Sebelum semuanya berkumpul di bangunan Bale Gede, Wirasoma tidak tahan ingin ke belakang. Segera saja dia mencari tempat pemandian prajurit yang ada di belakang barak.
Ketika berjalan hendak kembali ke Bale Gede, kebetulan dia melewati kamar Kameswara. Dari dalam terdengar suara erangan yang begitu lemah.Wirasoma heran, semua orang sedang berkumpul, lalu siapa yang ada di dalam?Kamar ini bukan milik pejabat istana, tapi khusus untuk tamu. Karena penasaran Wirasoma mendekatkan telinga ke celah-celah pintu. Suara erangan semakin jelas."Ada orang di dalam, dari suaranya sepertinya butuh pertolongan," batin Wirasoma. Tidak pikir panjang segera dia dobrak pintu hingga terbuka.Terkejut Wirasoma bukan kepalang, sosok yang terbaring lemas di atas dipan sangat di kenalnya."Sriwuni!"Pendekar muda ini segera menghampiri gadis yang sudah mengisi hatinya ini. Dia heran kenapa Sriwunu bisa masuk dan dalam keadaan tertotok lemah.Kegagalan yang diterima kelompok aliran hitam yang dipimpin Laskar Siluman Merah membuat mereka terpukul. Sungguh tidak disangka pendekar aliran putih akan datang membantu.Yang lebih mengerikan, tokoh sekelas Ranu Baya ternyata kesaktiannya sangat di luar dugaan.Jika Ranu Baya saja yang hanya seorang guru biasa hampir menyamai Ki Rembong, apalagi Ki Astagina atau pimpinan tertinggi perguruan Sangga Buana.Di markas Laskar Siluman Merah. Ki Rembong tampak kecewa atas kegagalan wakil yang dia percayai.Namun, pimpinan tertinggi laskar ini masih memaklumi setelah tahu tahapan yang dicapai Ranu Baya."Kita telah menganggap remeh lawan, sehingga tidak tahu perkembangan mereka!" ujar Ki Rembong. Gentasora baru saja mengkonsumsi sumber daya untuk memulihkan kondisinya. Pertarungan melawan Ranu Baya cukup menguras tenaga."Apakah di antara mereka ada seorang pemuda yang bernama Kameswara?" tanya Ki Rembong kemudian.
Kembali ke tokoh-tokoh aliran putih yang kini tinggal empat orang sedang berjalan baru saja keluar dari gerbang istana. Mereka adalah Ki Lunggana, Ranu Baya, Nyai Padmasari dan Citrawati.Semula Ki Lunggana dan Ranu Baya mengira Wirasoma hanya pergi sebentar saja, tapi ternyata sampai orang-orang bubar dia belum kembali.Banyak tanya muncul dalam benak. Apalagi ketika melihat Citrawati tampak tidak peduli."Kenapa aku tidak melihat muridku sejak tadi. Apa kau tahu Citrawati?" tanya Ki Lunggana.Citrawati menyembunyikan kegugupannya. Dia menenangkan diri sebelum menjawab. "Saya sudah mencarinya tapi entah di mana?" jawabnya dusta.Sementara Nyai Padmasari juga menahan perasaannya. Pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.Padahal dia membatin. "Dasar guru apaan kau ini, tingkah laku muridmu yang kotor itu sampai tidak tahu!""Kalau begitu apakah kita harus menunggu dia atau..?" tanya Ki Lunggana menggantung."Saya a
Semakin ramai warga desa yang menyaksikan pertempuran dua kelompok itu. Dulu jangankan masuk, sekadar lewat saja mereka takut. Setelah Nini Rongkot tidak ada, wibawa perguruan itu menjadi luntur.Sementara murid-murid Nini Rongkot tidak peduli dengan keadaan. Mereka terus mempertahankan harga diri, melawan musuh yang ingin memperbudak mereka.Perlawanan mereka membuahkan hasil. Berkat jumlah yang lebih banyak, kelompok musuh bisa didesak. Meski di antara mereka harus terluka, tidak mengapa asal bisa membunuh lawan.Trang! Tring! Swukk!Suara benturan senjata terdengar sampai memekak telinga warga desa. Maklum saja mereka bukan orang persilatan, jadi tidak punya tenaga dalam untuk meredam suara.Beberapa korban dari Laskar Siluman Merah mulai berjatuhan. Begitu pula dari pihak perguruan Merak Iblis. Tenaga dalam yang lebih rendah membuat murid Nini Rongkot harus berjuang ekstra."Jangan menyerah, kita masih punya harga diri!" teri
Darah yang keluar dari pemuda yang sudah terbujur itu berasal dari luka di leher dada kiri dan perut. Pada tempat-tempat tersebut tertancap sekuntum bunga mawar berwarna hitam."Lingga, Anakku...hu...!" Sang ibu meratapi nasib anaknya yang mengenaskan.Beberapa orang lalu menggotong mayat Lingga ke dalam rumah diiringi tangis si ibu. Kebetulan di rumah itu hanya mereka berdua penghuninya. Si ibu adalah orang tua tunggal sejak Lingga berumur dua belas tahun."Bagaimana anakmu bisa keluar rumah?" tanya salah seorang peronda.Memang, kalau malam hari warga desa dilarang keluar rumah. Maka si peronda jelas menanyakan hal itu. Pertanyaan yang seolah-olah menyalahkan."Aku tidak tahu, tiba-tiba dia terlihat seperti sangat bahagia. Lalu bergegas keluar seperti ada yang memanggil dari luar. Terus begini jadinya...huhu...!"Para peronda yang berjumlah enam orang ini saling pandang. Beberapa korban sebelumnya juga mengalami hal serupa sebe
Adegan berikutnya sudah bisa Kameswara tebak. Lelaki yang menjadi guru Rukmini menelusuri bagian atas tubuh gadis itu dengan lidahnya. Penuh nafsu menggebu-gebu.Sementara Rukmini sepertinya terpaksa melayani lelaki itu. Karena dari suaranya bukan rintihan kenikmatan, tapi sekadar menyenangkan pasangan saja.Yang menggelikan Kameswara, mereka melakukannya dalam rendaman air kembang tujuh rupa.Tidak mau dirinya jadi ingin, Kameswara masuk ke dalam rumah. Memeriksa keadaan di dalam."Wah, kamar ini sepertinya dibuat khusus!" seru Kameswara ketika melihat sebuah kamar yang dinding kayunya dipenuhi rangkaian aneka macam bunga.Di tengah-tengah kamar terdapat alas dari permadani empuk. Sekeliling alas ini ditaburi bunga-bunga juga. Sepertinya kamar ini untuk suatu ritual juga.Ada dua kamar di dalam rumah ini. Kameswara berpindah ke kamar satunya. Tampak biasa saja. Pasti tempat tidurnya lelaki itu. Pemuda ini masuk juga ke dalam, me
"Aku!"Rukmini berbalik ke belakang. Dia lemparkan bakul yang dibawa. Dua tangannya bersiap mengeluarkan sebuah jurus."Siapa kau?" tanya gadis berwajah buruk itu kepada seseorang yang memakai topeng berdiri tiga tombak di depannya."Bukan siapa-siapa, cuma kebetulan lewat saja!" jawab Kameswara asal."Kenapa kau membakar tanaman bungaku?" Rukmini kerahkan tenaga dalam hingga kedua tangannya bergetar."Bunga itu mengandung racun, jadi aku musnahkan daripada disalahgunakan orang!"Rukmini tampak kesal. Kameswara begitu menyepelekan perbuatannya seolah biasa saja. Padahal dia menanam dan merawatnya dengan susah payah."Bedebah, apa hakmu merusak milik orang!"Belum selesai bicara si gadis sudah menerjang maju mengirimkan pukulannya. Gerakannya cepat dan terarah ke sasaran yang dituju, tapi Kameswara bukan orang sembarangan. Dengan mudahnya dia berkelit hampir bersamaan dengan datangnya pukulan. Berbareng
Kembali ke Kameswara yang kini sudah berhadap-hadapan dengan gurunya Rukmini. Anggota Laskar Siluman Merah yang bernama Dandung."Kau pulang saja, biar keparat ini aku yang urus!" kata Dandung setelah memperhatikan keadaan Rukmini. Matanya tak berkedip melihat tubuh yang hampir tanpa busana itu."Baik, Paman!" Rukmini segera berlalu."Sekarang kau akan menerima hukuman atas kelancanganmu!" tunjuk Dandung begitu percaya diri."Rupanya kau sudah lama terbuai dengan daun muda itu, sehingga tidak tahu apa yang telah menimpa kelompokmu!""Jangan membual pengecut, aku tidak mudah percaya mulut busukmu!"Kameswara tertawa lagi. "Kau memang anggota yang seperti katak dalam tempurung. Terserah apa katamu yang pasti kau akan tahu setelah di neraka nanti!""Dasar cecunguk, berani meremehkanku, rasakan!"Dandung berkelebat mengirim tendangan sambil melayang. Cepat dan mantap. Kameswara belum juga sempat menarik napas, tapi
Dandung segera meloncat bermaksud menghindar, tapi dia tidak tahu kehebatan Kujang Bayangan. Ternyata kujang itu mengikutinya dan bergerak lebih cepat. Akibatnya dia tak mampu menghindar, kujang menembus dadanya lalu lenyap.Sosok Dandung meluruk kembali ke bawah langsung terkapar tak berkutik lagi. Kedua matanya melotot menyisakan kepenasaran."Paman!" teriak Rukmini tiba-tiba sudah berada di sana. Langsung menghambur bersimpuh di sampingnya. Gadis ini sudah memakai baju lagi."Tidak usah pura-pura sedih. Bukankah kau jijik ketika dia meminta syarat?" hardik Kameswara.Rukmini menoleh cepat. Dalam hatinya memaki-maki, ternyata si topeng itu sudah tahu segalanya. Entah apakah dia harus malu atau bagaimana."Aku belum menyempurnakan ilmuku dan menuntaskan dendamku!" tukas Rukmini."Dendam tidak akan ada habisnya. Seharusnya rasa sakit hati yang kau derita memacu untuk berbuat baik, bukan malah dendam. Orang akan memandang kebaikan
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be
Sejak tahu Puspa Arum diam-diam mengunjungi Kameswara di puncak bukit, Rana Surya jadi ingin tahu lebih banyak tentang Kameswara.Yang dia tahu Kameswara hanya buronan yang sedang dicari-cari pihak kerajaan. Namun, kehadirannya terasa menjadi penghalang baginya untuk memiliki Puspa Arum.Ya, Rana Surya memang menyukai gadis bertubuh mungil itu sejak dia masuk ke padepokan ini. Sejak itu pula dia selalu melakukan pendekatan.Rana Surya merasa sudah menaklukan sifat si gadis yang judes. Karena kalau sedang bersamanya Puspa Arum tidak lagi judes, malah bersikap baik dan manis.Sehingga Rana Surya menyangka gadis mungil itu juga menyukainya, tapi setelah mengenal Kameswara ada sedikit perubahan pada si gadis.Yang paling mengejutkan adalah kejadian tadi, diam-diam mengunjungi Kameswara dengan membawa makanan. Walaupun sikapnya sengaja dibuat acuh, tapi tetap saja ada yang aneh.Dari kejauhan Rana Surya memperhatikan Kameswara yang se
"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka."Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara ha
Si jubah hitam tertawa lantang. "Kalau kalian tidak bisa melihat gerakanku, berarti kalian bukan tandinganku!"Dua murid padepokan saling pandang. Memang benar, rekannya tewas seketika tanpa terlihat gerakan si jubah hitam.Melihat wajah si jubah hitam sepertinya masih seumuran dengan mereka, tapi mimiknya yang kaku tampak seperti topeng. Bukan wajah aslinya."Bersiaplah menyusul kawan kalian!"Si jubah merah sudah bergerak lagi. Lebih cepat dari sebelumnya. Tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam mereka.Trang! Trang!Dua murid hanya mempunyai kesempatan kecil. Masih beruntung bisa menangkis serangan si jubah hitam walau mereka harus tersurut mundur beberapa langkah.Tenaga dalam si jubah hitam ini tiga tingkat di atas mereka. Murid andalan padepokan Sagara Kaler ini memprediksikan hasil dari pertarungan ini.Namun, mereka tidak ingin mati sia-sia. Setidaknya lawan juga harus mendapatkan ajalnya. Maka keduany
Di puncak bukit padepokan Mega Sutra Ki Jagatapa mulai membantu Kameswara untuk membuka Cakra tersisa yang masih tertutup.Ki Jagatapa membantu dengan cara mengajak Kameswara bertarung. Pada awalnya si kakek melancarkan serangan pelan-pelan saja."Jangan menghindar, tapi lawan!"Kameswara mengikuti arahan Ki Jagatapa. Tidak menghindar serangan, tapi menyambut dengan memapak, menangkis bahkan beradu pukulan.Karena hanya menggunakan tenaga kasar, maka Kameswara melakukannya dengan hati-hati. Terutama keseimbangan dan kuda-kuda serta mengatur napas yang tepat.Demi mendapatkan kembali kesaktiannya Kameswara tidak peduli rasa sakit yang didapatkan ketika menangkis, memapak atau beradu pukulan.Berkali-kali Kameswara terjatuh dan mendapatkan luka lebam, tapi itu bukan masalah baginya. Tentu saja karena ada sabuk sakti.Kameswara tidak ubahnya orang yang benar-benar baru belajar silat.Semakin lama gerakan Ki Jagatap
Di kediaman Nyai Mintarsih.Si gadis mungil tampan bersungut-sungut sedang membalurkan ramuan obat pada tubuh Kameswara yang penuh luka.Pemuda ini melepas pakaian atasnya sehingga nampak bentuk tubuhnya kekar dan gagah meski penuh goresan luka.Kameswara senyum-senyum penuh kemenangan. Rasanya cukup setimpal atas apa yang didapatkan sebelumnya.Diobati oleh tangan mungil nan indah seorang gadis cantik putrinya sang guru padepokan.Nyai Mintarsih sudah tahu akan datangnya Kameswara atas suruhan suaminya. Wanita ini pernah melihat Kameswara sewaktu dalam keadaan pingsan saat dibawa oleh Ki Jagatapa.Tentu saja karena untuk menuju ke padepokan atas harus melewati padepokan bawah dulu.Ketika sang putri melaporkan, Nyai Mintarsih sudah menduga pasti ada kesalahpahaman. Begitu melihat siapa yang ditangkap, dia langsung membebaskan Kameswara.Sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahpahaman ini, Puspa Arum si gadis