Larut malam. Semua kegiatan di pesantren sudah selesai. Para santri juga sudah berada di bilik masing-masing. Mereka akan bangun dan memulai kegiatan dini hari nanti.
Kameswara melirik teman-teman sekamarnya yang sudah terlelap termasuk Sutajaya. Tidak biasanya pulas duluan, biasanya dia paling akhir masuk kamar. Dia sangat rajin dalam belajar.Sepertinya Sutajaya lebih cepat satu langkah daripada Kameswara. Mungkin karena Kameswara masih banyak pikiran terutama tentang istrinya yang entah berada di mana.Rasa ngantuk belum juga menghampiri. Tiba-tiba Kameswara mendengar suara aneh di luar kamar. Suara angin, tapi ada sedikit bunyi seperti suara orang memanggil.Kameswara membuka jendela. Menggunakan mata sakti untuk menembus kegelapan di halaman belakang asrama yang kebetulan berada di baris paling belakang. Di sana banyak pohon-pohon rindang seperti hutan.Belasan tombak jauhnya, lurus dengan letak jendela, mata sakti Kameswara melihatDi dalam gua.Wanita berpakaian serba hijau berlutut di hadapan seorang lelaki yang sedang berdiri membelakangi-nya."Kau sudah periksa seluruh tempat?" tanya laki-laki itu."Sudah!""Tapi tidak menemukan pedang itu disimpan?"Si hijau tak menjawab karena sudah tahu jawabannya."Apa kau pernah melihat dia memakainya saat latihan?""Tidak!"Si lelaki mendengkus kesal. Tangannya melambai. Wanita serba hijau berdiri lalu keluar. Isyarat tangan itu merupakan sebuah perintah. Sang majikan memberinya kesempatan untuk mencoba lagi.Kemudian lelaki di dalam gua mengambil sebuah kotak kayu kecil. Ketika dibuka, memancarlah sinar biru terang dari sebuah benda bulat panjang sebesar jari kelingking.Sebuah batu bening terang memendarkan sinar biru membuat seisi ruangan gua menjadi terang."Bertahun-tahun aku mencari rahasia menyerap kekuatan permata ini, tapi belum juga menemukan,"Jariny
Tekanan energi di dalam hutan semakin kuat, tapi bukan masalah berat buat kedua pendekar muda ini.Mereka sudah memiliki bekal tenaga dalam yang besar sehingga mudah saja melewati rintangan ini.Setelah melangkah beberapa tombak pendengaran mereka yang tajam menangkap banyak desiran angin terbelah. Keduanya langsung teringat pada senjata pisau beracun.Sutajaya kerahkan tenaga dalam Harimau Dewa, sedangkan Kameswara siapkan kekuatan gabungan Kujang Bayangan, Tenaga Bintang dan Darah Suci. Sebagai perisainya Kameswara gunakan ajian Bantai Jagat.Tidak lama kemudian benar saja, serangan ratusan senjata pisau beracun dari berbagai arah melesat cepat di kegelapan hutan.Sssett!Sreet!Ratusan senjata rahasia itu buyar sebelum mencapai sasaran ketika satu tangan Sutajaya mengangkat dan dua tangan Kameswara merentang.Namun, ratusan senjata itu terus berdatangan bagai hujan yang tiada habisnya. Sempat terpikirkan wala
Tentu saja Kameswara sudah menduga-duga tentang wanita berpakaian hijau ini. Sehingga ketika kakek itu dengan licik menggunakan wanita itu untuk menahan sabetan kujang, Kameswara sangat panik.Dia tidak peduli dengan dirinya lagi. Dalam pikirannya hanya menyelamatkan wanita tersebut. Dia sudah menebak pasti kakek itu akan membokong saat menolong wanita itu.Kameswara merasakan tubuhnya tersengat listrik yang sangat kuat saat terkena serangan bokongan, tapi dia lebih mempedulikan wanita dalam pelukannya.Begitu terjatuh dengan keras, tubuh keduanya langsung tak berkutik.Jika wanita berbaju hijau itu benar-benar tidak berkutik. Lain halnya dengan Kameswara yang nasibnya masih beruntung berkat sabuk sakti yang masih menyatu di badannya.Beberapa saat memang Kameswara tak bisa merasakan dirinya sendiri. Benar-benar seperti mati.Namun, kekuatan sabuk sakti bekerja dengan sendirinya memperbaiki bagian tubuh yang rusak.Sampa
Di saat semua kekuatan sudah tersedot, Kameswara hentakkan tangan sambil berteriak keras saking geramnya. Dia tidak pernah semarah ini sebelumnya. Kecewa, merasa dikhianati."Hwayyaaah...!"Wutt! Brukk!Tubuh si kakek yang sudah kering terlempar keras menghantam pohon lalu jatuh telentang dengan mulut megap-megap bagai kehabisan napas. Bola matanya membeliak-beliak.Tiba-tiba saja berkelebat beberapa orang datang. Salah satunya menebar harum dan membawa pedang langsung bergerak menusuk perut si kakek yang tak berdaya itu.Srebb! Craat!Ketika dicabut lagi, di ujung pedang yang menebar harum ini telah menempel sebuah batu bening bercahaya biru.Sementara si kakek sudah tak bernyawa lagi. Permata Mustika Dewa terangkat dari dalam perutnya.Kameswara terkejut melihat orang yang membawa pedang pusaka yang tak lain adalah Pedang Bunga Emas dan sudah pasti pemiliknya dia kenal. Kenapa bisa datang ke tempat ini?
Kira-kira sepeminuman teh kemudian dua orang yang ternyata Gentasora dan Grendaseba telah sampai di puncak bukit yang besar.Meskipun di puncak, tapi suasananya agak temaram karena sinar matahari hanya sedikit yang menerobos ke dalam. Pohon-pohon di sana cukup tinggi dan rimbun.Bagi keduanya sebagai dedengkot persilatan, tempat ini memiliki aura menyeramkan dan dipenuhi energi jahat. Mereka tampak mencari sesuatu.Sampai akhirnya menemukan sebuah patung dari batu setinggi dua tombak. Patung berbentuk denawa, berwajah menyeramkan. Kepalanya bertanduk dan giginya bertaring panjang.Garis tengah bagian bawah patung yang bulat sepanjang satu tombak.Dua dedengkot sempat bergidik melihat keseraman patung ini. Apalagi mata patung membeliak besar, mulutnya mengaga seperti hendak menyantap. Kuku-kuku tangannya panjang dengan posisi mencakar.Grendaseba dan Gentasora duduk bersila di hadapan patung ini. Dua telapak tangan mereka menyatu
Kala Cengkar tahu, sekarang dirinya berada di jaman yang berbeda. Sudah ratusan tahun sejak dia disegel dengan kutukan.Musuh bebuyutan yang telah menyegelnya hanya manusia biasa pasti sudah hidup lagi.Namun, di setiap jaman pasti ada tokoh yang dianggap paling sakti. Pendekar yang pilih tanding dan sukar dikalahkan. Dia ingin tahu siapa yang paling hebat di jaman ini."Coba jelaskan tentang keadaan bumi yang aku pijak sekarang?" tanya Kala Cengkar menatap tajam ke arah dua orang yang telah menyatakan siap jadi abdinya.Gentasora menuturkan tentang nama kerajaan dan siapa yang sedang berkuasa sekarang. Memberi-tahukan jarak waktu dari jaman ketika Kala Cengkar hidup.Kala Cengkar angguk-angguk. Sesuai dugaannya. Karena selama tersegel jadi patung dia selalu menghitung setiap tahunnya."Lantas siapa yang paling sakti sekarang?"Grendaseba dan Gentasora saling pandang. Meski mereka rela jadi pengikutnya Kala Cengkar, tapi
Di depan sana berdiri seorang pemuda tampan yang menaungi dirinya dengan payung padahal tidak sedang hujan.Kameswara ingat pemuda itu yang menemuinya ketika berada di alam Gelang Kamulyan. Pendekar dari masa lalu yang memberinya tiga ilmu dahsyat.Belum sempat menyapa, pemuda berpayung melesat ringan. Terbang lalu mendarat di samping Kameswara yang duduk di bagian tempat kusir.Yang bikin Kameswara terpana, setelah pemuda ini mendarat, payung yang dipegangnya lenyap begitu saja. Kemana payung itu pergi?"Kita berjumpa lagi, sobat!"Kameswara memberikan senyum ramah sebagai tanda sambutan. Lalu dia menyilakan duduk."Biar lebih nyaman, tuan duduk di dalam saja!""Oh, baiklah terima kasih. Aku juga dulu seperti ini, memiliki kereta kuda sendiri. Hanya keretaku lebih besar, rodanya empat dan kudanya dua!"Pemuda dari masa lalu ini sudah duduk di dalam saung."Ini pemberian, saya hanya menerima saja. Kalau
"Kenapa raut wajahnya seperti orang mati?" pikir Kameswara. "Sepertinya ini ada unsur kesengajaan!"Kameswara melihat ke rumah yang megah. Mewah, tapi kesannya menyeramkan. Hari sudah mulai gelap, tapi belum menyalakan penerangan.Baru saja dipikirkan, lalu ada dua orang lelaki kurus sepertinya pembantu di rumah ini. Mereka menyalakan damar kecil yang menggantung di atas teras."Juragan Putri benar-benar kejam sampai mengusir Den Angga!""Ssst... Jangan keras-keras! Gawat kalau sampai juragan dengar!""Yah, sebagai kacung kita mah nurut saja!""Aku juga kalau mampu mau mengurus Den Angga!"Dua orang itu menyalakan setiap damar kecil yang menggantung di tempat yang sudah di sediakan.Kameswara mencoba mengelilingi rumah besar ini. Melihat ke bagian dalam juga tampak remang-remang saja. Apakah di rumah ini tidak ada penerangan yang lebih besar lagi.Kesannya seperti menyukai yang temaram saja."S
Akan tetapi Puspa Arum terus berlari mendekati. Setelah dekat gadis bertubuh mungil ini terpekik."Raka Arya!"Kameswara segera menghambur. Kondisi Arya Soka cukup mengenaskan. Bagian wajah sampai dadanya tampak hangus. Yang paling parah pada bagian dada. Ada bekas telapak tangan di sana."Ajian Tapak Memedi!" seru Nyai Mintarsih mengenali pukulan yang bersarang di tubuh anak laki-lakinya.Segera saja Kameswara membawa tubuh Arya Soka ke tempat yang aman. Kemudian disalurkan hawa saktinya melalui telapak tangan yang ditempelkan di dada.Kameswara terkejut. "Pukulan ini mengandung racun!" serunya."Ajian Tapak Memedi memang mengandung racun ganas!" sahut Nyai Mintarsih.Beberapa jalan darah segera ditotok guna menghentikan penyebaran racun. Racunnya sudah agak menyebar, tapi belum sampai mendekati jantung.Dengan hawa sakti Kameswara mengendalikan racun. Mengumpulkannya di satu tempat yang tidak membahayakan, kar
Karena bujukan Nyai Basingah yang masih rindu kepada Nyai Mintarsih akhirnya rombongan Kameswara menginap di rumah ini.Ada dua kamar di rumah itu. Nyai Basingah mengajak sahabatnya untuk satu kamar bersamanya. Puspa Arum dan dua gadis lain di kamar satunya.Sedangkan Kameswara di ruang depan.Malam begitu cepat datang dan tamu Nyai Basingah juga begitu cepat mengantuk. Entah karena perjalanan yang lelah atau hal lainnya.Kecuali Kameswara.Di saat yang lain sudah berbaring di tempatnya masing-masing, Kameswara diam-diam naik ke atas atap. Dia berdiri di sana sambil memperhatikan ke sekeliling rumah.Bukan apa-apa. Sejak kesaktiannya pulih, kepekaannya juga tajam. Dia merasakan ada beberapa orang yang mengikutinya secara sembunyi-sembunyi.Kalau para penguntit itu tahu identitas mereka yang sebenarnya, berarti ada yang orang membocorkannya. Juga berarti ada orang padepokan yang telah berkhianat.Sementara para p
Sebelum Kalong Merah melancarkan serangan kedua, Kameswara sudah mengeluarkan satu Kujang Bayangan di tangan kanan saja.Wutt! Srang!Begitu cahaya melesat dari tangan Kalong Merah, kujang dikibaskan menangkis cahaya tersebut. Tentu saja kujang itu sudah dilapisi ajian Bantai Jagat.Kilatan cahaya terpental balik menuju si pemiliknya sendiri. Kalong Merah terkesiap, dia tidak siap untuk menghindar.Ajian Dewa Kalong Mengamuk mengenai diri sendiri. Si jubah merah ini seperti tersedak makanan. Mulut terbuka bagaikan hendak menelan sesuatu, tapi susah.Sementara di bagian dalam tubuhnya bergejolak terasa terbakar dari mulai kepala sampai kedua kaki. Panas dan sakitnya tak tergambarkan, bahkan untuk sekadar berteriak pun tidak bisa.Bratt!Tubuh Kalong Merah meledak langsung jadi debu. Semua yang melihat tampak bergidik ngeri. Apalagi suami istri pemilik kedai sampai gemetar.Semuanya termasuk Kameswara juga baru me
Si suami segera masuk ke kedai dia langsung ke halaman depan menyambut tiga orang lelaki bertampang sangar. Salah satunya mengenakan jubah merah yang memiliki kerah tinggi.Wajahnya lonjong, dagu lancip, bibir tebal. Di atasnya ada kumis tipis yang tidak kentara kalau dari jauh. Bentuk alisnya mencuat seperti sepasang tanduk dan kedua matanya sipit.Mungkin ini yang disebut Kalong Merah tadi. Senyum angkuh mengandung kekejian di bibirnya tampak sedikit miring.Dua orang di belakangnya adalah pembantunya. Mereka sama-sama berpakaian serba hitam. Senjata golok tergantung di pinggang masing-masing."Maaf, Tuan. Hari ini baru ada pengunjung mereka saja. Jadi saya belum mempunyai setoran, tapi kalau mau makan saya beri cuma-cuma,""Omong kosong apa ini, hah. Sudah tengah hari masa tidak ada pengunjung dari pagi. Jangan coba macam-macam kau!"Si Kalong Merah mendorong pemilik kedai ke samping hingga hampir terjatuh. Lalu dia melangkah
"Kita lihat saja perkembangannya ke depan," ujar Darpa.Terlihat Singgih ingin mengatakan sesuatu. Tapi tertahan oleh suara angin berkelebat di atas wuwungan.Dua prajurit ini saling pandang seraya sigap segera mengambil senjata masing-masing. Sebilah pedang dan perisai. Lalu segera berlari keluar."Sebelah sana!" seru Darpa berlari di depan menuju tanah yang sedikit lapang di belakang Barak.Singgih menyusul di belakang. Dari gerakannya tampak Darpa lebih cekatan dari temannya. Sampai di suatu tempat, Darpa menghentikan pengejaran lalu mengajak Singgih sembunyi di balik pohon yang batangnya besar."Kenapa?" bisik SinggihDarpa menggerakan kepalanya sebagai isyarat menunjukkan sesuatu ke arah depan.Kira-kira sepuluh tombak ke depan, dalam gelapnya suasana tampak dua sosok yang tengah bertarung adu jurus. Kedua sosok itu kurang jelas karena tersamarkan oleh gelapnya malam."Kau tahu siapa mereka?" tanya Singgih
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be