Markas Laskar Siluman Merah berada di sebuah hutan lebat yang merupakan sebuah lembah yang dikelilingi gunung-gunung.
Lembah tidak bernama di mana orang biasa belum pernah menginjaknya.Namun, kebanyakan orang tidak tahu tempat ini. Hanya anggota laskar sendiri dan orang-orang khusus yang diundang seperti empat pimpinan perguruan besar tempo yang lalu.Dua di antaranya tewas dalam penyerangan ke istana Kawali.Beberapa tombak sebelum memasuki hutan tersebut saja sudah merasakan energi atau hawa negatif seolah menjadi perisai bagi siapa saja yang hendak memasukinya.Siang hari di dalam hutan yang jadi markas ini suasananya temaram saja. Cahaya matahari yang menembus ke dalam sangat sedikit karena kerimbunan dedaunan yang begitu rapat.Ada beberapa bangunan yang terpisah agak jauh yang digunakan sesuai fungsinya masing-masing. Ada rumah khusus untuk pimpinan tertinggi. Ada bangunan pertemuan antar petinggi dan tamu khusus.Ada empat kelompok anggota Laskar Siluman Merah yang ditugaskan mencari tokoh yang telah lama hilang dari dunia persilatan. Entah menghilang tanpa kabar atau karena sudah mengundurkan diri.Masing-masing kelompok terdiri tinga orang yang sudah mencapai pendekar utama tingkat enam ke atas. Mereka tidak lagi memakai seragam laskar yang mencolok dan dikenal banyak orang.Mereka memakai pakaian biasa seperti petani. Hanya yang menjadi ciri khas yaitu kalung berbandul tengkorak tetap mereka pakai tapi disembunyikan di balik pakaian.Salah satu kelompok mendatangi perkampungan yang berada di sekitar lembah Panyaweuyan.Mereka mendapatkan informasi bahwa orang yang jadi tujuan mereka telah berubah menjadi orang biasa.Namanya Ki Darpa, dulu dia adalah pendekar golongan hitam yang dijuluki Sanca Hitam karena punya ilmu melilit yang sangat kuat seperti ular sanca. Kini Ki Darpa membaur dengan warga biasa sebagai petani.Umur Ki Darpa suda
Kontan saja tiga suruhan Ki Rembong ini terkejut. Mereka baru menemukan lawan yang seperti ini.Ki Darpa ternyata tidak menghilangkan ilmu yang dimiliki, tapi tidak mewariskannya juga karena cucunya tidak memiliki kepandaian silat.Salah satu tangan Ki Darpa memanjang sampai beberapa tombak. Mengejar salah satu lawannya. Walaupun sudah berusaha sekuat tenaga menghindar dan melawan, tapi apa daya.Salah satu anggota Laskar Siluman Merah kini dalam belitan tangan Ki Darpa yang seperti ular melilit mangsanya.Belitan yang sangat kuat sampai-sampai tidak bisa bergerak dan bernapas sama sekali.Krekk!Terdengar suara tulang berderak patah. Orang yang terbelit tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk menjerit pun tak bisa. Saking sakitnya dia sudah tidak merasakan badannya sendiri.Kreekk! Brukk!Seluruh tulang menjadi remuk bersamaan dengan nyawa yang melayang. Lalu tubuh yang sudah tak berbentuk itu dilempar seperti b
Sepasang pemuda berseragam kuning-kuning keluar dari dalam hutan yang sangat rimbun itu. Wajah mereka dari hidung ke bawah ditutupi kain yang juga berwarna kuning."Dari perawakan mereka sepertinya aku mengenalnya, tapi siapa?" gumam Kameswara.Kameswara terus memperhatikan mereka yang kini sudah berjalan meninggalkan hutan Gintung. Terutama yang perempuan. Lekuk tubuhnya seperti sangat hapal.Setelah jauh Kameswara usap bahu kiri lalu turun dari pohon dan mengikuti mereka. Tidak ada percakapan sedikitpun di antara mereka, sehingga Kameswara tidak bisa menebak siapa mereka lewat suaranya.Langkah mereka seperti bukan langkah manusia sadar. Kaku. Terkesan terburu-buru. Kameswara ingin mendekati mereka, melihat wajah mereka siapa sebenarnya.Akan tetapi dari tubuh keduanya memancar energi kuat. Bukan hanya energi untuk menekan, tap juga energi mempengaruhi pikiran orang di sekitarnya."Hawa apa ini?" Kameswara langsung jaga jarak.
Kameswara langsung menahan laju bibir Citrawati yang hendak memagutnya dengan dua jari, tapi tidak melepaskan pelukan."Kenapa?" tanya Citrawati dengan raut muram."Tidak apa-apa, aku hanya menjaga diri,""Kau tidak menginginkan aku lagi?""Bukan begitu!""Lalu kenapa kau seolah mengabaikanku, tidak mau menyentuhku. Bukankah lelaki semua sama jika hanya berduaan dengan wanita?""Justru aku menghormatimu, aku tidak mau merusak istri orang. Aku tidak mau kena karma, tidak ingin di masa yang akan datang misalnya istriku dirusak laki-laki lain,"Citrawati terhenyak tak bisa berkata apa-apa lagi, tapi dia masih dibiarkan berlabuh dalam pelukan Kameswara.Pemuda ini benar. Untuk saat ini penghalang mereka jelas, Citrawati masih berstatus istri Wirasoma."Apa pun yang terjadi nanti, aku akan tetap minta berpisah dengan Wirasoma. Karena dia sendiri sekarang sudah memilih Sriwuni," kata Citrawati."Kan,
Belum lama duduk, bahu Kameswara ada yang menepuk. Bukan tepukan biasa, tapi mengandung tenaga dalam.Mau tak mau Kameswara mengalirkan hawa pelindung sehingga tubuhnya tetap bergeming di tempatnya."Ki Sanak, penampilanmu sungguh tidak sopan. Kau terkesan angkuh!"Orang yang menepuk pundaknya ini penampilannya lebih tua dari yang lain. Sepertinya dia pemimpin rombongan ini. Kameswara hanya melirik sekilas lalu diam tak menggubrisnya."Lihatlah, dia benar-benar sombong!" teriak orang tadi kepada semua rekannya."Sepertinya dia baru keluar sarang, buktinya masih malu menunjukkan mukanya yang jelek, hahaha...!"Suara tawa riuh menimpali ucapan tadi, tapi Kameswara tidak peduli seolah telinganya tuli. Justru orang yang mencari gara-gara biasanya baru keluar dari sarangnya."Ilmu baru sedalam comberan, tapi sudah berla-gak!""Guru, buat apa mengurus dia? Laga jagoan, padahal sampah!""Hahaha...!""
Tapi apa yang terjadi? Sebelum serangan mereka datang, Kujang Bayangan sudah membabat. Walaupun tidak mengenai sasaran, tapi angin yang dihasilkan sangat kuat.Angin yang terhempas dari sabetan kujang sama tajamnya dengan kujang itu sendiri. Inilah kedahsyatan Kujang Bayangan setelah Kameswara bertambah kesaktiannya berkat Darah Suci.Crass! Crass! Crass!Tiga kepala terkutung oleh sabetan angin setajam senjata aslinya. Kameswara sendiri sempat bergidik sejenak melihat hasil yang tak disangka-sangka."Waduh, gelo!" Kameswara garuk-garuk kepala. Kujang Bayangan telah kembali ke tempatnya di dalam tubuh Kameswara.Ini berarti dari empat kelompok yang dikirim Ki Rembong, tiga kelompok gagal. Dua di antaranya hanya pulang nama, itu juga kalau ada yang mengabarkan kematian mereka.Hari beranjak gelap. Kameswara sudah berlalu dari tempat itu setelah menguburkan tiga jasad anggota Laskar Siluman Merah. Seperti ucapannya tidak ada satupu
Demi menjalankan tugas agar lancar, Kameswara membangun sebuah rumah kecil di suatu tanah kosong tak bertuan agak terpencil dari pemukiman penduduk desa.Rumah yang terbuat dari papan ini dikerjakan hanya dalam waktu seharian saja sendirian. Tentunya Kameswara memanfaatkan kekuatan dan Kujang Bayangan.Mulai dari menebang pohon, dipotong, dibuat jadi papan dan seterusnya sampai jadilah rumah kecil yang hanya punya satu ruang. Mungkin bisa disebut gubuk, tapi dengan dinding tertutup.Kameswara membangun rumah ini selain untuk istirahat, juga untuk memikirkan semua rencana yang telah dirancang kakek Ranu Baya.Sekarang pemuda ini sedang berbaring setelah seharian membangun tempat tinggal sementara ini. Hari sudah senja. Untungnya letak rumah ini tidak jauh dari pancuran mata air.Ketika langit barat berwarna jingga, Kameswara segera membersihkan diri di pancuran yang jaraknya tidak sampai dua puluh tombak.Setelah bersuci dia seger
Sementara itu di hutan Gintung. Sejak pagi hari seluruh anggota telah diperintahkan keluar hutan sesuai kelompok masing.Setiap kelompok terdiri dari lima orang. Mereka menyebar ke setiap tempat. Selain merekrut pengikut baru, mereka juga ditugaskan untuk mengawasi pergerakan Laskar Siluman Merah.Tidak ada pakaian seragam khusus. Semua berpakaian biasa dengan maksud agar tidak mudah dikenali musuh.Hanya empat pemimpin saja yang mengenakan seragam serba kuning. Keempatnya masih berdiri di hadapan Layung Poek, menunggu perintah yang khusus akan dibebankan kepada mereka."Ragadenta," Layung Poek menatap ke orang yang dipanggilnya. Si Elang Hitam ini balas menatap sebelum sedikit menunduk."Aku tugaskan kau menyusup ke markas Laskar Siluman Merah. Lihat situasi di sana, apakah semua anggotanya keluar markas mengikuti pemimpinnya atau masih ada yang tersisa,""Baik!" jawab Ragadenta kaku."Pergilah!"Ragadenta berb
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay