Aku berusaha membujuknya, "Dik, lepaskan kakak."
Tanpa melihatku, dia menjawab, "Ayah akan melampiaskan nafsunya ke aku. Kalau kakak gak ada."Ucapannya membuatku tercengang. Bisa-bisanya anak kecil seperti dia ngomong seperti itu.
Tiba-tiba Jason datang dan langsung menarik rambut Lia yang lagi duduk, hingga terpaksa Lia harus berdiri.
"Ini mainan Walkie talkiemu kenapa bisa di dalam mobil Ayah?"Lia benar-benar aneh, tidak terlihat kesakitan sedikitpun, "Aku gak sengaja meninggalkan alat komunikasi genggam itu di dalam mobil, saat ayah antar aku ke sekolah pagi tadi. Kalau aku pinjam kunci mobil, pasti ayah tidak mau memberikannya. Meski aku hanya ingin mengambil sesuatu. Jadi aku terpaksa bilang gitu. Biar ayah sendiri yang ambilkan."Jason benar-benar kejam. Dia membanting anaknya sendiri.Brakkk."Bisa-bisanya kamu membodohi ayah. Kamu dihukum keliling rumah, tiga belas kali." Teriak Jason.
Lia segera bangun. Mengambil mainannya kemudiaSaat Lia pergi, aku mulai berpikir. Jika ayah ke sini. Dia pasti merasakan keberadaanku dan tidak akan pergi begitu saja. Aku segera menuju dinding. Mencari celah untuk melihat ayah yang masih aku yakini ada di luar. Aku menggunakan celah di dinding yang di bawah untuk melihat ke luar. Terlalu kecil. Aku kembali berusaha meninggikan badan dengan berjongkok untuk melihat celah lain yang lebih besar di atasnya. Meskipun sulit aku tidak menyerah hingga akhirnya aku bisa melihat melalui celah itu. Terlihat olehku halaman di depan pintu rumah. Aku sedih, tidak ada ayah di sana. Air mataku menetes. Tiba-tiba aku sadar. Ada sosok burung putih di tengah halaman. Saat aku perhatikan itu seperti burung Merpati. Cuma ada seekor. Aneh biasanya mereka berpasangan. Brakkk...Aku kaget. Tiba-tiba ada yang terjatuh. Salah satu genteng dari tanah liat tergeletak di lantai di depanku. Aku segera melihat ke atas. Aku tercengang melihat tiga burung Gagak dari lubang atap yang
Ali cukup lama di kasir jadi perhatianku fokus pada dua pria dan satu wanita di depan. Yang membuatku terusik dua pria itu duduk bermesraan. Bahkan aku bisa mendengar pembicaraan mereka yang bikin aku emosi. "Indi, kamu butuh uangkan? Jadi tidak perlu pikir-pikir lagi. Kami berdua cuma menyewa rahimmu untuk menghasilkan anak." Ucap salah satu pria sambil merangkul pria lainnya di depan seorang wanita.Aku yang tahu maksudnya apa. Langsung menghampiri mereka.Aku meluapkan amarahku di sana, "Apa-apaan kalian. Menyewa rahimnya. Sama saja merendahkan martabatnya."Salah satu pria berdiri di depanku, "Kami LGBT punya hak. Kamu tidak bisa menjadi tuhan untuk orang lain." Badannya yang kekar, tidak membuatku takut bahkan tetap melawan, "Kelainan pada kalian itu bukan hak. Tapi penyakit. Sama seperti penyakit jiwa, kalian bisa disembuhkan. Perlu kalian tahu, Tuhan juga melarang hal seperti ini." Mataku terpejam saat pria itu mencoba menamparku. Seakan tidak
Sesampainya di Villa milik ibu aku segera mengetuk pintu. Berharap ibu ada di sana. Lama aku mengetuk tapi tidak ada sahutan. Ali menghampiriku, "Kamu yakin ibumu ada di sini?"Aku menghentikan mengetuk, lalu duduk sambil bersandar di pintu."Dulu ini rumah ayah. Kemudian direbut oleh seseorang dan diruntuhkan. Ibu mengambilnya kembali setelah ayah meninggal. Lalu membangun Villa di sini. Ibu biasa ke sini setelah berkunjung ke perusahaan tante Yasmine."Tidak sadar curhatanku mengingatkanku sesuatu, "Oh iya, pasti Tante Yasmine tahu tentang ibu dan Kakak. Ayo kita ke sana." Ajakku. Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang pria keluar dari rumah. Dia Pak Canavaro, penjaga Villa. Aku biasanya memanggil Paijo."Nona sudah sembuh?" Tanyanya.Apa Paijo tahu aku pernah gila, aku khawatir jika Ali tahu. Dia pasti akan takut denganku.Aku segera mengalihkan topik pembicaraan, "Ibu dan Kakak ada di sini!"Paijo terlihat panik, dia tidak menjawab justru membicarakan hal
Aku mengambil pakaiannya dan bersiap pergi, "Temani aku ke kantor polisi, pria itu tidak bisa dibiarkan. Bahaya bagi gadis lain. Mereka mungkin tidak seberuntung aku." Kami ke kantor polisi menggunakan Angkot. Saat aku melaporkan yang terjadi. Polisi itu juga melaporkan informasi ke aku secara tidak langsung. "Di mana ayahmu sampai membiarkan putrinya dalam bahaya?"Aku kaget, "Jadi benar, ayahku masih hidup."Polisi itu kembali menjawab, "Bapak rekan kerja ayahmu dulu, beberapa hari yang lalu ayahmu ke sini melaporkan Yasmine yang melakukan percobaan ilegal terhadap tubuh manusia, kemudian dia pergi."Aku senang sekaligus marah, "Jangan pernah salahkan ayahku. Beliau sedang mencari ibu dan kakak."Polisi itu menjelaskan, "Kamu harus tahu! Ibu dan kakakmu sudah tidak ada."Aku terkejut, "Aku tidak percaya!" Teriakku. Saat aku pergi, polisi itu bicara, "Sebaiknya datangi kuburan ibumu." Aku keluar dari kantor polisi itu dalam keadaan emo
Telpon kemudian dimatikan ibu Gina. Lalu dia bicara, "Temanmu Indi, cerdas juga. Tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa!"Badanku gemetar. Kemudian mobil yang membawaku, berhenti. Pria disampingku bicara dengan wajah yang sangat dekat di wajahku, "Kita sudah sampai." Aku merasa risih tapi aku sembunyikan agar dia tidak membenciku. Saat kami masih di dalam mobil tiba-tiba ponselku berbunyi. Ibu Gina mengangkatnya dan terdengar suara Indi."Sebaiknya lepaskan Filio, aku sudah menghapal nomor plat mobilmu. Polisi akan mencarimu. Hukuman berat akan siap menanti jika kalian terus lanjut."Ibu Gina menjawabnya, "Jika kamu melapor. Filio akan mati."Indi juga menjawabnya, "Hukuman mati juga akan menanti kalian."Ibu Gina marah, "Aku tidak peduli. Suruh Wira yang jemput anaknya sendiri. Jika ingin Filio tetap hidup." Kemudian telpon dimatikan.Kedua pria di sampingku terlihat ketakutan.Ibu Gina langsung bicara, "Tidak perlu khawatir. Ini mobil hasil penc
Lama menunggu, Mawar terlihat khawatir. Erlang belum datang juga tapi suara hembusan angin mirip ular masih terdengar."Huss, Hss, Ss!"Mawar kembali memerintah Kumbang, "Cepat kamu lihat Erlang. Aku takut dia kenapa-kenapa?"Tanpa banyak bicara, Kumbang bergerak cepat seperti serangga Kumbang asli. Entah dia takut temannya dalam bahaya atau membalas perlakuan Mawar yang tidak menjawab pertanyaannya. Mawar langsung menggantikan Kumbang memegangi tanganku. Pintu dibiarkan terbuka. Baik Erlang maupun Kumbang tidak kunjung tiba. Hanya suara seperti ular itu yang terdengar."Huss, Hss, Ss!"Mawar khawatir sekaligus emosi, "Sialan, mereka terbang ke mana sih? Gak balik-balik ke sarang."Ucapan Mawar memang agak aneh. Tapi aku tahu maksudnya. Erlang dan Kumbang yang pergi entah ke mana hingga tidak balik ke gudang. Mawar lalu meninggalkanku di gudang. Dia keluar dan mengunci pintu dari luar. Saat aku mencoba membuka pintu tidak bisa. Tiba-tiba tid
Aku suka berlama-lama berada di bawah rintik hujan tanpa menggunakan payung, mungkin karena ku diberi nama Hafa. Tapi teman-teman SMA ku bilang, "Dasar gadis aneh, Udah remaja, masih saja main hujan-hujanan." Aku tidak peduli kata mereka. Seperti sekarang saat senja. Ketika pulang membeli buku Harian baru menggunakan uang yang diberikan Ayah sebagai hadiah karena ku telah naik ke kelas 2 SMA. Hujan turun dan aku betah berada di bawahnya membiarkan tubuhku basah. Selain itu yang ku suka adalah tempat sunyi, sebuah jalan aspal dengan pohon di sampingnya yang sedang ku lewati untuk menuju ke rumah. Membuat suasana sangat segar hingga menyejukan hatiku. Tibalah terdengar aliran sungai. Tanda aku harus meninggalkan jalan aspal hitam yang basah dan harus masuk ke hutan untuk menyelusuri jalan setapak tanah coklat yang mengarah ke desa. Ada sesuatu yang ingin ku lihat di waktu ini karena kebetulan awan di langit renggang, yaitu keindahan dari cahaya kuning e
Di tengah jalan tiba-tiba hujan turun di daerah yang kecil saja, tepatnya di depanku. Sedangkan tempatku berpijak tidak hujan, "Apa ini hujan lokal?"Karena baru menemuinya, aku segera mandi hujan dan membasahi tubuhku. Tiba-tiba hujan berhenti, lalu terdengar suara pria, "Maaf dik. Pipa ledeng bocor. Bapak sedang memperbaiki."Aku kecewa itu bukan hujan, "Maaf pak, ganggu." Lalu kembali melanjutkan perjalanan ke sungai. Saat tiba di sungai, aku kaget. Sungai sudah surut, tapi tidak ada seorangpun di sana, hanya aku sendiri.Lama ku terdiam di sana, tiba-tiba ada anak kecil laki-laki yang datang menghampiriku, "Kakak lagi cari kak Fernan ya?"Aku terkejut dan langsung bertanya senang, "Iya benar, di mana dia dik?"Dia tersenyum, "Kak Fernan ada di sini."Aku segera melihat ke sekeliling tapi tidak menemukan Fernan. Itu membuatku mulai takut dan menatap anak kecil itu dengan gemetar. Aku melihat ke arah Anak kecil yang merupakan tetanggaku, sambil be
Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me
Setelah melihat foto korban yang tewas, perasaan Indi lega karena bukan Igo, tapi dia mulai cemas yang tewas adalah pelaku pencuri Hpnya dan sekarang Hp yang dicuri berada di Igo. Indi mengira kematian pencuri itu ada hubungannya dengan Igo. Dengan perasaan takut Indi bicara kepada yang telah menunjukan foto itu, "Terima kasih infonya pak!"Kemudian memerintahkan supir taksi yang dia tumpangi, "Lanjutkan jalan pak!"Indi ingin cepat sampai di rumahnya, tidak ingin Igo yang berbahaya mencegatnya di tengah perjalanan.Saat sampai di depan rumah Indi terkejut melihat Igo yang lagi bersama Aliya. Bukannya takut, Indi justru cemburu. Dia menghampiri Igo dan Aliya, "Kenapa kalian pamer hubungan kalian di rumahku!" Ucap Indi sambil menangis.Igo menjawabnya, "Aku bawa Aliya untuk mengobati luka di tanganmu!"Indi yang kesal membalasnya, "Tidak perlu! Lukaku sudah aku basuh dengan air mataku yang harus keluar gara-gara melihat kalian berdua." Ucapannya mencoba men
Indi lalu diantar ke kampus oleh Raka. Dalam perjalanan dia curhat, "Pemuda yang ku maksud namanya Igo. Dia dulu pernah ngejar-ngejar aku. Puncaknya dia menyalamatkanku dari kematian. Berkali-kali. Membuatku mulai menyukainya. Tapi semenjak itu, dia juga tidak menyukaiku. Kemungkinan dia pergi karena tahu ada kamu yang mengantarku ke kampus. Sekarang dia pasti kembali ke tempat Aliya. Itu membuatku marah." Raka menanggapinya, "Meskipun kamu kecewa. Bukan berarti harus menyakiti dirimu sendiri."Justru Indi yang kesal diperhatikan, "Itu urusanku. Seterah aku." Sesampainya di kampus. Indi langsung menemui Lin. Bukan bicarain tentang nasibnya di kampus tapi justru tentang pekerjaan untuk Igo, "Aku bawa surat lamaran kerja Igo!"Lin tentu kaget melihat keadaan sahabatnya, "Kenapa tanganmu terluka dan kenapa pakaianmu kotor?"Indi menjawabnya dengan senyuman, "Kamu tidak usah pedulikan aku!" Lin terlihat kesal, "Ini pasti gara-gara Igo!"Tiba-tiba pons
Melihat Indi duduk lemas sambil menangis di hadapan meja makan, ibu Igo bertanya, "Masakanmu enak, kenapa menangis?"Indi menjawab dengan nada lemah seperti tidak bersemangat, "Cuma sakit mata kok, tante. Saya pamit pulang."Ketika Indi berdiri dan ingin pergi, ayah Igo berdiri di hadapannya, "Kamu menginap di sini lagikan, entar malam!"Sambil memaksakan tersenyum, Indi menjawab, "Sepertinya tidak om. Makasih udah izinin saya menginap." Kemudian Indi melewati ayah Igo. Di dalam perjalanan, Indi membaca kembali surat dari Aga, "Aku lagi ke rumah Aliya. Jadi gak bisa antar kamu. Pulanglah sendiri."Indi meremas suratnya dengan kesal, "Jika kamu suka Aliya. Kenapa tidak biarkan aku mati saja waktu itu. Igo!!!" Teriak Indi. Tiba-tiba dia menabrak sesuatu. Membuat langkahnya terhenti. Terlihat kerumunan warga di depannya. Dengan emosi, Indi marah-marah, "Sudah cukup Aliya menghalangiku mendapatkan Igo. Sekarang jalanku pulang juga dihalangi. Grrr," Wa