Pertarungan masih terus berlangsung, menyisakan orang-orang yang kuat. Lanting Beruga sendiri sudah dua kali masuk ke dalam pertarungan, dan semuanya dia menangkan hanya dalam satu jurus saja. Ya, bukankah dia hanya memiliki satu jurus dasar saja?
Hingga sekarang yang tersisa hanya, Raka Prama, Rudra Pati, Kurung Ludra, Sunta Wira, Tumpu Rereng dan juga Lanting Beruga.
Situasi pertandingan mulai tampak sedikit lebih tegang dari sebelumnya. Bagaimana tidak, yang tersisa hanyalah orang-orang hebat saja.
Di sisi lain, Pimpinan Desa Ranting Hijau sudah kehilangan cahaya wajahnya semenjak Coyo Wigoro yang dia unggulkan kalah melawan Kurung Ludro.
Dua pemuda yang tersisa mungkin tidak akan bertahan lama pula, Lanting Beruga dan Tumpu Rereng. Menurut Pimpinan Desa, dua orang itu jauh dibawah Coyo Wigoro.
Sementara di sisi lain, Pimpinan Desa Cemara begitu bersemangat. Dia yakin Kurung Ludro mampu mengalahkan Sunta Wira.
Beberapa saat kemudian, batu
Mengaku kalah? Tidak mungkin, kenapa Rudra Pati mengaku kalah, pikir banyak orang. Apa yang terjadi sebenarnya? "Apakah Lanting telah melakukan perjanjian dengan Rudra Pati, seperti memberinya sumber daya pelatihan atau koin emas?" "Maksudmu pemuda cacat itu telah menyuap dirinya?" "Tentu saja, apa kau pikir Rudra Pati kalah begitu saja melawan manusia lemah?" "Tapi darimana dia mendapatkan uang untuk menyuap Rudra Pati?" Semua orang terdiam, tak bisa menjawab pertanyaan itu. Jika benar Lanting Beruga menyuap Rudra Pati, paling tidak pemuda itu harus memiliki banyak harta. Masalahnya Lanting adalah pemuda miskin. "Apa yang telah terjadi pada mereka berdua?" tanya para penonton. Rudra Pati tersenyum kecil, lantas memberi hormat kepada Lanting sebelum kemudian turun dari arena pertarungan. Di sisi lain, tanpa diketahui orang lain hanya Raka Prama yang memahami hal tersebut. Menurut pemuda itu, tindakan yang diambil oleh R
Kurung Ludro telah tiba di antara Sunta Wira dan Raka Prama. Namun tentu saja dia bukan untuk membantu Raka Prama. Bahkan batu di tangannya belum menimbulkan cahaya.Kurung Ludra berbalik badan, menoleh ke arah Raka Prama dengan pandangan yang merendahkan. "Orang lemah tidak layak di atas arena."Setelah mengatakan hal itu, Raka Prama ditendang keluar dari arena, tanpa kasihan.Itu bukan tendangan biasa, tendangan barusan mengandung tenaga dalam yang tidak sedikit. Raka Prama muntah darah, tapi sebelum tubuhnya terhempas di tanah, Lanting Beruga menyambar pemuda itu."Hoi, Prama kau baik-baik saja? Prama?"Raka Prama membuka matanya dengan perlahan, luka dalam yang di dapatkan oleh pemuda itu tidak ringan.Serangan pertama dilakukan oleh Sunta Wira, dan serangan ke dua didapatkan dari Kurung Ludra."Elang ...Api," Raka Prama kehilangan kesadarannya."Siapapun, tolong Raka!" ucap Lanting Beruga, sedetik kemudian bawa
Pada saat yang sama, cahaya batu di tangan Lanting Beruga bersinar begitu terang, lebih terang dari milik Sunta Wira, dan itu membuat orang-orang menjadi sedikit kaget.Beberapa saat kemudian, batu itu kembali bersinar redup, dan mengangkat tubuh Lanting Beruga menuju arena pertandingan.Untuk beberapa saat semua tampak diam, memperhatikan Lanting Beruga dari jauh. Kenapa dia dijuluki sebagai Elang Api oleh Rudra Pati? kenapa?Dari segi apapun tidak ada yang istimewa dari sosok pemuda itu. Pimpinan Desa Ranting Hijau tidak berani mendongakan pandangan, dia tidak kuasa melihat rasa malu yang akan diterimanya setelah Lanting Beruga dihajar habis-habisan oleh Kurung Ludro.Sementara di sisi lain lagi, Angga Nurmeda menyipitkan matanya. Dia tidak tahu kenapa Lanting Beruga dijuluki sebagai elang api, burung legenda yang dianggap mitos oleh sebagian orang."Lanting Beruga ..." Eyang Sabat Saketi berbicara pelan dan lembut. "Belum terlambat
Tidak ada yang paham kenapa tubuh pemuda itu bisa mengeluarkan uap, dan tentu saja kulitnya berwarna merah seperti udang rebus. Angga Nurmeda yang paling kuat di sini, bahkan tidak menemukan penjelasan yang masuk akal.Beberapa orang mencoba merasakan tekanan tenaga dalam Lanting Beruga, berpikir jika sebenarnya pemuda itu mungkin saja tidak cacat, tapi pada akhirnya mereka tidak menemukan tekanan tenaga dalam itu.Rudra Pati tersenyum di luar arena, dia berkata, "Lihatlah bagaimana Elang Api bertindak!""Rudra Pati, dari tadi kau selalu mendukung pemuda itu, apa kau tahu sesuatu?" tanya beberapa peserta yang lain."Aku tidak tahu banyak, yang aku tahu cuma satu hal, ketika dia seperti itu, tidak ada yang bisa menghentikan dirinya.""Sekuat itukah dia?""Tidak, tapi dia cepat!"Di dalam arena, Kurung Ludra bersiap-siap menggunakan jurus pembalik cakra, masih mengira jika kekuatan yang ada di dalam tubuh Lanting Beruga bersumber
5 Hari kemudian Raka Prama datang menemui Lanting Beruga di gubuknya. Dia datang dengan membawa sumber daya pelatihan."Besok aku akan pergi ke Sekte Macan Giok," ucap Raka Prama. "Kedatanganku kesini, hanya untuk mengucapkan terima kasih kepada dirimu, karena telah memberikan sesuatu yang harusnya menjadi hakmu, kepada diriku.""Hehehe ... aku tidak melakukan apapun," jawab Lanting Beruga. "Itu adalah keberuntungan dirimu."Raka Prama sepenuhnya tahu bahwa orang yang layak masuk ke dalam Sekte Macan Giok adalah Lanting Beruga, dia adalah pemuda terbaik di desa ini. Hanya saja Angga Nurmeda tidak tertarik kepada pemuda yang tidak jelas asal-usul kekuatannya."Ini, ambilah!" Raka Prama menyodorkan beberapa sumber daya pelatihan yang dapat memperkuat otot pendekar, "Anggap saja sebagai tanda terima kasihku kepada dirimu," Lanting Beruga terdiam cukup lama, dan itu membuat Raka Prama menjadi murung, "Kau tidak menyukainya, kalau begitu buang saja-"
Esok harinya, Lanting Beruga bersiap pergi dari gubuk ini, melihat seperti apa dunia luar yang sebenarnya."Dewa Beralis Tebal akan menjaga dirimu," ucap Seno Geni. "Jangan khawatir, dia bukan orang yang lemah."Lanting Beruga meneteskan air mata, sudah waktunya berpisah, pikir pemuda itu. Satu-satunya yang dia khawatirkan adalah kondisi Seno Geni dan Wulandari."Cucuku, keadaan diluar sana tidak seaman di tempat ini, jaga dirimu baik-baik. Bertemanlah dengan semua orang, makanlah yang banyak ...""Nenek, aku sudah makan banyak," timpal Lanting Beruga."Hikhikhik ..." Wulandari tertawa sambil menangis, dilihatnya wajah Lanting Beruga lekat-lekat, rupanya cucu kesayangannya, yang dulu dia timang tiap hari kini sudah cukup dewasa.Anak elang ini sudah cukup umur untuk pergi meninggalkan saranganya. Dikecupnya kening Lanting Beruga dengan pelan, "Pergilah cucuku, ukir namamu setinggi bintang."Lanting Beruga akhirnya meneteskan air
Dewa Beralis tebal mencegah Lanting Beruga untuk memeriksa tubuh dua orang itu.Luka yang mereka miliki sedikit aneh, dan tidak wajar."Tolong-tolong kami ..." Rintih salah satu dari dua orang yang barus aja sampai itu.Dewa Beralis Tebal mendekati salah satunya, tapi dia tidak berniat menyentuh luka yang mereka miliki."Racun Kelabang Merah," ucap Dewa Beralis Tebal setelah cukup yakin dengan luka yang mereka miliki. "Siapa yang menyerang kalian berdua?""Mereka menyebut diri sebagai Kelompok Banaspati ... Tuan, tolong kami ..."Kelompok Banaspati mulai membuat resah beberapa pekan terakhir. Mereka mengaku diri sebagai Kelompok yang membawa malapetaka bagi golongan putih.Tapi hingga hari ini, belum ada pimpinan dari kelompok itu yang menunjukan wajahnya secara langsung. Korban berjatuhan banyak dari kalangan pendekar level lima atau paling tinggi pendekar level perunggu.Rumor mengatakan, pimpinan Banaspati berniat menyusun r
Ada 5 pusaka kuat yang menguasai 5 elemen dasar. Api, air, tanah, angin dan logam. Setiap pusaka yang mewakili lima elemen itu berbeda-beda. Menurut Nyai Trang Hati, pusaka yang mewakili elemen air adalah kitab kuno yang mempelajari mengenai pengobatan. Hampir segala macam jenis penyakit dan cara pengobatannya dituliskan di dalam kitab tersebut. Apakah sudah ada yang mendapatkan kitab itu? belum, Nyai Trang Hati tidak yakin jika ada manusia yang sudah berhasil mendapatkan kitab tersebut. Sementara yang mewakili elemen logam, adalah sebilah pedang terkuat yang ada saat ini. Konon itu adalah pedang terakhir yang diciptakan oleh Empu Pelak, empu terbaik yang ikut andil dalam perang Sursena pertama. Sementara tiga pusaka yang lain, Nyai Trang Hati belum berhasil mendapatkan informasinya, tapi secara garis besar dia mengatakan salah satu dari tiga pusaka itu merupakan sosok siluman. "Tunggu, lalau apa hubungannya dengan pemuda ini?" tanya Dew
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m