Berjalan beberapa waktu lamanya, Lanting Beruga dan Rambai Kaca menemukan sebuah desa kecil tidak jauh dari tepian pantai.
Namun ada hal yang aneh dengan desa itu, selain dari jemuran ikan kering di atas anyaman bambu. Semua orang tampak menutup pintu saat ini, seolah takut akan sesuatu yang akan datang di desa ini.
Beberapa tong air tergeletak di depan pintu mereka, beberapa puntung tidak tersusun rapi di samping rumah, seolah mereka semua buru-buru berlindung di ke dalam rumah.
Lanting Beruga menemukan seorang pria tua hendak menutup pintu rumah mereka, tapi segera dicegah oleh Lanting Beruga.
"Tunggu dulu Kisanak, kenapa kau menutup pintu?"
Pria itu masih berusaha menutupnya, tapi hanya dengan satu tangan kiri saja Lanting Beruga bisa menahan pintu tersebut, hingga pak tua itu menyerah.
"Tolong tuan, jangan bunuh kami!"
"Hemmm ..." Lanting Beruga menggaruk kepalanya, "Kisanak, apa wajahku terlihat seperti pembunuh?"
Mendenga
Sebuah bangunan cukup besar tidak jauh dari desa tadi berdiri di pinggir hutan belantara.Beberapa orang terlihat sedang mengangkat cawan tuak mereka, lalu berteriak gembira sambil menikmati minuman keras tersebut.Yang lain, tampak sedang bermain dadu, memperebutkan beberapa gadis cantik yang di ikat di tiang bangunan.Gadis itu berasal dari banyak desa yang mereka rampok, dijadikan sandara untuk melampiaskan nafsu bejat kelompok ini.Setelah tanpa busana, gadis-gadis itu menangis sambil beratap untuk dibebaskan, tapi mana mungkin manusia keji ini mau melakukannya.Mereka akan dijadikan sandra seumur hidup mereka, atau jika manusia bejat ini sudah cukup bosan, mereka semua akan dijual ke kota sebagai budak.Ah, ada banyak orang yang suka membeli budak selain dari Bangsawan Dunia."Ketua! Ketua!" seorang pria berteriak di luar bangunan ini, salah satu dari pria-pria ini membuka pintu, mendapati petugas yang diutus untuk merampok desa
Jika bukan karena ucapannya, pedang Lanting Beruga mungkin sudah memotong kepala pimpinan bajak laut itu sampai tanggal."Aku berjanji akan membawamu menemui orang itu ..." Pria itu memohon ampunan saat ini, dia akan menjadi petunjuk jalan bagi Lanting Beruga untuk menemukan sebuah peta.Tentu saja peta itu digunakan untuk kembali ke Serikat Satria, misinya kali ini membongkar kedok Ketua Devisi Informasi palsu.Di sisi lain, Rambai Kaca membutuhkan peta itu untuk kembali ke kampung halamannya.Lanting Beruga melepaskan semua ikatan yang membelenggu para gadis desa, mencarikan mereka pakaian yang bisa menutupi setengah bagian tubuh mereka yang terbuka.Ikatan tali mereka dipakai oleh Lanting Beruga untuk membelenggu pimpinan perompak itu."Sebenarnya ikat ini tidak terlalu penting," ucap Lanting Beruga sambil mengeratkan simpul di tangan pria itu. "Meski kau mencoba untuk lari, aku akan menemukan dirimu dengan mudah."Siapa yang menco
Ini adalah gedung tertinggi Kota tersebut, seorang pemimpin Kota baru saja naik jabatan setelah membunuh pemimpin kota terdahulu.Di dalam gedung itu, ada beberapa orang pendekar level pilih tanding sebagai petugas keamanan bangunan ini.Dua orang tampak sedang berdiskusi mengenai rencana-rencana besar mereka untuk menaklukan Sursena.Siapa lagi jika bukan Pangeran Ke Dua Sursena, Rosalawu dan Patihnya Sandara Angin.Setelah pertarungan besar di Sursena, dua orang itu melarikan diri guna bertahan hidup. Pergi sejauh mungkin dari Sursena, tapi rupanya ada rencana licik di kepala Rosalawu.Dia menemukan kota kecil ini, kota miskin yang dianggapnya cocok sebagai tempat persembunyian sementara, tentu pula untuk menghimpun kekuatan ulang, mengambil tahta Sursena dari Jubarda Agung."Kita akan melaksanakan rencana ini 10 tahun lagi ..." ucap Rosalawu. "Sial, kita butuh banyak harta untuk membuat kota ini menjadi benteng terhebat."Harta ben
"Apa yang kau mau dari kami berdua?" tanya Sandar Angin, mencoba memberanikan diri, karena menyadari satu hal, Lanting Beruga tidak memiliki tenaga dalam.Jika memang terjadi pertarungan, mungkin saja lawan mereka yang akan sulit ditangani adalah pria dengan mata dalam yang duduk dengan tuak ditangannya.Lanting Beruga hanya tersenyum kecil, sekarang keinginannya untuk mendapatkan sebuah peta telah berubah lain, dia ingin mendapatkan dua nyawa orang ini.Pimpinan pemberontak telah memberi tahunya segala hal mengenai kota ini, pimpinan baru yang melengserkan pimpinan lama dan upeti yang dipungut sangat memberatkan para rakyat.Lebih membuat Lanting Beruga marah adalah, semua harta ini akan digunakan membentuk sebuah pasukan besar untuk menyerang Sursena.Telah banyak orang mati demi melindungi kerajaan itu, Nyai Anjani, Sekar Ayu dan beberapa pendekar tangguh yang lain rela mengorbankan darah demi ketentraman Sursena, tapi Rosalawu ingin menciptakan
Pada akhirnya, Lanting Beruga berpisah dengan Rambai Kaca, pendekar tanah Swarnadwipa."Jika suatu saat nanti kau membutuhkan bantuan ..." ucap Rambai Kaca sebelum melangkah pergi meninggalkan Lanting Beruga. "Pergilah ke Negeriku, cari namaku! Aku akan datang membantu!"Lanting Beruga tertawa kecil, sambil melambaikan tangannya ke arah Rambai Kaca, "Sampai berjumpa lagi di lain waktu, jaga dirimu baik-baik!"Pemuda itu kemudian pergi meninggalkan kota ini, meninggalkan banyak mayat di dalam bangunan penguasa. Jika rakyat besok pagi melihat atau mencium bau bangkai, mereka akan terkejut jika pimpinan kota ini telah mati dengan cara yang mengerikan.Lanting Beruga melihat ke arah matahari, Rambai Kaca menginstruksikan dirinya untuk pergi ke arah mata hari terbit, dimana pulau Serikat Satria berada.Sebenarnya, pemuda itu bahkan tidak membuka peta sedikitpun, karena akan percuma. Dia tidak bisa membacanya.Malam hari, Lanting Beruga akan berhe
Tugas? tugas apa yang harus dilakukan oleh Lanting Beruga?"Kau punya tugas untuk mengamankan jalannya pertandingan ini!" ucap Ketua Devisi Bayangan."Aku, Ketua?" tanya Lanting Beruga."Ya," jawab Ketua Devisi Bayangan. "Jika dugaanku benar, para penghianat akan menggunakan momen ini untuk melemahkan Serikat Satria."Lanting Beruga tidak menolak pekerjaan itu, lagipula dengan dia menjadi petugas keamanan, Lanting Beruga bisa menyelidiki Ketua Devis Informasi.Jadi mulai hari ini, Lanting Beruga diharuskan untuk berkumpul di Istana Serikat Satria bersama dengan para tetua lain, yang ditunjuk sebagai petugas keamanan.Pada akhirnya, Lanting Beruga pergi bersama dengan dua tetua lain menuju Serikat Satria."Lihat pemuda itu! Apa benar dia adalah wakil tangan kanan Ketua Devisi Bayangan?""Aku tidak terlalu mengenal dirinya, tapi dilihat dari dua tetua lain yang ada di belakang dirinya, mungkin dia adalah orang itu.""Masih
Mengawasi murid senior selama 3 bulan penuh bukan perkara mudah, ada banyak titik perkumpulan murid-murid itu, tapi Lanting Beruga tidak kehilangan akal.Dia keluar dari Istana memperhatikan sekelilingnya lalu menemukan sebuah ide yang cukup bagus.Istana ini memiliki satu menara paling tinggi yang diletakan tepat tengah-tengah pulau ini. Menara itu jarang dijaga oleh pendekar keamanan, jadi Lanting Beruga bisa menggunakan menara itu sebagai tempat utama untuk mengintai.Dia melesat ke atas, berdiri di tempat itu yang ukurannya tidak terlalu luas, tapi cukup untuk bisa tidur dan duduk dikala waktu luang.Lanting Beruga membuka mata kirinya, memperhatikan sekali lewat Serikat Satria kemudian pandangannya jatuh ke sisi lain wilayah ini.Sebuah halaman terbentang luas di samping Istana Serikat Satria, beberapa puluh Bangsal atau bangunan berdiri di tempat itu.Menjelang pertandingan, semua peserta akan diminta untuk tidur dan menetap di Bangsal
Lanting Beruga tidak akan membiarkan satu tugas seperti ini gagal, meski mungkin dia harus bertahan di tempat ini selama 3 bulan lamanya.Dia akan turun dari menara ketika panggilan alam datang, tapi hal itu tidak semata-mata dia akan melalaikan tugasnya. Dia meminta Garuda Kencana mengawasi setiap pergerakan para peserta, lalu melaporkan semua hal yang terjadi kepada dirinya.Begitu seterusnya sampai 10 hari lamanya, Lanting Beruga masih berada di tempatnya semula.Lalu hal ini malah membuat beberapa tetua menjadi kesal. Mereka berencana mempermainkan Lanting Beruga dengan membiarkan pemuda itu melakukan tugasnya seorang diri, tapi yang terjadi diluar dugaan mereka. Lanting Beruga malah terbiasa dengan tugas ini, dan tampaknya tidak terbebani sama sekali, meskipun pemuda itu tidak diberi makanan atau minuman."Mau kemana dirimu?" tanya tetua muda, salah satu dari murid Pimpinan Serikat Satria.Seorang tetua tersenyum penuh makna lalu berkata
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m