Situasi saat ini menjadi tegang, udara di sekitar tempat ini mendadak menjadi lembab, dan awan di langit berubah menjadi gelap.
Tetua Ardhana menatap Lanting Beruga dengan penuh kebencian, sebelum kemudian dia menyerang pemuda itu dengan tebasan tangannya saja.
Meski hanya tebasan tangan, tapi rupanya mampu memanggil kekuatan seperti sebuah sayap burung yang begitu besar.
Sayap burung yang tercipta dari aura alam sedikit lebih mirip dengan teknik milik Bangau Liar, tapi memiliki tingkat kerusakan lebih hebat karena menggunakan aura alam dengan jumlah besar.
Seolah sayap burung itu bergerak lambat, padahal begitu cepat.
Pow Pow.
Mata Lanting Beruga terbuka lebar, menganalisa kekuatan itu secepat yang bisa dilakukannya.
Dalam ke adaan seperti ini, menghindar tidak mungkin bisa dilakukan, Lanting Beruga masih akan terkena imbas serangan.
Jadi dengan cepat dia bisa menyimpulkan untuk menghancurkan serangan itu, tapi masalahnya baga
"Dia dapat mengimbangi kekuatan Tetua Ardhana?"Seorang tetua yang lain berkata dengan nada bergetar seolah tidak percaya. Apakah dia salah lihat, tentu saja tidak. Lanting Beruga mungkin tidak bisa mengalahkan seorang tetua meski level tulangnya sudah diperkuat, tapi lain hal jika dia juga menggunakan mata kirinya.Kekuatan dasar dari mata kiri adalah melihat hal yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia. Di tangan Lanting Beruga, mata kiri itu malah bisa melihat celah dan kelemahan dari susunan energi dalam sebuah jurus para pendekar."Menyerang ketika lawan lengah, dan bertahan ketika mereka menyerang."Metode tarik ulur diterapkan oleh Lanting Beruga saat ini, jika dia memaksa diri untuk fokus menyerang, sudah pasti dia kalah.Aura alam bukan sesuatu yang bisa dihancurkan dengan mudah."Apakah dia bisa mengalahkan Tetua Ardhana?" tanya murid senior yang lain."Bagaimana jika dia bisa mengalahkannya.""Maka dia bukan h
Pertarungan antara Lanting Beruga dan Tetua Ardhana berlangsung dengan begitu lama, pulau Bayangan sudah hancur di banyak sisi, tapi sejauh ini belum ada yang bersedia mengaku kalah.Lanting Beruga telah 5 kali terkena serangan telak Tetua itu, tapi sampai sekarang dia masih bisa bertarung dengan sangat baik.Sementara di sisi lain, sepertinya Tetua Ardhana sudah menguras banyak sekali aura alam di dalam tubuhnya, tapi nyatanya dia belum berhasil membunuh Lanting Beruga."Sial ..." gumam Tetua Ardhana, menyadari serangannya tidak sekuat sebelumnya. "Aura alam yang kumiliki mulai habis."Aura Alam hampir sama dengan tenaga dalam, memiliki kapasitas tertentu di dalam tubuh. Banyak atau sedikitnya aura alam yang diserap di dalam tubuh, tergantung dari pendekar itu sendiri, dan inilah yang membedakan level antara pendekar di luar jalur Tanpa Tanding.Menyerap aura alam tidak bisa dilakukan dengan cepat, begitu pula dengan tenaga dalam.Beberapa
Empat Tetua menyerang seorang pemuda yang lengah? dimana jiwa satria mereka beempat?Lanting Beruga memuntahkan darah dari dalam mulut, sebelum kejadian lain menimpa dirinya.Tubuh pemuda itu melambung ke atas langit, kemudian berangsur-angsur jatuh ke bumi, tapi pada saat empat orang tetua menyatukan kekuatan mereka untuk menghancurkan tubuh Lanting Beruga.Tidak ada pikiran jernih dari ke empat tetua itu, mereka tidak memikirkan akan berurusan dengan Ketua Devisi. Tidak.Yang mereka tahu hanya satu, bunuh Lanting Beruga di tempat ini, sekarang juga, selagi sempat. Atau dia akan jadi mala petaka dikemudian hari.Pow Pow.Mata Lanting Beruga berdenyut, pada saat yang sama dia melihat ke bawah, menemukan kekuatan yang begitu dahsyat sebentar lagi akan menghantam dirinya.Namun.Tiba-tiba dia merasakan waktu bergerak sangat lambat, Lanting Beruga bisa melihat dengan jelas orang-orang di bawah sana sedang memperingatkan dirinya.
Semua orang segera berlutut ketika sosok pria sangat berwibawa berdiri tepat dihadapan mereka. Lanting Beruga jatuh tepat di depan pria itu.Siapa dia? tentu saja Pimpinan Serikat Satria, pria itu datang tepat waktu sebelum Lanting Beruga menghabisi semua tetua yang ada."Apa yang terjadi?" tanya Pimpinan Serikat kepada beberapa tetua yang ada di sini, "katakan sejujurnya!""Begini Pimpinan ..." teman Lanting Beruga, wanita yang diajarinya menggunakan pedang menjelaskan kronologis yang terjadi di tempat ini.Mulai dari Lanting Beruga beruga diangkat sebagai tangan kanan Ketua Devisi Bayangan, sampai ketidak manusiawian beberapa tetua dengan merencanakan pembunuhan terhadap Lanting Beruga.Ketua Devisi telah menyingkirkan beberapa tetua yang mencoba membunuh Lanting Beruga, tapi pada dasarnya ada lebih banyak tetua yang tidak menyukai pemuda itu."Ketua Devisi meminta Saudara Elang Api untuk berlatih, karena dia memilih gulungan angkara
Balawa memeluk Lanting Beruga dengan erat, seolah mereka sudah berpisah cukup lama, padahal hanya beberapa bulan saja. "Karena dirimu, aku sekarang menjadi murid Devisi Pengobatan, ya walaupun masih menjadi tukang urus tanaman." Balawa kemudian membawa Lanting Beruga ke sebuah tempat yang sedikit lebih sepi, sebuah kedai yang menyediakan banyak minuman tuak. "Kau mau minum?" taya Balawa. "Air putih," jawab Lanting Beruga, "Juga dengan daging ayam." Balawa dengan senang hati menjamu Lanting Beruga dengan banyak makanan. Pemuda itu rupanya cukup cerewet, dia menceritakan banyak hal mengenai Devisi Pengobatan dan gadis-gadis cantik yang menjadi seniornya. Mendengar jika Lanting Beruga handapatkan masalah, Balawa bergegas menuju Istana Serikat untuk melihat kondisi pemuda tersebut. "Aku tidak menduga kau menang melawan para tetua itu ..." Lanting Beruga hanya tersenyum, tidak sempat berkata karena mulutnya penuh dengan bany
5 Hari Lanting Beruga berada di Istana ini, membuatnya menjadi sangat jenuh. Setiap hari dia hanya merenungkan teknik Angkara Jagat, tapi tidak bisa menerapkannya dalam latihannya nyata.Ada puluhan simulasi di kepala pemuda tersebut, tapi tidak satupun yang bisa di praktekan.Hari ke enam, Lanting Beruga menyelinap keluar Istana, dia pergi buru-buru sampai pada sebuah dermaga kecil.Sorang petugas dermaga memperhatikan Lanting Beruga, lalu mengerti siapa pemuda tersebut."Kau yang dijuluki sebagai Elang Api?" tanya penjaga dermaga itu."Dari mana kau tahu?" tanya Lanting Beruga."Kau tidak punya tenaga dalam, dan mata kirimu tertutup ..." jawab pria itu."Bisakah kau bawa aku ke Pulau Bayangan?" tanya Lanting Beruga.Pria itu menggelengkan kepala, dia mengatakan bahwa Pimpinan Serikat Satria tidak mengizinkan siapapun membawa Lanting Beruga keluar dari Pulau utama Serikat Satria.Jika dia memang ingin pergi, Pimpinan Se
Armanawa dan Intinagi berusaha melihat sosok yang ditunjuk oleh Lanting Beruga, tapi sungguh mereka tidak bisa melihatnya dengan jelas.Lanting Beruga sebenarnya tidak bisa melihat orang itu secara detil, karena mata kirinya hanya akan menunjukan warna hijau dan merah ketika siang hari.Namun Lanting Beruga bisa menjamin, jika dua orang itu mungkin sangat berbahaya dibandingkan sekelompok orang yang dia lihat barusan."Aku melihatnya!" ucap Armanawa, saat dua orang itu pergi ke pulau tersebut dengan menaiki satu ekor ikan paus besar.Lanting Beruga benar-benar terpana saat ini, bukan karena merasakan kekuatan dua orang itu tapi karena melihat paus raksasa yang bisa mengangkut manusia."Kenapa aku tidak terpikir hal ini," gumam Lanting Beruga.Garuda Kencana melirik ke arah Lanting Beruga di atas pundaknya, tampaknya menyadari niat buruk pemuda itu terhadap dirinya.Buru-buru Garuda Kencana terbang meninggalkan Lanting Beruga, se
Mereka bertiga akhirnya mendarat di tepian pantai, hutan lebat menjadi pagar bagi pulau kecil ini.Setelah menarik tubuh Lanting Beruga, Arnawama bersembunyi di dalam semak belukar sambil mempelajari situasi yang ada di pulau ini.Pulau Hantu, demikian mereka menyebut pulau ini. Menurut informasi, pulau ini dihuni oleh manusia primitif yang belum mengenal peradaban modern.Jadi, mereka bukan hanya harus berhati-hati terhadap para pendekar yang sudah lebih dahulu datang ke sini, tapi juga waspada jangan sampai ketahuan oleh penduduk setempat."Prasasti itu ada di sini ..." Intinagi menunjuk sebuah titik yang ada di dalam peta, kemudian melihat ke atas tepat pada gunung bebatuan tinggi menjulang yang berkabut."Kita akan bergerak pelan ..." ucap Arnawama, "Kau ..." pria itu menarik tubuh Lanting Beruga yang masih tergeletak di pasir putih, "Cepat jalan, aku tidak mungkin menggendongmu!"Lanting Beruga merengek sekali lagi, sebelum kemudian ber
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m