Share

2. Insiden Akhir Musim Gugur

Author: Qwindive
last update Last Updated: 2021-08-20 14:42:14

Sebelah alis tersangka utama bernama Gretta terangkat.

“Apa itu kain lap?” tanyanya datar.

Acasha mendenguskan napas cepat dan mengertakkan gigi.

“Hanya kau yang memiliki hobi mencoret-coret kanvas di rumah ini.”

“Apa maksudmu? Aku tak mengerti. Minggir!” cetus Gretta, mengibaskan sebelah tangan.

Acasha seketika memundurkan tumpuan.

Gretta menarik kenop pintu dan terlihat dari sana dua botol transparan cat minyak berwarna hijau dan hitam yang sama persis dengan cat yang menodai gaun Acasha, terbuka menganga di atas meja lukis.

Acasha pun menerobos masuk dan melihat dua botol cat minyak yang hampir kosong itu.

“Hey, Orang Tua! Siapa yang mengizinkanmu masuk?” seru Gretta, menatap sinis sang kakak.

“Kenapa kamu melakukan ini padaku, Gretta? Apa lagi salahku?” tanya Acasha dengan suara tercekat.

Ia benar-benar tak habis pikir dengan hal yang baru saja menimpanya. Setiap kebahagiaan yang baru saja dirasa, selalu direnggut dan berujung dengan kesedihan.

“Ck! Bukankah sudah jelas? Aku tidak suka dengan gaun barumu itu. Terlalu monoton. Jadi, aku menambahkan sedikit sentuhan agar gaunmu itu lebih berwarna. Bagaimana? Cantik, bukan?” ujar Gretta melangkah mendekat dan mengamati rambut putih sang kakak yang panjang terurai. “Terlebih, rambutmu ini—”

“Bilang saja kamu iri,” celetuk Acasha. Emosi yang selama ini terpendam sudah mencapai puncaknya.

“Apa, huh? Aku iri?”

“Ya. Kau iri karena gaun ini pemberian Dad. Benar, kan?”

Manik abu-abu Gretta sontak melebar, tangannya mengepal. “Beraninya—”

“Kenapa? Bukankah kamu sudah berkali-kali menerima gaun yang bahkan lebih indah dari ini? Dari Mom, Dad. Semuanya. Semuanya sudah kamu dapatkan. Kamu bahkan mendapatkan seluruh kasih sayang dari Mom. Apalagi yang kurang?”

Lepas sudah semua ganjalan yang bertahun-tahun telah memenuhi ruang batin sang kakak yang selalu mengalah dan menerima perlakuan buruk dari adiknya.

“Keluar! Keluar dari kamarku!” pekik Gretta mengacungkan telunjuknya pada pintu yang masih terbuka. Pupil matanya bergetar, memelototi iris violet jernih Acasha yang memancarkan ketegasan.

Acasha menyeberangi kamar dan lorong dengan langkah tenang. Ia juga menutup pintu kamarnya tanpa deritan. Dengan kekecewaan memenuhi ruang batin, Acasha menyandarkan punggungnya di pintu dan mendesahkan napas panjang yang terus berulang.

“Bahkan, aku belum sempat mencobanya. Apa yang harus kukatakan pada Dad nanti?” gumamnya menahan kesedihan seraya mendekap gaun yang tak mungkin bisa dikenakan.

***

Acasha menatap pantulan dirinya di cermin, memastikan bahwa penampilannya malam ini tidak terlalu mengecewakan Stephen.

Ia mengenakan sweater slim fit warna marun—sangat kontras dengan warna kulitnya yang seputih salju—dengan turtle neck yang cukup hangat dan nyaman. Rok panjang berbahan flanel motif kotak dengan warna yang sedikit lebih gelap, juga boots hitam yang menutupi sampai pergelangan kakinya. Rambut putih lurusnya yang panjang ia biarkan terurai begitu saja.

Tok tok.

"Acasha, kau sudah siap?" panggil Stephen di balik pintu kamar yang tertutup.

"Tunggu sebentar, Dad!"

Buru-buru Acasha merapikan polesan merah di bibirnya yang tebal.

"Daddy tunggu di mobil, ya!"

"Oke, Dad!" 

Acasha menyambar tas kecilnya di gantungan. Setelah sekali lagi menatap pantulannya di cermin, segera ia melesat keluar kamar. Tepat saat pintu dibuka, tampak Gretta bersandar di ambang pintu bercat merah sambil bersedekap.

"Cih! Harusnya aku mengecat semua pakaianmu," gerutu Gretta licik. "Kamu mau ke mana dengan, Dad?"

Alih-alih menjawab, Acasha mengunci pintu kamar dan berlalu menuruni tangga.

"Hey! Kenapa diam saja? Kamu tuli, ya? Kamu gagu?" pekik Gretta tidak terima diabaikan oleh Acasha yang sudah mencapai dasar tangga.

Dan ... brak!!

Terdengar sangat keras suara pintu dibanting dari lantai dua. Acasha hanya menggeleng, kemudian menyusul Stephen yang sudah menunggunya di dalam mobil.

"Apa yang terjadi dengan gaunnya?" tanya Stephen melihat pakaian yang dikenakan putrinya.

"Eum, gaunnya ... lebih kecil dari yang terlihat, Dad. Sepertinya, aku harus diet," bohong Acasha, menggigit bibir bagian bawah.

Selama beberapa detik, Stephen menatap pancaran kegelisahan dari raut cantik putrinya.

"Badannya sudah sangat ramping dan ideal. Aku juga sudah meminta bantuan rekan perancang busana dengan membawakan beberapa pakaian miliknya sebagai acuan. Tidak mungkin gaun itu tiba-tiba menyusut begitu saja. Pasti ada sesuatu yang tidak beres sudah terjadi," pikir Stephen menganalisa. 

"Baiklah. Lain kali, Dad akan belikan gaun yang lebih pas untukmu," ujar Stephen tersenyum sembari menarik pedal gas.

"Terima kasih, Dad," sahut Acasha merasa lega, tanpa menyadari bahwa sang ayah sebenarnya tahu dia menyembunyikan kebenaran tentang gaun tesebut. 

***

"Aku bosan," gumam Acasha, jemarinya memainkan ujung rambut yang sudah hampir keriting. 

Sudah hampir dua jam ia berada di tengah-tengah pesta rekan kantor Stephen. Makan malam bersama, berkenalan dengan anak-anak mereka, berbincang, dan menikmati segala hidangan yang tersedia hingga ia merasa sesak dengan atmosfer yang penuh dengan aroma alkohol dan kepulan asap rokok.

"Aku sudah tidak tahan. Aku harus keluar dari sini. Dad ada di mana, sih?" keluh Acasha mulai mencari-cari keberadaan sang ayah.

"Sudahlah. Aku tinggalkan pesan saja."

Acasha melangkah meninggalkan lantai pesta, menjauhi hingar bingar dentuman musik, mencari ketenangan dan angin segar.

"Wah, udaranya sudah semakin dingin!" ujar Acasha begitu berada di luar gedung, kepulan napas hangat keluar dari mulutnya. Ya, wajar saja udara mulai dingin karena ini adalah akhir musim gugur.

Lensa violetnya mengedar ke segala penjuru dan berhenti ketika melihat plang sebuah taman berjarak sekitar kurang dari seratus meter dari sana. Acasha tersenyum, lalu berjalan santai menuju taman tersebut.

Acasha Ignatius bukanlah seorang yang betah berlama-lama dalam keramaian. Ia lebih nyaman berada di tempat yang lebih tenang dan tidak banyak orang. Baginya ketenangan sangat baik untuk melatih fokus dan kesehatan mental.

Acasha duduk di sebuah bangku taman yang kosong. Hanya ada beberapa orang dewasa dan beberapa pasangan muda-mudi tengah bercengkrama di bangku taman lainnya. Ia pun menyandarkan punggungnya yang kaku dan menatap langit yang redup.

"Akhirnya ...," desah Acasha menikmati semilir angin yang berembus. Pelupuk matanya pun terpejam, terbuai oleh kedamaian.

Tanpa ia sadari, seorang pria bermata biru tengah duduk tanpa suara di bangku yang sama dengannya.

"Di mana, ya?" gumam gadis berambut putih, mengaduk-aduk isi tas kecil di pangkuan. Alisnya berkerut, pelupuk matanya masih terpejam. "Seharusnya ada di sini," gumamnya lagi.

"Apa yang Nona cari?"

"Botol parfum."

"Bunga Gardenia?"

"Iya."

Deg.

Acasha sontak membuka mata dan melompat bangkit dari bangku ketika sadar dengan suara berat pria yang berbicara padanya.

"Siapa Anda?" tanya Acasha meremas strap bag, menatap waspada sang pria bermanik biru.

"Ini milik Anda?" tanya sang pria manik biru, menyerahkan botol parfum kaca transparan pada si gadis beriris violet.

Acasha mengangguk seraya menerima botol parfum tersebut. "Terima kasih."

Sang pria mengulas senyum. "Kalau begitu, saya pergi sekarang. Sampai jumpa, Nona." Ia pun pergi melewati Acasha.

Acasha terpaku dalam pijakannya. Menatap botol parfum yang entah bagaimana bisa dalam genggaman pria berlensa biru itu.

"Namanya? Siapa namanya?"

Acasha berpaling, meneliti setiap wajah pria yang ada di setiap sudut taman. Namun, sosok tampan itu sudah tidak terlihat di mana pun.

"Ah, dia sudah pergi," sesal Acasha, membersut.

"Bodoh sekali. Kenapa yang kuingat justru wajah tampan dan mata birunya? Seperti tidak pernah lihat pria bermata biru saja. Tapi ... Ah, tidak, tidak. Apa, sih, yang aku pikirkan?"

Tririring. Tririring.

Terdengar dering ponsel memecah dunia khayalan Acasha.

"Oh, Dad!"

"Kau sedang apa sampai tidak sempat membaca pesan dari Dad? Dad sudah dari tadi menunggumu di seberang."

"Oh, Dad. Maafkan aku. Aku akan segera ke sana."

"Pelan-pelan saja."

Acasha bergegas keluar dari area taman untuk menemui Stephen. Dengan senyum mengembang, ia melangkah riang.

Tepat saat langkah Acasha sampai pada anak tangga ketiga, tiba-tiba muncul sebuah truk bermuatan logistik melaju dengan kecepatan tinggi hilang kendali di jalur seberang.

Supir truk yang panik terus menginjak pedal rem kuat-kuat agar bisa menghentikan truknya. Namun, semuanya sia-sia belaka. Kabel rem terputus, entah karena lapisan kabel yang sudah usang atau ada seseorang yang sengaja mencelakai.

Acasha langsung sadar akan bahaya yang mengancam keselamatan sang ayah. Ia sontak berlari menuruni anak tangga dan memperingati Stephen yang tengah menunggunya di dalam mobil, yang menepi di jalur seberang. Namun, langkahnya tertahan oleh lalu-lalang kendaraan yang terus melintas.

"Dad! Keluar dari mobil sekarang! Dad! Keluar dari mobil!"

Namun, Stephen tak mendengar jelas teriakan Acasha. Dan dalam hitungan detik ...

DUARR!! BRAKK!!

Related chapters

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   3. Tanpamu

    Truk menabrak sangat keras dan menggulingkan mobil putih Stephen hingga terseret berpuluh-puluh meter. Kendaraan sekitar yang berhasil membanting setir tak urung berhenti. Seketika, lalu lintas kendaraan di jalan itu pun lumpuh. "Dad!! Daddy!!!" Acasha lari tunggang-langgang menuju mobil Stephen yang sudah ringsek. Pecahan kaca berceceran di sepanjang aspal yang dilaluinya. Hampir semua sisi mobil berlekuk sangat parah. Cairan kental merah darah pun mulai mengalir dan menggenang bercampur dengan cairan bensin di bawah mobil yang terbalik. "Dad!! Dad!! Aku akan menyelamatkanmu! Dad!! Bertahanlah!!" Derai kesedihan membanjiri pipi Acasha. Dengan sekuat tenaga ia terus berusaha membuka pintu mobil yang terkunci demi menyelamatkan Stephen Ignatius, sang ayah tersayang. "Nona! Pergi dari sana!" "Hey, seseorang! Tolong bawa gadis itu pergi!" "Berbahaya, Nak! Kau harus menjauh!" Suara orang-orang gaduh yang terus mengganggu ko

    Last Updated : 2021-08-20
  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   4. Gaun Siapa??

    "Bukankah tadi ... Nyonya bermaksud untuk menyampaikan hal ini pada Nona Acasha terlebih dahulu?" tanya sang pria utusan, khawatir salah dengar. Varra duduk kembali di sofa. "Ya, memang. Tapi, kurasa ... dia pasti akan setuju. Ya. Dia pasti setuju. Apa lagi yang akan dia lakukan selain menikah?" desah Varra menaikkan kedua alis dan tersenyum lebar. "Begitu rupanya," gumam sang pria utusan, meluruskan punggung. "Jadi, kapan kira-kira Nyonya siap untuk menikahkan putri Nyonya?" Kelopak Varra berkedip cepat mendengar pertanyaan yang begitu mendadak. Lagi-lagi, bibirnya melengkungkan senyum manis. "Secepatnya." Sang pria utusan tersenyum miring. "Bagaimana kalau besok? Bukan. Dua hari lagi?" tanya sang pria tampan membuat Varra dan Gretta kompak terperangah. "Apa? Hahaha. Anda tidak bercanda, kan? Bagaimana mungkin kita bisa mempersiapkan pernikahan hanya dalam waktu dua hari?" gelak Varra menggelengkan kepala, tak percaya. "Nyonya

    Last Updated : 2021-08-26
  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   5. Terpaksa Menerima Lamaran

    Tubuh Acasha terpaku, manik violetnya bergetar, tak berkedip. Kedua tangannya menutup mulutnya yang sedikit terbuka. Ia pun menelan saliva yang terasa gersang dengan susah payah. "G-gaun siapa ini? Kenapa ... ada gaun pernikahan di sini?" Ia pun memundurkan langkah dan kembali menarik kenop pintu untuk menunjukkan benda asing yang berada di kamarnya pada ibunya. Namun, begitu pintu terbuka ... "Ah! Mom!" Acasha sontak terperanjat dan meloncat ke belakang. "Maaf, Mom .... Aku terkejut," gugup Acasha, menepuk-nepuk jantungnya yang berdegup kencang. Varra yang tiba-tiba sudah berdiri di depan kamar Acasha pun masuk ke dalam kamar dan melipat tangan di depan dada, memandangi manekin bergaun pengantin putih. "Bagaimana? Kamu suka, kan?" tanya Varra sontak melebarkan kelopak mata Acasha yang baru saja tertunduk. "Apa maksudnya suka, Mom?" Acasha mengerjap tak mengerti. Varra memutar bola mata, lalu menatap gadis yang kebingunga

    Last Updated : 2021-08-26
  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   6. Kemunculan Sang Pria

    "Ehem. Kami akan turun. Silakan panggil kami jika kalian butuh sesuatu," deham Varra seraya menarik lengan Gretta yang terpana melihat ketampanan calon kakak ipar. "Ayo, turun!" bisik Varra pada gadis yang masih enggan beranjak. "Mom! Gretta!" panggil Acasha yang tak nyaman ditinggalkan berdua saja dengan calon suami yang tidak dikenalnya. Namun, apa daya? Ibu dan saudarinya sudah lenyap dari pandangan. Mau tidak mau, Acasha harus tetap berada di tempatnya bersama pria rupawan yang menjulang di hadapannya. Tak lama setelah derap langkah tak lagi terdengar, mendadak pintu kamar menutup pelan dengan sendirinya. Tak ada angin ataupun seseorang yang mendorong pintu yang semula terbuka lebar itu. Seketika bulu roma Acasha meremang. Ia pun melempar pandang pada sang calon suami yang kini tersenyum lebar menampakkan gigi taringnya yang tajam. Pupilnya yang merah terlihat semakin menyala terang. "Apa aku salah lihat?" batin Acasha. Ia tersenta

    Last Updated : 2021-08-27
  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   7. Percayakan Pada Saya

    Acasha mendesahkan napas dan refleks tersenyum miring."Masa depanku?" gumamnya sembari menutup tirai.Tanpa keraguan, Acasha melangkah mendekati pintu, membuka kunci dan melebarkannya. Udara dingin berembus tatkala pintu terbuka, menerbangkan setiap helaian rambut putih Acasha yang panjang terurai. Saat itulah sosok pria bermata biru terlihat sangat jelas di hadapannya.Iris birunya secerah langit di musim panas, wajahnya oval dengan rahang yang kuat, kulitnya seputih gading, hidungnya mancung, dan rambutnya berwarna cokelat karamel. Tubuhnya dibalut mantel musim dingin warna hitam yang cukup hangat.Sang pria menatap ramah gadis yang mengenakan dress piyama bermotif bunga mawar."Senang bisa bertemu lagi dengan Nona," sapanya menyunggingkan senyum manis.Selang sedetik, Acasha membalas dengan senyum datar dan tatapan garang. "Bagaimana Anda bisa sampai di sini? Anda seorang penguntit, ya?" tanya sang gadis penuh selidik."Maaf jika kedatangan saya membuat

    Last Updated : 2021-08-28
  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   8. Hukuman

    "Oh, atau mungkin dia sudah di bawah? Ya, ya. Mungkin saja," cetus Varra beranjak melewati Gretta yang membenarkan posisi handuk di kepala. Belum sempat menginjakkan langkah di anak tangga pertama, Varra memutar tubuh. "Gretta, ikut Mom. Bantu Mom cari anak tidak tahu diri itu!" titahnya kemudian. "Mom, aku belum mengeringkan rambut. Kenapa harus repot-repot mencarinya, sih? Dia tidak mungkin berani kabur dari rumah, Mom. Mungkin dia sedang jalan-jalan di luar," sahut Gretta meruncingkan bibir. "Oh, jalan-jalan di luar, ya? Kalau begitu, sekarang cari dia di luar!" perintah Varra beringsut menuruni anak tangga. "Apa, Mom? Mom tidak salah bicara, kan? Di luar sedang turun salju. Masa iya aku ke luar sekarang? Tidak, aku tidak mau," tolak Gretta menyusul langkah ibunya menyusuri lorong. "Cari sekarang atau tidak ada sarapan!" ancam sang ibu terus melangkah cepat. "Mom ...," rengek Gretta mencebik bibir. Ia pun mengentakkan kaki s

    Last Updated : 2021-08-29
  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   9. Maafkan Aku

    Acasha menggigit bibir dan terus menatap boarding pass di tangan. Sebentar lagi dia akan meninggalkan Ispanika, tempat di mana ia tumbuh bersama keluarga Ignatius karena dia memilih untuk pergi bersama seorang pria yang baru dua kali ditemuinya bernama Demian, demi menghindari pernikahan yang tidak diinginkan. Ya. Acasha memang pengecut. Dia lebih memilih melarikan diri daripada menghadapi masa depan yang sudah ditentukan sepihak oleh ibunya. Tapi, bukankah hal itu wajar dilakukan untuk seseorang yang ingin memperjuangkan impian dan cita-cita yang belum tercapai, sementara pendapatnya tidak didengar? Tapi, apakah ini keputusan yang tepat? Apakah ini sepadan dengan kekecewaan yang harus diterima oleh keluarga dan calon suami yang sudah berharap penuh padanya? Bagaimana jika ibu dan saudarinya semakin membenci Acasha? Tapi, bukankah itu semua adalah konsekuensi yang sudah dipertimbangkan sebelumnya oleh Acasha? Lalu, mengapa baru sekarang ia khawatir? Mengapa sek

    Last Updated : 2021-08-30
  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   10. Tanganku Tergelincir

    Tanpa membuang waktu, Demian meninggalkan toilet wanita dan menyusuri lorong, berharap menemukan jejak aroma Acasha yang tertinggal."Fokus, Demian. Fokus!" gumam Demian sembari terpejam beberapa sesaat.Tepat di ujung lorong, samar-samar perpaduan harum bunga Mawar dan Gardenia menyapa indra penciuman Demian. Secepat mungkin ia meninggalkan terminal dan menuju area parkir, kemudian mengikuti aroma tersebut sebelum benar-benar menguap dan diterbangkan angin."Ternyata kau berguna untuk hal semacam ini," gumamnya sembari terus memacu kecepatan mobil sport berwarna navy miliknya yang semakin menderu, membelah jalanan yang lengang.Hingga di suatu titik, tercium aroma khas bunga Anyelir Putih dari vampir Loyal Blood yang masih kental di udara. Terlebih, saat samar-samar harum bunga Mawar dan Gardenia juga bercampur di sana, otomatis berhasil membangkitkan kecurigaan dalam benak sekaligus mempermudah Demian untuk menelusuri dan menemukan keberadaan Acasha.

    Last Updated : 2021-08-31

Latest chapter

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   81. Dalam Genggaman

    Deg ... deg ... DEGDEGDEGDEG ....Degup jantung pria yang tengah tertunduk, terkulai tak berdaya dalam cekalan rantai terkutuk pada kedua tangan dan kaki itu, mulanya sangatlah lemah akibat kehabisan darah. Namun, kini debaran di dada terasa semakin cepat, sangat cepat dan semakin intens seolah ingin meledak dan menghancurkan tulang rusuk menjadi berkeping-keping.Demian membuka mata. Ada kilatan merah di lensa birunya yang membelalak lebar. Keningnya berkerut dalam menahan sensasi sakit luar biasa tengah menggedor-gedor dada bidangnya. Peluh bercampur darah pun mengalir di pelipisnya."Khhh ...."Sesak! Paru-parunya terasa dihimpit batu besar dari dua arah berlawanan. Oksigen sama sekali tidak bisa masuk dengan benar memenuhi rongga-rongga udara seolah ia sedang tercekik dan tak sanggup pula untuk berteriak.Tubuhnya lantas memberontak. Bergerak-gerak dengan brutal dan tak terkendali akibat rasa sakit yang tak bisa didefinisikan lagi dengan kalimat apa pun. Tidak ada satu pun ungkapa

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   80. Gerhana Super Blood Moon

    Angin berembus kencang menggoyangkan dahan dan ranting serta menerbangkan butiran salju berputar-putar di udara. Deburan ombak di laut tak kalah riuh menabrak batu karang juga dermaga seolah ingin melahapnya.Langit malam tampak cerah-berawan membawa kelam semakin mencekam saat rembulan perlahan kehilangan cahayanya dan berubah warna menjadi merah, semerah darah.Ialah Super Blood Moon. Fenomena yang terjadi setiap 195 tahun sekali, ketika matahari, bumi, dan bulan berada dalam satu garis lurus. Bulan akan masuk seluruhnya ke dalam bayangan inti atau umbra bumi, sehingga tidak ada sinar matahari yang bisa dipantulkan ke permukaan bulan.Dalam fenomena menakjubkan yang sedang berlangsung itulah, takdir baru sang vampir muda dimulai.Acasha terbangun dengan kedua warna mata berbeda. Iris ungunya telah berubah warna serupa merah darah, menatap lurus vampir berusia ratusan tahun yang tengah memangkunya."Acasha ...." bisik Athan tertegun melihat perubahan yang sudah pernah ia perkirakan s

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   79. Pemandangan Macam Apa?!

    "Dasar sinting!" umpat Chesy bersikeras memberontak dan mendorong tubuh Bedros ke depan. Namun, sang kaki tangan Orion yang setia itu justru mengunci tubuh Chesy semakin kuat dan menancapkan taring tajamnya di leher jenjang Chesy yang sudah sangat menggiurkan sejak tadi. Gluk ... Gluk ... Gluk .... Benar. Mirip tapi beda. Mirip dari rambut ginger-nya yang bersinar cerah bagai daun maple di musim gugur. Lalu, bedanya ... harum tubuhnya bak bunga gardenia yang bermekaran dan manis darahnya sangatlah nikmat, membuat siapa pun yang menghisapnya merasa tenang dan larut dalam kesejukan di setiap tegukan, tak terkecuali dengan Bedros. Aroma gardenia yang diterbangkan angin mencapai indra penciuman Gelsi. Ia pun menoleh. Tepat di depan mata, ia menyaksikan satu-satunya putri kesayangannya yang seorang Half Blood Klan Agathias tengah tak berkutik dalam rengkuhan Loyal Blood Klan Remo. Terpantiklah percikan api seketika mengobarkan kemurkaan di dalam diri seorang ayah vampir. "ENYAHK

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   78. Sayangnya, Dia Sudah Mati

    Sang surya mulai menyembunyikan terang sinarnya, berganti dengan gulita yang siap menyongsong hamparan kristal beku, menambah suasana mencekam yang semakin menyelimuti Pegunungan Wolley.Udara dingin bukanlah masalah besar bagi para vampir, tetapi serangan dari makhluk yang diciptakan dari darah terlarang itu tak kunjung berakhir. Mereka datang dari berbagai penjuru, bagai muncul dari selang air yang menyemburkan Forbidden Blood nan menjijikkan, hingga membuat muak para Loyal Blood yang tengah membasmi mereka. Namun, ada satu hal positif yang bisa menjadi petunjuk. Dengan semakin rapatnya intensitas kemunculan Forbidden Blood, berarti mereka sudah semakin dekat dengan lokasi tujuan.Athan, sang Pure Blood Klan Agathias, ditemani Half Blood dan ketiga Loyal Blood terdekatnya, terus berlari dalam kecepatan yang sama—sangat cepat—demi mengejar detik yang terus bergulir."Waktu kita tidak banyak," gumam Athan setelah menatap langit sesaat.***Setelah menghadapi segala aral melintang, ak

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   77. Evakuasi

    "Jangan bilang ... dia belum kembali," ucap wanita itu, tercenung."Ha ...." Ela mendongakkan kepala, menghela napas kesal. "Nona, saya tahu, Anda tidak menyukai Nona Acasha, tapi saya tidak menyangka kalau Anda sejahat itu.""Nona Zelika, kenapa Anda tega meninggalkan Nona Acasha sendiri? Seharusnya Anda membawa dia kembali bersama kami!" imbuh Lieke tersulut emosi, entah ke mana perginya ketakutan dan kekhawatiran yang sempat menciutkan nyali.Zelika memejamkan pelupuk sambil memijat pangkal hidungnya pelan. "Nona-Nona Sekretaris, sebenarnya bukan saya yang meniggalkan, justru saya yang ditinggalkan. Lagi pula, saya sudah berbaikan dengan Nona Acasha. Sudah tidak ada lagi niat jahat padanya barang sedikit pun."Dengan alis yang masih bertaut, Lieke membalas, "Lalu, di mana dia sekarang?""Mungkinkah, dia sudah masuk ke sini sebelum kami?" celetuk Ela. "Atau berlindung di tempat lain?" lanjutnya.Zelika mendesah pelan. Parasnya tetap terlihat cantik dan menawan meski gurat keresahan

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   76. Alarm Peringatan

    Brakk!!! Sebilah meja persegi panjang yang terbuat dari pahatan kayu pinus seketika terbelah dan hancur berkeping-keping setelah Athan menerima kabar buruk yang disampaikan oleh Chesy.Bukannya dia tak tahu, bahkan dia sudah memperkirakan bahwa peristiwa ini cepat atau lambat akan terjadi jua. Namun, ia tetap tak bisa menyangkal atas ketidaknyamanan yang sedang ia rasakan saat ini. Bagaimana pun dia telah gagal mengantisipasi."Dasar, ceroboh!" umpat Demian, menggeram. Alisnya menukik tajam, bak bara api menyala di merah matanya, rahangnya mengetat, pun tangannya mengepal erat.Tak berbeda jauh dengan Chesy, perasaannya sangat kalut. Sambil menahan emosi yang terus menggelegak, ia menunjukkan ponsel milik Demian dan Acasha yang sudah remuk."Kami menemukan ini ... sudah hancur tergeletak di trotoar."Tanpa berkomentar, Athan menatap tajam Gelsi yang tengah sibuk dengan laptop di lantai—sebab meja yang semula dijadikan alas sudah dihancurkan Athan dan dia membutuhkan kesepuluh jarinya

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   75. Demian dan Bocah Iblis

    Tanpa mereka sadari, seorang pria dengan setelan jas formal tengah mengintai mereka sejak tadi. Dia terus memerhatikan dari kejauhan tanpa sedikit pun berpaling.Dialah Demian. Pria yang diam-diam mengikuti ke mana pun Acasha pergi hampir seminggu ini, tapi bersikap sok cuek ketika berhadapan langsung.Dia melakukan semua itu untuk menutupi rasa canggung yang terbentang sejak pengakuan bodohnya tempo hari.Namun, entah dasar apa, Demian tetap tidak bisa melepaskan Acasha menjauh dari pandangannya barang sedetik saja. Karena itulah dia melakukan cara ini di belakang. Sebuah tindakan pengecut dari seorang pria yang masih mencari-cari makna dari kata cinta.Demian yakin, gadis muda yang tengah menggandeng lengan Acasha itu memiliki hubungan yang tidak baik dengan Acasha. Tapi, apa yang telah terjadi sampai mereka bisa tampak sedekat itu?Namun, sebelum itu, bagaimana bisa gadis itu ada di sini? Sudah dipastikan sebelumnya, tak ada satu pun dari mereka yang mengetahui ke mana perginya Aca

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   74. Berkat Itu, Kita Bertemu

    Setibanya di suatu restoran bernuansa kafe yang tak terlalu jauh dari kantor, Acasha dan Zelika duduk berhadapan dengan canggung."Ehm, soal tadi ... apa yang ingin Nona bicarakan?" tanya Acasha membuka percakapan setelah keheningan yang panjang.Zelika tampak ragu-ragu. Ia pun menyesap lemon tea yang sudah mereka pesan, lalu menatap Acasha lekat-lekat. "Saya ... maafkan saya, Nona ...." ucapnya dengan wajah tertunduk. Entah ke mana perginya kepercayaan diri dan keangkuhan yang selalu terpancar di wajahnya.Alis Acasha mengerut. "Maaf? Maaf untuk apa?" tanyanya masih tidak mengerti.Ingatan tentang kemurkaan sang pemimpin klan tempo hari seketika kembali terekam di benak Zelika. Tanpa perlu mengetahui latar belakang tentang status dari sang sekretaris itu, Zelika harus sadar diri dan tahu batasan bahwa Acasha bukanlah seorang manusia sembarangan. Pastilah dia punya pengaruh besar untuk klan Agathias."Saya melakukan kesalahan pada pertemuan terakhir kita. Saya tidak yakin Nona ingat a

  • LOVE BITE : SLEEPING VAMPIRE (INDONESIA)   73. Perubahan

    "Kenapa aku di sini? Sebenarnya, aku sedang bersama siapa? Aku ... tidak bisa melihat wajahnya sama sekali. Tapi, kenapa ... rasanya ... mhh ...."Pikiran dan batinnya terus beradu untuk memenangkan, siapa yang harus ia ikuti? Gairah yang terasa semakin nyata ataukah akal sehat yang terus meneriakkan kata-kata, "Bukankah seharusnya kau bersama Orion?"Dalam sekejap, Gretta mendorong tubuh di atasnya dengan sangat kuat. Namun, ia justru merasakan sakit menghantam kedua tangannya hingga spontan berteriak dan mengaduh."Sampai kapan kamu akan tidur Gadis Malas?" Suara yang tidak asing terdengar jelas di telinga, seketika membangkitkan seluruh kesadaran Gretta.Menatap lurus dengan mata tercengang. "Orion?"Orang yang dipanggil pun tersenyum miring dengan tatapan licik. "Kau sudah berani memanggil namaku? Hanya namaku?"Tubuh Gretta sontak gemetar tatkala menyadari kecerobohan yang telah dilakukannya. Dia tidak berpikir bahwa sosok di hadapannya adalah Orion yang sesungguhnya karena dia y

DMCA.com Protection Status