Lanting Beruga berjalan melenggang masuk ke dalam kawasan Sekte Macan Giok. Dia melihat ada beberapa penjaga di pintu masuk, tampaknya sedang bermain dadu sambil dengan ditemani kendi-kendi tuak.
Ada lima kendi tuak besar di dekat mereka, dapat dipastikan orang-orang ini tidak dalam posisi baik-baik saja.
"Paman sekalian," ucap Lanting Beruga, menggaruk kepalanya sambil bertingkah bodoh, "apakah benar ini adalah Sekte Macan Giok?"
"Ha?" seorang pria mencegahkan kepalanya, matanya agar menyipit mungkin karena pengaruh minuman keras, "hoi anak muda, kenapa kau datang ke tempat ini?"
"Jadi benar ini adalah Sekte Macan Giok?" tanya Lanting Beruga lagi, kemudian dia memutar matanya, menyadari jika pria yang jatuh pingsan tadi merupakan bagian dari penjaga-penjaga ini, bukitnya pakaian mereka sedikit sama, meskipun tidak ada lambang Sekte. "Sial, aku sudah salah mengasihani orang."
"Aku sedang mencari pimpinan kalian?" ucap Lanting Beruga, "Bisakah aku m
Tetua itu langsung memasang juru, menyerang Lanting Beruga dengan energi tenaga dalamnya. Selarik cahaya hijau terang menerobos udara, mengarah ke tubuh Lanting Beruga.Namun, pemuda itu tepat tidak bergeming dari tempatnya. Dengan mengangkat tangan kanan ke atas, Lanting Beruga kemudian mengayunkannya ke bawah.Pada saat yang sama, sebuah pedang merah terbentuk di telapak tangan Lanting Beruga.Pedang itu menghancurkan selarik cahaya yang datang ke arah dirinya. Seolah memotong benda yang lunak, serangan dari tetua Sekte Macan Giok hancur begitu mudah.Jelas sangat terkejut, Tetua itu cukup yakin telah menggunakan banyak tenaga dalam untuk menyerang pemuda tersebut, tapi kenapa bisa dihancurkan dengan mudah.Tidak terima, tetua itu kembali menyerang Lanting Beruga dengan jurus-jurus level tinggi yang dimilikinya. Namun di sini, level tinggi tidak lebih kuat dari level rendah di Serikat Satria.Mungkin yang setara dengan level rendah di Seri
Lanting Beruga mulai serius, dia tidak bisa mengasihani para tetua ini, lebih-lebih tampaknya para tetua ini bukan berasal dari Sekte Macan Giok. Lebih tepatnya, mereka berasal dari Sekte Aliran sesat yang kini masuk ke dalam Sekte Macan Giok.Tanpa sedikitpun ragu, Lanting Beruga mengayunkan pedangnya. Darah mulai menodai pakaian pemuda tersebut, sesekali ada juga darah yang hinggap di wajahnya.Hanya dalam beberapa waktu yang singkat, Lanting Beruga berhasil mengalahkan semua tetua yang melawan dirinya.Sisa-sisa tetua harus mengalami kelumpuhan setelah kaki mereka terkena pisau bayangan pemuda tersebut.Masih dengan mata yang dingin, Lanting Beruga memandangi mayat yang bergeletakan disekitar dirinya, "Kalian memilih jalan yang salah ..." ucap Lanting Beruga.Kemudian pemuda tersebut menoleh ke arah tetua yang masih terluka, belum meninggal, "apa kau ingin seperti mereka?" tanya Lanting Beruga."Ti ...tidak ..." salah satu tetu berb
Angga Nurmeda baru saja melepaskan serangkaian serangan energi, tapi sedetik kemudian dia menyesali perbuatannya. Lanting Beruga bisa menghancurkan serangan tersebut seolah dia memotong benda yang lembut.Mungkin Angga Nurmeda perlu tahu, pedang di tangan Lanting Beruga merupakan salah satu pusaka yang banyak dicari oleh para pendekar-pendekar hebat. Pedang sisik naga hijau.Pusaka itu memang tidak memiliki roh, tapi penempaan pusaka tersebut menggunakan logam berkualitas paling baik.Di tangan Lanting Beruga, pedang itu bisa menjadi pemutus ikatan antara nyawa dan raga, atau malah sebaliknya dapat membantu ikatan nyawa dan raga yang nyaris terputus."Sejak kapan dia sekuat ini?" Angga Nurmeda mulai memaki Lanting Beruga dalam hati.Pemuda itu jelas telah berlatih sungguh-sungguh untuk menjadi pendekar tanpa tanding, dan tampaknya dia telah mencapai level tersebut di usia yang terbilang sangat muda. Angga Nurmeda merasa dirinya adalah pemuda paling
Angga Nurmeda bergerak ke depan untuk menyerang Kakas Mangkuraga, telapak tangannya telah berselimut tenaga dalam yang begitu padat.Hanya dalam sekali serangan Angga Nurmeda sangat yakin bisa membunuh Kakas Mangkuraga.Sekarang Kakas Mangkuraga benar-benar bingung, dia ingin menarik pedangnya, tapi teringat dengan ucapan Lanting Beruga untuk tidak mengeluarkan pedang dari sarungnya, jika dia ingin hidup.Namun, jika tidak menarik pedang, maka Angga Nurmeda yang akan membunuhnya saat ini. Mana yang harus dia pilih? Kakas Mangkuraga benar-benar bimbang.Semakin dekat Angga Nurmeda menuju ke arahnya, semakin takut bingung pula Kakas Mangkuraga saat ini.Sayang sekali, Angga Nurmeda tidak akan mendengar alasan apapun yang akan dijelaskannya. Pemuda itu telah gila.Kakas Mangkuraga mencengkram pedangnya dengan kuat, ingin sekali menarik pedang dan melawan Angga Nurmeda.Namun beberapa detik kemudian, dia melonggarkan cengkraman pedangnya.
Kakas Mangkuraga meminta beberapa penjaga membuka pintu penjara yang menahan para tetua Sekte Macan Giok."Aku tidak bisa melakukannya," jawab penjaga penjara, "Bisa-bisa aku dibunuh oleh Angga Nurmeda.""Dia sudah mati," jawab Kakas Mangkuraga, "Kau bisa melihat jasadnya di halaman markas."Penjaga itu masih enggan memberi kunci ruangan, hal ini membuat Lanting Beruga berinisiatif membuka pintu dengan cara menendang."Ini lebih mudah," ucap Lanting Beruga sambil tertawa kecil.Pintu penjara dibuat dari bahan logam yang cukup baik, akan sulit dihancurkan seperti yang dilakukan oleh Lanting Beruga.Melihat kekuatan itu, penjaga penjara tidak punya pilihan lain selain berlari keluar dari penjara ini.Wajah mereka semakin tegang setelah melihat ada banyak mayat bergelimpangan di halaman markas Sekte Macan Giok, dan lebih mengerikan lagi kepala Angga Nurmeda terpisah dari badannya.Setelah melepaskan semua tetua yang ditahan, Lanti
Di sisi lain sebuah pulau kecil yang berada jauh dari Benua Sundaland. Tempat dimana kelompok kecil yang bernama Organisasi Sayap Putih membuat markas.Pulau ini disebut ada dan tiada. Untuk masuk ke pulau ini seorang pendekar harus melewati tebalnya kabut dan hebatnya badai lautan.Namun melewati fenomena alam seperti itu bukan masalah bagi para pendekar Kelompok Sayap Putih.Setelah berhasil melewati cuaca yang begitu mengerikan, kau akan menemukan pulau kecil ini. Pulau yang begitu indah dan hijau.Terbentang padang bunga warna-warnai di pulau tersebut, gunung tinggi dan lembah luas yang mengalir deras sungai dingin.Tidak jauh dari lembah tersebut, berdiri sebuah bangunan yang terbuat dari anyaman bambu, dengan tiang rumah potongan pohon besar.Tidak begitu indah rumah-rumah di tempat ini, juga tidak terlalu banyak. Apakah mereka miskin? jelas tidak, Mereka adalah sekumpulan orang-orang dengan harta yang berlimpah ruah.Para pende
Bukan hanya ajaran Dewa Pemarah diserap begitu baik oleh Satrio Langit, tapi pemuda itu juga mulai terbiasa dengan sifat gurunya, dan yang hebat dia juga mulai suka marah-marah.Ada banyak pemuda seumuran Satrio Langit di tempat ini, para pemuda yatim yang diselamatkan oleh Arya Mandala dan mendapat didikan keras untuk menjadi pendekar tangguh.Namun rata-rata mereka memiliki jiwa spiritual yang tinggi, sehingga masa depan mereka sebagai pendekar akan lebih cerah dibanding dengan pemuda-pemuda lainnya.Namun diantara puluhan pemuda itu, hanya Satrio Langit yang mendapatkan didikan paling keras dan paling kejam dari gurunya.Suatu masa, Satrio Langit diminta untuk berlatih selama 30 hari lamanya tanpa makan kecuali satu teguk air di pagi hari, satu teguk air di siang hari dan satu teguk lagi di malam hari.Jika dia melanggar aturan Dewa Pemarah, bukan hanya hukumannya akan bertambah berat tapi mungkin pula dia akan dibunuh oleh gurunya sendiri
Kehadiran Lanting Beruga di Sekte Awan Berarak disambut meriah sekaligus haru oleh seluruh Sekte.Tiada angin tiada hujan, hari ini pemuda itu tiba-tiba kembali ke Sekte Awan Berarak dengan tampilan yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Ya, meskipun sifat bodohnya kadang kala muncul di saat yang tidak tepat.Kabar mengenai cucunya di dengar oleh Wulandari, wanita tua itu bersama suaminya bergegas meninggalkan rumah dan berjalan ke arah pintu gerbang Sekte Awan Berarak."Lanting, kau kembali ..." Wulandari berlari kecil, memeluk pemuda itu begitu erat.Air mata Wulandari tidak dapat dibendung lagi, begitupun sebaliknya. Tangis haru pecah di siang hari ini, luapan rindu yang tiada tara antara nenek dan cucu membuat beberapa murid yang menyaksikan hal tersebut tanpa sadar juga menangis karena haru."Ya, Lanting kembali Nenek ..." ucap Lanting Beruga."Aku kira kau melupakan orang tua ini, sudah lima tahun kau tidak kembali, sekarang tubuhmu ber
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m