Beranda / Lain / LORO / 3. Bak binatang kelaparan

Share

3. Bak binatang kelaparan

Penulis: Nur Juwariyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aku tak pernah berpisah dengan Maya, Arum. Seperti yang Maya katakan padamu."

Manik mata Arum membesar meski ia sudah bisa mendengar kalimat Bagas berputar-putar dalam kepalanya berulang kali. Apalagi saat ia melihat gadis kecil yang membuka pintu. "Tapi kau menikahiku, Mas Bagas, tidakkah itu artinya kau memilihku dan melupakan masa lalumu?" ucap Arum berusaha agar suaranya tak melemah meski hatinya sakit. Sangat sakit. 

"Kau hanya datang disaat yang tepat, Arum." Ucap Maya membuat Arum seolah kehilangan kata-kata.

"Saat yang tepat?" ucap Arum mengulang dengan lemah. Tapi dua orang didepannya tak mengerti itu dan melanjutkan ucapan mereka.

"Maya kembali tapi pernikahan kita tinggal dua hari lagi dan tak mungkin dibatalkan," ucap Bagas membuat Arum menatapnya dengan tatapan tak percaya.

"Bukankah aku bertanya padamu sebelum kita benar-benar sah menjadi suami istri. Apa kau sungguh ingin menikah denganku, Mas Bagas? Dan apa jawabanmu hari itu? Tidakkah ayahku juga menanyakan hal yang sama sebelum penghulu datang apa kau benar-benar ingin menjadikan aku istrimu? dan apa jawabanmu? kau bersedia. Tak ada paksaan bahkan kau tampak... ya Tuhan... Apa kau bersandiwara padaku selama ini?" ucap arum menutup wajahnya. 

Rasanya ia merasa jadi manusia paling bodoh di dunia dan sekelebat senyum Arimbi yang begitu polos membuatnya ingin menangis tapi ditahannya sekuat hati. Arum tak sudi meneteskan airmatanya dihadapan pria yang... yang menikahinya juga wanita yang masih begitu tenang bahkan menujukan senyum.

"Kita... Kita bahkan punya anak, Mas Bagas"

"Ayolah, Arum. Bahkan pria bisa bergonta-ganti wanita panggilan tiap malam." Ucap Maya membuat Arum menatapnya tajam.

"Aku bukan wanita murah sepertimu, Maya. Yang biasa saja disentuh pria yang mau memberikan macam-macam." Ucap Arum membuat Maya berdiri seketika tak terima dikatai seperti itu. 

"Arum, kumohon jangan menghina Maya." Ucapan Bagas membuat Arum tertawa meski matanya terasa panas dan perih. Ia menatapi pria yang tangannya mengepal kuat.

"Kau marah karena aku mengatakan kebenaran? Kurasa cinta benar-benar membuat orang jadi buta, bukan?" ucap Arum membuat Bagas jadi diam begitupun dirinya, dan menatap potret keluarga yang tampak bahagia seakan mengejek dirinya begitu menohok. 

Senyum Maya, tawa Carmen, pelukan Bagas pada keduanya. Potret itu terasa begitu mengolok-olok Arum yang teringat pada gadis kecilnya yang pasti sudah tidur. Gadis kecil yang tertawa begitu bahagia hanya karena ia mengatakan Arimbi mirip sekali dengan Bagas karena sama-sama menyukai hal manis tapi bukan kue.


Tawa bahagia dan polos sang putri yang rasanya begitu ingin membuat Arum menangis sejadi-jadinya. TAPI IA TAK AKAN MENUNJUKAN ITU PADA BAGAS MAUPUN MAYA. TIDAK AKAN!!

"Seandainya kau tak mengandung kita pasti sudah berpisah."


Namun, ucapan Bagas membuat Arum seakan tertampar begitu keras. Membuat matanya basah tanpa bisa ia cegah. "Jangan pernah menyalahkan anakku atas apa yang kau lakukan."

Arum menahan amarahnya meski tatapan matanya begitu tajam. Tepat tertuju pada lelaki yang yang duduknya jadi tak tenang itu.

"Yang mengatakan ingin menikah denganku, kamu"

"Yang menyentuhku, kamu"

"Jadi jangan sekalipun menyalahkan anakku atas keegoisan dan kepengecutanmu, Mas Bagas."

"Semua adalah pilihanmu juga kebodohan diriku yang tidak bisa melihat. Jadi jangan berani-berani menyalahkan anakku." Ucap Arum setegas-tegas dirinya. Lalu menghapus air matanya dan berdiri. 

Rasanya ia sudah cukup mendengar apa yang ingin diketahuinya. Arum sudah cukup mendengar apa yang ingin ia pahami. CUKUP!!

Arum berdiri dari tempatnya duduk, matanya yang masih menyisakan airmata menatap Bagas. "Ayo bertemu lagi dipengadilan untuk bercerai."

Arum yang sudah melangkah menatap tangan pria yang menahan tangannya, "aku tak pernah mengatakan ingin bercerai, Arum."


Arum menatap tangan besar yang menggenggam lengannya erat, "sekalipun kau tidak. Kau sudah mendengarku yang menginginkan perceraian kita. Aku tak mau melanjutkan hidup seperti ini lagi, Mas Bagas. Dan keputusanku sudah bulat kini setelah mendengarmu- ini... ini sudah cukup bagiku," ucap Arum yang sorot matanya begitu yakin. Ia ak akan goyah dan Bagas tau itu. Sangat tau.

"Berpikirlah tentang anak kita, Arum," ucap Bagas membuat Arum menatapnya tajam dan mengangkat tangan secepat tangan itu bergerak.

PLAKK...!

Arum menampar pipi pria didepannya dengan tangannya yang bebas. Sensasi panas yang menjalar dipermukaan tangannyapun tak Arum perdulikan sebagaimana ia tak perduli pada pria yang kaget baru saja menerima tamparan begitu sepenuh hati dari Arum. Wanita yang baru kali ini menamparnya sejak mereka saling mengenal.

"SUDAH KUKATAKAN PADAMU JANGAN BAWA-BAWA ANAKKU!"!" seru arum yang tak lagi bisa menahan amarahnya lagi. Emosinya sudah tak tertahan kini.

"Pernahkah kau mengusap kepalanya begitu sayang seperti perlakuanmu tadi pada Carmen? Pernahkah kau meluangkan waktumu sesaat untuk sekedar memujinya yang mendapat nilai bagus? Atau pernahkah kau memeluknya begitu lembut seperti caramu memeluk anakmu dari wanita MURAH itu!" ucap Arum yang tak bisa menahan rasa sakit dalam hatinya juga derai airmata yang mengalir bagai anak sungai.

Seluruh dirinya menjeritkan kata perih, bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk gadis kecil yang wajahnya semakin membuat batin arum menjerit dan sakit. 

Arimbi yang sudah terbiasa hidup hanya dengan dirinya tak perlu merasakan kesakitan yang kini sedang ia rasakan. Arum akan menghindarkan perasaan buruk mengganggu tumbuh kembang anak pecinta permen stroberi yang kehadirannya begitu ia syukuri. Dan Arum tak akan pernah memaafkan siapapun yang menyalahkan kehadiran Arimbi, tak seorangpun termasuk pria yang masih menatapinya tak percaya pipinya memerah berkat tangan arum.

"Kau dan keluargamu bersikaplah seperti biasa. Toh, aku dan putriku sudah biasa tanpa kehadiran kalian." Ucap Arum menyentak tangannya kasar dari cengkraman tangan pria yang jadi diam menatapnya pergi. Lalu menutup pintu begitu kasar.

BRAKK!!

Arum yang berlari keluar apartemen langsung menghampiri mobilnya dan menangis tak memperdulikan ponselnya terus berbunyi tak kenal menyerah. Ia terus menangis sesuka hati mengakui pada diri ia sedang terluka, kecewa juga marah. Arum Wijaya terus menangis berharap seluruh rasa buruk luruh bersama airmatanya yang menganak sungai dengan dering ponsel yang terus mengiringi.


Bahkan sampai Arum menghapus mata sembab nan merahnya itu berhenti menangis meski meninggalkan isak yang sesekali terdengar juga perih dimata. Ponsel Arum terus berdering.

Dering yang sama sekali tak diperdulikan wanita yang ujung matanya menatapi kantong berisi permen lolipop rasa stroberi.

Permen yang sudah dibelinya sejak awal, karena Arum sadar perasaanya akan sangat buruk dan tak mungkin mampu masuk ke dalam toko setelah mendengar kebenaran dari apa yang ingin ia ketahui.

Tangan Arum yang terulur mengambil kantong berisi permen untuk Arimbi mendekap erat kantong dari kertas warna-warni yang sudah berpindah dari jok belakang keatas pangkuannya. Ia mengingat putrinya yang pasti sudah tidur dan tawa gadis kecil yang fotonya terpampang dilayar ponsel yang terus berdering tanpa henti itu membuat matanya berair lagi.

"Kamu bukan kesalahan sayang, tapi kamu kesayangan mama," ucap Arum yang menyentuh garis tawa Arimbi.

Setelah menarik nafas dalam-dalam Arum melajukan mobilnya tapi bukan rumah dimana gadis kecil kesayangannya tertidur lelap yang ia tuju.

*

"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Maya pada Bagas yang mengambil kunci mobil.

"Pulang?"

"Pulang?! Disini rumahmu, mas Bagas. Kau mau pulang kemana lagi?" tanya Maya tampak tak bisa menahan emosinya menatap pria yang sudah memegang gagang pintu.

"Aku tau, Maya. Tapi aku tetap harus pergi," ucap Bagas menghampiri pemilik mata memikat yang memeluknya erat.

"Jangan pergi, wanita itu sudah menyerah padamu. Itu yang kita inginkan, bukan?" ucap Maya tapi tak mendapat respon apapun dari Bagas.

"Itu yang kita inginkan 'kan, Mas Bagas?" ulang Maya menyentuh pipi pria yang ahirnya mengangguk membuat Maya tersenyum dan melumat bibir Bagas begitu lapar lalu turun menyusuri leher Bagas dan mulai melepas baju pria yang tampak ingin menolak.

"Jangan pulang, kumohon," ucap Maya yang tangannya menjelajah kedalam celana bagas. Begitu lihai memainkan jarinya yang penuh perhitungan didalam celana Bagas yang tak lagi bisa menahan baranya yang sengaja Maya sulut.

Pada ahirnya pria yang mendesah itu meletakkan kunci mobilnya lagi dan mengangkat Maya ke dalam kamar yang ditutup rapat. 

Tak butuh waktu lama, suara lenguhan yang tinggi dan nafas yang seakan memburu terdengar dari dua manusia yang mirip binatang kelaparan memecah malam yang seharusnya kelabu.

Dua manusia yang saling menyentuh tak meninggalkan ruang sedikitpun untuk dingin menyusup diantara peluh yang membasahi badan.

Erangan bak candu yang memekakan telinga memenuhi ruangan kedap suara yang rasanya tak mampu meredam suara dua orang manusia yang berlaku seperti binatang kelaparan dan sangat membutuhkan kehangatan sekedar untuk membuat mereka sadar kehadiran satu dengan yang lain.

Pagutan, pelukan, hujaman, goresan, dan teriakan penuh candu seakan tak pernah cukup. lalu berulang berkali-kali. lagi dan lagi dan lagi.

Sungguh DUA binatang kepanasan, bukan?

*

PS. Ahirnya tamparan pertama. tapi kok rasanya kurang ya, iya gak sih? atau itu saja cukup? kasih pendapat kamu dong.

Bab terkait

  • LORO   Sedikit penyesalan dalam duri

    Tok..tok..!"Sebentar!" seru seorang pria berjalan cepat menghampiri pintu yang terus diketuk meski ada bell yang seharusnya bisa disentuh."Tidak sadarkah kamu ini jam berapa?" tanya pria itu membuka lebar pintu lalu menatapi tamunya yang datang tak tau waktu.Namun, rasa kesal pria berwajah tampan tapi mengintimidasi yang dihiasi senyum itu berubah saat melihat penampilan Arum yang begitu muram dengan wajah sembab, hidung merah, pipi yang masih menyisakan bekas air mata, juga mata merah tergenangan air yang bisa jatuh kapan saja."Apa yang ter- " ucap pria yang jadi diam saat Arum memeluknya cepat dengan tangis yang kembali terdengar.Isak Arum kembali pecah dan jadi tangis sepenuh hati saat tubuhnya direngkuh pria bertangan hangat dan kuat yang kesalnya berganti jadi kekhawatiran."Meski aku tak tau apa yang terjadi, menangislah sepuasmu. Tapi kamu harus cerita padaku setel

  • LORO   5. Kalian gila

    Mobil Arum berhenti di depan gerbang rumahnya yang sepi. Setelah merogoh tas dan mengambil kunci pagar ia turun dan membuka pagar besi yang menjulang tinggi.Bukan hal tak biasa bagi Arum membuka dan menutup pintu untuk dirinya sendiri seperti malam iniApalagi, sebelum pergi arum sudah berpesan agar tak usah ditunggu pada satu-satunya pekerja yang tinggal dirumah dan menyilahkannya tidur setelah putri kecilnya terlelap dan wanita yang usianya tak begitu jauh dari umur Arum itu mengangguk. Bahkan menyuruh Arum untuk berhati-hati kemanapun ia akan pergi.Dengan tangan memegangi pagar ditatapnya kamar sang putri yang lampunya menyala temaram dilantai dua. Mata Arum berair lagi dan seketika diusapnya lalu menarik nafas panjang yang terasa menyesakan."Cukup, aku sudah banyak menangis malam ini." Ucap Arum menghapus sisa air dari dalam matanya lalu menghembuskan nafasnya kuat-kuat."Mama pul

  • LORO   6. Masih bernafas

    Marko sesekali menatap ponselnya yang tak kunjung berbunyi. Wajahnya tampak khawatir."Mungkin, Arum langsung tidur" ucap Ali yang keluar dari kamar mandi."Tapi perasaanku jadi tak enak sekali" ucap Marko menggeser tubuhnya ketengah dan menyambut tangan Ali yang naik ke tempat tidur."Pikirannya sedang suntuk ia pasti lupa" ucap Ali menepuk bantal disampingnya."Ya, mungkin juga" ucap Marko merebahkan kepalanya diatas bantal yang Ali tepuk."Kita taruh ponselmu disini" ucap Ali mengambil ponsel dari nakas dan meletakkannya diatas bantal. Membuat Marko menatapnya."Atau, biar kamu tenang aku telponkan Arum saja." Ucap Ali memenceti layar ponsel Marko tapi hanya ada nada sambung yang terdengar diikuti suara veronica.(Nomer yang anda tuju tidak menjawab. Silahkan hubungi sesaat lagi.)"Sekali lagi" ucap Ali menekan ponsel Marco lagi. Sama! hanya

  • LORO   7. Papa beda

    "Hei, bangun." Ucap pria bermata ash menarik selimut yang menutupi tubuh gadis tanpa pakaian yang tampak lelap setelah apa yang mereka berdua lakukan beberapa jam lalu."Aku masih lelah, Seth," ucap Zizi menarik selimutnya lagi bahkan menutupi kepala."Tetangga depan rumah itu iparmu, bukan?" tanya Seth membuat jantung Zizi berdetak cepat.Seketika keringat dingin keluar dari seluruh tubuh gadis yang langsung berlari ke kamar mandi. Membuat bule bermanik ash itu menatapnya heran saat zizi memuntahkan isi perutnya."Jangan bilang kau hamil," ucap Seth menyelimuti tubuh tanpa baju milik zizi yang wajahnya pucat pasi."Tenang saja, aku takkan hamil." Jawab Zizi begitu yakin."Baguslah, aku belum ingin terikat dengan siapa pun," ucap Seth membuat Zizi menatapnya lekat. "No hard feeling, Baby. It's just the way I live my life, tak berkomitmen pada siapa pun.""Termasuk aku?" ucap Z

  • LORO   8. Keluarkan anak itu!

    "Yang sekolah, kan, aku. Kenapa mama malah turun duluan!" seru Carmen dengan wajah cemberut menatapi Maya yang tak bisa menyelesaikan tanyanya."Galak- pemberani ya bu, Anaknya?" ucap Bi Lisa menatap bocah kecil yang memperhatikannya penuh selidik."Siapa, Ma?" tanya Carmen tanpa menoleh pada Maya."Saya, pengasuhnya neng Arimbi, Neng.""Arimbi?" ulang Carmen tampak tak suka, membuat Bi Lisa mengangguk meski heran melihat wajah cemberut Carmen makin bertambah masam."Arimbi?! Dimana? Mana, Arimbi?" tanya bocah lelaki lucu tapi nakal yang berlari cepat menyusul Carmen sambil celingukan kesegala arah."Apaan sih Rei, ganggu aja!" ucap Carmen menatap Rei tak senang."Aku nyari Arimbi tauk, bukan Carmen jelek." Balas Rei membuat wajah Carmen yang cemberut makin ditekuk."Mana Arimbinya, tante Arum?" tanya Rei mengira salah satu wanita disampingnya adala

  • LORO   9. Tak ada jalan kembali

    Ali, yang membeli dua kaleng soda dingin dari fending machine menatap Marko berdiri menatap langit cerah tanpa awan sedikit pun. Sungguh berbanding terbalik dengan dua orang yang hatinya sedang kelabu itu.Puk!Tangan Ali menyentuh pundak marco yang menoleh dalam diam."Minum dulu biar dingin," ucap Ali menunjukkan senyum menenangkan, membuat Marko mengangguk dan membuka pengait kaleng yang menimbulkan suara berdesis.Cess..cesss..."Better?" tanya Ali melihat Marko menarik nafasnya setelah menengguk beberapa kali kaleng soda ditangannya itu."Aku, bener-bener gak tau apa yang harus aku lakukan tanpa kamu, Li," ucap pria yang membuat Ali tersenyum lalu menuntun tangan Marko agar duduk di kursi besi panjang di samping tembok rumah sakit yang aromanya begitu khas."Apa yang akan terjadi setelah ini?" tanya Ali membuat Marko menatapnya."Arum dan Arimbi mereka ha

  • LORO   10. Kangen mama

    Seth, pria berusia 22 tahun itu turun menyusuri tangga, hidungnya tergelitik saat mencium harum kue yang membuat perutnya berbunyi.Black forest dengan potongan stroberi yang sudah dilumuri lelehan coklat mengeras ditiap potongnya membuat Seth mengambil sepotong lagi untuk mengganjal perutnya yang lapar."Enakkan?" tanya wanita yang masuk dari arah taman mengejutkan Seth yang hampir saja tersedak."Kau beli dimana, Mom?" tanya seth pada wanita yang hanya terpaut usia 7 tahun dengannya. Panggilan itu terdengar hanya saat ia di rumah, saat diluar seth akan memanggilnya mira atau miranda."Aku beli dijalan pulang bersama Lisa," ucap Miranda meletakkan gelas berisi air putih di depan Seth yang berterimakasih."Teman baru?""Yups, my new friend's, dia tetangga depan rumah kita," ucap Miranda membuat Seth menatapnya dan berhenti mengunyah."Bukannya wanita cantik itu diba

  • LORO   11. Kau benar, Arum.

    "Anda baik-baik saja pak bagas?" tanya dokter yang masih gagah itu bertanya pada lelaki yang hanya diam membisu pada penjelasannya mengenai kondisi Arum, sampai Bagas menatapnya."Ya, Dok. Hanya saja saya jadi merindi- lupakan, Dok." ucap Bagas yang bulu halusnya berdiri membuat dokter Anggodo menatapnya."Hanya itu yang bisa saya sampaikan saat ini, saya harap Pak Bagas bersabar dan bisa menerimanya kondisi Bu Arum," ucap Dokter Anggodo membuat Bagas mengangguk.Meski jelas terlihat, ia tidak paham mengangguk untuk apa? atau kenapa ia mengangguk?Lalu menyalami dokter yang memberinya senyum simpati. Pamit.Bagas, menatap langit yang begitu terik dan menarik nafasnya panjang, ekspresi wajahnya sungguh tak bisa dibaca."Arum Wijaya, jika aku tak memilihmu, hidupmu pasti takkan berahir seperti ini," ucap Bagas menutup matanya lagi tapi langsung terbuka dengan cepat melihat sekelebat bayangan wanita yang menggelinding dari tangga begitu cepat tapi

Bab terbaru

  • LORO   SHE IS THE LITTLE WOLF

    Pria yang wajahnya bisa menipu banyak orang itu berdiri di depan ratusan mahasiswa. wajahnya yang bisa tersenyum dalam keadaan apapun, begitu pula tatapan ramah ia tunjukan pada bakal-bakal manusia yang sudah menentukan pilihan hidup yang ingin mereka jalani. Telinga para mahasiswa itu mendengarkan dengan seksama apa yang Sabio sampaikan dalam kelas yang mereka ikut, sesekali bertanya, tidak menyela saat pria yang mata sebelah kirinya selalu menjadi perhatian karena ada tanda lahir di sana bicara, menerangkan apapun yang ingin mereka ketahui. "But, is it possible to erese their memory permanenly, Sir? Mendengar itu Sabio menatap pria keturunan yang gigi putihnya begitu kontras dengan warna kulitnya yang hitam. Pertanyaan yang rasanya selalu Sabio dengar kapanpun itu apalagi saat ia harus menjadi pembicara entah di depan kelas ataupun konferensi bahkan individu. Apa lelaki yang wajahnya bisa ia mainkan sesuka hati itu pernah b

  • LORO   KAU YANG AKAN MENYAKITINYA LEBIH DARI SIAPAPUN

    "So, apa yang akan kalian lakukan saat Bagas datang?"Lency menelan ludahnya untuk pertanyaan Sani. Matanya menatapi bergantian dua pria yang entah akan menjawab apa. Ia yang sudah berpikir tidak akan bermimpi buruk malam ini karena memilih jujur untuk kedatangan Bagas, menghembuskan nafas dalam, berharap Marko ataupun Ali tak mendengar.'Sial! Gue akan makin mimpi buruk kalo gak dengar jawaban mereka sekarang!' batin Lency yang juga ingin tahu apa yang akan ayah ke-2 dan ke-3 Arimbi lakukan.Ia lalu menatap wajah Arimbi yang terlihat begitu damai dalam lelap, "apa mimpimu menyenangkan, Arimbi?" Ucap Lency yang tak sadar ucapannya membuat Ali menoleh."Apa? Jangan bilang gue ngomong kenceng barusan?" Ucap Lency tak urung membuat suasana tegang dalam ruangan, berubah.Apalagi sorot mata Ali jadi melembut ketika ia menatap Arimbi yang rambutnya ia belai, sementara Marko berdiri lalu duduk di atas lantai memegang jemari Arimbi yang jadi terlihat

  • LORO   APA YANG AKAN KALIAN LAKUKAN?

    "Arimbi akan pulang ke rumah ini, Bu, tapi aku tidak akan membiarkan ibu melakukan apa yang ibu mau."Mata Sukma membesar, tangannya terangkat tinggi namun hanya berhenti di udara."Arimbi akan pulang ke rumah ini dan aku tidak ingin mendengar ibu atau siapapun menyalahkannya untuk apa yang terjadi."Plakk!Kali ini tangan Sukma benar-benar menampar pipi Bagas yang tidak terkejut dengan reaksi Sukma. "Kau tahu kenapa kita harus melakukan itu!" Seru Sukma lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa jika ada mata ataupun telinga yang mendengar lalu mengecilkan suaranya. Sadar, jika ada telinga yang mendengar maka apa yang sudah ia susun akan berakhir."Kau tahu betul kita harus melakukan itu!"Sukma memegang lengan Bagas, tatapannya memelas namun penuh tuntutan, "kau tahu kenapa ibu melakukan ini bukan? Semuanya untukmu, Bagas, agar kau bisa hidup tenang bersama Maya dan Carmen."Sukma lalu menyentuh pip

  • LORO   KEPUTUSAN MEREKA

    "Cari siapa, Mas?""Saya suami Arum.""!" Mata lency membesar untuk jawaban lelaki yang ketidak-hadirannya selalu ia tanyakan. Manik mata wanita berkulit hitam manis itu bergerak gelisah sementara punggungnya terasa panas mengingat di ruangan Arum ada Ali dan Marko yang mungkin tak akan senang mendengar siapa yang datang.Namun, ia yang tahu siapa dirinya tak mungkin berkata "jangan masuk!" pada lelaki tampan yang masih mengenakan pakaian kerja dengan jas yang melekat begitu pas di badannya.'Gue belum siap liat Ali sama Marko menghajar suami Arum!' seru Lency dalam hati, 'dan di dalam juga ada Arimbi-'Zreeeg!!Tangan Lency bergerak sendiri menutup pintu yang ia buka, begitu cepat sampai ia sendiri merasa kaget dan jadi kikuk saat menatap Bagas.Lency bisa merasakan punggungnya berkeringat sekalipun pendingin ruangan menyala. Mulutnya jadi terasa kelu meski tak ada satu kalimatku yang melintas dalam benak untuk ia sampaik

  • LORO   ARIMBI KITA KEMBALI.

    PING: Saya harap bapak tidak lupa dengan uang yang bapak janjikan untuk informasi ini.Entah apa yang kini sedang berkecamuk dalam benak Bagas saat melihat potret Arimbi, putrinya. Ia tampak tidak perduli dengan baris terahir dari pesan yang masuk bertubi-tubi dipenuhi oleh potret Arimbi.Tapi, ia yang sudah berdiri dan siap melangkah, punggungnya terlihat ragu apalagi saat matanya menatap dua pria yang terlihat bahagia di samping Arimbi yang lebar tersenyumMarko dan Ali. Dua lelaki yang wajah bahagianya pasti akan berubah jika ia datang atau bahkan menunjukkan diri.Sampai Bagas menarik nafasnya dalam, begitu dalam. Sementara matanya tak melepas senyum gadis kecil yang akhirnya masuk ke dalam ruang rawat inap yang pintunya dibuka Ali.PING: ini potret terakhir yang bisa saya kirimkan. Saya harap bapak tidak lagi menghubungi saya atau saya akan mendapat masalah karena sudah melanggar kode etik."Kode etik?" ucap Bagas menarik uj

  • LORO   IA MERASA KERDIL

    "Karena lebih baik anak itu tidak kembali jika ingin hidupnya tenang "Sera menggigit bibir bawahnya, lalu menatap ke depan. Zizi seperti orang kesetanan yang bahkan menerobos lampu merah, untung saja motor yang pengemudinya berteriak karena kaget ada mobil sport yang melanggar rambu tidak jatuh dan terlindas mobil di belakangnya.Well, tak lagi bertanya tentang Arimbi pada Zizi 'saat ini' adalah hal yang benar untuk dilakukan, mengingat Sera masih menyayangi nyawanya. Lagipula, apa yang telah dan akan dilakukan Zizi pada Arimbi bukanlah urusannya. Ia hanya ingin lebih dekat dengan Sani. Pria yang begitu tak tergoyahkan bahkan mengabaikan dirinya yang sudah menjual murah harga dirinya di depan Sani.'Kalo gue gak berhasil dapetin Lo, jangan panggil gue Sera!'Hatchi!"Godbless you, Boss," ucap Joyce pada Sany yang bersin lalu menatap sang asisten yang kembali berucap, "palingan ada yang ngomongin Lo, maklum cowok mahal kayak Lo pasti ba

  • LORO   IA MASIH SAJA CURIGA

    "Apa Ali dan Marko akan membawa Arimbi pulang kerumahnya?"Lency yang berdiri di depan pintu langsung menoleh pada Sani, "apa?" meski sedetik kemudian wajah Lency jadi pucat mengingat rumah Arimbi meski ia belum pernah ke sana."A--Ali sama Marko gak ngomong apa-apa tentang itu," jawab Lency membuat Sani mengangguk. Mengingat hari ini adalah hari sama Ali dan Marko kembali dari Berlin setelah menyelesaikan pekerjaan begitupun Arimbi yang masa perawatannya selesai.Karena sama-sama sibuk, apalagi Ali dan Marko yang jadwalnya dipadatkan sama sekali belum bertukar kata dengannya."Setidaknya Arimbi sudah kembali, bukan?" ucap Sani saat melihat wajah pucat Lency. Ia jadi merasa tak enak hati melihat wanita yang tadi tertawa bersama Mawardi jadi menunjukan wajah bermasalah.Sani tahu, Marko dan Ali pasti sudah memikirkan banyak hal menyangkut masa depan Arimbi meskipun dalam waktu singkat. Tapi, bagaimanapun juga selain mereka berdua y

  • LORO   ADA YANG KESAL

    "Kok tumben udah balik, Sayang," ucap wanita ayu yang meletakan majalah Fashion saat melihat putrinya masuk dengan wajah kesal."Den Joe, sedang pergi bersama kakaknya, Bu," jawab pengasuh yang mendapat tatapan tanya dari Maya yang mengangguk paham kenapa wajah putrinya yang keluar dengan semangat kembali dengan wajah kesal."Gak usah cemberut gitu dong, Sayang. nanti kalo Joe udah pulang bisa main lagi, kan?""Kata Bu Miranda pulangnya malam, Bu. jadi baru besok bisa main lagi.""Oh, jadi karena itu anak mami wajahnya jadi gini?" ucap Maya tersenyum menyentuh kepala Carmen yang masih saja cemberut dengan bibir kecil mengerucut."Aku tuh mau main sama Joe, Mami. tapi malah keduluan sama Seth. Nyebelin banget!" Sungut Carmen tak melihat Maya memberi kode pada pengsuhnya agar membawakan kue stroberi untuk Carmen."Kalau begitu, gimana kalau kamu jalan-jalan sama Mami dan papi, setelah papi pulang nanti?"Carmen menoleh

  • LORO   DIMULAI KEMBALI

    Small small bad wolf~She life with a pack of a liar~Small small bad wolf~What she will do when she get older~Small small bad wolf~She smile with innocent smiling face~Small small bad wolf~What she gonna do? What she gonna do~Small small bad wolf~Carefull everyone she come to get you~Small small bad wolf~She life with a pack of liar~Small small bad wolf ~She smile to get you~Small small bad wolf~*Gadis kecil yang langkahnya terlihat ringan itu berjalan digandeng Sabrina, matanya membulat melihat dua pria dewasa yang bahkan tak bisa menahan lari mereka lalu memeluk dan mengangkatnya dalam dekapan rindu disertai kecupan di pipi kenyal nan lembut tanpa bekas tamparan yang sudah tak terlihat lagi.satu minggu terasa begitu lama, Namun setelah melihat gadis kecil kesayangan mereka kembali dengan senyum, Marko dan Ali hanya bisa memeluk Arimbi yang tawanya sudah tak mahal lagi. Rasa syu

DMCA.com Protection Status