Angga Nurmeda bergerak ke depan untuk menyerang Kakas Mangkuraga, telapak tangannya telah berselimut tenaga dalam yang begitu padat.
Hanya dalam sekali serangan Angga Nurmeda sangat yakin bisa membunuh Kakas Mangkuraga.
Sekarang Kakas Mangkuraga benar-benar bingung, dia ingin menarik pedangnya, tapi teringat dengan ucapan Lanting Beruga untuk tidak mengeluarkan pedang dari sarungnya, jika dia ingin hidup.
Namun, jika tidak menarik pedang, maka Angga Nurmeda yang akan membunuhnya saat ini. Mana yang harus dia pilih? Kakas Mangkuraga benar-benar bimbang.
Semakin dekat Angga Nurmeda menuju ke arahnya, semakin takut bingung pula Kakas Mangkuraga saat ini.
Sayang sekali, Angga Nurmeda tidak akan mendengar alasan apapun yang akan dijelaskannya. Pemuda itu telah gila.
Kakas Mangkuraga mencengkram pedangnya dengan kuat, ingin sekali menarik pedang dan melawan Angga Nurmeda.
Namun beberapa detik kemudian, dia melonggarkan cengkraman pedangnya.
Kakas Mangkuraga meminta beberapa penjaga membuka pintu penjara yang menahan para tetua Sekte Macan Giok."Aku tidak bisa melakukannya," jawab penjaga penjara, "Bisa-bisa aku dibunuh oleh Angga Nurmeda.""Dia sudah mati," jawab Kakas Mangkuraga, "Kau bisa melihat jasadnya di halaman markas."Penjaga itu masih enggan memberi kunci ruangan, hal ini membuat Lanting Beruga berinisiatif membuka pintu dengan cara menendang."Ini lebih mudah," ucap Lanting Beruga sambil tertawa kecil.Pintu penjara dibuat dari bahan logam yang cukup baik, akan sulit dihancurkan seperti yang dilakukan oleh Lanting Beruga.Melihat kekuatan itu, penjaga penjara tidak punya pilihan lain selain berlari keluar dari penjara ini.Wajah mereka semakin tegang setelah melihat ada banyak mayat bergelimpangan di halaman markas Sekte Macan Giok, dan lebih mengerikan lagi kepala Angga Nurmeda terpisah dari badannya.Setelah melepaskan semua tetua yang ditahan, Lanti
Di sisi lain sebuah pulau kecil yang berada jauh dari Benua Sundaland. Tempat dimana kelompok kecil yang bernama Organisasi Sayap Putih membuat markas.Pulau ini disebut ada dan tiada. Untuk masuk ke pulau ini seorang pendekar harus melewati tebalnya kabut dan hebatnya badai lautan.Namun melewati fenomena alam seperti itu bukan masalah bagi para pendekar Kelompok Sayap Putih.Setelah berhasil melewati cuaca yang begitu mengerikan, kau akan menemukan pulau kecil ini. Pulau yang begitu indah dan hijau.Terbentang padang bunga warna-warnai di pulau tersebut, gunung tinggi dan lembah luas yang mengalir deras sungai dingin.Tidak jauh dari lembah tersebut, berdiri sebuah bangunan yang terbuat dari anyaman bambu, dengan tiang rumah potongan pohon besar.Tidak begitu indah rumah-rumah di tempat ini, juga tidak terlalu banyak. Apakah mereka miskin? jelas tidak, Mereka adalah sekumpulan orang-orang dengan harta yang berlimpah ruah.Para pende
Bukan hanya ajaran Dewa Pemarah diserap begitu baik oleh Satrio Langit, tapi pemuda itu juga mulai terbiasa dengan sifat gurunya, dan yang hebat dia juga mulai suka marah-marah.Ada banyak pemuda seumuran Satrio Langit di tempat ini, para pemuda yatim yang diselamatkan oleh Arya Mandala dan mendapat didikan keras untuk menjadi pendekar tangguh.Namun rata-rata mereka memiliki jiwa spiritual yang tinggi, sehingga masa depan mereka sebagai pendekar akan lebih cerah dibanding dengan pemuda-pemuda lainnya.Namun diantara puluhan pemuda itu, hanya Satrio Langit yang mendapatkan didikan paling keras dan paling kejam dari gurunya.Suatu masa, Satrio Langit diminta untuk berlatih selama 30 hari lamanya tanpa makan kecuali satu teguk air di pagi hari, satu teguk air di siang hari dan satu teguk lagi di malam hari.Jika dia melanggar aturan Dewa Pemarah, bukan hanya hukumannya akan bertambah berat tapi mungkin pula dia akan dibunuh oleh gurunya sendiri
Kehadiran Lanting Beruga di Sekte Awan Berarak disambut meriah sekaligus haru oleh seluruh Sekte.Tiada angin tiada hujan, hari ini pemuda itu tiba-tiba kembali ke Sekte Awan Berarak dengan tampilan yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Ya, meskipun sifat bodohnya kadang kala muncul di saat yang tidak tepat.Kabar mengenai cucunya di dengar oleh Wulandari, wanita tua itu bersama suaminya bergegas meninggalkan rumah dan berjalan ke arah pintu gerbang Sekte Awan Berarak."Lanting, kau kembali ..." Wulandari berlari kecil, memeluk pemuda itu begitu erat.Air mata Wulandari tidak dapat dibendung lagi, begitupun sebaliknya. Tangis haru pecah di siang hari ini, luapan rindu yang tiada tara antara nenek dan cucu membuat beberapa murid yang menyaksikan hal tersebut tanpa sadar juga menangis karena haru."Ya, Lanting kembali Nenek ..." ucap Lanting Beruga."Aku kira kau melupakan orang tua ini, sudah lima tahun kau tidak kembali, sekarang tubuhmu ber
Setelah beberapa hari berada di Sekte Awan Berarak, Lanting Beruga mulai mengetahui banyak hal yang menyangkut Neneknya Wulandari.Malam ini, Wulandari batuk parah, biasanya tidak separah ini tapi malam ini tampaknya wanita tua itu benar-benar menderita.Lanting Beruga bergegas memberinya ramuan untuk melegakan wanita tua itu, tapi tidak berhasil."Kesehatan Nenekmu mulai menurun sejak 2 tahun yang lalu," ucap Seno Geni, duduk di pinggir pembaringan Wulandari. "Setiap malam dia memimpikan dirimu, lalu menangis ketika bangun.""Maafkan aku Nenek ..." Lanting Beruga kembali meneteskan air mata, "Cucu bodohmu ini begitu lama meninggalkan dirimu.""Uhuk Uhuk ...tidak perlu minta maaf Lanting, lagipula Nenek memang sudah tua, sakit seperti ini sudah hal biasa bagi orang tua.""Tapi Nenek,""Jangan risau, besok akan membaik," timpal Wulandari.Wajah keriput wanita tua itu semakin pucat saat ini, matanya yang rabun kadang kala menatap
Acara ritual pemakaman berjalan begitu haru, hampir seluruh Sekte Awan Berarak mengikuti acara tersebut.Wulandari dimakamkan di antara pemakaman para pahlawan, di sebelah makam dirinya berdiri makam Ki Alam Sakti, selaku pendiri Sekte Awan Berarak.Setelah ritual pemakaman itu selesai, bumi diguyur hujan yang begitu deras. Lanting Beruga berdiri sendirian di hadapan batu nisan itu, karena hujan ini dia tidak ragu mengeluarkan seluruh air matanya atau juga isak tangisnya yang keras.Seno Geni paham betul luka di hati Lanting Beruga, tidak berniat mengusik cucunya dan membiarkan dia menangis dengan puas.Ya, kadang kala kita harus menangis dengan keras sebelum kemudian melangkah ke depan.Sesosok gadis cantik datang dengan dua payung yang terbuat dari kayu, dia memberikan payung itu kepada Lanting Beruga."Subansari ..." gumam Lanting Beruga."Hanya aku yang pernah merasakan hal ini, Lanting ..." ucap Subansari, "aku akan menemanimu di
"Kau sudah bertambah besar, bocah!" Ketua Devisi Bayangan tertawa keras saat Lanting Beruga kembali ke Serikat Satria, rasa bahagia itu semakin tercurah setelah melihat setumpuk sumber daya pelatihan yang dibawa oleh Lanting Beruga.Benar-benar banyak, semua sumber daya ini berada di level yang sangat tinggi."Kau akan mendapatkan nilai kontribusi karena sumber daya yang kau bawa."Yang membuat Ketua Devisi begitu bahagia adalah, semua sumber daya yang di bawa Lanting Beruga bukan hanya memiliki kualitas yang tinggi, tapi juga sangat langka.Benar, beberapa sumber daya bahkan dinyatakan sebagai mitos belaka, sebab hanya punya nama tapi tidak ada barangnya.Misalanya Jahe Darah Merah, yg hidup hanya di alam lelembut."Aku akan melaporkan hal ini kepada Serikat Satri, tapi beberapa sumber daya ini harus kita simpan, hahahaha."Lanting Beruga tersenyum kecil, tidak masalah dengan hal tersebut. Lagipula, Ketua Devisi Bayangan memang
Suasana keduanya berlangsung begitu kaku, berbicara hanya beberapa patah saja, dan ini benar-benar menjengkelkan.Bisakah mereka berdua bersikap seperti dua pasangan yang dimabuk oleh cinta? tampaknya tidak.Lanting Beruga adalah pemuda berusia 20 tahunan tapi sulit memahami emosi seorang gadis seperti Intan Ayu. Sementara Intan Ayu adalah tipikal gadis yang tidak mungkin mengungkapkan perasannya lebih dahulu, gadis keras kepala yang arogan, mana mungkin mengungkapkan perasaanya?Mengakui bahwa dia benar-benar jatuh cinta kepada Lanting Beruga terasa sangat sulit, apa lagi jika sampai mengungkapkan perasan tersebut.Di satu sisi, Lanting Beruga mengerti dengan perasannya, tapi pemuda itu tidak bisa membedakan antara cinta dan sayang. Dia begitu polos, barang kali. Melihat wanita tanpa pakaian, tidak membuat dirinya terpesona apa lagi hal-hal rumit seperti ini."Apa kita hanya akan diam seperti ini?" tanya Intan Ayu."Bukannya aku tadi