Pantesan persahabatanku cepat hancur. Selama ini aku selalu meminta bantuan tanpa membantu balik.
"Tiara, sahabatmu, masih tinggal di rumah Yasmine, kamu mau berkunjung ke sana?" Tanya Wira.Aku merasa sedih, "Tidak Wira. Dia tidak ingin bertemu aku lagi.""Kalau ke rumah Ayahku, kamu mau?" Ucapnya bikin aku tersenyum.Tidak beberapa lama Yasminw datang dengan menggunakan motornya.
"Aku nitip Sania ya ke kamu. " Ucap Wira ke Yasminw."Iya, apa yang tidak, buat kamu Wira." Balas Yasmine bikin aku cemburu.Sania tiba-tiba memeluk Wira, "Kak Wira janji akan menemui aku lagi."Aduh kok Wira disukai banyak wanita sih."Iya kakak janji dan akan mengajarimu ilmu bela diri biar bisa jaga diri." Ucap Wira.Aku benar-benar diuji agar tidak egois dan ingin menang sendiri. Bagaimanapun Wira dibutuhkan oleh mereka.Wira kemudian menghadapku.
"Aku suka kamu yang pengertian. Aku akan belajar mengerti kamu. Besok aku akan ajak kamu keMalam hari tiba. Kami sampai di depan rumahku. Suasananya gelap. Saat kami turun. Tiba-tiba datang sekelompok polisi dari kegelapan dan menodongkan pistol ke arah Wira. Aku terkejut sekaligus gemetar. Tiba-tiba Sania muncul, "Kakak itu yang menculik aku." Ucapnya sambil menunjuk ke arah Wira membuatku terperangah. Polisi langsung meringkus Wira tanpa perlawanan. Terlihat Yasmine yang sudah diborgol oleh polisi dan beberapa polisi mendekatiku."Yasmine, aku yang perintah dan Laila, dia tidak terlibat apa-apa." Terang Wira. Hari yang kelam itu berlalu hingga proses pengadilan tiba. Wira ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Yasmine dan aku dibebaskan. Sebelum Wira dimasukan dalam sel penjara, Wira menyentuh pundakku dan menenangkanku yang terus menangis."Beruntung kita belum sempat menikah. Jadi kamu bisa cari suami yang lain. Maaf untuk pertama kalinya aku tidak bisa menepati janjiku." Ucap Wira yang membuatku langsung menggenggam k
Esok paginya. Aku bersiap pagi-pagi sekali mengemasi barang-barangku ke dalam koper. Saat mobil Wira tiba. Aku bergegas pamit dengan kedua orang tuaku. Ayah berwajah datar sedangkan Ibu menangis sambil memelukku."Semoga kamu bahagia nak. Dengan keluarga barumu." Doa Ibu padaku.Dari kecil hingga besar aku hidup di sini. Kenangannya membuatku tidak kuasa menahan air mata ini. Aku mencium tangan Ayahku."Maaf Ayah, Saya gak kuliah seperti Ayah inginkan. Saya juga tidak berkerja seperti Ayah harapkan. Tapi saya janji akan selalu ingat Ayah dan Ibu. Saya akan membalas jasa kalian. Saya akan mengunjungi kalian. Sa..."Ayah memelukku. Mengelus kepalaku dengan lembut."Ayah senang kamu masih menghargai orang tuamu!" Ucap Ayah.Aku merasa bersalah. Hampir saja aku kualat sama orang tuaku. Untung Wira mengingatkanku malam tadi. Setelah Ayah melepaskan pelukannya, aku bersiap keluar. Wira sudah berada di depan pintu. Dia masuk dan melewatiku. Mencium kedua t
"Dia punya penyakit alergi Kopi?" Tanyaku cemas."Dia bisa lupa untuk tidur kalau dikasih kopi, haha." Balas Yasmine mencoba bercanda denganku. Melihatku tidak tertawa Yasmine melanjutkan bicara."Aku tahu Wira jarang tidur, ketika tengah malam aku sering ke rumahnya, dia langsung membukakan pintu saat aku tiba. Padahal aku datang dijam yang berbeda dan kami tidak janji sebelumnya. Anehnya lagi, wajahnya tidak menunjukan rasa ngantuk sama sekali." Penjelasan Yasmine bikin aku kesal."Ngapain kamu tengah malam ke rumah Wira?""Memberikan dia jatah!" Jawaban Yasmine bikin aku tercengang."Apa kamu bilang?""Maksud aku kebiasaan makannya berbeda dari orang pada umumnya!" Yasmine tidak menjawab pertanyaanku malah menambah misteri tentang Wira. "Berbeda seperti apa? Apa dia membutuhkan darah suci? "' Tanyaku mulai takut, dugaan liarku muncul, efek jadi penggemar sinetron Ganteng Ganteng Serigala dulu."Tetap makanan manusialah..." Jawab Yasmine kesal.
Sampai di lantai atas. Kami disungguhkan pemadangan ruang keluarga yang indah."Kamar kita ada di kanan. Yang di kiri kamar kosong." Ucap Wira, tapi aku masih ingin menikmati ruang keluarga ini. Apalagi karpet yang ku injak terasa lembut.Ku pikir Wira akan bikin dinding rumah ini polos, ternyata saat aku menoleh ke belakang ada foto kami di dinding saat di pantai tersembunyi dan saat menikah di kantor polisi. Membuatku sedikit terharu. Di bawahnya ada TV, akan membuatku dilema memilih melihat acara TV atau foto kami berdua."Di depan ada teras. Maaf ya. Terasnya gak di lantai satu." Ucap Wira."Gak apa Wira. Aku bisa menikmati pemandangan desa tanpa takut diganggu orang kalau di lantai dua." Balasku.Dia tersenyum. Rumah rancangannya sesuai harapanku."Ayo kita ke kamar!" Ajakku.Sesampainya di kamar yang cukup luas. Di sebelah kanan aku melihat ada dua meja dengan pasangannya bangku, satunya dilengkapi cermin dan satunya dilengkapi komputer y
"Aku tidak mau di madu, Wira!" Ucapku langsung terus terang di hadapan suamiku dan gadis yang dia suka.Wira berlutut seolah dia memohon padaku, "Jangan menangis lagi, Laila! Jika orang tuamu tanya dan aku jawab sering membuatmu menangis, mereka akan marah padaku."Aku berusaha menahan air mataku, "Maafkan aku Wira, hatiku terlalu rapuh."Wira terlihat kaget saat tahu gadis pujaan hatinya tidak ada."Dia sudah pergi." Ucapku.Wira melihatku, membuatku takut, "Aku menerima tawaran berkerja di tempatnya!" Ucap Wira memuaskanku.Siang yang terik itu. Wira memenuhi kewajibannya kepada Sang Pencipta. Aku menunggu untuk bertanya kepada Wira. Setelah dia selesai shalat. Kami duduk di ruang keluarga di atas karpet yang lembut."Kamu mau rangkap jabatan?""Istilahmu terlalu keren. Aku bekerja sebagai buruh pabrik." Balasnya bikin aku kaget."Jika karyawanmu tahu bosnya kerja gitu, mereka bisa malu.""Aku harus melakukannya, agar ketika warg
Rumah tangga Wira dan Laila berakhir tragis. Wira harus mengorbankan nyawanya untuk melindungi orang-orang dari suatu kecelakaan. Hal itu membuatnya Laila menjadi stress. Seakan cinta Wira sampai mati terhadap Laila. Laila kembali bersemangat untuk hidup ketika sadar mengandung anak Wira.Karena Ibu Wira dulu pernah melahirkan anak kembar namun keguguran hingga menyebabkan Ibunya meninggal. Nasib sama namun beruntung dialami Laila yang juga melahirkan anak kembar dengan selamat."Aku ingin melihat kedua anakku." Ucap Laila."Yang perempuan punya warna mata berbeda seperti ayahnya!" Ucap Laila lagi sambil meneteskan air mata."Benar matanya sama seperti Wir, memiliki kelainan Heterochromia Iridium." Jelas dokter Yasmine."Yang laki-laki adalah kakak dan yang perempuan adalah adik. Kamu akan memberikan mereka nama apa?" Tanya dokter Yasmine.Laila terdiam, merenung, dan lalu berucap, "Laki-laki akan aku beri nama Fernan, dan yang perempuan bernama F
Aku menghampiri siswa nakal itu."Apa yang kamu lakukan, dia sudah berusaha. Walaupun kalah seharusnya tetap kamu hormati kerja kerasnya." Ucapku marah."Kamu, siswi sekolah lain. Ngapain ikut campur." Jawabnya sambil mendorongku.Tiba-tiba dia di dorong balik, "Hei, seenaknya aja dorong-dorong ketua kami. Mau cari masalah." Marah siswa yang satu sekolah denganku.Aku segera melerai, dan menghentikan temanku itu, "Hentikan, aku yang salah." Ucapku sambil menarik tangannya."Kamu mau ajak ribut, hah!" Balas siswa nakal itu.Tiba-tiba ada siswi yang tadi mendekati kak Fernan."Kalian mau berantem. Udah pesan belum kamar sel di penjara!" Ucapnya membuat mereka tenang.Saat siswa nakal itu ingin pergi, tiba-tiba bola basket terlempar dari belakangku dan mengenai kepalanya.Aku segera menoleh ke belakang, tapi tidak ada satu orangpun. Cuma pohon besar tempat Banda tadi duduk.Saat aku kembali menoleh ke depan, para siswa dan siswi pada
"Ketua!" Seseorang memanggil dan menyentuh bahuku.Aku berbalik dan sudah bisa ditebak, teman sekelasku yang menyapa. Siapa lagi jika bukan mereka yang menyebutku dengan kata 'ketua'. Kecuali Banda, yang memanggil dengan namaku."Kamu mengagetkanku!" Jawabku."Aku tidak peduli. Wali kelas memanggilmu." Ucapnya tidak ada sopan-sopannya kepada ketua kelas. Apa karena aku terlalu polos ya."Bentar..." Balasku. Sambil melihat ke arah Banda. Tapi dia menghilang."Kemana Banda?" Ucapku."Cari Banda mulu, sekali-kali cari aku, ketua!" Jawab siswa itu mengodaku."Aku bahkan tidak tahu siapa namamu, gara-gara kalian tidak memanggilku dengan namaku. Aku jadi malas mengingat nama dan wajah kalian." Balasku curhat tapi bohong. Karena sebenarnya aku mengingat namanya tapi aku ingin dia sadar. Aku lebih suka namaku di sebut. Aku menghadap wali kelas.Belum sempat aku memberikan laporan, wali kelas memberikan dua surat ke aku."Mereka yang kecelakaan, izin pulang