Lastri menaiki tangga dengan semangat karena ingin menunjukkan pada Dila dan Dinda ruangan yang ada di lantai atas. Baru kali ini ia menunjukkan ruangan di lantai atas kepada orang lain selain mertuanya dan keluarganya. Ia belum pernah mengajak orang lain untuk ke lantai atas sebelumnya. Tarno pun baru kali ini naik ke lantai atas.
Sebenarnya Lastri sangat jarang, bahkan hampir bisa dikatakan tidak pernah naik ke lantai atas setahun terakhir ini. Selain karena langkah kakinya yang cukup menyulitkan untuk menaiki tangga, kesibukannya selama setahun terakhir membuatnya tidak sempat untuk melakukannya. Biasanya ia sudah lelah saat pulang dan langsung beristirahat di kamar setelah mandi dan makan malam. Atau menghabiskan waktunya dengan menonton televisi di ruang tamu jika masih belum mengantuk.
Selain itu Lastri memang menghindar untuk ke atas karena akan mengingatkan pada rasa kehilangan besar yang pernah dirasakannya. Di lantai atas ada sebuah kamar yang berisi barang-b
Dila sebenarnya masih belum terlalu lapar karena ia biasanya makan siang diatas jam satu siang setelah pulang sekolah. Sedangkan saat ini bahkan masih belum jam dua belas. Apalagi ia banyak makan makanan kecil saat dalam perjalanan kesini tadi. Lastri memang menyediakan makanan kecil di mobil yang disiapkan khusus untuk anak-anak saat dalam perjalanan.Dengan langkah malas, Dila berjalan mengikuti ayahnya dan Dinda yang sudah berjalan terlebih dulu bersama Lastri ke dapur. Sesampainya di dapur mereka semua sudah duduk di kursi. Dinda duduk di samping Tarno. Sedangkan Lastri duduk di depan Tarno. Ada 3 kursi lagi yang masih kosong.Dila hendak duduk di kursi kosong sebelah Dinda, tapi ia urung saat melihat ayahnya memberikan isyarat padanya agar duduk di kursi kosong sebelah Lastri. Dengan perasaan sedikit kesal ia akhirnya duduk di samping wanita yang akan dinikahi ayahnya sambil memasang wajah masam.Lastri menyambutnya dengan senyuman sesaat setelah Dila menda
“Rumah Tante Lastri besar ya, Kak. Mirip rumah di sinetron yang biasanya ditonton ibu,” komentar Dinda saat ayahnya mulai menjalankan mobil dan keluar dari pintu gerbang.Dila hanya mengangguk sambil memandangi rumah Lastri yang memang terlihat megah dan mewah. Bahkan pagar besi dan pintu gerbangnya terlihat kokoh dan mahal. Dalam hatinya ia merasa takjub dan kagum dengan kemewahan rumah Lastri. Ia tidak menyangka kalau wanita yang akan dinikahi ayahnya ternyata adalah wanita yang kaya. Pantas saja ia tidak keberatan saat membelikannya tas yang cukup mahal saat di mall kemarin.Dinda dan Dila terus memandang rumah Lastri saat mobil bergerak menjauh. Mereka bahkan baru menoleh setelah rumah mewah itu sudah tidak terlihat lagi. Tarno melirik dari kaca depan sambil mengamati ekspresi wajah Dila yang masih terlihat masam.“Kita sekarang mau kemana, Yah?” tanya Dinda pada Tarno yang sudah fokus memandang ke depan sekarang. Mobil sudah sampai d
Susanti berpikir keras mencoba mencari cara agar pernikahan Tarno dan Lastri tidak jadi dilaksanakan. Ia masih tidak rela melihat kehidupan Tarno yang akan berubah menjadi lebih baik setelah berpisah dengannya.“Aku harus mencari cara agar rencana pernikahan mereka dibatalkan, tapi apa yang bisa kulakukan? Apakah Aku harus mempengaruhi Dila dan Dinda agar tidak menyetujui rencana pernikahan ayahnya?” batin Lastri dengan pandangan lurus ke depan.“Bu, Aku lapar,” ucap Dila sambil memegang perutnya.Susanti yang tengah melamun tidak mendengar perkataan Dila. Ia masih sibuk memikirkan berbagai rencana untuk menghancurkan hubungan Tarno dan Lastri agar pernikahan mereka tidak jadi dilaksanakan.“Bu ...,” panggil Dila agak keras.“Eh, iya Dil. Ada apa?” Susanti tersentak dari lamunannya saat Dila memanggilnya cukup keras. Diremasnya tas plastik berisi camilan pemberian Lastri tadi lalu diletakkan di atas m
Tarno duduk di kursi teras dengan ditemani secangkir kopi panas yang mulai dingin. Ia baru saja menutup teleponnya setelah menelepon Dila dan Dinda cukup lama. Ditaruh ponselnya di meja lalu menyeruput kopinya yang sudah tidak panas lagi.Tadi ia menghubungi kedua putrinya untuk menanyakan jadwal mereka hari minggu besok. Rencananya ia akan mengajak mereka jalan-jalan bersama Lastri lagi. Usahanya untuk mendekatkan kedua putrinya dengan Lastri sepertinya masih belum membuahkan hasil.Dila sepertinya masih enggan menerima kehadiran Lastri dalam hidupnya sehingga ia menunjukkan rasa tidak sukanya secara terang-terangan dan sering kali bersikap tidak sopan padanya.Tarno menghembuskan nafas kasar. Ia merasa bingung harus menasihati Dila seperti apa lagi. Putri sulungnya yang mulai beranjak dewasa itu semakin sulit untuk dikendalikan. Tidak seperti dulu, saat masih kecil Dila adalah gadis manis yang penurut dan selalu mendengarkan perkataannya.“Kamu la
Dila dan Dinda sedang duduk di ruang tamu, menunggu ayahnya datang menjemput. Hari ini adalah hari minggu, mereka berencana untuk jalan-jalan bersama Tarno dan Lastri.Dinda sudah memakai pakaian terbaiknya. Ia tidak sabar untuk segera berangkat. Pengalamannya jalan-jalan ke mall dua minggu lalu membuatnya ingin pergi ke sana lagi. Gadis kecil itu menyukai hawa dingin yang menerpa kulitnya begitu masuk ke bangunan besar itu. Suara musik yang keras juga bertalu-talu saling bersahutan memanjakan telinganya. Toko-toko yang berjajar ditata dengan apik memanjakan matanya untuk memandang barang-barang yang ditata secara estetik di etalase.Dan yang paling disukainya dari semua hal tersebut adalah saat masuk ke food court. Dinda bisa mencium berbagai aroma makanan yang memanjakan indra penciumannya begitu masuk ke tempat para penjual makanan berkumpul itu. Gambar-gambar makanan yang terpajang benar-benar membuatnya lapar mata ingin mencoba semua makanan yang ada di gambar. Ia
Lama Dila menunggu tapi tidak ada satu kata pun keluar dari bibir Lastri. Wanita yang akan menikahi ayahnya itu malah sibuk melihat-lihat sandal yang dipajang bersama Dinda dan membantu gadis kecil itu memilihkan sandal yang terlihat bagus untuknya.Lastri teringat dengan putri kecilnya yang sudah tiada saat melihat sandal untuk anak-anak perempuan yang lucu-lucu dan menggemaskan. Dipeganginya sebuah sandal berwarna pink dengan hiasan gambar kartun yang dulu suka ditonton putrinya. Matanya berkaca-kaca tanpa disadarinya saat ia mengelus hiasan kartun itu.Ditaruhnya kembali sandal berwarna pink itu ke tempatnya semula. Lastri menengadah agar air mata di matanya tidak jatuh ke pipinya. Setelah dirasa air matanya sudah kering dan tak bersisa lagi Lastri mengalihkan pandangannya ke arah Dila yang sedang menunduk dengan wajah lesu.“Kenapa? Tidak ada yang cocok?” tanya Lastri sembari mendekat ke arah putri sulung calon suaminya itu.Dila menggelen
Sesuai janji yang telah diucapkan sebelumnya, hari ini Lastri datang ke acara pernikahan Susanti yang diadakan di rumah Joko. Setelah berpikir selama dua hari akhirnya Lastri memutuskan untuk memberikan kado sebuah cincin pada Susanti.Awalnya ia merasa bingung harus memberikan kado apa. Jika uang, ia merasa sungkan kalau ternyata nominal yang diberikan nanti terlalu sedikit dan dianggap kurang pantas. Pernah terlintas untuk memberikan sebuah kado seprei atau bed cover saja, tapi ia merasa bahwa kado itu sudah terlalu umum. Kemungkinan Susanti akan menerima banyak kado itu dari temannya yang lain. Karena itu ia akhirnya memutuskan untuk meminta Anto mengantarkannya ke sebuah toko emas sepulang dari toko.Malamnya Lastri membungkusnya dengan sebuah kertas kado bermotif batik setelah memberikan ucapan selamat di dalamnya. Ia memberikan ucapan selamat yang tulus dengan harapan Susanti akan menerimanya dengan baik sebagai calon istri Tarno. Bagaimana pun Lastri ingin menja
“Mampir ke rumah emak dulu ya, Las,” ajak Tarno dalam perjalanan pulang.“Hah? Ngapain, Mas?” Lastri terlihat kaget saat Tarno mengajaknya mampir ke rumah.“Kita bicara sama emak mengenai rencana pernikahan kita.”“Tapi Aku nggak bawa apa-apa sekarang.”“Nggak usah bawa apa-apa. Bawa diri saja sudah cukup buat emak.”“Ish, tetep saja nggak sopan, Mas. Nanti kalau ada toko buah mampir dulu.”“Oke.” Tarno memilih mengalah untuk menghentikan perdebatan mereka.Lastri tersenyum sambil melempar pandangan keluar jendela. Hatinya menghangat karena saat-saat yang dinantikannya akhirnya akan tiba. Sebentar lagi ia akan menjadi seorang istri dan seorang ibu bagi dua putri kecil Tarno.Saat melihat kios buah, Tarno menghentikan mobilnya sesuai permintaan Lastri. Lastri segera turun dari mobil dan mulai memilih buah yang akan dibelinya sebagai buah tangan u