubuhnya. Sambil mandi, dia melihat bayangan Randika pada cermin besar yang sedang serius membersihkan bagian belakang tubuhnya. Tanpa sadar dia tersenyum dan bergumam. "Suami ku ternyata sangat tampan."Setelah selesai membersihkan tubuh, dan memakai handuk Ran
Meninggalkan keramaian pada Ballroom hotel, Randika dan Arumi memilih untuk lebih dulu beristirahat. Perempuan itu kelelahan karena lama berdansa bergantian dengan 3 pria. Randika, lalu Amirta, kemudian saudara laki-laki semata wayangnya, Mr Cool, Rilan Harrper. Dan Brian, dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berdansa dengan Arumi, karena sibuk menenangkan Aurela yang sedang merajuk.Randika menggendong Istri tercintanya ala-ala bridal. ( Biar kaya pengantin yang lain gengs 😆.)Arumi menyembunyikan kepalanya di dada Randika karena malu, beberapa orang yang berada di lobi memperhatikan keduanya karena Arumi yang masih memakai gaun pengantin."Sayang, turunkan aku. Banyak orang di sini.""Memangnya kenapa kalau banyak orang.""Aku malu," bisik Arumi."Tidak perlu malu, kita sudah sah.""Tetap saja, ini memalukan Randika." Arumi sedikit meront
Ballroom hotel di penuhi dengan orang-orang berdansa. Dan Evanya, dia hanya bisa menahan kesalnya melihat dari jauh bagaimana Randika begitu lembut memperlakukan Arumi. Adegan ciuman keduanya bahkan membuat perempuan berdarah Jepang itu merasa jijik hingga meninggalkan titik di mana dia dan Damian bersembunyi untuk memantau keadaan.Kalimat janji suci yang di ucapkan Randika bahkan masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana pria itu kini menjadi milik orang lain, mengucapkan janji dengan sempurnah tanpa ada keraguan. Sedangkan dia, kini harus hancur dengan pata hati yang luar biasa. Kehancurannya itu semakin menjadi saat Damian mengatakan semua rencana mereka untuk menghancurkan pernikahan Randika dan Arumi telah gagal.Semua ranjau yang mereka siapkan ternyata sudah di bersihkan tetapi Evanya dan Damian tidak sadar akan hal itu, Detik setelah Arumi memasuki gedung, seharusnya perempuan itu jatuh pingsan karena terkena gas beracun di da
Cantiknya Arumi membisukan dunia Randika, wanita itu muncul dengan begitu anggun. Gaun putih yang melekat pada tubuh rampingnya, membuat dia semakin terlihat cantik. Gaun yang di gunakan Arumi memang terlihat polos. Namun, sangat memukau. Bagian dadanya terlihat sedikit terbuka, tetapi itu yang membuat Arumi terlihat mempesona karena terdapat beberapa swaroski yang menempel di bagian itu.Arumi datang di temani Daddy Amirtha sebagai pendampingnya. Mereka mendekat dan Daddy Amirta menyetahkan Arumi kepada Randika. Hal pertama yang di lakukan wanita itu adalahpp menatap manik Randika yang seperti kebingungan, lalu menggenggam jemarinya erat, agar pria yang memiliki manik mata hitam itu bisa meredahkan ketegangannya.Randika mulai tersadar ketika terdengar seseorang memberikan pertanyaan. "Apa kalian siap?"Keduanya pun menjawab secara bersamaan. "Ya, kami siap.""Baiklah! ... Randika Garrett, ête
Malam itu berakhir begitu kelam untuk Aurela dan Rilan. Gelapnya malam menemani kekecewaan Keduanya dengan angin dingin yang berhembus halus masuk ke dalam sela-sela jendela. Aurela menaikan selimutnya menghirup dalam-dalam aroma tubuh Rilan yang melekat di sana. Membayangkan jika sekarang dia sedang berada di pelukan pria itu, menghabiskan malam bersama hingga matahari terbit."I really miss you, my cold man." Dokter hewan itu menarik dalam-dalam napasnya, lalu membuangnya dengan pelan. "Aku tidak ingin hubungan kita kembali seperti dulu lagi. Please, mengertilah. Aku hanya takut kau melupakanku."Sedang di sisi lain, Rilan tengah gelisah dalam tidurnya, membalikan badan ke kiri lalu ke kanan. Sesekali, dia akan mendesah kemudian duduk lalu kembali mencoba menutup mata lagi. Namun, sekuat apapun usaha nya untuk bisa tertidur, tetap tidak bisa. Pikirannya melayang memikirkan permintaan Aurela untuk menjauhi Arumi.
"Apa kau sudah makan?"Aurela menengada, menggeleng menatap kekasihnya dengan wajah cemberut. "Bisakah kau tidak terlalu lama bekerja, aku tidak bisa terus menunggumu seperti ini, itu membosankan.""Maaf," ujar Rilan lalu mencium pada puncak kepala kekasihnya."Kau tidak ingin berhenti bekerja pada Randika?""Aku tidak bisa," jawab Rilan."Karena Arumi?"Rilan hanya diam, tidak ada satu katapun yang ia keluarkan saat mendengar ucapan Aurela."Jawablah!"Pria bermata elang itu mengeles dagu wanita di depannya. "Kau sangat tahu untuk apa aku tetap berada di dekat Randika, Aurela.""Aku tahu, karena ingin tetap menjaga Arumi.""Jadi untuk apa aku harus menjawab jika kau tahu alasannya.""Randika, bisa menjaganya, dia kekasih yang sebentar lagi akan menjadi su
"Berapa tamu yang akan hadir Tuan?""Entahlah, aku lupa. Bukankah semua undangan kau yang sebarkan?""Semua undangan di atur oleh Nyonya Jenny, Tuan.""Begitukah.""Oui monsieur."Randika mengangguk-ngangguk, dia duduk di salah satu kursi tamu yang di sediakan. "Aku sangat gelisah.""Evanya?""Aku takut Arumi akan tahu jika wanita itu masih berkeliaran, entah apa yang harus aku katakan padanya jika Evanya tiba-tiba muncul besok.""Apa aku perlu melakukan sesuatu padanya?""Jangan! Biarkan saja. Bukankah dia hanya ingin mengatakan selamat tinggal. Jika kita mengusiknya sekarang, dia akan kabur dan bersembunyi lagi.""Tapi Tuan, dia bersama Damian. Apa kau tidak takut jika mereka melukai Arumi atau menghancurkan acara pernikahanmu?""Itu bagianmu."&n