Balawa memeluk Lanting Beruga dengan erat, seolah mereka sudah berpisah cukup lama, padahal hanya beberapa bulan saja.
"Karena dirimu, aku sekarang menjadi murid Devisi Pengobatan, ya walaupun masih menjadi tukang urus tanaman."
Balawa kemudian membawa Lanting Beruga ke sebuah tempat yang sedikit lebih sepi, sebuah kedai yang menyediakan banyak minuman tuak.
"Kau mau minum?" taya Balawa.
"Air putih," jawab Lanting Beruga, "Juga dengan daging ayam."
Balawa dengan senang hati menjamu Lanting Beruga dengan banyak makanan. Pemuda itu rupanya cukup cerewet, dia menceritakan banyak hal mengenai Devisi Pengobatan dan gadis-gadis cantik yang menjadi seniornya.
Mendengar jika Lanting Beruga handapatkan masalah, Balawa bergegas menuju Istana Serikat untuk melihat kondisi pemuda tersebut.
"Aku tidak menduga kau menang melawan para tetua itu ..."
Lanting Beruga hanya tersenyum, tidak sempat berkata karena mulutnya penuh dengan bany
Hay teman-teman gimana kabarnya? gimana updatenya? yuk dukung terus author dan Lanting Beruga. Oh ya, sambil menunggu update selanjutnya, kalian bisa baca novel romanca yang berjudul Tertipu Masa Lalu...
5 Hari Lanting Beruga berada di Istana ini, membuatnya menjadi sangat jenuh. Setiap hari dia hanya merenungkan teknik Angkara Jagat, tapi tidak bisa menerapkannya dalam latihannya nyata.Ada puluhan simulasi di kepala pemuda tersebut, tapi tidak satupun yang bisa di praktekan.Hari ke enam, Lanting Beruga menyelinap keluar Istana, dia pergi buru-buru sampai pada sebuah dermaga kecil.Sorang petugas dermaga memperhatikan Lanting Beruga, lalu mengerti siapa pemuda tersebut."Kau yang dijuluki sebagai Elang Api?" tanya penjaga dermaga itu."Dari mana kau tahu?" tanya Lanting Beruga."Kau tidak punya tenaga dalam, dan mata kirimu tertutup ..." jawab pria itu."Bisakah kau bawa aku ke Pulau Bayangan?" tanya Lanting Beruga.Pria itu menggelengkan kepala, dia mengatakan bahwa Pimpinan Serikat Satria tidak mengizinkan siapapun membawa Lanting Beruga keluar dari Pulau utama Serikat Satria.Jika dia memang ingin pergi, Pimpinan Se
Armanawa dan Intinagi berusaha melihat sosok yang ditunjuk oleh Lanting Beruga, tapi sungguh mereka tidak bisa melihatnya dengan jelas.Lanting Beruga sebenarnya tidak bisa melihat orang itu secara detil, karena mata kirinya hanya akan menunjukan warna hijau dan merah ketika siang hari.Namun Lanting Beruga bisa menjamin, jika dua orang itu mungkin sangat berbahaya dibandingkan sekelompok orang yang dia lihat barusan."Aku melihatnya!" ucap Armanawa, saat dua orang itu pergi ke pulau tersebut dengan menaiki satu ekor ikan paus besar.Lanting Beruga benar-benar terpana saat ini, bukan karena merasakan kekuatan dua orang itu tapi karena melihat paus raksasa yang bisa mengangkut manusia."Kenapa aku tidak terpikir hal ini," gumam Lanting Beruga.Garuda Kencana melirik ke arah Lanting Beruga di atas pundaknya, tampaknya menyadari niat buruk pemuda itu terhadap dirinya.Buru-buru Garuda Kencana terbang meninggalkan Lanting Beruga, se
Mereka bertiga akhirnya mendarat di tepian pantai, hutan lebat menjadi pagar bagi pulau kecil ini.Setelah menarik tubuh Lanting Beruga, Arnawama bersembunyi di dalam semak belukar sambil mempelajari situasi yang ada di pulau ini.Pulau Hantu, demikian mereka menyebut pulau ini. Menurut informasi, pulau ini dihuni oleh manusia primitif yang belum mengenal peradaban modern.Jadi, mereka bukan hanya harus berhati-hati terhadap para pendekar yang sudah lebih dahulu datang ke sini, tapi juga waspada jangan sampai ketahuan oleh penduduk setempat."Prasasti itu ada di sini ..." Intinagi menunjuk sebuah titik yang ada di dalam peta, kemudian melihat ke atas tepat pada gunung bebatuan tinggi menjulang yang berkabut."Kita akan bergerak pelan ..." ucap Arnawama, "Kau ..." pria itu menarik tubuh Lanting Beruga yang masih tergeletak di pasir putih, "Cepat jalan, aku tidak mungkin menggendongmu!"Lanting Beruga merengek sekali lagi, sebelum kemudian ber
Lanting Beruga mencari sesuatu, biasanya setiap goa memiliki celah lain selain pintu utama yang bisa dilewati.Benar, dia menemukan celah itu setelah memperhatikan wilayah gunung bebatuan ini.Tanpa menunggu lama, Lanting Beruga masuk, celah kecil hampir saja membuat tubuhnya terjepit. Jika tubuhnya sedikit lebih besar, mungkin saja Lanting Beruga tidak bisa melewati celah itu.Butuh usaha sedikit lebih keras, akhirnya dia tiba di dalam salah satu rungan goa ini.Gelap gulita, tanpa mata kirinya Lanting Beruga tidak mungkin bisa berjalan di dalam goa ini.Suara tetes air terdengar bergema di dalam goa, sesekali terdengar pula suara kelelawar bersiul, yang menimbulkan sensi tersendiri.Setelah berjalan cukup lama, Lanting Beruga menemukan ruangan lain yang diterangi oleh cahaya obor."Ha hu ha hu ..." Dua orang tiba-tiba muncul dari lorong lain, membuat Lanting Beruga nyaris saja ketahuan jika buka karena dia bergerak cepat lagi memasu
Lanting Beruga nyengir kuda ketika semua penghuni goa ini menyebutnya sebagai leluhur."Leluhur apa yang harus kami lakukan?""Mereka ingin menyerang peninggalanmu yang berharga, membunuh semua suami dan anak-anak kami ...""Benar, Kau harus melakukan sesuatu!"Lanting Beruga menutup matanya, menutup telinga karena ocehan semua orang di sini telah membuatnya menjadi kesal. Lagipula, tidak ada satu kalimatpun yang bisa dimengerti oleh Lanting Beruga.Semuanya terdengar asing."Kalian bisa diam!" bentak Lanting Beruga.Seperti kerbau yang dicolok hidungnya, semua orang di tempat ini serentak tak bersuara."Biarkan aku berpikir ..." ucap Lanting Beruga.Dia menyapukan pandangan ke atas langit, tempat ini masih bergetar karena pertarungan yang terjadi antara utusan Serikat Naga melawan Klan Pasir Hitam.Namun, jika semakin lama, tempa tini bisa saja runtuh karena tindakan bodoh mereka.Lanting Beruga meng
Berjalan dengan hati-hati, Lanting Beruga akhirnya menemukan ujung dari tangga ini, sebuah jurang dalam terbentang tepat di hadapannya.Seolah jurang tanpa dasar yang akan membawa semua orang ke alam baka.Dengan mata kirinya, Lanting Beruga bahkan tidak mampu untuk melihat dasar dari jurang terebut.Tepat di hadapan Lanting Beruga, ada sebuah bangunan tua berdiri di dalam tanah, tersusun dari batu-batu berkualitas terbaik, dengan motif seperti sebuah gapura atau mungkin candi.Ukurannya tidak terlalu besar, seperti dua gedung yang berdempetan.Tepat di pintu masuk bangunan tersebut, ada dua patung batu raksasa yang menghadap ke arah Lanting Beruga dengan tangan ditopang oleh pedang.Lanting Beruga hanya butuh melakukan sesuatu, melompati jurang ini."Mode Cahaya Api ..." Lanting Beruga mengambil aba-aba sebelum kemudian berhasil mendarat tepat di seberang jurang tersebut.Klak.Lagi-lagi dia memijak sebuah batu, m
"Dahulunya suku pedalaman adalah seorang pendekar, mereka menggunakan senjata dengan panah, bukan dengan pedang atau tombak ..." gumam Lanting Beruga. "Senjata-senjata ini di simpan di sini, entah apa alasannya. Tapi aku yakin, mereka membutuhkan senjata ini untuk bertahan hidup."Lanting Beruga tidak menunggu lama, dia mengambil beberapa panah untuk diberikan kepada suku pedalaman.Jika dia ingin menjualnya, tentu saja dia bisa mendapatkan beberapa ratus keping permata satria, karena senjata ini terbuat dari bahan berkualitas yang sangat baik.Namun, Lanting Beruga bukan tipikal orang yang mencari keuntungan semata, tentu saja dia sudah kaya jika ingin mengambil semua panah ini, tapi dia telah berjanji akan melindungi suku dalam ini dari incaran para pendekar yang datang.Puluhan busur panah masuk ke dalam tanda api, membuat ruang dimensi di dalam tanda itu kini dipenuhi oleh banyak busur panah."Tunggu, ada satu lagi yang sangat berharga di sini
Lanting Beruga memaki Roh Api panjang pendek, sangat yakin jika mahluk itu ingin mengerjai dirinya. Namun bukan merasa bersalah, Roh Api malah tertawa terbahak-bahak."Hentikan!" teriak Lanting Beruga, "Kau membuatku malu!""Kau memang bodoh," ucap Roh Api di sela-sela tawanya yang menggelegar, "tapi perhatikan apa yang kau temukan di depan sana!"Lanting Beruga terdiam, sambil memperhatikan pusaran magma di depan dirinya. Ada sebuah benda di tengah pusaran itu, sedikit mengambang barang kali, memancarkan cahaya merah bata yang menyilaukan mata kiri Lanting Beruga."Apakah sebuah mustika?" tanya Lanting Beruga.Pemuda itu mendekati benda tersebut, masih dengan ke adaan tanpa busana, membuat kantong menyan terkatung-katung tak karuan.Pow PowMata kiri Lanting Beruga kembali berdenyut, mulai menganalisa benda itu tapi sepertinya itu bukan sumber daya pelatihan yang bisa digunakan untuk menguatkan level tulang atau otot.Lanting
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m