Garuda Kencana mengalami hal yang aneh, bulu-bulunya tiba-tiba berdiri seolah bulu kuduk yang berdiri.
Mahluk itu kemudian bertingkah seperti orang mabuk, berjalan terhuyung lalu jatuh tersandar di permukaan akar pohon yang besar.
Matanya mungkin sedang berkunang-kunang saat ini.
"Garuda, apa kau baik-baik saja?" Lanting Beruga bergegas memeriksa kondisi burung tersebut, menggoyangkan tubuhnya, menarik dua sayap bahkan membuka paruhnya. "Hoi, apa kau baik-baik saja?"
"KLIK!" Garuda Kencana tersadar pula sebelum Lanting Beruga berniat menjejalkan jarinya kedalam kerongkongan burung tersebut.
"Klik Klik Klik!" Suara Garuda Kencana terdengar nyaring, tampaknya sedang memaki Lanting Beruga. 'Apa kau mau membunuhku, dasar manusia bodoh?'
Lanting Beruga tertawa kecil, menggaruk kepalanya lalu membuang muka ke sisi lain. Masih bersiul kecil seolah tidak melakukan sesuatu.
Namun akhirnya Lanting Beruga menyadari sesuatu, "tubuhmu bertambah be
Lanting Beruga terpaksa mengeluarkan mode ke empat, Dewa Api, hanya untuk mematahkan satu sayap burung aneh ini.Bersama burung itu, Lanting Beruga jatuh ke sisi hutan lain di pulau aneh ini. Dia jatuh dibagian hutan tanpa rumput, hutan gersang dengan pohon berduri seperti pohon dadap.Burung aneh yang menangkap dirinya jatuh tidak jauh dari tempatnya berada, matanya masih mendelik mungkin berniat memakan Lanting Beruga bulat-bulat.Tapi pemuda itu dengan sekuat tenaga, berhasil menghabisi burung itu sebelum dia sempat mematuk dirinya.Kepala burung itu terpisah.Klik Klik. Garuda Kencana akhirnya berhasil menyusul Lanting Beruga."Sepertinya kita berada di hutan gersang," ucap Lanting Beruga. "Aku telah memeriksa tempat ini, tapi tidak ada pohon penolong," Lanting Beruga menamai pohon yang dibenci siluman, sebagai pohon penolong, tapi sayangnya di hutan ini dia tidak menemukan pohon sejenis itu. "Sepertinya kita tidak akan tidur nyeny
Setelah menghabiskan makanannya, Garuda Kencana terbang ke langit dan mencari sebuah tempat yang diselimuti oleh es.Cukup lama burung itu berkeliling, sesekali dia bahkan diserang oleh burung-burung raksasa yang lain.Setelah menghabiskan setengah hari lamanya, Garuda Kencana akhirnya menemukan tempat yang diselimuti oleh es abadi.Tepat di puncak gunung tinggi yang menjulang melewati awan putih. Ada dua puncak gunung tersebut, satu puncak terdapat kawah aktif yang menggelegak, satu puncak diselimuti oleh es abadi.Lanting Beruga tidak melihat satu puncak yang diselimuti oleh es tersebut, karena terhalang oleh puncak merapinya.Kembali Garuda Kencana menemui Lanting Beruga, melawan bahaya dari burung raksasa yang mengincar dirinya."Klik Klik Klik ..." Garuda Kencana berkicau dengan parau, sedikit mengupat tindakan burung besar yang mengejar dirinya. 'Jika aku cukup besar, akan kukejar mereka semua!' ucap Garuda Kencana.Lanting Beru
Butuh berhari-hari bagi Lanting Beruga untuk memanjat cadas tinggi itu. Di hari ke tiga dia telah melewati awan putih yang dingin. Lanting Beruga berhenti sejenak.Tiga hari tidak makan membuat dia mulai lelah, air pun tidak ada untuk diminum. Ketika malam hari, udara benar-benar terasa dingin menusuk kulit.Beruntung dia menggunakan pakaian dari bulu-bulu kelinci, jika tidak entahlah apa yang akan terjadi dengan pemuda tersebut, mengingat dia lebih terbiasa dengan sesuatu yang panas dibandingkan dengan dingin.Setelah berhenti satu malam, Lanting Beruga kembali memanjat cadas pegunungan ini. Di hari ke 7 akhirnya pemuda itu berhasil mencapai puncak tertinggi gunung yang diselimuti oleh es abadi."Aku sangat lapar ..." ucap Pemuda itu, terkapar di permukaan es yang dingin. "Sial, aku juga kedinginan ...."Garuda Kencana memeluk Lanting Beruga dari belakang, dengan sayap yang tebal. Tapi tetap saja, pemuda itu tidak bisa bertahan terlalu lama dengan
Lanting Beruga mulai menarik nafasnya, setelah memakan 3 buah timun es abadi yang sebenarnya berukuran kecil, hampir sebesar ibu jari hanya saja sedikit panjang.Rasa timun itu sangat dingin, tapi juga sedikit pahit. Benar-benar makanan yang tidak enak, tapi mungkin karena itulah dia mengandung khasiat yang cukup tinggi.Setelah beberapa waktu lamanya, Lanting Beruga menghembuskan nafas hijau dari dalam mulutnya. 3 buah timun es abadi sudah diserapnya dengan sangat cepat.Tidak ada kesulitan berarti bagi Lanting Beruga, ini karena dia telah terbiasa menyerap sumber daya pengeras tulang kualitas langka. Jadi menyerap timun es abadi, tidak terlalu sulit.3 timun es abadi tentu tidak terlalu berdampak kepada tulang Lanting Beruga, jadi di hari yang sama dia menyerap 3 timun es lagi.Dalam satu hari Lanting Beruga bisa menyerap 15 timun es abadi.Setelah satu minggu lamanya, Lanting Beruga baru merasakan jika ada pertumbuhan kualitas tulan
Seolah baru saja disengat oleh listrik, Lanting Beruga tertegun cukup lama. Dia tidak bergerak dari tempatnya, masih terpaku dengan tindakan yang dilakukan oleh pria berjubah gelap tersebut. Hanya dengan sekali serangan, seluruh siluman yang mengelilingi pohon apel jin musnah, meninggalkan mustika siluman di tanah. "Anak muda ..." ucap pria tersebut, "aku tahu kau ada di sana, keluarlah!" Lanting Beruga menelan ludahnya sekali, tidak mengerti bagaimana orang berjubah gelap itu mengetahui posisinya yang cukup jauh dari lokasi kejadian. "Aku sudah mengamatimu sejak dulu, jadi jangan bersembunyi lagi ..." Mendengar hal itu, Lanting Beruga bertambah heran sekaligus takut. Dengan langkah perlahan, Lanting Beruga mendekati pria berjubah gelap tersebut. Semakin dekat, semakin membuat tubuh Lanting Beruga menggigil. Mata kiri pemuda itu berdenyut lebih kuat saat ini, seolah melihat raja siluman purba yang berbahaya. "Kau menginginkan b
Pramudhita berbicara kepada Lanting Beruga, membuat pemuda ini menjadi terkejut seolah terpaku dengan bumi.Pramudhita akan melatih Lanting Beruga, alias dia akan menjadi gurunya di tempat ini."Jika kau bisa melihatku di alam nyata, aku mungkin sudah mengajarimu banyak hal tentang ilmu pedang," ucap Pramudhita. "Sayang, bangsa kami tidak bisa keluar di alam manusia sesuka hati kami, seperti siluman."Mendengar hal itu, mata Lanting Beruga berbinar-binar. Sebuah kebahagian yang teramat sangat baginya, menemukan sebuah guru sekuat Kakeknya."Teknik Angkara Jagat akan sulit dipelajari tanpa memahami semua pecahan teknik tersebut, tapi aku yakin kau sudah mengetahui hal itu, bukan?""Eyang, aku menguasai Teknik Awan Berarak, dan memahami sedikit teknik pedang emas, tapi aku tidak tahu mengenai teknik pedang bayangan.""Karena hal itu, aku akan mengajarimu teknik pedang bayangan ..." ucap Pramudhita.Hari ini juga, Pramudhita mulai menjel
Berhari-hari Lanting Beruga melatih diri untuk bisa memadatkan energi di telapak tangannya. Namun hal itu bukan tindakan yang mudah dilakukan.Hujan badai dan panas terik dia lalui, Lanting Beruga berusaha sekuat tenaga berlatih.Ketika malam hari, Pramudhita meminta Lanting Beruga melakukan meditasi atau tapa brata. Tujuannya hanya satu, agar pikiran pemuda itu menjadi tenang dan fokus.Bahkan Seno Geni membutuhkan waktu bertahun-tahun dalam tapa brata, yang membuatnya hampir lupa caranya untuk bangun."Kurangi nafsu makanmu!" ucap Pramudhita. "Kebanyakan makan bisa membuat orang bodoh.""Apa? tapi aku ...""Jangan membantah gurumu!" bentak Pramudhita.Lanting Beruga menghela nafas berat, boleh jadi dia berlatih gigih sepanjang hari, tapi tanpa makanan dia kehilangan semangat.Ya, Pramudhita menyarankan Lanting Beruga melakukan meditasi, kemudian puasa di siang hari. Salah satu cara menguatkan jiwa adalah puasa dan tapa
Persiapan sudah selesai, Lanting Beruga duduk bersila di atas gubuk reot dan mulai menelan satu buah kacang lima warna.Baru pula kacang itu melewati batang kerongkongannya, Lanting Beruga sudah merasakan sensasi menyakitkan. Seolah dia baru saja menegak racun yang kuat.Namun, dia sudah terbiasa dengan rasa sakit setiap kali menyerap sumber daya pelatihan penguat tulang, jadi hal seperti ini tidak membuat dirinya terkejut.Menarik nafas dalam-dalam, Lanting Beruga mulai menyerap khasiat kacang lima warna dan disebarkan ke seluruh tubuhnya.Hari demi hari dilaluinya dengan rasa sakit, membuat tubuhnya kadang kala menyala seperti udang rebus, tapi kadang kala bergetar seperti kedinginan."Fokuskan pikiranmu, tenangkan jiwamu, jangan dipengaruhi oleh rasa takut dan amarah ..." ucap Pramudhita. "Jangan biarkan rasa sakit menguasai perasaan, karena sejatinya semua 'rasa' dapat dikendalikan, maka kau bisa menghilangkan rasa sakit itu dengan fikira
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m