Pada saat hendak bersemedi, tak sengaja tangannya mengusap bahu kanan. Sehingga sosoknya terlihat kembali, tapi Kameswara tidak menyadarinya.
Tiba-tiba dari atas pohon diatas kepala Kameswara menjuntai seekor ular berwarna hitam dengan totol-totol berwarna emas.Ular yang sangat besar,sebesar paha orang dewasa, membuka mulutnya siap mematuk Kameswara yang sedang bersemedi.Kameswara sempat terbelalak melihat ular itu yang hendak mematuk dirinya. Dia yang mengira dirinya masih tidak terlihat membiarkan saja. Dia lanjut konsentrasi bersemedi. Tapi...Cepp!Si ular mematuk, taringnya yang berbentuk bengkok seperti belati menghunjam bahu kanan. Kameswara sangat terkejut dan mengira ular itu bisa melihat dirinya yang tak kasat mata bagi mahluk lain."Loh, kenapa... akh!"Rasa perih teramat sangat dirasakan Kameswara, akan tetapi saat bisa ular hitam bertotol emas memasuki tubuhnya.Terasa hawa panas menjalar ke selurKira-kira seribu tahun yang lalu. Ketika kerajaan besar Tarumanagara masih berdiri dan mengalami masa kejayaan. Terdapatlah seorang tokoh yang sangat ahli dalam racun.Namanya Candala, selain belajar racun dari gurunya dia juga berhasil menemukan jenis racun dari hewan maupun tumbuhan yang langka atau belum di kenal manusia lain.Dia juga bisa menciptakan atau meramu racun baru. Dari yang biasa saja sampai yang paling ganas. Juga bisa membuat berbagai macam penawar racun.Setiap orang yang kena racun datang padanya. Semuanya bisa disembuhkan kecuali yang terlambat datang sehingga terlambat pula untuk diobati.Karena sangat hebat dalam ilmu racun ini, Candala dijuluki Dewa Racun. Orangnya berwatak baik. Suka menolong tanpa pamrih. Siapapun ditolongnya. Orang biasa, pendekar dari golongan putih dan juga hitam.Oleh karena itu Candala tidak mempunyai musuh. Dia juga sedikit mempunyai kepandaian silat, hanya untuk berjaga-jaga.Namun
"Benar!" jawab suara tanpa wujud."Terus bagaimana dengan si Hanggara, bagaimana kau bisa tahu bahwa apa yang menimpamu adalah ulah dia?" Suara Kameswara menyiratkan kebencian kepada manusia culas itu."Itulah yang aku tunggu-tunggu. Aku ingin para pendekar turun tangan menyelidiki hutan racun, termasuk dia salah satunya!"Namun, menurut cerita Candala tidak ada seorangpun yang berani menginjak ke hutan itu lagi. Terpaksa Candala mencari tahu sendiri, keluar hutan dengan cara menyamar."Aku mendengar orang-orang membicarakan hutan Racun di kedai. Terutama para pendekar berpendapat bahwa racun-racun yang ada di hutan mirip dengan racun milik Dewa Racun!"Selain itu yang sama pentingnya adalah mencari tahu tentang kabar Parwati. Dan ternyata gadis itu telah terjatuh ke pelukan Hanggara. Mereka akan melangsungkan pernikahan."Dari situlah aku mulai curiga. Maka aku melanjutkan penyelidikan. Pertama mencari tahu dari mana Ki Rampal m
Kota Kawali tampak ramai di pagi hari. Orang-orang lalu lalang dengan aktivitas masing-masing. Suasananya terlihat megah.Banyak bangunan besar berdiri rapi di kanan dan kiri jalan. Setelah perjalanan tiga hari dari hutan Racun Kameswara baru sampai ke kota raja kerajaan Galuh.Sebagian orang menatapnya heran karena topeng yang menempel di wajahnya. Sebagian lainnya acuh saja."Sebaiknya aku membuka topeng kalau memasuki istana!" kata batin Kameswara.Kameswara melihat kedai yang besar dan ramai. Bahkan bangunannya sampai bertingkat. Dia meraba kantong perbekalannya.Masih lumayan banyak. Lalu dia memasuki kedai itu, memilih tempat yang agak terpencil dari yang lainnya.Orang-orang semakin heran. Sudah bertopeng, memilih tempat yang menyendiri lagi. Namun, pelayan kedai tetap melayani dengan ramah.Kameswara memesan makanan secukupnya saja. Sambil menyantap hidangan, ekor mata Kameswara memperhatikan beberapa orang denga
Dengan canggung Kameswara melangkah masuk ke dalam kamar yang pintunya sudah terbuka itu. Pertama yang dia lihat adalah ruangan yang luas. Mungkin seluas rumah biasa, tapi ini adalah kamar pribadi.Tempat tidur dan beberapa perabotan lainnya tertata rapi. Prabu Jayadewata tampak duduk di sebuah kursi kecil si sisi ruangan sebelah dalam. Seluruh tubuhnya memancarkan aura kewibawaan.Kameswara sampai terpana melihat aura yang memancar itu. Wajahnya teduh, tapi tegas. Jiwa pemimpinnya memancar seperti auranya. Seorang raja yang diramalkan akan membawa kejayaan bagi kerajaannya.Dua tombak ke sebelah kanan sang prabu terdapat tempat tidur besar dan mewah. Di sanalah suara anak kecil berasal.Nyai Subang Larang tampak sedang bersenda gurau dengan dua anak kecil lelaki dan perempuan yang umurnya terpaut tidak jauh.Hampir lupa karena terkagum-kagum olah suasana ruangan yang mewah, Kameswara tergagap lalu langsung bersimpuh di depan sang prabu.
Setelah hari gelap Kameswara meminta ijin untuk keluar istana. Dia kembali hendak menemui Prabu Jayadewata, tapi belum juga keluar kamar yang bersangkutan malah datang sendiri ke sana."Aduh, Gusti. Saya jadi tidak enak masa raja yang menghampiri rakyatnya!" ujar Kameswara."Tidak apa-apa, bukankah akan lebih bagus kalau dekat dengan rakyat?" sahut sang raja."Benar juga, ya, eh!" Kameswara baru sadar ternyata sang raja memakai baju sederhana layaknya orang biasa."Sepertinya kau hendak keluar, mau kemana?" tanya sang Prabu yang melihat Kameswara juga sudah rapi."Kebetulan saya hendak menemui Gusti Prabu, mohon ijin keluar!""Kalau begitu kita sama-sama!""Hah!" Kameswara terbelalak memperhatikan sang raja dari atas sampai bawah."Kenapa, aku mau mengajakmu mencari keterangan!""Oh, iya. Kalau begitu saya juga siap! Sebentar!" Kameswara memakai topengnya. Prabu Jayadewata tidak berkomentar tentang pena
Semua memandang ke arah halaman depan kedai. Satu sosok serba hitam yang mengenakan topeng yang juga hitam muncul secara tiba-tiba bagai keluar dari udara."Siapa yang berani lancang dengan Laskar Siluman Merah, berarti menggali kuburannya sendiri!"Kameswara terbahak-bahak keras sampai memekak telinga ketujuh anggota Laskar Siluman Merah. Rupanya disertai tenaga dalam yang besar. Serta merta mereka kerahkan hawa sakti guna menahannya."Puluhan kambrat kalian sudah aku bantai, sekarang giliran kalian!" seru Kameswara."Besar mulut, buktikan bacotanmu!"Salah satu dari mereka memberi aba-aba menyerang. Tiga orang berkelebat bersama ayunan golok mengincar kepala, leher dan bahu.Dua orang bersalto setinggi mungkin hingga melewati Kameswara, ketika sudah berada di belakang, langsung menusukkan senjata ke bagian punggung.Sedangkan dua orang tersisa bergerak ke samping kiri dan kanan. Dari dua sisi ini golok mereka mengincar
Ketika salah seorang berkelebat mundur dan langsung mengambil langkah seribu, Kameswara lemparkan salah satu kujang seperti melempar tombak.Kujang melesat lebih cepat dan menembus punggung orang tersebut.Tak ayal lagi orang ini tersungkur langsung tak berkutik. Dari lubang di punggung yang tertembus kujang mengepulkan asap hitam panas.Tinggal dua yang sudah basah kuyup oleh keringat. Baru kali ini merasakan apa itu takut. Terutama takut kematian.Selama ini mereka selalu diberikan kemenangan dalam pertarungan sehingga selalu senang dalam berbuat sewenang-wenang.Sekarang melihat Kameswara bagaikan melihat sosok dewa kematian yang sebentar lagi menjemput ajalnya.Seketika ada hati kecil yang luluh menyesali setiap perbuatannya yang kebanyakan menyakiti orang lain.Karena pada dasarnya sifat manusia itu baik. Hanya kemampuan dan kekuatan cara mengendalikan hawa nafsu yang berbeda-beda.Nafsu yang tidak terkenda
Setelah memantau ke beberapa tempat untuk mengetahui pergerakan musuh, Prabu Jayadewata membawa Kameswara kembali pulang.Sampai di kamarnya, Kameswara belum merasakan ngantuk. Bingung apa yang ingin dilakukan, dia memilih membuka kitab Raja Racun. Membaca isinya."Kitab ini sedikit risih saat dibawa. Aku akan menyalinnya ke daun lontar, kain atau kulit binatang!"Terpikirkan kepada siapa dia akan memberikan kitab ini. Siapa yang pantas memilikinya. Karena untuk sementara dia tidak berminat mempelajarinya."Tidak semua harus bisa, aku yakin ada yang lebih ahli dan cepat dalam menguasainya. Nah, bagaimana kalau aku serahkan dulu kepada Kakek Ranu Baya?"Kameswara menggulung kembali kitab Raja Racun karena tiba-tiba saja telinganya yang tajam mendengar kelebatan halus di belakang kamarnya.Segera dia mendekat ke jendela belakang. Mengintip dari celah-celah. Ada dua sosok berkelebat cepat. Kameswara usap bahu kiri sehingga dia bisa
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be
Sejak tahu Puspa Arum diam-diam mengunjungi Kameswara di puncak bukit, Rana Surya jadi ingin tahu lebih banyak tentang Kameswara.Yang dia tahu Kameswara hanya buronan yang sedang dicari-cari pihak kerajaan. Namun, kehadirannya terasa menjadi penghalang baginya untuk memiliki Puspa Arum.Ya, Rana Surya memang menyukai gadis bertubuh mungil itu sejak dia masuk ke padepokan ini. Sejak itu pula dia selalu melakukan pendekatan.Rana Surya merasa sudah menaklukan sifat si gadis yang judes. Karena kalau sedang bersamanya Puspa Arum tidak lagi judes, malah bersikap baik dan manis.Sehingga Rana Surya menyangka gadis mungil itu juga menyukainya, tapi setelah mengenal Kameswara ada sedikit perubahan pada si gadis.Yang paling mengejutkan adalah kejadian tadi, diam-diam mengunjungi Kameswara dengan membawa makanan. Walaupun sikapnya sengaja dibuat acuh, tapi tetap saja ada yang aneh.Dari kejauhan Rana Surya memperhatikan Kameswara yang se
"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka."Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara ha
Si jubah hitam tertawa lantang. "Kalau kalian tidak bisa melihat gerakanku, berarti kalian bukan tandinganku!"Dua murid padepokan saling pandang. Memang benar, rekannya tewas seketika tanpa terlihat gerakan si jubah hitam.Melihat wajah si jubah hitam sepertinya masih seumuran dengan mereka, tapi mimiknya yang kaku tampak seperti topeng. Bukan wajah aslinya."Bersiaplah menyusul kawan kalian!"Si jubah merah sudah bergerak lagi. Lebih cepat dari sebelumnya. Tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam mereka.Trang! Trang!Dua murid hanya mempunyai kesempatan kecil. Masih beruntung bisa menangkis serangan si jubah hitam walau mereka harus tersurut mundur beberapa langkah.Tenaga dalam si jubah hitam ini tiga tingkat di atas mereka. Murid andalan padepokan Sagara Kaler ini memprediksikan hasil dari pertarungan ini.Namun, mereka tidak ingin mati sia-sia. Setidaknya lawan juga harus mendapatkan ajalnya. Maka keduany
Di puncak bukit padepokan Mega Sutra Ki Jagatapa mulai membantu Kameswara untuk membuka Cakra tersisa yang masih tertutup.Ki Jagatapa membantu dengan cara mengajak Kameswara bertarung. Pada awalnya si kakek melancarkan serangan pelan-pelan saja."Jangan menghindar, tapi lawan!"Kameswara mengikuti arahan Ki Jagatapa. Tidak menghindar serangan, tapi menyambut dengan memapak, menangkis bahkan beradu pukulan.Karena hanya menggunakan tenaga kasar, maka Kameswara melakukannya dengan hati-hati. Terutama keseimbangan dan kuda-kuda serta mengatur napas yang tepat.Demi mendapatkan kembali kesaktiannya Kameswara tidak peduli rasa sakit yang didapatkan ketika menangkis, memapak atau beradu pukulan.Berkali-kali Kameswara terjatuh dan mendapatkan luka lebam, tapi itu bukan masalah baginya. Tentu saja karena ada sabuk sakti.Kameswara tidak ubahnya orang yang benar-benar baru belajar silat.Semakin lama gerakan Ki Jagatap
Di kediaman Nyai Mintarsih.Si gadis mungil tampan bersungut-sungut sedang membalurkan ramuan obat pada tubuh Kameswara yang penuh luka.Pemuda ini melepas pakaian atasnya sehingga nampak bentuk tubuhnya kekar dan gagah meski penuh goresan luka.Kameswara senyum-senyum penuh kemenangan. Rasanya cukup setimpal atas apa yang didapatkan sebelumnya.Diobati oleh tangan mungil nan indah seorang gadis cantik putrinya sang guru padepokan.Nyai Mintarsih sudah tahu akan datangnya Kameswara atas suruhan suaminya. Wanita ini pernah melihat Kameswara sewaktu dalam keadaan pingsan saat dibawa oleh Ki Jagatapa.Tentu saja karena untuk menuju ke padepokan atas harus melewati padepokan bawah dulu.Ketika sang putri melaporkan, Nyai Mintarsih sudah menduga pasti ada kesalahpahaman. Begitu melihat siapa yang ditangkap, dia langsung membebaskan Kameswara.Sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahpahaman ini, Puspa Arum si gadis