Di dalam gua.
Wanita berpakaian serba hijau berlutut di hadapan seorang lelaki yang sedang berdiri membelakangi-nya."Kau sudah periksa seluruh tempat?" tanya laki-laki itu."Sudah!""Tapi tidak menemukan pedang itu disimpan?"Si hijau tak menjawab karena sudah tahu jawabannya."Apa kau pernah melihat dia memakainya saat latihan?""Tidak!"Si lelaki mendengkus kesal. Tangannya melambai. Wanita serba hijau berdiri lalu keluar. Isyarat tangan itu merupakan sebuah perintah. Sang majikan memberinya kesempatan untuk mencoba lagi.Kemudian lelaki di dalam gua mengambil sebuah kotak kayu kecil. Ketika dibuka, memancarlah sinar biru terang dari sebuah benda bulat panjang sebesar jari kelingking.Sebuah batu bening terang memendarkan sinar biru membuat seisi ruangan gua menjadi terang."Bertahun-tahun aku mencari rahasia menyerap kekuatan permata ini, tapi belum juga menemukan,"JarinyTekanan energi di dalam hutan semakin kuat, tapi bukan masalah berat buat kedua pendekar muda ini.Mereka sudah memiliki bekal tenaga dalam yang besar sehingga mudah saja melewati rintangan ini.Setelah melangkah beberapa tombak pendengaran mereka yang tajam menangkap banyak desiran angin terbelah. Keduanya langsung teringat pada senjata pisau beracun.Sutajaya kerahkan tenaga dalam Harimau Dewa, sedangkan Kameswara siapkan kekuatan gabungan Kujang Bayangan, Tenaga Bintang dan Darah Suci. Sebagai perisainya Kameswara gunakan ajian Bantai Jagat.Tidak lama kemudian benar saja, serangan ratusan senjata pisau beracun dari berbagai arah melesat cepat di kegelapan hutan.Sssett!Sreet!Ratusan senjata rahasia itu buyar sebelum mencapai sasaran ketika satu tangan Sutajaya mengangkat dan dua tangan Kameswara merentang.Namun, ratusan senjata itu terus berdatangan bagai hujan yang tiada habisnya. Sempat terpikirkan wala
Tentu saja Kameswara sudah menduga-duga tentang wanita berpakaian hijau ini. Sehingga ketika kakek itu dengan licik menggunakan wanita itu untuk menahan sabetan kujang, Kameswara sangat panik.Dia tidak peduli dengan dirinya lagi. Dalam pikirannya hanya menyelamatkan wanita tersebut. Dia sudah menebak pasti kakek itu akan membokong saat menolong wanita itu.Kameswara merasakan tubuhnya tersengat listrik yang sangat kuat saat terkena serangan bokongan, tapi dia lebih mempedulikan wanita dalam pelukannya.Begitu terjatuh dengan keras, tubuh keduanya langsung tak berkutik.Jika wanita berbaju hijau itu benar-benar tidak berkutik. Lain halnya dengan Kameswara yang nasibnya masih beruntung berkat sabuk sakti yang masih menyatu di badannya.Beberapa saat memang Kameswara tak bisa merasakan dirinya sendiri. Benar-benar seperti mati.Namun, kekuatan sabuk sakti bekerja dengan sendirinya memperbaiki bagian tubuh yang rusak.Sampa
Di saat semua kekuatan sudah tersedot, Kameswara hentakkan tangan sambil berteriak keras saking geramnya. Dia tidak pernah semarah ini sebelumnya. Kecewa, merasa dikhianati."Hwayyaaah...!"Wutt! Brukk!Tubuh si kakek yang sudah kering terlempar keras menghantam pohon lalu jatuh telentang dengan mulut megap-megap bagai kehabisan napas. Bola matanya membeliak-beliak.Tiba-tiba saja berkelebat beberapa orang datang. Salah satunya menebar harum dan membawa pedang langsung bergerak menusuk perut si kakek yang tak berdaya itu.Srebb! Craat!Ketika dicabut lagi, di ujung pedang yang menebar harum ini telah menempel sebuah batu bening bercahaya biru.Sementara si kakek sudah tak bernyawa lagi. Permata Mustika Dewa terangkat dari dalam perutnya.Kameswara terkejut melihat orang yang membawa pedang pusaka yang tak lain adalah Pedang Bunga Emas dan sudah pasti pemiliknya dia kenal. Kenapa bisa datang ke tempat ini?
Kira-kira sepeminuman teh kemudian dua orang yang ternyata Gentasora dan Grendaseba telah sampai di puncak bukit yang besar.Meskipun di puncak, tapi suasananya agak temaram karena sinar matahari hanya sedikit yang menerobos ke dalam. Pohon-pohon di sana cukup tinggi dan rimbun.Bagi keduanya sebagai dedengkot persilatan, tempat ini memiliki aura menyeramkan dan dipenuhi energi jahat. Mereka tampak mencari sesuatu.Sampai akhirnya menemukan sebuah patung dari batu setinggi dua tombak. Patung berbentuk denawa, berwajah menyeramkan. Kepalanya bertanduk dan giginya bertaring panjang.Garis tengah bagian bawah patung yang bulat sepanjang satu tombak.Dua dedengkot sempat bergidik melihat keseraman patung ini. Apalagi mata patung membeliak besar, mulutnya mengaga seperti hendak menyantap. Kuku-kuku tangannya panjang dengan posisi mencakar.Grendaseba dan Gentasora duduk bersila di hadapan patung ini. Dua telapak tangan mereka menyatu
Kala Cengkar tahu, sekarang dirinya berada di jaman yang berbeda. Sudah ratusan tahun sejak dia disegel dengan kutukan.Musuh bebuyutan yang telah menyegelnya hanya manusia biasa pasti sudah hidup lagi.Namun, di setiap jaman pasti ada tokoh yang dianggap paling sakti. Pendekar yang pilih tanding dan sukar dikalahkan. Dia ingin tahu siapa yang paling hebat di jaman ini."Coba jelaskan tentang keadaan bumi yang aku pijak sekarang?" tanya Kala Cengkar menatap tajam ke arah dua orang yang telah menyatakan siap jadi abdinya.Gentasora menuturkan tentang nama kerajaan dan siapa yang sedang berkuasa sekarang. Memberi-tahukan jarak waktu dari jaman ketika Kala Cengkar hidup.Kala Cengkar angguk-angguk. Sesuai dugaannya. Karena selama tersegel jadi patung dia selalu menghitung setiap tahunnya."Lantas siapa yang paling sakti sekarang?"Grendaseba dan Gentasora saling pandang. Meski mereka rela jadi pengikutnya Kala Cengkar, tapi
Di depan sana berdiri seorang pemuda tampan yang menaungi dirinya dengan payung padahal tidak sedang hujan.Kameswara ingat pemuda itu yang menemuinya ketika berada di alam Gelang Kamulyan. Pendekar dari masa lalu yang memberinya tiga ilmu dahsyat.Belum sempat menyapa, pemuda berpayung melesat ringan. Terbang lalu mendarat di samping Kameswara yang duduk di bagian tempat kusir.Yang bikin Kameswara terpana, setelah pemuda ini mendarat, payung yang dipegangnya lenyap begitu saja. Kemana payung itu pergi?"Kita berjumpa lagi, sobat!"Kameswara memberikan senyum ramah sebagai tanda sambutan. Lalu dia menyilakan duduk."Biar lebih nyaman, tuan duduk di dalam saja!""Oh, baiklah terima kasih. Aku juga dulu seperti ini, memiliki kereta kuda sendiri. Hanya keretaku lebih besar, rodanya empat dan kudanya dua!"Pemuda dari masa lalu ini sudah duduk di dalam saung."Ini pemberian, saya hanya menerima saja. Kalau
"Kenapa raut wajahnya seperti orang mati?" pikir Kameswara. "Sepertinya ini ada unsur kesengajaan!"Kameswara melihat ke rumah yang megah. Mewah, tapi kesannya menyeramkan. Hari sudah mulai gelap, tapi belum menyalakan penerangan.Baru saja dipikirkan, lalu ada dua orang lelaki kurus sepertinya pembantu di rumah ini. Mereka menyalakan damar kecil yang menggantung di atas teras."Juragan Putri benar-benar kejam sampai mengusir Den Angga!""Ssst... Jangan keras-keras! Gawat kalau sampai juragan dengar!""Yah, sebagai kacung kita mah nurut saja!""Aku juga kalau mampu mau mengurus Den Angga!"Dua orang itu menyalakan setiap damar kecil yang menggantung di tempat yang sudah di sediakan.Kameswara mencoba mengelilingi rumah besar ini. Melihat ke bagian dalam juga tampak remang-remang saja. Apakah di rumah ini tidak ada penerangan yang lebih besar lagi.Kesannya seperti menyukai yang temaram saja."S
Dari pintu gerbang depan muncul seseorang yang tidak asing bagi Kameswara. Salah satu tokoh golongan hitam bekas dedengkot Laskar Siluman Merah."Gentasora!"Si nenek dan Prabasari melepas napas lega setelah kedatangan Gentasora. Sepertinya mereka sudah lama menantikan orang ini."Aku kira orang-orangku tidak terlambat memberikan kabar!" ujar si nenek."Memang aku yang lambat, ada urusan yang sangat penting dan mendesak!" sahut Gentasora.Ketiganya kemudian masuk menuju ruang tengah rumah yang cukup luas. Si nenek menambahkan penerangan dengan menyalakan beberapa damar lagi yang menempel di dinding."Aku senang kalian berhasil melenyapkan si Kertasara sesuai dengan arahanku!" Gentasora menyeret satu kursi dari kolong meja besar untuk di jadikan tempat duduknya.Si nenek dan Prabasari melakukan hal yang sama. Mereka duduk melingkari meja besar yang sudah terhidang berbagai macam makanan, buah-buahan dan minuman.
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay