"Find someone who wants to be with you without question, accept you for who you are and that someone is me."
***
Tepat pukul sepuluh, tanggal sepuluh, bulan sepuluh di tahun 2020 Kanaya dan Pandu resmi menjadi sepasang suami istri. Pandu berhasil mengucapkan janji suci pernikahan dengan lancar, pun jua membuat para tamu juga keluarga dari kedua mempelai lega sekaligus bahagia.
"Selamat ya, Nak! Sekarang kamu sudah resmi menjadi suami Kanaya," ujar Abhimanyu memeluk Pandu yang kini telah resmi menjadi suami dari putrinya itu. "Selamat datang di Keluarga Raheja, Papa berdo'a semoga rumahtangga kalian berdua selalu di penuhi kebahagiaan," sambutnya diiringi dengan tepukan hangat pada punggung lebar sang menantu.
"Terima kasih, Prof." Jawab Pandu sembari tersenyum hangat
"Jangan panggil saya, Prof. Sekarang saya adalah mertua kamu dan kamu adalah menantu saya," protes Abhimanyu usai melepas pelukan keduanya.
"Maaf, Prof- maksud saya Papa. Saya masih belum terbiasa memanggil anda seperti itu," ucap Pandu dengan senyum canggung.
"Tidak apa. Seiring berjalannya waktu kamu akan mulai terbiasa dengan status barumu yang sekarang," ujar Abhimanyu menepuk hangat pundak pria yang telah dianggapnya anak sendiri itu.
Pandu hanya mengangguk mantap kala mendengar ucapan tersebut lalu tersenyum hangat.
"Kanaya, Papa harap pernikahan ini adalah pernikahan pertama dan terakhir kamu. Papa mohon, bantulah suamimu untuk bisa membuat kamu mencintainya dengan sepenuh hati. Jangan lupakan pesan Papa ini ya, sayang? Papa menyayangimu, selalu dan selamanya." pesan Abhimanyu seraya mengecup kening Kanaya lalu mendekapnya erat yang seketika membuat gadis cantik itu berderai airmata.
Usai prosesi sungkeman pada kedua orang tua selesai. Malamnya, acara dilanjutkan dengan pesta resepsi yang hanya dihadiri sekitar 150 orang tamu. Pesta yang sangat private dan intimate sesuai dengan keinginan kedua mempelai.
Pesta masih dilaksanakan di venue yang sama namun mengambil angle berbeda dari prosesi akad nikah tadi pagi, dengan beberapa dekorasi tambahan juga tentunya.
Pandu terlihat gagah dengan setelan tuxedo hitam serta aksesoris pelengkapnya seperti vest dan bowtie dengan sentuhan gold rancangan salah seorang desainer sahabat Kanaya.
Sementara Kanaya sendiri, tampil tak kalah mempesona dalam balutan peasant long sleeve wedding dress putih gading yang simple namun tetap menampilkan kesan elegan sesuai dengan personality-nya. Gaun berbentuk A-Line yang dirancang khusus untuknya, yang terbuat dari lace premium dan payet handmade dari sang designer ternyata sukses membuat seluruh tamu undangan terpukau malam itu.
* *
Tiba di kediaman pribadi Pandu. Hunian bergaya modern minimalis dengan dominasi warna putih gading dan abu-abu itu terlihat cukup nyaman dan sesuai untuk pasangan muda seperti keduanya. Bangunan dua lantai itu memiliki carport yang cukup luas untuk beberapa buah mobil serta mini garden yang cukup menyegarkan mata dengan tanaman hias dan pepohonan yang tidak terlalu besar dan tinggi yang menghiasinya.
Melihat sang istri yang nampak tak berkedip saat melihat-lihat sekelilingnya membuat Pandu pun berinisiatif mengajak Kanaya untuk segera masuk, guna melihat-lihat isi rumah yang akan menjadi rumah masa depan mereka.
"YUK MASUK!" ajak Pandu penuh antusias.
Kanaya mengekor Pandu masuk dan melihat-lihat rumah yang sempat membuatnya terkagum. Menurutnya, rumah tersebut cukup besar jika hanya dihuni oleh mereka berdua, karena itu Kanaya berniat untuk mempekerjakan beberapa orang untuk membantunya mengurus rumah barunya. Selain karena ia akan jarang berada di rumah, ia juga kurang nyaman jika hanya tinggal berdua dengan Pandu yang notabene memang berstatus suaminya itu.
Kanaya masih butuh beradaptasi dengan lingkungan dan statusnya yang sekarang.
"Bagaimana menurutmu, Nay? Apakah kamu menyukai rumah ini?" tanya Pandu.
"Suka," jawab Kanaya datar.
"Ada apa?" tanya Pandu seakan mengetahui apa yang sedang dipikirkan sang istri.
"Mas, tinggal sendirian disini?"
Pandu mengangguk, senyum hangat tak pernah luntur dari belah bibirnya.
"Ada apa memangnya? Kamu keberatan kalau kita cuma tinggal berdua?" tanya Pandu lagi.
"Bukan begitu, hanya saja saya belum terbiasa dengan situasi ini," jawab Kanaya seadanya, walaupun kalimat itu terdengar seperti sebuah pembelaan.
"Jika kamu mau, kamu boleh mempekerjakan beberapa orang untuk membantumu disini," ucapnya.
"Benarkah?" tanya Kanaya berusaha memastikan.
Pandu kembali mengangguk mantap. Lalu mengajak sang istri untuk melihat kamar mereka.
* *
Keduanya masuk ke salah satu ruangan bergaya modern dengan dominasi warna monokrom. Ketika pertama kali memasuki ruangan tersebut, aroma lilac tercium dengan kuat, menciptakan kesan tenang yang seketika membuat Kanaya seperti berada di kamarnya sendiri dan kebetulannya lilac adalah bunga favorit gadis berkepribadian unik itu.
"Bagaimana, kamu suka kamarnya?" tanya Pandu sambil menoleh ke belakang, menatap sang istri yang berdiri di depan pintu kamar mereka.
"Saya suka, suasananya seperti di kamar pribadi saya," jawab Kanaya.
"Syukurlah jika kamu menyukainya," ucap Pandu lega. "Baiklah, kalau begitu saya tinggal sebentar, ya? Saya harus membeli beberapa perlengkapan dan kebutuhan untuk kita nanti," ujarnya tersenyum hangat.
"Tapi ini sudah malam, kenapa tidak besok saja? Kita 'kan bisa ke supermarket sekalian belanja bulanan," usul Kanaya yang segera di amini oleh Pandu.
"Iya sudah, saya mau beres-beres di bawah dulu, ya? Kamu bisa mandi lalu istirahat, kamu pasti lelah 'kan?" ujar Pandu sembari tersenyum lalu pamit keluar dari kamar mereka.
Sepeninggal Pandu, Kanaya segera membongkar kopernya. Mengambil bathrobe, handuk dan perlengkapan mandi lalu masuk ke kamar mandi.
* * *
Keesokan harinya..
Baru saja kelopak mata Kanaya terbuka, wanita cantik itu telah disambut dengan pemandangan yang cukup aneh baginya. Terlihat Pandu yang masih terlelap di balik selimut tebal di atas sofa yang berada di ujung ruangan.
"Kenapa dia tidur disitu?" batin Kanaya heran
Tak tega membangunkan sang suami, akhirnya Kanaya memutuskan untuk segera mandi dan memasak sesuatu untuk sarapan mereka nanti.
Setelah kurang lebih satu jam berlalu sejak kali pertama Kanaya membuka mata, kini wanita cantik itu telah siap dengan dress simple selutut dan makeup natural. Ia pun berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan.
"Wow, rapi juga ya dapurnya," puji Kanaya sambil melihat-lihat isi dapur. "Mari kita lihat, ada apa saja yang bisa dimasak," ujarnya membuka kulkas multi door itu.
Setelah melihat-lihat isi kulkas yang ternyata memang hampir kosong, mungkin karena itu tadi malam Pandu berniat pergi ke minimarket 24 jam untuk belanja kebutuhan pagi ini.
Akhirnya, setelah melihat beberapa resep melalui ponsel pintarnya, ia memutuskan untuk membuat smoothies banana peanut chocolate untuk mereka, karena hanya itu yang bisa dibuat dengan bahan yang seadanya ini. Baru untuk makan siang nanti, ia akan membuat hidangan yang spesial tentunya usai belanja di supermarket.
"Kamu sudah bangun ternyata?" ujar Pandu tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Oh, hai. Yuk, sarapan." ajak Kanaya dengan senyum simpul.
"Saya mandi dulu boleh?" ujar Pandu kembali ke kamar.
Sesaat sebelum Pandu tiba, sarapan sudah terhidang di meja makan kaca berbentuk bundar dengan kursi kayu minimalis. Sepertinya segala sesuatu yang minimalis memang telah menjadi ciri khas dari seorang Pandu Dirgantara, sebagaimana kepribadiannya yang sederhana.
"Kamu masak apa dengan bahan ala kadarnya itu?" tanya Pandu menginterupsi pikiran sang istri.
"Saya buat smoothies, nanti untuk makan siang baru saya masak setelah belanja di supermarket," jawab Kanaya sembari menyempatkan diri melirik ke arah pria yang masih beraroma sabun mandi tersebut.
Setelah mengangguk sebagai pertanda bahwa ia memahami ucapan sang istri, pria berparas elok itu pun segera duduk dan menikmati sarapannya dengan lahap.
"Nanti siang Mas mau makan apa?" tanya Kanaya memecah keheningan diantara keduanya.
"Apapun yang kamu masak, pasti akan saya makan," jawab Pandu dengan suara datar namun selalu dengan senyuman manisnya.
"Baiklah, kalau begitu," sahut Kanaya.
Mereka pun menikmati sarapan dengan suasana canggung. Masing-masing dari mereka hanya berbicara seadanya dan ketika telah selesai, mereka kembali ke aktivitas harian masing-masing.
"Nay, saya berangkat ke rumah sakit dulu, ya? Kamu gak apa-apa 'kan, saya tinggal sendiri di rumah?" tanya Pandu.
Kanaya yang masih dalam masa cuti akhirnya harus tinggal sendirian di rumah yang masih cukup asing baginya ini. Walau suasananya telah dibuat senyaman mungkin oleh Pandu, tetap tidak mengubah bahwa rumah ini masih lah terasa asing baginya.
"Iya, gak apa-apa kok, Mas. Saya juga mau ke supermarket setelah beres-beres, baru masak untuk makan siang nanti," jawab Kanaya tersenyum. "Kamu hati-hati, ya?" jemari lentik Kanaya bergerak meraih tangan Pandu, kemudian mengecup punggung tangan sang suami.
Sejurus kemudian Pandu nyaris mengecup kening Kanaya dan membuatnya kaget. Refleks Kanaya memundurkan tubuhnya dari Pandu.
Pandu nampak kecewa dengan sikap sang istri, namun tetap berusaha tenang. "Iya sudah, saya berangkat dulu. Jangan lupa kunci pintu," ujarnya tersenyum tipis lalu beranjak pergi.
Tiba-tiba langkahnya terhenti. "Oh iya, uang bulanan sudah saya transfer. Tolong di cek ya nanti," pesannya sebelum benar-benar pergi.
Melihat kilat mata yang nampak kecewa itu tak ubahnya membuat Kanaya merasa bersalah. Tak seharusnya ia bersikap demikian pada suaminya sendiri.
Kanaya sadar betul akan kesalahannya, namun apa boleh buat, ia belum siap untuk membuka hati kembali. Wanita cantik itu hanya dapat berharap, Pandu bisa mengerti bahwa dirinya memerlukan waktu untuk bisa mencintainya secara utuh sebagai seorang suami.
* * *
Malam itu usai bertugas di rumah sakit, Pandu bergegas pulang. Tiba di rumah, ia segera menuju kamar untuk mandi dan berganti pakaian. Namun ia baru menyadari, jika sejak ia pulang, pria berwajah teduh itu belum melihat Kanaya, sang istri.
"Dimana Kanaya?" pikirnya sambil berjalan keluar dari kamar
Tiba-tiba matanya menangkap sosok Kanaya yang tengah tertidur di meja makan dengan apron yang masih menempel di tubuhnya.
"Sepertinya ia kelelahan setelah seharian berkutat dengan urusan domestik," pikir Pandu iba
Pandu berjalan mendekati sosok wanita kesayangannya yang nampak masih terlelap itu. Dipandanginya setiap inci wajah ayu yang membuatnya bertekuk lutut tersebut, dengan sekuat tenaga menahan diri untuk tidak mengecup keningnya yang mulus bak porselen.
Krukk krukk!
Tiba-tiba perutnya mengacaukan semuanya. Pandu segera menjauh dari Kanaya agar ia tidak terganggu apalagi sampai terbangun karena mendengar suara perutnya yang sudah tidak bisa diajak berkompromi ini.
Pandu beralih menuju pantry, untuk mengambil piring dan perlengkapan lainnya lalu menyiapkan makanan untuk ia makan. Makanan yang seharusnya untuk makan siang, akhirnya baru bisa ia nikmati sekarang karena terlalu sibuk di kampus dan rumah sakit.
"Mas, kamu sudah pulang?" tanya Kanaya tiba-tiba terjaga. "kenapa gak bangunin saya, saya 'kan bisa hangatin makanannya." lanjutnya menghampiri sang suami yang tengah asyik melahap masakan buatannya
"Tidak perlu. Ini juga sudah enak kok," jawab pria bernetra hazel itu sambil menikmati masakan pertama dari istrinya. "maaf ya jika saya membangunkan kamu."
"Tidak apa-apa kok, Mas. Lagipula tidak seharusnya juga saya tidur disini." ujar Kanaya seraya menampilkan senyum manis yang baru pertama kali dilihat oleh Pandu. "Mas, hari ini sibuk sekali, ya?" tanyanya kembali serius seraya menarik kursi di samping sang suami
"Iya, hari ini jadwal saya memang cukup padat. Selain mengajar di kampus, saya juga harus ke rumah sakit karena ada operasi darurat," jelas pria bertubuh tinggi tersebut setelah menyesap air putih. "saya minta maaf ya, karena tidak bisa pulang untuk makan siang." sesalnya menatap Kanaya intens
"Tidak apa-apa kok, Mas. Saya mengerti, itu semua memang bagian dari profesionalitas kamu sebagai tenaga pendidik dan tenaga medis," jawab wanita bermata indah itu tulus. "saya juga minta maaf soal tadi pagi."
Seketika dahi Pandu berkerut. "Memang ada masalah apa tadi pagi?" monolognya
"Saya harap, Mas bisa mengerti." lirih Kanaya tertunduk menyesal
"Saya benar-benar tidak mengerti, memang apa yang terjadi tadi pagi?" tanya Pandu dengan polosnya mencoba mengingat-ingat
Kanaya nampak ragu. "Soal.." lirihnya
Pandu menunggu pernyataan selanjutnya dari Kanaya. "Pasti soal smoothies itu kan?" tebaknya asal
Kanaya tercengang. "Bukan Mas, tapi soal sikap saya.." lirihnya tertahan
Ingatan Pandu kembali berputar ke waktu itu. Dan sejurus kemudian membuatnya tersenyum geli.
"Oh masalah itu. Sudahlah, lupakan saja. Saya mengerti bahwa kamu belum siap, saya juga minta maaf karena tidak bisa menahan diri." kata Pandu
Kanaya terdiam. Ia masih merasa bersalah atas kejadian tadi pagi sekaligus kesal dengan sikap Pandu yang seakan tak peduli dengan permintaan maafnya.
"Sudahlah, Nay. Lupakan saja, anggap saja hal itu tidak pernah terjadi. Saya mengerti akan kondisi kamu dalam hubungan ini," terang pria berusia kepala tiga itu dengan lembut. "kamu tenang saja, saya bukan tipe lelaki yang gampang baper hanya karena masalah sepele seperti itu." katanya dengan santai
Kanaya menatap pria yang telah meminangnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan dan Pandu hanya membalasnya dengan senyuman manis andalannya.
"Sebaiknya kamu mandi air hangat lalu istirahat. Sepertinya kamu kelelahan," saran Pandu. "nanti setelah saya selesai makan, akan saya buatkan teh hijau supaya kamu lebih rileks. Kamu belum pernah coba teh hijau buatan saya 'kan? Kamu harus coba, di jamin ketagihan." ujarnya lagi dengan penuh percaya diri
"Tidak perlu, Mas. Seharusnya hal itu Mas yang lakukan bukan saya, Mas tentu lebih capek dari saya setelah mengajar dan operasi tadi," tolak Kanaya dengan halus. "lagipula saya masih bisa kok, Mas kalau hanya membuat teh saja. Dan terima kasih untuk tawaran teh hijaunya, tapi lain waktu saja, ya." sambungnya kembali tersenyum
Pandu hanya bisa mengangguk.
"Saya permisi dulu ya." ujar wanita berparas jelita tersebut beranjak menuju kamar
Pandu kembali mengangguk lalu meneruskan aktivitasnya.
* *
CKLEK!
Pintu kamar terbuka. Terlihat dari balik pintu, masuk sosok Pandu yang membawa secangkir teh hijau.
"Silakan dicoba." ujar Pandu meletakkan cangkir teh hijau itu di nakas
Kanaya hanya bisa menarik napas panjang. "Saya 'kan sudah bilang gak perlu, Mas. Saya bisa kok, kalau hanya buat teh saja," terangnya tak enak hati. "tapi terima kasih ya, maaf merepotkan."
Pandu hanya mengangguk disertai dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari paras rupawannya lalu beranjak keluar setelah mengambil tas kerjanya.
"Mas, kamu mau kemana?" tanya Kanaya yang seketika menghentikan langkah Pandu
"Ke perpustakaan. Saya harus memeriksa makalah mahasiswa," jawab Pandu berdiri di depan pintu kamar. "kalau kamu mau tidur, tidur saja duluan, ya."
Kanaya hanya termenung. Melihat raut wajah Kanaya yang berubah, tak ayal membuat Pandu segera menghampiri sang istri. "Kamu kenapa?" tanyanya lembut
Kanaya menggeleng dan hanya tersenyum simpul.
"Jangan bilang kamu takut di kamar sendirian?" goda Pandu tersenyum jail
"Tidak kok, Mas. Saya hanya kasihan sama kamu, ini 'kan sudah malam, waktunya istirahat tapi kamu masih harus berjibaku dengan pekerjaan kamu." jelas Kanaya dengan wajah muram
Pandu kembali tersenyum. "Nay, terima kasih, ya karena sudah mengkhawatirkan saya tapi saya baik-baik saja kok. Saya bahagia menjalani profesinya sebagai seorang tenaga medis dan pendidik karena itulah cita-cita saya sejak dulu."
Wanita berkulit kuning langsat khas wanita Indonesia itu hanya terdiam mendengarkan sang suami.
"Mungkin nanti kita harus ngobrol lebih banyak lagi tentang masing-masing, ya? Agar kita bisa saling mengenal satu sama lain." usul Pandu dengan antusias
Sang istri mengangguk mantap. "Iya, Mas. Sepertinya kita memang butuh bicara untuk saling mengenal satu sama lain." sambut Kanaya tidak kalah antusias
"Baiklah, nanti kita lanjutkan lagi, ya. Sekarang kamu istirahat." ujar Pandu lagi. "Selamat istirahat. Oh iya, jangan lupa teh hijaunya di minum supaya tidurnya lebih nyenyak." pesannya sebelum menghilang dari balik pintu
"Terkadang aku merasa bersalah karena belum bisa mencintai pria sebaik Mas Pandu. Mungkin memang benar, kami harus saling mengenal lagi satu sama lain agar lebih mudah bagi kami, khususnya aku untuk bisa membuka hatiku kembali suatu hari nanti. Walaupun aku tak yakin akan hal itu, namun entah lah siapa yang bisa tahu akan apa yang terjadi kedepannya." batin Kanaya
* *
Entah mengapa malam itu Kanaya tidak bisa tidur, mungkin karena terlalu banyak yang ia pikirkan. Akhirnya wanita cantik itu memutuskan untuk berjalan-jalan keluar kamar untuk sekedar mencari udara segar.
Tiba di depan perpustakaan, ia melihat dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, Pandu masih berkutat dengan pekerjaannya.
Nampak sesekali ia terlihat memijit pelipisnya dan melakukan stretching untuk melemaskan otot-ototnya yang mungkin mulai kaku akibat terlalu lama duduk.
merasa kasihan melihatnya dan tiba-tiba Kanaya memiliki ide. "Biar aku buatkan Mas Pandu sesuatu untuk menemaninya bekerja." pikirnya segera menuju dapur
Tok Tok Tok!
"Mas, boleh saya masuk?" tanya Kanaya namun tak ada jawaban akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk.
Sangking fokusnya, Pandu sampai tidak menyadari sang istri telah berada di hadapannya.
"NAY? kenapa kamu belum tidur?" tanya Pandu kaget saat melihat sang istri tengah berdiri mematung membawa nampan berisi secangkir hot dark chocolate
"Saya tidak bisa tidur jadi pergi keluar untuk cari angin, ketika saya lewat di depan perpustakaan saya lihat Mas Pandu sedang melakukan peregangan otot. Jadi saya berinisiatif untuk membuatkan Mas coklat panas ini supaya Mas bisa lebih rileks dan semangat lagi menyelesaikan tugasnya, karena menurut penelitian yang pernah saya baca, coklat bisa mengembalikan mood yang buruk akibat stres, kelelahan dan dapat meringankan stres itu sendiri." bebernya yang membuat Pandu tersenyum aneh sambil memandangnya. "Kenapa Mas Pandu menatap saya seperti itu?" tanyanya mulai tidak nyaman
"Saya senang mendengar kamu bicara. Ini pertama kalinya saya mendengar kamu bicara sesantai ini dengan saya," ujar pria penggemar warna putih tersebut tersenyum bahagia. "saya berharap kamu bisa selalu seperti ini."
"Silakan, diminum Mas coklat panasnya." ujar wanita bersurai hitam bergelombang tersebut meletakkan cangkir coklat panas itu di meja kerja sang suami lalu bergegas pergi
Namun tangan kokoh pria itu menghentikan langkahnya. "Terima kasih ya atas coklat panasnya." kata Pandu tulus dengan senyuman manis yang tidak terlupakan
Kanaya hanya tersenyum lalu pamit. "Saya permisi."
Pandu tersenyum puas melihat pipi mulus sang istri bersemu karena dirinya. Di sisi lain, Kanaya pun kembali ke kamar dan membaca novel favoritnya untuk menghilangkan rasa gugup yang entah karena apa, hingga akhirnya ia pun terlelap sampai pagi.
* * *
"Love is not what you say, love is what you do." *** Malam itu usai bertugas di rumah sakit, Pandu bergegas pulang. Tiba di rumah, ia segera menuju kamar untuk mandi dan berganti pakaian. Namun ia baru menyadari, jika sejak ia pulang, pria berwajah teduh itu belum melihat Kanaya, sang istri. "Dimana Kanaya?" pikirnya sambil berjalan keluar dari kamar Tiba-tiba matanya menangkap sosok Kanaya yang tengah tertidur di meja makan dengan apron yang masih menempel di tubuhnya. "Sepertinya ia kelelahan setelah seharian berkutat dengan urusan domestik," pikir Pandu iba Pandu berjalan mendekati sosok wanita kesayangannya yang nampak masih terlelap itu. Dipandanginya setiap inci wajah ayu yang me
"Meeting you was fate, becoming your partner was a choice, but falling in love with you was completely out of my control." *** Tanpa terasa sebulan sudah Pandu dan Kanaya resmi menjadi sepasang suami istri. Walaupun sejak awal pernikahan, Kanaya telah mengatakan yang sejujurnya bahwa ia tidak mencintai pria tampan itu namun Pandu tetap nekat menikahi gadis cantik itu dan siap menunggu hingga Kanaya pada akhirnya benar-benar bisa mencintainya secara utuh sebagai seorang suami. Malam itu usai mengajar di kampus, Pandu bergegas pulang karena merindukan sang istri yang memang tengah bertugas sejak beberapa minggu lalu itu dan berharap Kanaya telah kembali dari tugasnya sebagai seorang Cabin Crew dan menyambutnya dengan masakannya yang enak.
"I can never tell you that I love you because I am afraid you'll run away." *** Keesokan harinya.. "Aku 'kan sudah bilang sama kamu, Mas jangan pergi tapi kamu masih ngeyel dan akhirnya apa?" omel Kanaya kembali menumpahkan emosinya terkait kecelakaan yang menimpa sang suami beberapa waktu lalu Pandu hanya bisa mendengarkan omelan sang istri dengan hati lapang. Ia sedang tidak minat untuk berdebat dengan sang istri. Tok Tok Tok! "Siapa sih yang datang malam-malam begini?" keluh Kanaya kesal karena berani-beraninya mengganggu sang singa betina yang tengah marah CKLEK! "PAPA MA
"Love like you'll never get hurt." *** Beberapa hari kemudian.. Usai beberapa hari lalu kedatangan tamu kedua orangtuanya yang bisa dikatakan membuat mereka- Kanaya dan Pandu lebih mengerti satu sama lain, setelah sebelumnya sempat bersitegang perkara kecelakaan yang dialami Pandu beberapa waktu lalu. Mungkin Kanaya terlihat berlebihan dalam merespon hal tersebut namun itu normal mengingat ia pernah mengalami hal serupa di masa lalu, ketika ia harus kehilangan sosok yang dicintainya dalam sebuah kecelakaan. Hal itulah yang membuat Kanaya begitu sensitif terhadap peristiwa naas itu karena masih dibayangi masa lalunya yang kelam dan ketakutan apabila peristiwa itu kembali terjadi. Siang itu, ia mengajak sang suami untuk menemaninya belanja bulanan
"Losing a loved one is not what hurts the most: it's wishing them back that does." *** Usai menikmati makan siang, pasangan muda itu segera meninggalkan restoran setelah sebelumnya membayar tagihan di kasir dan bersiap kembali ke kediaman mereka. Di perjalanan pulang, mereka kembali terlibat obrolan seputar mantan tunangan Kanaya yang tewas dalam kecelakaan pesawat lima tahun lalu itu. "Maaf ya jika tadi aku terlalu lancang mengulik luka lama kamu," kata Pandu menatap sekilas sang istri yang duduk di sampingnya. "seharusnya aku tidak bersikap demikian, karena hal itu sebenarnya bukan urusanku. Aku benar-benar menyesal, maafkan aku ya." sesalnya kecewa dengan dirinya sendiri "Tidak apa-apa kok, Mas. Aku baik-baik saja kok, toh semuanya juga sudah ber
"Family, we may not have it all together, but together we have it all." *** Hari yang cerah di awal Desember, secerah wajah Pandu yang begitu bersinar bagai mentari pagi itu. Ia tak dapat menutupi perasaan bahagianya akhir-akhir ini karena sikap Kanaya yang sudah mulai terbiasa dengan kehidupan mereka sebagai sepasang suami istri. "Pagi, Pak!" sapa salah seorang mahasiswa "Pagi!" sahut Pandu tersenyum ramah "Pagi, Pak!" sapa mahasiswa yang lain "Pagi!" sahutnya lagi berjalan menuju ruangannya. Tiba di ruangannya, Pandu mendapati setumpuk makalah mahasiswa di atas meja kerjanya. Tok Tok
"Work is my therapy!" *** Cuaca yang dingin membuat gadis pemilik sorot tajam dan mengintimidasi itu semakin hanyut dalam mimpi indah. Wajahnya yang biasanya flat dan cenderung kaku kala terjaga itu berubah teduh dan damai saat matanya terpejam dalam buaian mimpi. Namun semuanya tiba-tiba berubah dan kembali seperti semula kala sebuah pesan masuk ke ponsel pintarnya. Drtt drtt drtt! "Hah? Sekarang?" batinnya Beberapa saat kemudian.. "Lho Nay, kamu mau kemana pagi-pagi begini?" selidik Wiyana melihat Kanaya yang telah rapi dengan seragam kerjanya "A
"Love can sometimes be magic. But magic can sometimes just be an illusion." *** Tok tok tok! "Silakan masuk!" suruh Abhimanyu CKLEK! "Permisi, Prof!" kata Pandu menyembul dari balik pintu menunggu sang empunya ruangan memberikan izin "Iya, silakan masuk," ulang beliau. Pandu melangkah masuk ke ruangan bercat putih itu dan berdiri mematung sambil memperhatikan sosok paro baya yang begitu di kaguminya. "silakan duduk, dr. Pandu." titah beliau Pria tampan berkulit putih itu pun duduk di sofa krem berseberangan dengan Abhimanyu. "Begini, saya ingin mengucapkan terima kas