Sarah memandang wanita yang sudah terbujur kaku dan diselimuti kain putih. Kakak perempuannya yang bernama Wati, Nampak menangis tersedu-sedu. Sarah masih kecil. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada ibunya. Sarah hanya tahu, Ibunya sedang tidur.
Sarah kemudian memandang wajah ayahnya. Raut wajahnya nampak murung dan sedih. Sarah kemudian bertanya kepada ayahnya dengan pelan.
"Ayah, Ibu kenapa? Kok masih tidur? Kenapa lbu belum bangun - bangun Yah?" tanya Sarah sambil terus memandang bibir Ayahnya. Sarah berharap. Ia mendapatkan jawaban dari mulut Ayahnya.
Wati yang sedari tadi menangis kemudian memandang dan membelai rambut Sarah yang dikepang dua. Wati kemudian mengecup kening Sarah dan berbisik pelan.
"Ibu sudah tenang di Surga," bisik Wati pelan.
"Di mana Surga kak?" tanya Sarah polos.
Wati tak menjawab pertanyaan dari Sarah. Jenazah Ibu Sarah kemudian segera untuk dimakamkan. Saat pemakaman, Sarah digendong Ayahnya.
Sarah melihat lbunya yang terbalut kain kafan dimasukkan ke dalam liang yang berukuran 2 meter. Sarah kemudian meraung dan menangis. Tangisnya pecah hingga air matanya membasahi baju Ayahnya.
Ayah Sarah berusaha menenangkan Sarah yang terus menangis. Ia mengusap air mata yang jatuh dan mengalir deras di pipi Sarah.
Satu tahun berlalu semenjak kepergian lbunya. Sarah meminta kepada Ayahnya seorang lbu.
"Yah, Sarah pengen punya lbu," ucap Sarah polos.
"Sarah mau Ibu baru?" tanya Ayah Sarah sambil memandang wajah Sarah.
"Iya, Sarah mau. Pokoknya Sarah mau punya lbu," jawab Sarah sambil memonyongkan mulutnya.
Tak berlangsung lama, Setelah kurang lebih satu tahun kemudian. Ayah Sarah menikah dengan seorang wanita cantik. Sarah sangat senang karena memiliki Ibu. Ia berharap. Ibunya berhati lembut dan menyayangi Sarah.
"Sarah, Kamu kebiasaan ya. Sehabis bermain di kamar nggak pernah diberesin. Ibu capek. Ini juga, Kamu kenapa malah corat - coret di tembok?" bentak lbu Sarah sambil membawa sapu lidi.
"Ini lagi diberesin lbuk mainan boneka panda sama beruangnya. Tadi Sarah ke dapur minum dulu," ucap Sarah sambil membereskan mainan dan pensil warnanya.
"Alah, Kamu itu alesan saja."
"Ibuk. Liat deh, Sarah bagus kan mewarnai princessnya?" tanya Sarah sambil menunjukkan kertas hasil mewarnai princess kepada Ibunya.
"Jelek banget," jawab lbu Sarah sambil mengambil kertas yang dipegang Sarah dan merobeknya.
"Kok lbuk robek? ltu kan bagus," rengek Sarah sambil mulai menangis.
"Kamu itu ya, Malah nangis. Cepet beresin dulu mainan sama pensil warnanya," ucap Ibu Sarah sambil memukul badan Sarah dengan satu kali tebasan.
"Ibuk kenapa pukul Sarah?" tanya Sarah sambil terus menangis.
"Karena kamu susah banget lbu bilangin. Ibu capek," jawab Ibu Sarah sambil kemudian berlalu.
Wati yang sedari tadi diam dikamar. Kemudian menghampiri Sarah yang menangis tersedu.
"Cup, Jangan nangis dek. Ayok Kakak bantuin beresin ya," ucap Wati sambil membelai rambut Sarah.
"Biarin aja Wati. Biarin aja adikmu beresin sendiri," sahut Ibu Sarah dari dapur.
Wati terus memandang wajah adiknya. Ia merasa kasihan dengan adiknya yang selalu mendapatkan perlakuan buruk dari lbu barunya. Sebagai seorang kakak, Wati merasa tak tega jika adiknya terus diperlakukan seperti itu setiap harinya. Tangis Sarah mereda setelah Wati mencoba menghibur Sarah. Tawa kecil dan senyum manis tersirat diwajah Sarah.
***
"Kamu pikir dengan kamu kasih uang aku segitu cukup mas untuk sehari - harinya?" tanya Ibu Sarah sambil memandang wajah Ayah Sarah.
"Ya sebisa mungkin cukup buk. Maklum, Mas belum bisa dapat gaji besar. Sabar dulu ya buk," jawab Ayah Sarah.
"Sampai kapan aku sabar mas? Kau tak lihat? Anakmu Sarah? Minta dibelikan mainan terus. Minta dibelikan pewarna terus. Uang yang kamu berikan ke aku itu tidak cukup mas," balas lbu Sarah yang kemudian duduk dikursi ruang keluarga. Ditangannya ia memegang uang 100 ribu sebanyak satu lembar.
Ayah Sarah kemudian duduk. Sarah kemudian muncul dan mendekati Ayahnya.
"Ayah, Sudah pulang kerja?" tanya Sarah.
"Sudah Sarah. Kamu sudah makan belum?"
"Belum yah, Tadi lbu belum masak," ucap Sarah polos.
"Buk. Kok kamu hari ini belum masak? Sarah kalau sakit nanti gimana?" bentak Ayah Sarah.
"Ya. Mas kan belum kasih uang. Gimana aku bisa ke pasar untuk beli sayur?" balas Ibu Sarah.
"Kemarin kan udah dikasih uang buat belanja sayur dan keperluan sehari - hari. Uangnya kemana?"
"Tuh, Buat beli mainan Sarah," ucap Ibu Sarah sambil menunjuk Sarah.
"Yah. Kemarin lbu nggak beliin mainan Sarah. Tadi siang, Sarah mainan boneka yang dibeliin Ayah dulu. Sarah juga masih pakai pensil warna faber castell hadiah dari Ayah waktu Sarah ulang tahun," ucap Sarah sambil tersenyum kepada Ayahnya.
"Buk. Kamu jangan bohong. Uangnya kemana sekarang?" tanya Ayah Sarah.
"Anakmu aja itu yang bohong," balas lbu Sarah sambil tersenyum licik.
"Sarah. Kamu sekarang masuk ke kamar dulu ya. Ayah mau bicara berdua dulu sama lbu," ucap Ayah Sarah sambil membelai lembut pipi Sarah.
Sarah hanya bisa menuruti permintaan Ayahnya. Dengan langkahnya yang kecil. Sarah kemudian berlari masuk ke dalam kamarnya. Ia kemudian menutup pintu kamarnya.
"Buk, Sekarang jujur. Uangnya kemana?" bentak Ayah Sarah.
"Kan sudah kubilang. Dipakai buat beli mainan Sarah," balas Ibu Sarah.
"Kau tadi tidak dengar? Sarah bicara apa?"
"Kau percaya terus saja sama anakmu," ucap Ibu Sarah sambil berdiri.
"Anakku nggak mungkin berbohong. Dari kecil, Sarah dan Wati kuajarkan untuk jujur buk."
Sementara di dalam kamar. Sarah menutup telinganya dengan kedua tangannya. Ia tidak ingin mendengar perkataan yang keluar dari mulut Ayah dan lbunya. Air mata tak sengaja menetes dari pelupuk mata Sarah.
"Ibu Sarah Jahat," batin Sarah sambil terus menangis.
PRANG. Sebuah vas bunga diruang keluarga terjatuh dilantai. Ibu Sarah yang emosi. Kemudian membanting vas bunga hingga pecah berkeping - keping.
"Selalu saja mas, Kamu lebih percaya anakmu daripada aku. Aku itu istrimu," bentak Ibu Sarah.
"Kamu ini bagaimana ha? Vas bunga malah dibanting sampai pecah. Kamu pikir itu membelinya tidak pakai uang?"
"Kamu setiap harinya hanya bekerja dari pagi hingga sore. Kamu tidak tahu apa saja kejadian di rumah. Apa saja yang diperbuat kedua anakmu. Apalagi Sarah, Dia anak yang suka membuat ulah di rumah ini," balas lbu Sarah sambil mendorong badan Ayah Sarah.
Ayah Sarah memang sudah hafal dengan tabiat dan perilaku istrinya jika sudah marah. Istrinya akan berubah menjadi orang lain jika sudah marah. Terkadang, Ayah Sarah lelah dengan lstrinya yang tidak pernah terbuka dan jujur dalam masalah ekonomi dikeluarga. Terutama perihal uang.
Wati yang sedang belajar dikamarnya. Kemudian dengan perlahan masuk kekamar adiknya Sarah. Wati memandang adiknya yang sedang menangis di pojok kamarnya. Sarah yang melihat kakaknya datang kemudian memeluk Wati dengan erat dan berbisik.
"Ibu yang sekarang jahat. Sarah nggak suka. Sarah mau lbu yang dulu," rengek Sarah sambil memeluk erat kakaknya.
Sarah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Ia kini telah duduk di bangku SMA. Kakaknya sudah tidak lagi dirumah. Wati sudah bekerja di Kota Jakarta dan menetap di sana. Rumah orangtua Sarah yang dulunya reot. Saat ini sudah berganti menjadi tembok. Keadaan pun berubah. Ayah Sarah sudah mendapatkan pekerjaan tetap. Kondisi ekonomi orangtua Sarah juga sudah membaik. Sarah termasuk gadis yang pintar. Ia berhasil bersekolah di SMA favorit di kotanya. Sarah setiap berangkat dan pulang sekolah mengendarai motor. "Sarah, lni uang saku kamu hari ini ya," ucap Ayah Sarah sambil memberikan uang dua lembar sepuluh ribuan. "Makasih Yah. Aku berangkat sekolah duluan ya," ucap Sarah sambil mencium tangan ayahnya. "Mas, Kamu kasih uang jajan berapa ke Sarah? 20 ribu? Itu kebanyakan," ucap lbu Sarah yang tiba - tiba datang dari dapur. "Ibu, Aku mau berangkat sekolah dulu," ucap Sarah sambil mencoba menyalami ibunya. "Mana uangnya dulu. Ibu ambil
"Kamu kenapa?" tanya Patrick sambil memperhatikan Sarah."Nggak apa - apa kok," balas Sarah singkat."Oiya. Kan ada tugas kelompok dari Ibu Sari. Aku boleh nggak kalau sekelompok sama kamu? Lagian aku belum kenal sama temen yang lain di kelas," ucap Patrick sambil memandang Sarah."Oh boleh aja," balas Sarah sambil mengangguk."Kamu kenapa masih diem aja? Nggak dimakan baksonya?" tanya Patrick."Iya. Ini mau aku makan kok," balas Sarah sambil menyendok kuah bakso.Sarah dan Patrick menikmati bakso kuah di kantin. Selesai makan, Patrick kemudian berdiri dan berjalan untuk membayar."Patrick," ucap Sarah."Kenapa?""Aku pinjem uang kamu dulu ya. Uangku ketinggalan di rumah," balas Sarah bohong."Tenang. Aku udah bayar semua kok," jawab Patrick sambil memberikan sejumlah uang kepada penjaga kantin."Makasih ya Patrick," ucap Sarah sambil mencoba berjalan di samping Patrick."Iya, sama - sama," ucap Patr
"Nggak apa - apa. Santai aja sama aku," balas Patrick sambil tersenyum dan mengeluarkan laptop dari dalam tasnya.Kemudian datang pelayan dengan membawakan makanan dan minuman yang sudah dipesan Patrick."Makan aja dulu," ucap Patrick sambil menyeruput orange juice.Sarah yang belum makan siang dan hanya makan dikantin sekolah sewaktu istirahat langsung melahap habis makanan dihadapannya."Makasih ya Patrick. Maaf kalau aku ngerepotin kamu," ucap Sarah."Udah kamu makan aja dulu. Dihabisin. Aku sambil nyicil makalahnya. Kalau kamu udah selesai makan. Nanti kamu yang lanjutin ngerjain," balas Patrick sambil mengetik di keyboard laptop.Dua jam berlalu. Sarah dan Patrick masih sibuk mengerjakan makalah. Hingga matahari telah terbenam dan berganti menjadi malam."Patrick. Kita kapan pulang?" tanya Sarah."Sebentar lagi selesai kok. Kenapa? Oh kamu takut kena marah sama lbu kamu ya?" tanya Patrick sambil memandang Sarah."Iy
Patrick terdiam. Sampai pelajaran pertama selesai. Sarah masih saja diam dan tidak menjawab pertanyaan apapun yang dilontarkan Patrick."Sarah, Kamu kenapa sih? Aku ada salah ya sama kamu?" tanya Patrick sambil meletakkan minuman boba di atas meja depan Sarah."Itu minuman buat siapa?" tanya Sarah yang masih saja ketus terhadap Patrick."Buat kamu. Biar pikiran kamu adem. Mumpung ini lagi jam istirahat kan. Minum aja," balas Patrick sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang gingsul."Makasih," balas Sarah sambil menyeruput minuman boba yang baru saja diberikan oleh Patrick.Sarah masih saja diam. Patrick mencoba duduk di samping Sarah."Orangtua kamu marah ya?" tanya Patrick pelan."Tau dari mana kamu?" balas Sarah sambil menoleh ke arah Patrick."Ya. Aku cuman nebak sih. Soalnya kemarin aku nggak pamitan sama orangtua kamu. Waktu nganter kamu pulang," ucap Patrick sambil memandang Sarah."Iya. Terus aku diusir dari r