Tinggalkan dahulu Lanting Beruga! sekarang di sisi lain, para bintang suci berjibaku sengit melawan musuh-musuhnya.
Subansari yang sedikit menjauh dari teman-temannya menggunakan teknik pedang berarak untuk menghadapi beberapa pendekar tanding.
"Saudari Subansari ..." seorang prajurit tombok tebing memanggil dirinya. "Kami butuh bantuanmu!"
Subansari menyapukan pandangan ke sisi itu, melihat ada sekitar 9 orang pendekar tanding mengepung 3 orang prajurit Tombok Tebing.
Ada banyak mayat di sekitar 3 orang prajurit itu, tapi yang mengerikan adalah semua mayat itu bukan dari pihak musuh.
Subansari bergerak cepat untuk membantu. Gadis itu mungkin tidak sehebat Lanting Beruga ketika menggunakan Teknik Awan Berarak, tapi dia jauh lebih unggul dari musuh-musuhnya.
"Kau berasal dari Sekte Awan Berarak?" ucap pria botak dengan senjata dua arit panjang yang dilumuri oleh banyak darah.
"Kalau iya memangnya kenapa?" tanya Subansari.
"Aku i
Lanting Beruga menoleh ke sisi ledakan, menyadari hal buruk telah terjadi di sana. Karena hal itu, dia menggunakan mode cahaya api, menyerang dua lawannya sekaligus. "Apa yang terjadi di sana?" ucap Lanting Beruga, pemuda itu berniat memeriksanya, tapi musuh selalu datang menghalangi. "Aku harap baik-baik saja ..." sambung Lanting Beruga. Sementara di sisi lain, ada lebih dari dua puluh orang mati dengan tubuh penuh koyakan, di sekitar lokasi ledakan tersebut. Beberapa orang terlihat dapat bergerak, merintih dan berusaha merayap menjauhi tempat itu. Salah satu korban bahkan tidak dapat dikenali karena seluruh wajahnya rusak parah, sayangnya dari pakaiannya korban berasal dari sekte Lembah Hantu. Udara bertiup kencang, menerbangkan debu yang menutupi wilayah itu, menunjukan permukaan tanah yang membentuk seperti telaga kering keronta. Beberapa batu masih mengeluarkan asap saat ini. Nyai Seburuk Mayat turun di pingg
Sekar Ayu awalnya menolak, dia merasa tidak aman jika berada cukup jauh dari Lanting Beruga, tapi pada akhirnya pemuda itu meyakinkan akan tetap berada di sekitar Lanting Beruga."Percayalah!" ucap Lanting Beruga.Sekar Ayu hanya mengangguk kecil, menelan satu sumber daya pelatihan yang diberikan oleh Lanting Beruga, sebelum kemudian dia menutup matanya.Lanting Beruga kembali mencabut pedangnya, mulai menghabisi beberapa musuh yang mendekati tempat persembunyian Sekar Ayu.Di sisi lain, Cempaka Ayu bersama Jubarda Agung masih menunggu di tempat paling jauh dari pertempuran.Pangeran itu tampak sangat ketakutan, dia mencengkram keris panca naga begitu kuat, dengan tangan bergetar menatap pada setiap saat munculnya ledakan."Bagaimana jika mereka menemukan aku ...?" ucap Jubarda Agung, menyadari sepertinya musuh telah mengetahui keberadaannya atau mungkin mengetahui keberadaan keris panca naga yang asli."Pangeran tidak usah risau," uc
Lanting Beruga menyambar tubuh Subansari setelah gadis itu terkena beberapa kali serangan musuhnya. Jika Lanting tidak melakukan hal itu, serangan terakhir dari musuh gadis itu bisa saja membuatnya mati."Hampir saja ..." ucap Lanting Beruga.Mata Subansari masih terbelalak saat ini, dia masih bisa mengingat kilatan serangan lawan yang mustahil bisa diatasi."Tunggu di sini ..." ucap Lanting Beruga.Namun Subansari menarik tangan Lanting Beruga, sepertinya gadis itu masih dikuasai oleh rasa takut. "Jangan jauh dariku ..."Lanting Beruga tersenyum tipis, "tentu saja tidak akan jauh, aku akan melindungi dirimu."Dengan enggan Subansari melepaskan pegangan tangannya, membiarkan Lanting Beruga berjibaku dengan beberapa musuh yang sempat membuat Subansari terpojok.Berada tidak jauh dari Subansari, Altar Buana baru saja menghabisi dua lawannya yang kuat. Setelah menggunakan jurus tingkat tinggi, tampaknya Altar Buana benar-bena
Ki Rindung Petoko memang terluka, tapi luka itu tidak benar-benar parah, bahkan bisa dikatakan tidak mungkin berbahaya bagi Ki Rindung Petoko.Di dalam Organisasi Bulan Darah, Ketua Bulan Jingga Ki Rindung Petoko dikatakan memiliki pertahan paling baik diantara 4 pimpinan yang lain.Hal itu berkat zirah sisik ular yang ada di balik pakaiannya. Zirah itu mungkin bukan sebuah pusaka seperti 12 pusaka yang muncul di dunia persilatan saat ini, tapi ketika zirah itu digabungkan dengan jurus pertahan level tinggi, kekuatannya bahkan setara dengan sebuah zirah pusaka."Jurus Tubuh Wesi dan Zirah Sisik Ular yang kumiliki tidak mungkin dapat kau kalahkan meski dengan pedang pusaka itu ..." ucap Ki Rindung Petoko.Jendral Dewangga mulai kehabisan tenaga menyerang ketua Bulan Jingga itu, dia telah 3 kali menggunakan Jurus Tarian Dewa Angin, tapi sialnya tidak bisa memberikan luka parah kepada Ki Rindung Petoko."Lukaku bisa sembuh dengan bantuan zirah sisik n
Pria berpakaian hitam itu menyapukan tangannya, dan seketika bangunan yang ditempati oleh Cempaka Ayu dan Pangeran Jubarda Agung, langsung ambruk tanpa sisa. Langsung menjadi puing-puing.Berkat tenaga dalam Cempaka Ayu, mereka berdua bisa bertahan dari reruntuhan bangunan.Pria berpakaian hitam tersenyum penuh arti, cukup bangga dengan maha karya yang dia buat untuk bangunan tersebut."Apa kau yang bernama Jubarda Agung?" tanya pria berpakaian hitam. "Kau harus ikut denganku ke Sursena," melihat Jubarda Agung hanya diam saja, pria itu kembali berkata, "menolak bukan pilihan, jika kau tidak ingin semua orang di sini mati."Sementara itu, Jendral Dewangga berniat membantu Cempaka Ayu tapi langsung dihadang oleh Ki Rundung Petoko. "Kau tidak mungkin sempat ... berpikir dapat membantu temanmu? kau hanya akan membuang nyawamu.""Kau pikir bisa menghalangiku?""Eyang Ratap Waskito, adalah pimpinan tertinggi Bulan Darah ..." Ri Rundung Petok
"Sepertinya kami harus pergi ..." ucap Ki Rindung Petoko.Semua anggota bulan darah tampaknya menyadari sesuatu, jadi mereka menarik diri dan pergi begitu saja.Nyai Seburuk Mayat menoleh ke arah Sabdo Jagat, tersenyum kecil kemudian berkata, "jika kau masih hidup, aku ingin menyelesaikan pertarungan kita."11 bola energi muncul di atas keris panca naga, tapi kali ini lebih besar dari yang pernah digunakan Jubarda Agung, bahkan lebih besar dari yang digunakan oleh Vala."Menderitalah kalian semua!"11 bola energi turun ke bumi, berukuran sebesar roda kereta kuda, tapi mengandung esensi aura angin yang benar-benar padat.Ya, Eyang Ratap Waskito telah menyelaraskan aura angin dengan keris panca naga yang juga mengandung unsur angin.Bomm Bomm Bomm.Ledakan terjadi benar-benar mengerikan, menghujani bumi Tombok Tebing.Suara teriakan terdengar menggema di udara, debu berhamburan, rumah hancur lebur dan apapun yang ada
Butuh beberapa waktu untuk menyelamatkan dan mengumpulkan orang-orang di dalam reruntuhan Tombok Tebing.Sekarang terlihat, Dewangga dipenuhi dengan lilitan perban, Sabdo Jagat terbaring tak sadarkan diri, dan kondisi Cempaka Ayu benar-benar parah.Namun."Dimana Lanting Beruga?" tanya Dewangga."Kami belum menemukan dirinya ...""Sekar Ayu!" Intan Ayu berteriak keras, dia berlarian ke sana-kemari untuk mencari keberadaan Sekar Ayu, tapi sampai sekarang belum di temukan."Jendral ..." seorang pria melapor, semua orang mendengar ucapannya, dan membuat suasana di tempat ini menjadi hening seketika.Intan Ayu laksana di sambar petir saat ini.Di dalam reruntuhan bangunan Tombok Tebing, pergerakan nafas membuat kerikil jatuh menggelinding."Lanting ..." terdengar lirih suara seorang gadis, suara yang begitu serak, halus dan tersiksa. "Kau baik-baik saja ...?"Lanting Beruga membuka matanya, tapi hanya gelap yang dia l
Intan Ayu hanya terpaku ketika mendapati sosok saudari kembarnya di bawa oleh Dewa Beralis tebal.Gadis itu menangis histeris, memeluk tubuh Sekar Ayu dengan erat, sementara yang lainnya memeriksa kondisi Lanting Beruga.Hari itu semua orang dirundung kesedihan, ada banyak yang kehilangan sahabat, dan keluarga mereka.Acara pemakaman dilangsungkan begitu besar, mereka menguburkan mayat mereka dalam satu liang lahat, kecuali makam Sekar Ayu.Intan Ayu menguburkan jenazah Sekar Ayu di pinggir makam kakeknya, Dirga di tepi tepi jurang.Hari itu pula, Gerbang Zambala kembali bergetar hebat, api di tungku perapian menyala lebih besar dari sebelumnya.Pada malam harinya, bumi Tombok Tebing diguyur hujan yang begitu deras, air menyapu darah yang menggenang, mungkin pula berusaha menghapus kenangan pahit di Kota itu.Tenda-tenda darurat berdiri, tapi dari sekian banyak tenda itu, ada satu tenda yang cukup besar lagi bercahaya paling terang.
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m