Sesepuh penghianat menjadi geram mendengar ucapan Manik Angkeran. Pantas saja, Guru Rambai Kaca itu bisa menggunakan jurus-jurusnya tanpa hambatan yang berarti."Gunakan kemampuanmu!" ucap Manik Angkeran. "Aku ingin melihat seberapa lama kau bisa menyerang dari jarak jauh seperti itu!"Jika Manik Angkeran tidak salah duga, kemungkinan lawannya hanya bisa menggunakan 20 jurus level tinggi lagi dengan sisa tenaga dalam yang dia miliki.Itu artinya, selama Manik Angkeran bisa menahan semua serangan dari sesepuh penghianat, maka kemenangan ini sudah pasti menjadi miliknya.Energi pedang yang jauh lebih besar kini bergerak ke arah Manik Angkeran, tapi Guru Rambai Kaca tidak berniat menghindarinya karena jelas dia tidak mungkin bisa melakukan hal tersebut tanpa bantuan teknik meringankan tubuh.-Naga Perunggu-Manik Angkeran menciptakan sebuah pelindung berbentuk kepala naga berwarna hitam pekat. Boom.Benturan antara dua kekuatan terjadi. Energi pedang menghantam kepala naga yang menutupi
Rambai Kaca kini menghela nafas yang lega, sebab dua temannya kini berada di sini. Mereka akan melindungi dirinya."Terima kasih banyak," ucap Rambai Kaca, "berkat kalian, aku tidak jadi mati ...""Apa yang kau katakan, Saudara Rambai Kaca?" Kidang Alang balik bertanya, "apa yang kami lakukan kepadamu, itu belum seberapa dari apa yang kau lakukan kepada kami berdua. Sekarang cepatlah cari tempat yang aman, dan pulihkan tenaga dalammu. Kami akan menahan mereka di sini!"Rambai Kaca mengangguk tanda mengerti, kemudian bergegas pergi ke sebuah bangunan yang telah porak poranda karena pertempuran.Di sana, dia mengeluarkan dua sumber daya pelatihan. Satu untuk mengembalikan tenaga dalamnya, dan satu lagi untuk mengobati luka yang dia dapatkan.Walaupun mungkin sumber daya untuk mengobati luka tidak akan sepenuhnya menyembuhkan, tapi paling tidak luka yang didapatkan bocah itu bisa berkurang rasa sakitnya.Tanpa berpikir panjang lagi, dia segera menyerap ke dua sumber daya tersebut.Kira-k
"Perkenalkan namaku, Widura...""Ah, terima kasih karena membantu kami, Saudara Widura...," ucap Jalangka.Widura adalah prajurit muda yang berusia sama dengan Jalangka atau Pula Jaka Pati, baru beberapa puluh tahun saja. Namun bagi manusia, mungkin usia Widura sudah terbilang dewasa, bahkan usia 30 tahun sudah membuat manusia menikah. Namun bagi Ras para naga, usia tersebut masihlah remaja.Widura adalah prajurit muda yang tangguh, lagi cerdas. Dia dianggap sebagai seorang prajurit muda yang memiliki masa depan cukup baik.Impian Widura menjadi seorang Senopati utama, dan mengabdikan diri di Kerajaan Naga Utara. Dia begitu mengagumi sosok Raja Naga Sosro, dan berharap suatu saat nanti dia bisa menjadi ras naga sejati, seperti keluarga kerajaan."Kita harus bertempur bersama,"ucap Widura, "jika kita berpisah, musuh akan lebih mudah mengalahkan kita.""Aku setuju," timpal Jalangka.Jaka Pati yang sebenarnya masih merasa lebih kuat dibandingkan dengan Widura, pada akhirnya hanya bisa me
Saat ini, 1/4 wilayah Padepokan Naga Utara nyaris luluh karena pertempuran besar antara Pendekar Aliran Putih dan Penghianat yang berpihak kepada Pendekar aliran hitam.Tepatnya di pusat Padepokan Naga Utara, ada lebih banyak pendekar aliran putih yang telah terbantai oleh para penghianat. Yang tersisa hanyalah sedikit sesepuh berserta muridnya. Namun, bukan mustahil mereka juga akan tewas dalam pertempuran hari ini.Bagaimana tidak, racun kalajengking setan telah menjadi senjata yang sangat mematikan. Pendekar aliran putih tidak kuasa melawan musuh, meskipun terbilang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mereka."Aku tidak bisa menggunakan jurusku ..." Seorang sesepuh telah berusaha belasan kali untuk menggunakan jurus yang dia miliki, tapi sayang sekali semua yang dia lakukan pada akhirnya hanya sia-sia belaka.Tidak selang beberapa menit kemudian, dia malah tewas dibunuh oleh pria yang dianggapnya sebagai teman sekaligus sahabat dekatnya."Kau ...rupanya kau adalah penghianat."S
Waktu berlalu begitu cepat, pertempuran yang terjadi di Istana Naga Utara masih berlangsung begitu sengitnya.Jangan ditanya berapa banyak nyawa yang dikorbankan pada perang ini, sudah tidak terhitung jumlahnya.Baik di pihak Istana atau pula Cakar Hitam, sama-sama kehilangan banyak korban jiwa.Tanah yang kering kini basah dan berkecah oleh darah mereka. Disetiap mata memandang, hanya akan terlihat mayat yang bergelimpangan. Bahkan, mayat-mayat itu telah menumpuk seperti bangkai binatang yang tak berharga."Sudah saatnya mengakhiri perang ini!" Kukung Suna akhirnya mulai bergerak setelah cukup lama memperhatikan pertempuran dari jarak jauh."Ya, perang ini sudah cukup lama, jika kita tidak bertindak, akan ada banyak korban jiwa di pihak kita, ini akan merugikan Kelompok Cakar Hitam." Yang berbicara ini adalah Basaka, salah satu Petinggi Cakar Hitam yang berasal dari Padepokan Naga Selatan.Tubuh Basaka terbilang lebih kecil dibandingkan dengan tiga petinggi yang lain, tapi pria itu
Ketika menyadari murid dari Manik Angkeran dalam bahaya, Yaksa dengan cepat bergerak menuju remaja manusia tapi sebelum dia tiba, seseorang telah menghadang sesepuh tersebut."Kau akan jadi bagianku, Yaksa." Rupanya yang mengadang sesepuh itu adalah Jambang, salah satu petinggi Cakar Hitam.Sejak awal, Jambang sudah membulatkan tekad untuk melawan Yaksa, yang dikatakan sebagai salah satu sesepuh terbaik di Padepokan Naga Utara."Aku ingin menjajal kemampuan dirimu..." sambung Jambang.Yaksa melirik ke arah Rambai Kaca dengan cepat, masih berniat untuk membantu remaja itu, tapi saat ini Jambang tampaknya tidak akan melepaskan dirinya walau hanya sesaat."Ini gawat, Rambai Kaca bisa berada dalam masalah besar," ucap Yaksa."Tidak perlu kau hiraukan orang lain, Yaksa. Sekarang, yang perlu kau pikirkan adalah cara menghadapi diriku."Setelah berkata demikian, Jambang mulai menyerang Yaksa dengan permainan pedang yang dimiliki oleh dirinya.Teknik pedang kembar rupanya sangat berbahaya, in
Nyi Metu Lara tidak kuasa menahan serangan Rambai Kaca yang dilakukan pada jarak yang begitu dekat.7 kali sengatan petir mendarat di tubuh wanita tersebut, membuat dirinya muntah darah dan terlempar begitu jauh. Pedang yang dia gunakan bahkan tidak sempat dicabut dari tubuh Rambai Kaca.Kejadian itu membuat semua pasang mata yang menyaksikan hal itu, hanya tercengang dengan mata bak akan keluar. Mulut terbuka lebar, karena berpikir sangat mustahil seorang pendekar level dua bisa mengalahkan Nyi Metu Lara yang berada jauh di atas Rambai Kaca.Terkapar tubuh wanita itu, dengan sebagian besar kulitnya yang gosong terbakar. Sebagian pakaian yang digunakan oleh dirinya, dipenuhi dengan koyakan cukup lebar, hal ini membuat bagian sensitif tubuh wanita itu mengintip dari lubang pakaiannya."Nyi Metu Lara, apa yang kau lakukan?" Jambang hampir saja memaki Nyi Metu Lara, karena dianggap telah mempermalukan dirinya sendiri dengan terkena serangan seorang pendekar level dua.Sementara itu, Kida
Patih Neptala, adalah orang yang baru saja datang dan langsung menghadang tindakan Basaka, salah satu petinggi yang mencoba membunuh Rambai Kaca.Beberapa hari yang lalu, Patih Neptala mengemban sebuah tugas dari Raja Naga Sosro ke menuju Negara Naga Barat.Namun belum pula lama dia berada di tempat itu, salah satu telik sandi memberi tahu dirinya mengenai ancaman Cakar Hitam yang berniat menggempur Istana Naga Utara.Walau mungkin, Patih Neptala sedikit terlambat datang, tapi keberadaannya di sini mampu merubah alur dari medan pertempuran.Jikalah tidak ada Raja Naga Sosro di Istana ini, maka satu-satunya orang yang menjadi ancaman bagi musuh adalah Patih Neptala. Kekuatan pria tua itu, tidak berbeda jauh dengan Sang Raja.Karena itu pula, Patih Neptala juga ditunjuk sebagai guru bagi pangeran dan putri di kerajaan ini."Apa kau tidak malu, mengincar bocah kecil itu?" tanya Patih Neptala. Basaka meludah ke samping, sebelum kemudian dia langsung menyerang Patih Neptala dengan permai
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m