Kini lingkaran pelapis sudah berkurang lima orang. Sementara Gumara dan Raksana kesana kemari mencari siapa yang memanah.
Kameswara senyum-senyum saja, walau tak melihat karena sibuk bertarung tapi dia tahu mereka kebingungan.Kemudian pemuda bertopeng alias Kameswara memberi isyarat kepada Kinasih.Kejap berikutnya dua orang muda ini tiba-tiba meloncat tinggi melewati lingkaran pertama walaupun saat mendarat masih berada dalam kepungan. Mereka segera membabatkan senjata masih-masing.Sabetan pedang Kinasih berhasil membunuh lawan-lawannya, ada yang tersabet lehernya, ada yang tertusuk dadanya hingga menembus jantung dan ada yang terbelah kepalanya. Juga dengan Kameswara yang begitu mudah mengayunkan kujangnya.Akhirnya bentuk penyerangan ini kacau tak karuan. Jumlah anak buah Raksana semakin berkurang. Ada yang dibantai Kinasih dan Kameswara, serta dipanah orang yang masih bersembunyi di tempatnya.Sungguh tak disangka tak didug"Setiap lelaki akan berkata seperti itu kepada setiap perempuan yang dijumpai. Padahal di tempat lain sudah ada banyak wanita yang sudah disinggahinya," ujar Kinasih.Kameswara tidak bisa berkata apa-apa lagi. Karena memang dia merasa seperti itu, tapi dia tidak menampakkan ekspresi apapun di depan Kinasih. Dia hanya terus memandangi wajah gadis itu."Kenapa kau tidak menggantikan ayahmu?" tanya Kameswara berganti topik."Aku perempuan, tidak bisa atau bahkan tidak boleh jadi pemimpin,""Ratu Shima bisa!"Ratu Shima adalah penguasa kerajaan Kalingga atau Keling ratusan tahun yang lalu."Dia hanya menggantikan suaminya sementara sampai anak-anaknya mampu memimpin. Kerajaan dibagi dua untuk kedua anaknya menjadi Bhumi Sambhara dan Bhumi Mataram. Salah satu anaknya adalah perempuan bernama Dewi Parwati, tapi tetap yang menjadi raja adalah suaminya, Rahyang Mandiminyak!""Wah, ternyata pengetahuanmu luas juga!" puji Kameswar
Kinasih ternyata lebih 'gila' daripada Sriwuni atau Citrawati. Dalam semalam sampai tiga kali mengarungi lautan asmara yang penuh madu. Meski menikmati, tapi tetap saja dalam benaknya Kameswara merasa resah.Kameswara jadi berat meninggalkan gadis itu. Sempat terpikirkan dia ingin membawa serta Kinasih dalam perjalanan, tapi gadis itu masih dibutuhkan warga desa. Dan juga apakah tidak merepotkan nantinya.Dia belum siap untuk hal itu. Entah sampai kapan tugasnya akan selesai. Setelah mengantarkan kitab taktik perang, dia harus melindungi Kirana. Belum lagi, bila ada tugas susulan dari kakek Ranu Baya.Dan tugas yang paling utama adalah, menumpas Laskar Siluman Merah."Karena tugasku yang berat, aku terpaksa tidak bisa membawamu ikut serta!" kata Kameswara di pagi hari ketika hendak melanjutkan perjalanan."Jangan pikirkan apapun tentang aku," ujar Kinasih sambil menggenggam kedua tangan si pemuda. Sikapnya seolah-olah Kameswara sudah jadi
Pada saat hendak bersemedi, tak sengaja tangannya mengusap bahu kanan. Sehingga sosoknya terlihat kembali, tapi Kameswara tidak menyadarinya.Tiba-tiba dari atas pohon diatas kepala Kameswara menjuntai seekor ular berwarna hitam dengan totol-totol berwarna emas.Ular yang sangat besar,sebesar paha orang dewasa, membuka mulutnya siap mematuk Kameswara yang sedang bersemedi.Kameswara sempat terbelalak melihat ular itu yang hendak mematuk dirinya. Dia yang mengira dirinya masih tidak terlihat membiarkan saja. Dia lanjut konsentrasi bersemedi. Tapi...Cepp!Si ular mematuk, taringnya yang berbentuk bengkok seperti belati menghunjam bahu kanan. Kameswara sangat terkejut dan mengira ular itu bisa melihat dirinya yang tak kasat mata bagi mahluk lain."Loh, kenapa... akh!"Rasa perih teramat sangat dirasakan Kameswara, akan tetapi saat bisa ular hitam bertotol emas memasuki tubuhnya.Terasa hawa panas menjalar ke selur
Kira-kira seribu tahun yang lalu. Ketika kerajaan besar Tarumanagara masih berdiri dan mengalami masa kejayaan. Terdapatlah seorang tokoh yang sangat ahli dalam racun.Namanya Candala, selain belajar racun dari gurunya dia juga berhasil menemukan jenis racun dari hewan maupun tumbuhan yang langka atau belum di kenal manusia lain.Dia juga bisa menciptakan atau meramu racun baru. Dari yang biasa saja sampai yang paling ganas. Juga bisa membuat berbagai macam penawar racun.Setiap orang yang kena racun datang padanya. Semuanya bisa disembuhkan kecuali yang terlambat datang sehingga terlambat pula untuk diobati.Karena sangat hebat dalam ilmu racun ini, Candala dijuluki Dewa Racun. Orangnya berwatak baik. Suka menolong tanpa pamrih. Siapapun ditolongnya. Orang biasa, pendekar dari golongan putih dan juga hitam.Oleh karena itu Candala tidak mempunyai musuh. Dia juga sedikit mempunyai kepandaian silat, hanya untuk berjaga-jaga.Namun
"Benar!" jawab suara tanpa wujud."Terus bagaimana dengan si Hanggara, bagaimana kau bisa tahu bahwa apa yang menimpamu adalah ulah dia?" Suara Kameswara menyiratkan kebencian kepada manusia culas itu."Itulah yang aku tunggu-tunggu. Aku ingin para pendekar turun tangan menyelidiki hutan racun, termasuk dia salah satunya!"Namun, menurut cerita Candala tidak ada seorangpun yang berani menginjak ke hutan itu lagi. Terpaksa Candala mencari tahu sendiri, keluar hutan dengan cara menyamar."Aku mendengar orang-orang membicarakan hutan Racun di kedai. Terutama para pendekar berpendapat bahwa racun-racun yang ada di hutan mirip dengan racun milik Dewa Racun!"Selain itu yang sama pentingnya adalah mencari tahu tentang kabar Parwati. Dan ternyata gadis itu telah terjatuh ke pelukan Hanggara. Mereka akan melangsungkan pernikahan."Dari situlah aku mulai curiga. Maka aku melanjutkan penyelidikan. Pertama mencari tahu dari mana Ki Rampal m
Kota Kawali tampak ramai di pagi hari. Orang-orang lalu lalang dengan aktivitas masing-masing. Suasananya terlihat megah.Banyak bangunan besar berdiri rapi di kanan dan kiri jalan. Setelah perjalanan tiga hari dari hutan Racun Kameswara baru sampai ke kota raja kerajaan Galuh.Sebagian orang menatapnya heran karena topeng yang menempel di wajahnya. Sebagian lainnya acuh saja."Sebaiknya aku membuka topeng kalau memasuki istana!" kata batin Kameswara.Kameswara melihat kedai yang besar dan ramai. Bahkan bangunannya sampai bertingkat. Dia meraba kantong perbekalannya.Masih lumayan banyak. Lalu dia memasuki kedai itu, memilih tempat yang agak terpencil dari yang lainnya.Orang-orang semakin heran. Sudah bertopeng, memilih tempat yang menyendiri lagi. Namun, pelayan kedai tetap melayani dengan ramah.Kameswara memesan makanan secukupnya saja. Sambil menyantap hidangan, ekor mata Kameswara memperhatikan beberapa orang denga
Dengan canggung Kameswara melangkah masuk ke dalam kamar yang pintunya sudah terbuka itu. Pertama yang dia lihat adalah ruangan yang luas. Mungkin seluas rumah biasa, tapi ini adalah kamar pribadi.Tempat tidur dan beberapa perabotan lainnya tertata rapi. Prabu Jayadewata tampak duduk di sebuah kursi kecil si sisi ruangan sebelah dalam. Seluruh tubuhnya memancarkan aura kewibawaan.Kameswara sampai terpana melihat aura yang memancar itu. Wajahnya teduh, tapi tegas. Jiwa pemimpinnya memancar seperti auranya. Seorang raja yang diramalkan akan membawa kejayaan bagi kerajaannya.Dua tombak ke sebelah kanan sang prabu terdapat tempat tidur besar dan mewah. Di sanalah suara anak kecil berasal.Nyai Subang Larang tampak sedang bersenda gurau dengan dua anak kecil lelaki dan perempuan yang umurnya terpaut tidak jauh.Hampir lupa karena terkagum-kagum olah suasana ruangan yang mewah, Kameswara tergagap lalu langsung bersimpuh di depan sang prabu.
Setelah hari gelap Kameswara meminta ijin untuk keluar istana. Dia kembali hendak menemui Prabu Jayadewata, tapi belum juga keluar kamar yang bersangkutan malah datang sendiri ke sana."Aduh, Gusti. Saya jadi tidak enak masa raja yang menghampiri rakyatnya!" ujar Kameswara."Tidak apa-apa, bukankah akan lebih bagus kalau dekat dengan rakyat?" sahut sang raja."Benar juga, ya, eh!" Kameswara baru sadar ternyata sang raja memakai baju sederhana layaknya orang biasa."Sepertinya kau hendak keluar, mau kemana?" tanya sang Prabu yang melihat Kameswara juga sudah rapi."Kebetulan saya hendak menemui Gusti Prabu, mohon ijin keluar!""Kalau begitu kita sama-sama!""Hah!" Kameswara terbelalak memperhatikan sang raja dari atas sampai bawah."Kenapa, aku mau mengajakmu mencari keterangan!""Oh, iya. Kalau begitu saya juga siap! Sebentar!" Kameswara memakai topengnya. Prabu Jayadewata tidak berkomentar tentang pena
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay