"Bos ... perempuan pesanan, Bos sudah menunggu di kamar." Salah satu anak buah Topan melapor padanya begitu pria itu tiba di club sekaligus tempat perjudian miliknya.
Topan tersenyum puas. "Bagus dan jangan ada yang menggangguku." Pria itu memberi perintah pada anak buahnya, lalu naik ke lantai tiga clubnya, dan memasuki kamar khusus miliknya.
Begitu masuk ke dalam kamar, terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Pakaian si wanita yang sudah di sediakan untuk melayaninya berserakan di lantai begitu pun pakaian dalamnya. Topan tersenyum sambil mengambil celana dalam wanita itu lalu membawanya ke hidung dan menghirupnya dalam-dalam. Nafsu liar langsung bergejolak dalam diri Topan, dia menghampiri pintu kamar mandi dan membukanya. Di bawah guyuran air pancur di kamar mandi itu, berdiri seorang wanita cantik dengan tubuh menggoda sedang berdiri telanjang.
Nafas Topan seperti banteng begitu melihat mangsanya. Mata mereka
RizkaSepertinya tadi malam aku tidak bermimpi kalau Langit tidur bersamaku, tapi pagi ini, saat aku bangun, dia sudah tidak ada. Aku melihat bekas tanda dia tidur di sisiku tadi malam. Aku melihat jam di meja samping tempat tidurku. Dan ternyata sudah jam sembilan pagi !Astaga ... aku sudah terlambat ke kantor !Aku melihat ada kertas memo di dekat jam di atas meja."Kalau kau sudah bangun, turun ke bawah untuk sarapan, kau libur hari ini."Ini memo dari Langit.Aku bangkit dari tempat tidurku, langsung masuk ke kamar mandi sikat gigi dan mencuci wajahku, lalu turun ke bawah dengan celana pendek dan kaos yang kupakai tidur tadi malam. Saat aku memasuki ruang makan di sana sudah ada Langit yang sedang membuat sarapan. Dia tidak memakai baju, hanya memakai celana panjang Cotton, dan aku tidak tahu dari mana dia mendapatkan itu."Hai, kau suda
Langit Saat kami tiba di rumah Opa, kami bertemu dengan ayahku yang juga baru sampai. "Kalian juga dipanggil si tua itu?" Aku dan Rizka mengangguk."Aku harap pertemuan ini penting," ucap ayahku mendengus jengkel. "Opa mau membicarakan apa Pi?" tanya Rizka."Papi tidak tahu, tapi Opa kalian tidak berhenti seharian ini mengganggu Papi." Ayahku mendengus jengkel. Kami masuk ke dalam rumah, dan Opa sudah menunggu kami di ruang keluarga dan hanya ada kami berempat di sini, Opa, ayahku, aku dan Rizka.Kami semua duduk di kursi. "Apa Ringgo dan Roe juga harus di tunggu?" tanya ayahku. "Tidak, aku perlu bicara pada Rizka sebenarnya dan kau sebagai ayahnya perlu ada di sini." "Rizka kenapa?" Ayahku bertanya mengerutkan keningnya. Opa manatap Rizka."Rizka, apa benar kalau kau dan Cameron tidak lagi melakukan pe
Langit "Lang, apa kau sudah tahu kalau Topan mati di Clubnya dua malam yang lalu? Rumornya sih dibunuh," kata Clara begitu dia masuk ke ruangan kerjaku bersama Jack.Aku meminta Jack datang pagi ini, begitu juga dengan Boots.Clara, sudah pasti memaksa ikut bergabung pagi ini, tapi aku rasa tidak masalah, bagaimana pun dia banyak tahu tentang keluarga Adhiyaksa."Aku yang membunuhnya." Aku menjawab.Mereka berdua terbelak."Kenapa kau langsung membunuh dia?, kau kan bisa menahan dia sebagai informan kita?" Jack menatapku tak percaya."Dia sudah tidak terlalu penting, karena informasi penting itu sudah aku dapatkan dari bajingan itu.""Info apa?" Clara langsung semangat mendengar kata informasi."Aku−""Pagi semua" tiba-tiba pintu terbuka dan Boots masuk
Setelah kepergian Boots dari markas, Clara menceritakan padaku dan Jack, kalau informan yang dia maksud yang telah membawanya pada Panji Adhiyaksa dan memberi dia data-data kelompok New World Warrior adalah Cameron Syalendra.Aku jadi bertanya-tanya, mengapa Cameron Syalendra tahu tentang semua ini dan apa hubungannya dengan dia?Alasanku untuk bertemu dengan Cameron semakin kuat, bukan hanya sekedar mencari tahu apakah Boots benar-benar anak keluarga Syalendra. Sedangkan tentang diriku, yah lihat bagaimana nanti.Tiba-tiba ponselku berdering ternyata panggilan dari Ringgo."Halo""...........""Dia di mana sekarang?""......""Beritahu aku jika Ronan sudah sampai di Jakarta."Aku mengetatkan rahangku mendengar berita dari Ringgo."Ada masalah apa lagi Lang?" Jack
"Max, sekarang kau digendong Daddy Langit dulu, oke?""Dada..." Bocah itu berceloteh sambil memandang ayahnya dengan gembira."Good boy." Lalu Cameron menyerahkan anaknya padaku. Max memandang kami secara bergantian, tiba-tiba dia mengulurkan tangannya padaku.Dengan gugup aku menerimanya, begitu dia dalam gendonganku kedua tangannya merangkum wajahku, dia menatapku serius, tiba-tiba dia menggigit hidungku. Aku meringis dan terkejut. Air liurnya pun menempel di hidungku."Wah, sepertinya Max menyukaimu," kata Cameron tertawa."Dengan cara menggigit dan memberi air liur?" Dan Max semakin tertawa saat aku berbicara."Itu tanda-tanda kalau dia menyukaimu.""Dada..." Kali ini Max memukul pipiku dengan kedua tangannya, dan berteriak girang."Bagaimana kau bisa mengerti?"
Lagu The Money song dari Dean Martin dan Jerry Lewis memenuhi Ball Room, Oregon Hall. Tamu yang hadir, dari elit pemerintah, pengusaha, dan artis-artis terkenal. Tamu dibatasi , karena acara ini hanya untuk orang-orang eksklusif dan yang dianggap keluarga Syalendra spesial.Menjadi orang terkaya nomor satu di Asia, bukan hal sulit untuk Cameron Syalendra mendatangkan siapa pun.Semua tawa dan keceriaan orang yang hadir dibeli oleh Cameron Syalendra melalui uangnya karena yang datang rata-rata hanya untuk keuntungan mereka. Ada penjilat, musuh, dan juga sahabat, tapi musuh lah yang paling banyak hadir.Tapi semua kesenangan ini semu, tidak ada yang benar-benar bahagia di sini, semua demi ambisi dan keuntungan. Memanfaatkan adalah garis besarnya.Toh kehadiranku, Jack dan juga Clara juga dengan alasan yang sama, kami memanfaatkan malam ini untuk mencari tau orang-orang yang kami curigai.
"Adikmu Rizka akan di bawa ke Yorksire, Inggris, untuk upacara Paradise party di festival minggu ini dan dia akan dijadikan budak sebagai korban persembahan untuk acara itu"Aku meremas kertas yang berisi pesan yang ditemukan anak buahku tadi pagi di halaman markas. Aku mengambil pistolku dan berjalan ke arah pintu ruanganku."Kau mau ke mana?" Jack menahanku saat aku membuka pintu. Dia baru tiba bersama dengan Clara."Aku akan membunuh Boots sekarang juga," ucapku geram."Kau jangan gila Langit, masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan kemarahan. Kita harus hati-hati bertindak." Jack mendorongku masuk kembali ke ruang kerjaku.Aku melemparkan kertas pesan tadi pada Jack."Menurutmu ini dari Boots?" Jack menatapku setelah membaca isi pesan itu.Aku terdi
Saat ini aku sudah di rumah opa bersama semua keluarga Tahitu.Kami semua duduk di kursi ruang tengah dan suasana terasa tegang. Ayahku terlihat sangat marah tapi memilih tidak banyak berkomentar dan tidak berusaha menyalahkan siapa pun.Mami Jenia yang terus menangis, Ringgo yang memandangku dengan tatapan membunuh tapi memilih bersikap bijaksana tanpa memperkeruh keadaan.Ronan yang masih dalam proses pemulihan juga memilih tidak berkomentar. Sedangkan opa, dia terlihat bingung, dan merasa bersalah, bersamaan juga kelihatan marah."Jadi sekarang ini Rizka di Inggris?" Ringgo bertanya setelah aku menceritakan surat kaleng yang dikirim tadi pagi padaku."Bisa, ya, bisa, tidak, kami sudah mencari keberadaan Rizka di sini, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya di sini." Aku menjelaskan padanya."Jadi pesta apa yang dimaksud dalam pesan itu dan apa hubu
Langit Berita kematian Dharma dan Panji Adhiyaksa semakin menggegerkan negeri ini, bahkan sampai ke luar negeri. Pistol yang ditemukan di tangan keduanya, menunjukkan seolah-olah mereka berdua bunuh diri. Spekulasi pun bermunculan. Mungkin karena malu, mereka memilih bunuh diri. Tapi tidak sedikit juga yang berasumsi kalau mereka sengaja di bunuh. Tentu saja berita bunuh diri itu bohong. Dharma bukan orang yang mudah putus asa sehingga harus membunuh dirinya sendiri dan mengajak putranya melakukan hal bodoh itu. Sudah jelas mereka di bunuh. Pihak kepolisian dikecam. Bagaimana mungkin kedua ayah anak itu lolos membawa senjata ke dalam tahanan. Atau bagaimana mereka mendapatkan senjata itu? Kalau mereka dibunuh, siapa yang melakukannya? Namun masyarakat kebanyakan tidak peduli pada kematian para Adhiyaksa itu. Kalau pun mereka hidup, tidak ada yang bisa menjamin mereka akan mendapat hukuman yang setimpal kejahatan mereka melihat bagaimana kondisi keadilan di negeri ini. Tidak ada
Joachim Bameswara menoleh ke arah pintu ruang tahanannya saat seorang penjaga penjara mengetuk pintu. "Ada tamu untuk, Bapak," kata si sipir penjara. Joachim Bameswara, seorang mantan Menteri Pertahanan yang juga seorang Jendral dari militer Angkatan Darat republik Indonesia itu mengangkat wajahnya tinggi, ingin menunjukkan dia masih harus disegani.Tentu saja sipir penjaga itu takut padanya. Dia bangkit dari tempat tidurnya yang empuk, dan mematikan televisi yang sedang dia tonton. Sudah bukan rahasia lagi kalau di negara ini, tahanan dari pejabat pemerintahan mendapat pelayanan eksklusif. Kamar tahanan yang nyaman, lengkap dengan kamar mandi dan televisi, bahkan fasilitas mewah lainnya. Membuat para tikus-tikus penjahat berdasi itu tidak akan pernah kapok dengan kejahatan mereka. Fasilitas itu juga yang di dapatkan oleh Joachim Bameswara dan Keluarga Adhiyaksa yang saat ini juga sedang di tahan.
Dharma langsung menatap Boots angkuh menutupi keterkejutannya. "Jadi kau ingin balas dendam padaku?" Dharma tertawa mencemooh. "Ibumu hanya anak haram tak berarti, dia dan ibunya sama-sama murahan, dia pantas diperkosa. Dan aku sangat menikmatinya saat melakukan itu." Pria itu menyeringai bak iblis.Boots tersenyum. "Sepertinya tidak akan ada acara haru biru di antara kita ... Ayah." Boots menekan kata ayah dengan nada jijik.Dharma kembali tertawa sampai wajahnya terangkat keatas. Lalu memandang Boots rendah. "Kau pikir aku sudi mengakuimu sebagai anak?" Dia meludah.Boots mengangkat bahunya. "Kalau begitu, aku akan jadi anak durhaka sepertinya." Boots pura-pura sedih."Apa maksudmu?"Boots tersenyum. "Bukti kejahatanmu dan putramu sudah di tanganku selama ini, dan sudah kuserahkan pada Langit, anak Alfredo. Jadi walaupun kau membunuhku malam ini, kau akan tetap hancur
"Lang, berita sudah viral walaupun banyak juga yang tidak percaya, karena yang menyebarkan namanya tidak jelas," kata Clara tertawa saat kami di ruang kerjaku."Tidak masalah yang kita mau reaksi Dharma""Jadi apa rencana kita selanjutnya?" Dia bertanya lagi.Tiba-tiba pintu ruang kerjaku terbuka dan kami terkejut melihat siapa yang datang. Walau pun aku sudah menduganya."Kalian punya kopi?" Boots masuk dengan tenang dan langsung duduk, lalu meletakkan amplop cokelat besar dan tebal di hadapanku."Kopi segera datang," jawab Clara antusias dan langsung memesan pada anak buahku."Jadi semua ini rencanamu?" tanyaku tajam.Dia mengangkat bahunya. "Semua bukti kejahatan Dharma dan anaknya ada di situ." dia menatapku sambil menunjuk amplop."Dan kau ..." Dia melirik Clara. "Jangan mempublikasikan ini sebelum
Langit Kami tiba di Jakarta tadi malam, dan pagi ini, aku, Jack dan Clara duduk bersama di ruang kerjaku.Stephen masih kutugaskan untuk menjaga Rizka. Walaupun sekarang Ronan yang mengambil alih perusahaan keluarga, tapi Rizka masih tetap bekerja."Jack, aku melihat Baron kemarin di club, dia yang menolong kami keluar.""Baron adalah belahan jiwa Boots setelah Stephen. Kau mengerti maksudku kan?" jawab Jack"Berarti yang mengirim pesan padaku adalah Boots." Aku bergumam.Jack hanya menatapku. "Ngomong-ngomong , aku sudah memeriksa berkas yang ada pada Clara" Jack meletakkan beberapa kertas yang dijepit jadi satu."Dokumen-dokumen ini adalah surat pernyataan persetujuan Presiden untuk ekspor minyak besar-besaran ke luar negeri, tapi menurut informanku di dalam istana, pengeksporan minyak dibatalkan , karena kuota di dalam negeri bisa mi
"Tolong antar ke kamarku susu dan madu! sekarang!"Aku langsung mematikan telepon kamar setelah meminta room service mengantar pesananku. Susu dan madu akan membantu menetralisir obat perangsang yang terminum oleh Rizka."Lang ... panas, akuuhhh..." Dia sekarang melenguh sambil menggosok-gosokan badannya dengan tangannya dan menghampiriku."Rizka−" Dia langsung menciumku dengan ganas sambil menggosok-gosokan tubuhnya di tubuhku.Sialan!Dia memelukku erat, pupil matanya membesar, nafasnya memburu. Tubuhnya panas. Dan sekarang dia menggesekkan dirinya padaku.Holy shitAku menarik wajahnya dan memperhatikan apa yang dia rasa. Rizka tersiksa. Aku lebih tersiksa. Nafasnya semakin memburu. Kuhusap pipinya dengan lembut. Ketukan pintu terdengar, aku mendorong tubuh Rizka pelan, lalu membuka pintu. Room service membawa s
Rizka Aku terbangun dan badanku semua sakit juga pegal. Kepalaku juga pusing dan rasanya aku ingin muntah."Wah, sepertinya reaksi obat itu tidak terlalu baik untukmu sleeping beauty."Suara laki-laki?Aku menoleh ke suara tersebut.Seorang pria bertubuh tinggi, tidak terlalu besar tapi berotot, umurnya kira-kira di atas dua puluh lima tahun dan tampan berdiri memandangku sambil tersenyum."Namaku, Baron." Dia memperkenalkan dirinya.Aku menggerakkan badanku. Ternyata kedua tangan dan kakiku di ikat dengan rantai di empat sisi tempat tidur. Dan baju yang kupakai masih dressku tadi malam.Di mana aku?Siapa pria ini?Terakhir aku berada di pesta Cameron, lalu aku ke toilet dan tiba-tiba gelap. Aku yang baru sadar dan juga pusing membuatku masih bingung dengan situasi sekarang.
Saat ini aku sudah di rumah opa bersama semua keluarga Tahitu.Kami semua duduk di kursi ruang tengah dan suasana terasa tegang. Ayahku terlihat sangat marah tapi memilih tidak banyak berkomentar dan tidak berusaha menyalahkan siapa pun.Mami Jenia yang terus menangis, Ringgo yang memandangku dengan tatapan membunuh tapi memilih bersikap bijaksana tanpa memperkeruh keadaan.Ronan yang masih dalam proses pemulihan juga memilih tidak berkomentar. Sedangkan opa, dia terlihat bingung, dan merasa bersalah, bersamaan juga kelihatan marah."Jadi sekarang ini Rizka di Inggris?" Ringgo bertanya setelah aku menceritakan surat kaleng yang dikirim tadi pagi padaku."Bisa, ya, bisa, tidak, kami sudah mencari keberadaan Rizka di sini, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya di sini." Aku menjelaskan padanya."Jadi pesta apa yang dimaksud dalam pesan itu dan apa hubu
"Adikmu Rizka akan di bawa ke Yorksire, Inggris, untuk upacara Paradise party di festival minggu ini dan dia akan dijadikan budak sebagai korban persembahan untuk acara itu"Aku meremas kertas yang berisi pesan yang ditemukan anak buahku tadi pagi di halaman markas. Aku mengambil pistolku dan berjalan ke arah pintu ruanganku."Kau mau ke mana?" Jack menahanku saat aku membuka pintu. Dia baru tiba bersama dengan Clara."Aku akan membunuh Boots sekarang juga," ucapku geram."Kau jangan gila Langit, masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan kemarahan. Kita harus hati-hati bertindak." Jack mendorongku masuk kembali ke ruang kerjaku.Aku melemparkan kertas pesan tadi pada Jack."Menurutmu ini dari Boots?" Jack menatapku setelah membaca isi pesan itu.Aku terdi