Masih diliputi dengan ketidak percayaan, tidak tahu apa yang telah dilakukan oleh Lanting Beruga barusan, tapi hal ini membuat para penonton mulai memperhatikan pemuda kerdil itu.
Setiap kali Lanting Beruga bertemu dengan siluman, dia bisa membunuh mereka tanpa melakukan gerakan apapun, dan ini benar-benar membuat semua orang semakin terkejut.Ada banyak tanggapan mengarah kepada dirinya, bahkan para tetua Sekte Lentera Es tidak tahu cara apa yang telah dilakukan oleh Lanting Beruga.Seekor siluman baru saja menyerang salah satu pendekar saat ini, tapi Lanting Beruga berada di sana, dan langsung membunuhnya dengan sangat mudah."Apakah orang itu adalah hantu?" salah satu pendekar bertanya kepada temannya. Dari yang mereka dengar, hantu dapat mengendalikan para siluman termasuk pula membunuh mereka dengan sangat mudah.Namun, tentu saja hantu hanyalah dongeng belaka untuk menakuti anak-anak kecil, dan mereka menyadari hal itu sepenuhnya.Dalam satu hari ke depan,semua siluman sudah mengalahkan lebih dari 20 peserta pertandingan, dan tentu saja mereka mengalami kematian.Namun di sisi lain pula, sudah lebih dari 75 siluman yang dibunuh oleh para peserta pertandingan tersebut, dan jumlah pembunuhan paling banyak dilakukan oleh Lanting Beruga.Lebih dari 30 siluman mati hari ini ditangan pemuda tersebut, tapi sayangnya dia memiliki perolehan bunga lotus paling sedikit dibandingkan dengan peserta lain yang selalu menguntit dirinya dari belakang.Ketika setiap peserta sudah mendapatkan lebih dari 50 bunga lotus, Lanting Beruga hanya mendapatkan 40 bunga lotus saja. Sementara dari kabar yang diketahui dari mulut para tetua, sudah ada 5 orang peserta beruntung yang telah mendapatkan 100 bunga lotus dan secara otomatis keluar dari arena pertandingan ini.5 orang itu akan segera dilantik untuk menjadi pendekar di Sekte Lentera Es.Betapa bahagia 5 orang tersebut, ini art
Kian berdiri di atas tebing batu, tapi bukan menatap para siluman, melainkan menatap jumlah peserta yang tersisa di dalam arena pertandingan ini.Akal licik Kian mengatakan jika dia harus mendapatkan sejumlah bunga lotus dengan gratis dari tangan para peserta, tanpa menggunakan kekerasaan.Jadi dia segera pergi menemui salah satu kelompok kecil yang berjumlah lima orang, dan mulai menawarkan harapan hidup bagi para peserta tersebut."Aku berjanji untuk menjaga kalian semua," ucap Kian, berusaha tersenyum sedemikian rupa untuk menipu para peserta tersebut. "Berikan semua bunga lotus itu kepadaku, dan kalian akan aman dari ancaman para siluman.""Kenapa kami harus memberikan bunga lotus kepada dirimu, kau adalah orang yang licik.""Kalian salah," ucap Kian, "Aku melakukan hal ini agar pertandingan cepat selesai, aku rasa para tetua telah membatasi jumlah bunga lotus di tempat ini, apa kalian pikir bisa mendapatkan 100 bunga lotus dalam bebe
Guru Kilat Putih menydari apa yang dilakukan oleh tetua yang tak lain adalah Putra Azuta itu kepada Kian. Dia sebenarnya menyesalkan keikut campuran seorang tetua terhadap pertandingan yang dianggap begitu adil.Ah, tidak! tampaknya dimanapun kamu berdiri, selalu saja ada hal yang tidak adil di dunia ini.Sementara di sisi lain, para peserta menjadi begitu terkejut melihat kemampuan Kian yang meningkat begitu drastis. Lebih dari itu, dia bahkan terlihat tidak mampu dikalahkan.Setiap kali Kian jatuh, dia akan kembali bangkit dan bertarung lagi melawan banyak siluman.Satu persatu siluman mulai dikalahkan oleh Kian seorang diri, membuat semua peserta pertarungan menjadi aneh dengan hal tersebut."Bagaimana dia bisa melakukan hal itu?" tanya salah satu peserta yang melihat pertarungan itu sambil bersembunyi pada balik batu besar di atas bukit. "Aku telah menghitung berapa kali Kian mengalami luka oleh serangan siluman, tapi luka itu kembali
Kian yang kini dikuasai oleh Putra Azuta melakukan beberapa kali serangan yang begitu cepat, tapi kecepatan Lanting Beruga dalam menghindari serangan itu berada pada level yang berbeda.Para tetua semakin penasaran dengan Lanting Beruga, dan semuanya sepakat jika pria itu bukanlah peserta biasa.Sebuah serangan lagi-lagi bergerak dari arah kiri, berniat menghantam kepala Lanting Beruga dengan pukulan yang keras.Namun kali ini, Lanting Beruga tidak berniat menghindari serangan tersebut. Dia tiba-tiba mengeluarkan sebuah pedang dari telapak tangannya, pedang sisik naga hijau.Dengan pedang itu, Lanting Beruga menahan serangan Kian yang berupa kepalan tinju dengan diselimuti oleh warna merah tua karena aura alam.Benturan dua kekuatan itu membuat udara di sekitar mereka berdua bergerak tidak beraturan.Banyak kerikil dan dedaunan terhempas begitu jauh, hingga beberapa pohon di sana mendadak kehilangan daunnya karena serangan ters
"Uhuk ...." Putra Azuta mengeluarkan darah merah saat ini dari dalam mulutnya, dan dia terpukul mundur dua langkah ke belakang. Sekarang, pria itu merasakan dadanya seolah terbakar oleh api yang membara, atau pula seperti dia sedang meminum cairan magma yang panas.Jantungnya mulai berdebar-debar, dengan nafas yang terlihat tersengkal-sengkal di kerongkongan.Mata pria itu masih nanar menatap Lanting Beruga di dalam arena pertandingan, dan semua orang tahu apa yang sedang terjadi dengan dirinya.Beberapa tetua mulai meragukan kekuatan Putra Azuta untuk mengalahkan Lanting Beruga alias pendekar kerdil yang memiliki aneka ragam teknik yang aneh.Beberapa saat yang lalu, Putra Azuta dengan Kian yang dikendalikan oleh dirinya, mencoba menyerang Lanting Beruga, tapi sayang sekali, pria kerdil itu malah berhasil menahan serangannya.Lebih jauh lagi, serangan Lanting Beruga rupanya lebih kuat dibandingkan miliknya sehingga tubuh asli Putra Azut
Bahkan mesikpun para pendekar medis telah turun tangan untuk membantu sesepuh tersebut, tapi entah kenapa luka dalam yang diterima oleh Putra Azuta dirasakan tidak membaik, bahkan semakin bertambah parah.Mulai khawatir dengan kondisi Putra Azuta, para pendekar medis datang lebih banyak lagi dari sebelumnya. Mereka mengirim aura alam untuk menyembuhkan pria tersebut, tapi pada dasarnya mereka tidak bisa menyembuhkan mental Putra Azuta yang semakin ditekan oleh Lanting Beruga.Dalam beberapa saat kemudian, Putra Azuta mendadak jatuh berlutut dengan darah segar yang keluar dari dalam mulut, bahkan darah dalam matanya pula.Tidak lebih dari lima menit saja, Putra Azuta yang telah menguasai tubuh Kian akhirnya kalah melawan Lanting Beruga yang tanpa melakukan apapun kepada pria tersebut.Hanya lima menit saja, sangat singkat bukan, orang-orang masih diselimuti rasa cemas tapi pertarungan ini telah berakhir.Namun berbeda dengan Putra Azuta,
Di hari yang sama semua peserta yang berhasil masuk dalam dua puluh besar resmi dilantik menjadi pendekar Sekte Lentera Es. Mereka mendapatkan sebuah identitas diri, berupa lencana yang terbuat dari perunggu. Lencana ini menunjukan bahwa mereka hanyalah pendekar kelas biasa di Sekte Lentera Es ini. Ada tiga level jabatan di sekte Lentera Es, pertama level biasa atau pula level rendah, yaitu bagi mereka yang baru beberapa tahun bergabung dengan Sekte Lentera Es.Kemudian level menengah dengan lencana yang terbuat dari perak, lalu level tinggi dengan lencana yang terbuat dari emas.Pendekar level tinggi ini ialah mereka yang telah lama bergabung dengan Sekte Lentera Es dan telah menyumbang kontribusi yang sangat besar bagi perguruan tersebut.Setelah level tinggi ini, maka seorang pendekar akan diangkat menjadi tetua yang mengurus sekte tersebut.Di Sekte ini, untuk naik level bukan hanya dinilai dari sisi kekuatan saja, tapi juga dari sisi kontribusi yang telah mereka lakukan kepad
Ketika di ruang medis, Azuta menyelinap ke dalam dan berhasil menemukan sosok pemuda terbaring tidak berdaya di atas ranjang megah.Keterkejutan, rasa haru, sedih dan senang bercampur aduk saat ini, ketika Azuta melihat tanda lahir putranya yang berada tepat di dada kanan pria tersebut.Tanda berwarna hitam berbentuk seperti daun itu, tidak lain adalah satu-satunya identitas Putra Azuta yang tidak akan hilang meskipun Azuta berusaha menutupinya.Seorang pria tiba-tiba datang mengejutkan Lanting Beruga, "kenapa kau ada di sini? Jangan-jangan kau berniat buruk kepada dirinya.""Tidak!" Azuta langsung bersujud di kaki pendekar itu, sambil menangis haru dan berkata, "Dia adalah putraku, dia adalah putraku, aku mengenali tanda lahirnya, biarkan aku yang merawatnya ..."Pria itu bernama Yuko, Putra tunggal Azuta yang telah lama hilang tanpa kabar setelah bertarung dalam pertandingan level elit.Sudah bertahun tahun, Azuta mencari keberadaan Yuko. Mendatangai banyak tempat, dan bertanya kepa
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m