Dengan penuh percaya diri, dua Tengkorak Berdarah menyerang Lanting Beruga dengan teknik-teknik yang jarang dilihat oleh Lanting Beruga.
Mereka mengeluarkan serangan seperti tulang yang dilempar atau pula dijadikan pedang. Entah dari mana datangnya tulang-tulang itu, tapi kekuatannya benar-benar sangat berbahaya.
Setiap tulang yang dilempar mengenai batang pohon, lalu tiba-tiba pohon tersebut pecah oleh karena kemunculan tulang belulang dari dalam pohon tersebut.
Satu Tengkorak Berdarah melempar serangan, sementara Tengkorak Berdarah yang satunya membuat pertahanan.
Kecepatan dari serangan itu tidak bisa dianggap remeh, lagipula Lanting Beruga tidak tahu apa yang terjadi jika tulang berbentuk tanduk itu mengenai kulitnya. Akankan bagian tubuh itu menjadi pecah seperti pecahkan pohon-pohon yang terkena imbas serangan.
Lanting Beruga tidak ingin mengambil resiko tersebut.
Tebasan yang dilakukan Lanting Beruga berhasil di tahan oleh salah
hari ini dua bab dulu ya, otak saya lagi ngelag...wkwkw.
Naga Merah dengan taring tajam meliuk di atas kepala Lanting Beruga. Kali ini, dia menggunakan lebih dari 30% kekuatan roh api yang ada di dalam tubuhnya. Pencaran tekanan dari kekuatan itu dapat dirasakan oleh semua orang, bahkan yang berada di dalam goa di belakang dua pendekar Tengkorak Berdarah. Jika dugaan Lanting Beruga tidak salah, maka satu-satunya cara untuk membunuh dua orang di depan dirinya adalah dengan menghancurkan mereka sampai tak tersisa. Ketika dua pendekar Tengkorak Berdarah berniat memasang jurus pertahanan, Lanting Beruga menggunakan seluruh energi batinnya untuk melemahkan mereka. Berhasil, energi batin dalam jumlah besar itu membuat mereka tidak mampu untuk berdiri, bahkan menggerakan jari tangan mereka sekalipun. "Teknik ini lagi," salah satu dari mereka menelan ludah karena takut, dia berusaha untuk menggerakan satu jari tangannya saja, tapi tidak mampu. Seluruh sendi terasa lepas, mereka berdua jatuh berlutut t
Masih dengan senyum yang sinis, Lanting Beruga menatap para petinggi yang berdiri dia tas batu besar di sebelah kehancuran marka Klan Pasir Besi. "Majulah, kalian semua!" ucap Lanting Beruga. Kaki Hantu merasa ragu untuk mengalahkan Lanting Beruga, tapi pada akhirnya dia bersama dengan 6 petinggi yang lain menyerang Lanting Beruga dari segala sisi. Pertempuran yang sesungguhnya kinipun terjadi pula. Bukan hanya memiliki aura alam yang cukup besar, mereka juga memiliki jurus dan ilmu kanuragan yang sulit di tandingi oleh pendekar selevel merak. Kilatan cahaya kadang kala terlihat jelas dari kejauhan, akibat dari benturan serangan antara Lanting Berua melawan para petinggi Klan Pasir Hitam. Mengguncang bumi, dan meluluh lantakan hutan yang ada di sekitar tempat itu. Sebuah serangan melesat kuat dari arah langit, serangan itu berbentuk tombak dengan lima mata yang bergigi, tapi Lanting Beruag berhasil menghindari serangan tersebut den
Pertempuran masih terus berlanjut, perturakan serangan antara Lanting Beruga dengan lawan-lawannya tidak terhitung banyakannya.Lokasi pertempuran itu menimbulkan bencana besar bagi hutan yang ada di sekitar mereka, dan beruntungnya tempat ini sangat jauh dari pemukiman penduduk, hingga tidak mungkin menarik perhatian orang lain.Entah sudah berapa banyak pohon yang tumbang, mungkin telah mencapai ratusan batang. Tidak pula terhitung berapa ekor rusa dan hewan yang mati karena imbas serangan klan Pasir Hitam.Aliran sungaipun kini telah berubah haluan karena siring-siring dalam yang diciptakan oleh Lanting Beruga.Namun sejauh ini, tidak ada satupun serangan mereka yang berhasil melukai tubuh Lanting Beruga.Alih-alih terluka, pemuda itu telah membuat dua orang petinggi Klan Pasir Hitam dipenuhi oleh darah merah.Bahkan salah satu dari mereka terlihat tidak berdaya lagi, untuk melanjutkan pertarungan ini."Teknik Mata Asura!" uc
"Apa yang terjadi dengan diriku?" tanya petinggi itu, "Kenapa darah ini tidak henti-hentinya mengalir." Petinggi yang lain juga terkejut melihat hal tersebut, darah yang keluar dari dalam tubuh pria itu tidak wajar, kadang kala malah terlihat seperti hidup dan bergerak sendiri, masuk ke dalam selah-selah reruntuhan bebatuan. Meski telah mencoba menghentikan pendarahan yang terjadi, tetap saja, darah itu terus mengalir ke bawah. Petinggi tersebut mulai panik saat ini, sebab tubuhnya mulai mengurus, semakin lama semakin kurus hingga semua petinggi yang lain semakin khawatir. "Tolong bantu aku ..." ucap pria itu, tapi nafasnya mulai kembang kempis saat ini. Dalam hitungan detik, tubuh itu tinggal tulang belulang yang dibalut yang hanya dibalut oleh kulit. Semua darah yang ada di dalam tubuhnya telah mengering. Namun keterkejutan petinggi tidak berakhir di sana. Kini permukaan reruntuhan terasa bergetar, semakin lama semakin kuat.
Ketua Klan Pertama kembali menghilang dari padangan semua orang, termasuk dari padangan Lanting Beruga.Dia tiba-tiba telah berdiri di belakang pemuda tersebut, dengan serangan yang begitu cepat lagi kuat.Secara sadar, Lanting Beruga tidak mungkin dapat menghentikan serangan itu, karena begitu cepatnya, tapi dalam keadaan seperti, tubuh pemuda itu melakukan tindakan terakhir untuk menghindar.Jari telunjuk kurus Ketua Pertama hanya berhasil menikam udara yang berada di samping kiri wajah Lanting Beruga.Melihat hal itu, Ketua Klan Pertama sedikit terkejut dengan reflek tubuh Lanting Beruga.Dia melancarkan dua kali serangan yang sama, tapi semuanya berhasil dihindari oleh Lanting Beruga.Dalam sebuah kesempatan, pemuda itu menyerang Ketua Pertama dengan menggunakan kakinya. Serangan itu berhasil mengenai perut pria kurus tinggi itu, membuatnya terpental beberapa depa jauhnya.Namun, meskipun terlihat hanya tulang yang dibalut oleh ku
Sungguh dari semua serangan yang didapatkan oleh tubuh Lanting Beruga, serangan Ketua Pertama ini yang paling keras dan paling berat. Bukit kecil dimana mereka berdiri untuk pertama kali ketika datang ke tempat ini, hancur di bagian atasnya karena benturan tubuh Lanting Beruga. Belum pula Lanting Beruga berhasil berdiri, Ketua Pertama telah datang dengan serangan lain yang membuat Lanting Beruga semakin terpuruk ke dalam tanah. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh serangan itu mengandung tekanan yang begitu kuat, hampir menghancurkan semua pohon yang ada di dekat lokasi pertarungan. Segara Celaing hanya bisa menonton pertarungan itu dari jauh, jelas tidak berani mendekati mereka berdua, terlebih lagi ketika Ketua Pertama tidak pilih-pilih saat menyerap darah orang lain. "Lanting, berjuanglah!" ucap Segara Celaing. Tiga kali gelombang kejut menyapu debu dan kerikil kecil yang ada di lembah gersang, yang artinya tiga kali pula Lant
Serangan Lanting Beruga yang cukup kuat, hanya ditahan oleh satu kaki kanan saja."Siap kau?" tanya Lanting Beruga."Sepertinya, kau membuat kekacauan yang sangat besar di Klanku," jawab pria bertubuh besar itu, matanya begitu tajam memandang wajah Lanting Beruga. "Namun sekarang, aku akan membuatmu menyesalinya."Sebuah tendangan lain hampir saja mengenai wajah Lanting Beruga, jika pemuda itu tidak menghindarinya tepat waktu.Serangan dari kepalan tinju pria itu juga mengandung energi yang sangat kuat, melewati udara yang ada di dekat wajah Lanting Beruga. Kiranya Lanting tidak menghindari serangan tersebut, mungkin saja kepalan tinju lawannya telah mendarat tepat dibagian wajah."Tendangan 9 penjuru Angin!"Mendadak dari 9 sisi, muncul energi tajam yang mengarah ke tubuh Lanting Beruga.Dengan pedangnya, pemuda itu mencoba menahan serangan tersebut, tapi tidak cukup kuat. Tubuh pemuda itu terpukul beberapa depa jauhnya.
Pada saat yang sama, Segara Celaing mulai mencari kesempatan untuk masuk ke dalam reruntuhan Markas Klan Pasir Hitam.Karena tidak ingin diketahui oleh Ketua Rimba Larang, pria itu memutuskan untuk berjalan kaki dan mengendap-endak di antara reruntuhan bebatuan.Cukup sulit memang untuk masuk ke dalam reruntuhan yang hampir tidak memiliki celah. Satu-satunya jalan paling mudah untuk masuk ialah melewati atas markas, dimana ada lubang besar, yang merupakan jalan bagi ketua Pertama untuk keluar di permukaan.Namun jalan itu akan beresiko menarik perhatian Rimba Larang. Jadi Segara Celaing memutuskan untuk mencari jalan lain untuk masuk ke dalam gudang klan pasir hitam.Sementara pada waktu yang sama, Ketua Pertama telah menemukan lokasi keberadaan gudang penyimpanan Klan Pasir Hitam.Ada banyak peti emas berserakan di dalam gudang tersebut, sebagian tertindih oleh bebatuan.Nilai dari emas-emas itu mungkin lebih dari 50 juta keping emas, atau
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m