"Dahulunya suku pedalaman adalah seorang pendekar, mereka menggunakan senjata dengan panah, bukan dengan pedang atau tombak ..." gumam Lanting Beruga. "Senjata-senjata ini di simpan di sini, entah apa alasannya. Tapi aku yakin, mereka membutuhkan senjata ini untuk bertahan hidup."
Lanting Beruga tidak menunggu lama, dia mengambil beberapa panah untuk diberikan kepada suku pedalaman.
Jika dia ingin menjualnya, tentu saja dia bisa mendapatkan beberapa ratus keping permata satria, karena senjata ini terbuat dari bahan berkualitas yang sangat baik.
Namun, Lanting Beruga bukan tipikal orang yang mencari keuntungan semata, tentu saja dia sudah kaya jika ingin mengambil semua panah ini, tapi dia telah berjanji akan melindungi suku dalam ini dari incaran para pendekar yang datang.
Puluhan busur panah masuk ke dalam tanda api, membuat ruang dimensi di dalam tanda itu kini dipenuhi oleh banyak busur panah.
"Tunggu, ada satu lagi yang sangat berharga di sini
Lanting Beruga memaki Roh Api panjang pendek, sangat yakin jika mahluk itu ingin mengerjai dirinya. Namun bukan merasa bersalah, Roh Api malah tertawa terbahak-bahak."Hentikan!" teriak Lanting Beruga, "Kau membuatku malu!""Kau memang bodoh," ucap Roh Api di sela-sela tawanya yang menggelegar, "tapi perhatikan apa yang kau temukan di depan sana!"Lanting Beruga terdiam, sambil memperhatikan pusaran magma di depan dirinya. Ada sebuah benda di tengah pusaran itu, sedikit mengambang barang kali, memancarkan cahaya merah bata yang menyilaukan mata kiri Lanting Beruga."Apakah sebuah mustika?" tanya Lanting Beruga.Pemuda itu mendekati benda tersebut, masih dengan ke adaan tanpa busana, membuat kantong menyan terkatung-katung tak karuan.Pow PowMata kiri Lanting Beruga kembali berdenyut, mulai menganalisa benda itu tapi sepertinya itu bukan sumber daya pelatihan yang bisa digunakan untuk menguatkan level tulang atau otot.Lanting
Sungguh Lanting Beruga tidak mengetahui hal ini, mencium bau bangkai membuat dia menjadi mual. Tidak kuasa, Lanting Beruga akhirnya muntah pula."Kau melihatnya ?" suara itu wanita tiba-tiba kembali terdengar, pada saat yang sama Lanting Beruga telah membuka matanya.Mata kiri pemuda itu bercahaya merah kemudian meredup."Apa itu tadi?" tanya Lanting Beruga."Masa depan manusia," jawab wanita itu, suaranya terdengar di semua bagian tempat ini, seolah itu adalah suara dari semua mahluk yang ada di dalam goa ini."Kematian?" gumam Lanting Beruga."Semua mahluk akan mati pada saatnya nanti, itu adalah hukum yang telah ditetapkan.""Lalu apa yang terjadi?" tanya Lanting Beruga, "Kenapa semua mahluk mati dalam waktu bersamaan? bahkan aku tidak melihat tumbuhan di sana, kecuali hanya burung-burung gagak.""Mala petaka akan muncul jika kekuatan kami jatuh ke tangan orang-orang jahat, haus dengan kekuasaan dan haus dengan pembantaian .
Di permukaan luar goa, Arnamawa dan Intinagi belum melakukan pergerakan sedikitpun, mereka masih fokus melihat pertarungan antara klan pasir hitam melawan utusan Serikat Naga.Pertarungan yang terjadi sejak siang tadi hingga malam ini masih terus berlangsung dengan sengit, sejauh yang mereka ketahui, tidak ada tanda-tanda dari kedua belah pihak itu akan menyerah.Arnawama sesekali melihat ke arah pintu masuk goa di kaki gunung tersebut, mulai khawatir terhadap Lanting Beruga. Apa yang sedang dilakukan oleh pemuda itu, sampai sekarang tidak muncul di permukaan luar."Apakah kita harus menyusulnya?" Intinagi berbisik pelan kepada suaminya. "Ini sudah sangat lama, aku khawatir telah terjadi sesuatu di dalam goa.""Kita tidak bisa keluar saat ini, atau kita akan berhadapan dengan dua kelompok tersebut..."Arnawama mengusulkan agar menunggu sampai siang hari, jika Lanting Beruga tidak kunjung keluar, mereka berdua akan masuk ke dalam goa itu dengan kemu
Cabraka melihat kematian Rudista hendak membantu, tapi apa daya, dia sendiri sibuk berhadapan dengan satu utusan dari Serikat Naga saat ini."Apa yang kau lihat?" tanya Kartamba, utusan Serikat Naga alias teman dari Nanda Bala Kusuma. "Dalam pertarungan, mempertahankan fokus adalah hal yang paling penting.""Apa-" Cabraka baru saja menoleh ke sisi lain, tapi serangan mendadak telah menghantam perutnya kemudian kepala lalu perutnya lagi.Puluhan depa jauhnya Cabraka jatuh berguling di permukaan tanah, membuat luka dalam yang cukup parah.Kartamba mungkin tidak sekuat Nenda Bala Kusuma, dari segi teknik dan gaya bertarung Kartamba masih jauh kalah jauh, tapi untuk menghadapi Cabraka, kekuatannya sudah lebih dari cukup.Baru pula hendak berdiri, Kartamba telah memukul Cabraka sampai kepalanya terbenam di dalam batu.Plak Plak Plak. Pukulan demi pukulan mendarat di wajah Cabraka.Beberapa pukulan itu membuat giginya patah, hidung be
Nanda Bala Kusuma geram bukan main melihat temannya diperlakukan seperti itu oleh suku pedalaman lemah ini. Apa lagi yang melakukan hal ini adalah para wanita mereka, dengan panah yang entah dari mana mereka menemukannya.Satu hal yang dimengerti oleh Nanda Bala Kusuma adalah, panah-panah mereka bukan senjata level biasa."Apakah mereka memiliki simpanan senjata yang mematikan?" Arnamawa menulis hal ini dalam bukunya, untuk dilaporkan kepada Ketua Devisi Bayangan kelak.Di sisi lain, Nanda Bala Kusuma mulai bergerak maju, dengan jari-jemari yang telah membentuk cakar. Orang pertama yang akan dibunuhnya adalah ketua adat mereka, itu sudah pasti.Namun,bukannya takut, semua wanita itu menarik busur panah mereka ke arah Nanda Bala Kusuma, melepaskan serangkaian serangan yang kuat.Sebuah anak panah melukis wajah Nanda Bala Kusuma dengan luka yang tipis, membuat untuk kali pertamanya dia terluka.Cepat sekali, pikir Nanda Bala Kusuma. Pana
Lanting Beruga menekuk bibir bawahnya saat ini. Situasi sudah terkendali berkat Arnamawa.Tetua Devisi Informasi itu baru saja memaki pemuda itu panjang pendek, sebelum kemudian memberikan pakaian ganti miliknya untuk Lanting Beruga.Di sisi lain, Lanting Beruga merajuk karena pakaian ini terlalu besar bagi dirinya. Pemuda itu masih ingin memakai satu potong kulit bintang yang dirampas oleh Arnamawa, tentu saja hal ini tidak akan disetujui oleh pria itu.Sial, jika bukan karena ada Intinagi di tempat ini, Arnamawa tidak begitu peduli jika Lanting Beruga berdandan seperti itu."Aku melihatmu tadi ..." ucap Intinagi, mendekati Lanting Beruga dengan menggigit jari tangannya sendiri. "Besar dan panjang!"Arnamawa melotot mendengar hal itu, langsung menarik istrinya menjauhi Lanting Beruga."Kau, menjauh dari sini!" bentak Arnawma."Ha hu ha hu!" Ketua Adat dan wanita lain mulai protes, mereka tidak ingin melihat Arnamawa memperlakukan Lan
Lanting Beruga masih tertidur pulas di atas pembaringan di dalam Devisi Bayangan. Arnamama membawa pemuda itu langsung ke tempat ini, sambil sesekali memaki pemuda itu panjang pendek.Hal yang membuat pria itu hampir gila adalah, ketika istrinya tercinta melihat pemandangan yang tidak seharusnya dilihat oleh Intinagi. Sialnya, Lanting Beruga begitu polos sampai tidak menyadari jika barang kesayangannya berhasil menarik perhatian Intinagi, dan juga seluruh wanita suku pedalaman.Semua wanita itu menyatakan siap untuk dikawini oleh leluhur mereka, jika memang itu perlu dilakukan. Bayangkan betapa gilanya Arnamawa karena hal itu.Tanpa menyapa tetua yang lain, Arnamawa langsung kembali ke Devisi Informasi untuk melaporkan hal ini kepada Ketua Devisi mereka."Jadi tidak ada prasasti itu?" tanya Ketua Devisi Informasi."Kami sudah memeriksanya dengan baik, tida ada satu bagian di pulau itu yang luput dari pandangan kami ..." ucap Arnawama."Tapi
Lanting Beruga menggaruk kepalanya, sebelum kemudian dia berdiri dan hendak pergi dari aula ini, tapi Arnamawa menghentikan pemuda itu."Dialah tangan Kanan Ketua Devisi Bayangan, kenapa kau mengusirnya?"Mendengar hal itu, tetua tadi mendadak kaku, dia menoleh ke arah Lanting Beruga cukup lama kemudian menoleh kara arah Ketua Devisi Bayangan di kursi depan.Sorot mata Ketua Devisi Bayangan sedikit berubah, hal ini membuat tetua itu menjadi sedikit takut. Di sini, orang-orang seperti Ketua Devisi Bayangan akan sangat merepotkan jika mereka sampai disinggung."Kalau begitu aku minta maaf ..."Lanting Beruga tertawa kecil, tidak menghiraukan tetua itu ataupun semua tetua yang ada di ruangan ini. Dia pergi masih dengan tawanya yang khas.Seseorang hanya akan melihat permukaan kulit, ini benar-benar menjengkelkan.Karena tidak tahu harus ke mana, Lanting Beruga berjalan ke pinggiran taman Istana yang luas.Ada banyak pohon besar di