Waktu berlalu begitu cepat, pertempuran yang terjadi di Istana Naga Utara masih berlangsung begitu sengitnya.Jangan ditanya berapa banyak nyawa yang dikorbankan pada perang ini, sudah tidak terhitung jumlahnya.Baik di pihak Istana atau pula Cakar Hitam, sama-sama kehilangan banyak korban jiwa.Tanah yang kering kini basah dan berkecah oleh darah mereka. Disetiap mata memandang, hanya akan terlihat mayat yang bergelimpangan. Bahkan, mayat-mayat itu telah menumpuk seperti bangkai binatang yang tak berharga."Sudah saatnya mengakhiri perang ini!" Kukung Suna akhirnya mulai bergerak setelah cukup lama memperhatikan pertempuran dari jarak jauh."Ya, perang ini sudah cukup lama, jika kita tidak bertindak, akan ada banyak korban jiwa di pihak kita, ini akan merugikan Kelompok Cakar Hitam." Yang berbicara ini adalah Basaka, salah satu Petinggi Cakar Hitam yang berasal dari Padepokan Naga Selatan.Tubuh Basaka terbilang lebih kecil dibandingkan dengan tiga petinggi yang lain, tapi pria itu
Ketika menyadari murid dari Manik Angkeran dalam bahaya, Yaksa dengan cepat bergerak menuju remaja manusia tapi sebelum dia tiba, seseorang telah menghadang sesepuh tersebut."Kau akan jadi bagianku, Yaksa." Rupanya yang mengadang sesepuh itu adalah Jambang, salah satu petinggi Cakar Hitam.Sejak awal, Jambang sudah membulatkan tekad untuk melawan Yaksa, yang dikatakan sebagai salah satu sesepuh terbaik di Padepokan Naga Utara."Aku ingin menjajal kemampuan dirimu..." sambung Jambang.Yaksa melirik ke arah Rambai Kaca dengan cepat, masih berniat untuk membantu remaja itu, tapi saat ini Jambang tampaknya tidak akan melepaskan dirinya walau hanya sesaat."Ini gawat, Rambai Kaca bisa berada dalam masalah besar," ucap Yaksa."Tidak perlu kau hiraukan orang lain, Yaksa. Sekarang, yang perlu kau pikirkan adalah cara menghadapi diriku."Setelah berkata demikian, Jambang mulai menyerang Yaksa dengan permainan pedang yang dimiliki oleh dirinya.Teknik pedang kembar rupanya sangat berbahaya, in
Nyi Metu Lara tidak kuasa menahan serangan Rambai Kaca yang dilakukan pada jarak yang begitu dekat.7 kali sengatan petir mendarat di tubuh wanita tersebut, membuat dirinya muntah darah dan terlempar begitu jauh. Pedang yang dia gunakan bahkan tidak sempat dicabut dari tubuh Rambai Kaca.Kejadian itu membuat semua pasang mata yang menyaksikan hal itu, hanya tercengang dengan mata bak akan keluar. Mulut terbuka lebar, karena berpikir sangat mustahil seorang pendekar level dua bisa mengalahkan Nyi Metu Lara yang berada jauh di atas Rambai Kaca.Terkapar tubuh wanita itu, dengan sebagian besar kulitnya yang gosong terbakar. Sebagian pakaian yang digunakan oleh dirinya, dipenuhi dengan koyakan cukup lebar, hal ini membuat bagian sensitif tubuh wanita itu mengintip dari lubang pakaiannya."Nyi Metu Lara, apa yang kau lakukan?" Jambang hampir saja memaki Nyi Metu Lara, karena dianggap telah mempermalukan dirinya sendiri dengan terkena serangan seorang pendekar level dua.Sementara itu, Kida
Patih Neptala, adalah orang yang baru saja datang dan langsung menghadang tindakan Basaka, salah satu petinggi yang mencoba membunuh Rambai Kaca.Beberapa hari yang lalu, Patih Neptala mengemban sebuah tugas dari Raja Naga Sosro ke menuju Negara Naga Barat.Namun belum pula lama dia berada di tempat itu, salah satu telik sandi memberi tahu dirinya mengenai ancaman Cakar Hitam yang berniat menggempur Istana Naga Utara.Walau mungkin, Patih Neptala sedikit terlambat datang, tapi keberadaannya di sini mampu merubah alur dari medan pertempuran.Jikalah tidak ada Raja Naga Sosro di Istana ini, maka satu-satunya orang yang menjadi ancaman bagi musuh adalah Patih Neptala. Kekuatan pria tua itu, tidak berbeda jauh dengan Sang Raja.Karena itu pula, Patih Neptala juga ditunjuk sebagai guru bagi pangeran dan putri di kerajaan ini."Apa kau tidak malu, mengincar bocah kecil itu?" tanya Patih Neptala. Basaka meludah ke samping, sebelum kemudian dia langsung menyerang Patih Neptala dengan permai
Cairan yang dibawa oleh Nagin Arum dan Eruh Limpah rupanya berbeda dengan sumber daya yang dibawa oleh Yaksa. Cairan ini terasa sangat panas, sehingga membuat kerongkongan dan perut Rambai Kaca seolah terbakar."Ahkk ..." Rambai Kaca menjulurkan lidah, " cairan apa ini? apa mereka ingin membunuhku?"Namun tiba-tiba Rambai Kaca mulai merasakan energi panas menjalar di sekujur tubuhnya. Dia segera memeriksa luka di dada. "Lukaku perlahan menutup," gumam Rambai Kaca. Tentu saja cairan hijau merupakan sumber daya kualitas yang sangat tinggi, karena diramu oleh seorang tabib terbaik, Tabib Nurmanik.Bahkan di era Seno Geni, Tabib Nurmanik berhasil membangkitkan tenaga dalam Seno Geni hingga level maksimal, hanya dalam hitungan minggu saja. Meskipun resiko dari peningkatan tenaga dalam ini sangat besar, yang mempertaruhkan nyawa pendekar itu.Hanya dalam beberapa menit saja, kini tubuh Rambai Kaca kembali prima seperti sebelumnya. Lukanya menutup, meskipun tidak sepenuhnya sembuh. Namun, y
Manik Angkeran berhasil menumpas banyak musuhnya, tapi kini kondisi pria itu sungguh sangat memprihatinkan. Baru saja dia berhadapan dengan total 100 musuh sekaligus, dan menghabisi mereka semua, tapi bayarannya sangat mahal. Manik Angkeran kehilangan salah satu tangannya, dan menerima 25 tebasan serta 10 tusukan pedang.Ya, pria yang dianggap lemah dan cacat itu, telah menjadi tulang, daging dan penopang bagi teman dan rekan-rekannya.Dia laksana tongkat rapuh yang menjadi pegangan bagi orang lain. Namun kini, tongkat rapuh itu akan segera patah karena banyak retakan di tubuhnya.Manik Angkeran berdiri menatap ratusan mayat yang bergelimpangan di sekitar dirinya, matanya nanar tajam seperti bilah pedang.Bahkan, begitu banyak mayat itu akan sangat sulit berjalan lurus tanpa memijak atau menyenggol para mayat.Jauh di belakang dirinya, para sesepuh dan murid yang telah dilindunginya, hanya bisa menahan air mata setelah melihat kegigihan Manik Angkeran.Penyesalan demi penyesalan kini
Waktu berjalan begitu cepat, dan kini pertarungan mulai memasuki pase akhir. Kedatangan Pendekar Pedang Bayangan telah berhasil memukul pasukan Cakar Hitam, bahkan tidak sedikit orang-orang hebat yang berada di kelompok tersebut telah dikalahkan oleh mereka.Melarikan diri dari medan perang, merupakan tindakan paling tepat yang bisa dilakukan oleh pendekar aliran hitam saat ini.Namun, tampaknya istana hanya memungkinkan para pendekar level rendah yang boleh meninggalkan medan perang, tapi tidak dengan pendekar yang berada di level tinggi. Istana tidak akan memberi ampun."Pengecut!" teriak Jambang, "Siapa yang menyuruh kalian melarikan diri! perang ini masih belum berakhir!"Jambang tidak kuasa menahan amarahnya, kala pasukan yang dia pimpin malah memilih untuk meninggalkan dirinya sendiri.Karena hal itulah, Jambang malah melepesaakan energi pedang ke arah mereka semua. "Lebih baik kalian mati, Sampah tidak berguna tidak layak hidup di dunia ini..." Lebih dari 70 orang pendekar al
"Aku ingin bertarung ...""Brisik!" bentak Nagin Arum, "Tubuhmu saja sudah lumpuh seperti ini, masih merengek ingin bertarung.""Tapi ...masih banyak musuh yang harus dihabisi ...""Musuh-musuh! tugasmu sekarang sudah selesai, biarkan yang lain menghabisi yang tersisa.""Kakang Ayu, apa kau masih ada ramuan yang lain, berikan padaku."Plak.Nagin Arum menjitak kepala Rambai Kaca, sambil mengendus kesal. "Hentikan omong kosongmu, apa kau ingin mati?"Rambai Kaca tidak bisa lagi membantah, bahkan mengusap kepalanya yang terasa sakit saja dia tidak mampu apa lagi melanjutkan perang ini. Yang bisa dilakukan oleh Rambai Kaca, hanyalah fokus untuk memulihkan diri.Di waktu yang sama, Naru dan Lansana juga mulai memasuki babak terakhir dalam pertarungan mereka berdua.-Pedang Menderu, Menebas Batu-Lansana memasang kuda-kuda, mulai memadatkan tenaga dalam pada bilah pedang di tangannya. Di satu sisi, Naru juga telah bersiap menyambut serangan senopati tersebut. Dia masih cukup percaya diri
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m